Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Senin / 23 Maret 2015

Teknik Pemeriksaan Waktu : 14.00-18.00 WIB


Laboratorium klinik PJP : Dr. Drh.Erni Sulistiawati, SP1
Dosen : drh. Saptina Aryani
Asisten : Dhiyang Sahputra, AMd
M. Maftuchin Sholeh, SSi

PRAKTIKUM VII
TEKNIK PENGAMBILAN DAN PEMBUATAN PREPARAT
SITOLOGI CAIRAN TUBUH

Kelompok 6

Nama NIM TTD


Annisa Nintyarifa J3P113017 1.
Dede Sutiawan J3P213060 2.
Matelda Septia Riany J3P113035 3.
Ferrandy Prassettyo J3P113022 4.
Grafinny Eka Fitri J3P113026 5.

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PENDAHULUAN
Sitologi membahas tentang cairan tubuh yang ditinjau dari segi fisik
maupun pemeriksaan sel-sel yang terdapat dalam cairan tubuh. Sitologi secara
umum adalah ilmu yang mempelajari sel-sel, dan berperan dalam penegakkan
diagnosis penyakit beberapa jenis penyakit yang menimbulkan cairan efusi yakni
cairan dalam rongga atau tempat-tempat pada tubuh manusia atau hewan yang
tidak seharusnya dalam jumlah berlebihan. Kandungan sel-sel yang terdapat
dalam efusi dapat dideteksi melalui berat jenis yang terlalut atau terkandung, dan
sifat fisik efusi. Jenis-jenis efusi yaitu transudat, modifikasi transudat atau
eksudat. Transudat yaitu cairan ekstravaskuler dengan kadar protein yang rendah
dan berat jenis dibawah 1,102; pada hakekatnya transudat adalah ultrafitrat plasma
darah yang terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan
osmotik pada didalam plasma. (Robbin 2007) . Eksudat adalah cairan radang
ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung
protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi. Cairan ini
tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein
plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan
peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya. Eksudat merupakan
substansi yang merembes melalui dinding vasa ke dalam jaringan sekitarnya pada
radang, berupa nanah.
Teknik pengambilan cairan efusi disesuaikan dengan rongga atau lokasi
dimana akumulasi efusi terjadi. Sitologi juga dapat dilakukan untuk evaluasi
sampel darah atau sampel lainnya seperti lesion kulit melalui teknik kerokan kulit.
Pemeriksaan visual dan digital dari mukosa vagina merupakan metode diagnostik
untuk evaluasi menyeluruh dari saluran genital kelamin betina bagian bawah.
Sampel dipeloreh dengan mudah untuk pemeriksaan sitologi dan study
mikrobiologis.
Praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan persiapan
dan pewarnaan cairan efusi, dapat melakukan pengambilan dan pewarnaan
kerokan kulit yang diduga terdapat ektoparasit, dan dapat melakukan pengambilan
dan pewarnaan sampel vagina.
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan di Poliklinik Hewan Diploma IPB Waktu
praktikum yaitu hari Senin, tanggal 23 Maret 2015 pukul 14-00-18-00 WIB.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu spoit ukuran 3-10 ml,
IV kateter atau jarum kupu-kupu, kapas beralkohol, gunting, tabung darah tanpa
dan dengan antikoagulan, cooler box, pisau scalpel tumpul, gelas preparat,
penutup gelas preparat, sarung tangan (glove) steril, speculum vagina, senter,
anoscope, cotton bud, stopwatch, mikroskop, alat penghitung (counter), dan
bahan-bahan yang digunakan yaitu larutan chlorhexidine/ betadine, minyak
paraffin atau baby oil, satu set pewarnaan deepqui, larutan KOH 10%, selotip
bening, jelly, sampel sitologi, metil alcohol (methanol), larutan pewarnaan diff-
quick, aquadest, minyak imersi.
Prosedur Percobaan
Teknik Koleksi Sampel Sitologi
Pengambilan dan Pemeriksaan Cairan Efusi. Alat dan bahan disiapkan.
Kemudian hewan diposisikan lateral atau dorsal recumbency. Area abdomen
yang diduga ascites di sterilisasi. IV kateter disiapkan, kemudian cairan efusi yang
ditampung dimasukkan ke dalam wadah bersih. Kemudian pemeriksaan fisik dan
BJ protein urin dilakukan. Warna, bau, kekeruhan, volume dan pH diamati.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan BJ protein urin dilakukan.
Refraktometer dibersihkan terlebih dahulu, kemudian diekuilibrasi menggunakan
akuades. Setelah ditemukannya BJ air, akuades dibersihkan. Buka penutup kaca
prisma, bersihkan kaca prisma menggunakan tisu, kemudian urin diteteskan
sebanyak 1 tetes dan tutup dengan kaca prisma. Dan hasil diamati. Selain
melakukan pemeriksaan fisik dan BJ protein urin menggunakan refraktometer,
pemeriksaan mikroskopis juga dilakukan. Pertama, cairan efusi di sentrifus
selama 5 menit dengan kecepatan 1500 2000 rpm. Setelah itu, sedimen yang
terbentuk diambil menggunakan pipet transfer dan dibuat ulasan dan difiksasi
menggunakan bunsen. Setelah itu preparat dimasukkan ke dalam methanol selama
5 detik. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan eosin selama 5 detik dan dibilas
dengan akuades. Kemudian dicelupkan ke dalam methylene blue selama 5 detik
dan dibilas lagi. Setelaha itu preparat diamati dibawah mikroskop.
Pemeriksaan Kulit dengan Kerokan kulit superfisial. Alat dan bahan
disiapkan. Setelah itu bagian tubuh hewan yang diduga terdapat jamur di cukur.
Kemudian kulit hewan diteteskan dengan baby oil secukupnya. Dengan
menggunakan blade tumpul, kerok kulit sampai didapatkannya spesimen. Setelah
itu blade diulaskan ke gelas objek, preparat ditutup menggunakan cover glass.
Kemudian preparat diamati di bawah mikroskop dengan kondensor ke bawah dan
perbesaran 10x dan 40x.
Pemeriksaan Kulit dengan Kerokan kulit dalam. Alat dan bahan
disipakan. Bagian tubuh hewan yang diduga terdapat demodex dicukur. Baby oil
diteteskan pada gelas objek secukupnya. Kemudian blade di gosok gosokkan ke
baby oil. Setelah itu, kulit dikerok dengan blade yang sudah dilumuri baby oil
samapi berdarah. Untuk mengurangi kemungkinan infeksi, setelah dilakukan
pengerokan, luka diberi betadine dan hasil kerokan diamati di bawah mikroskop
dengan kondensor ke bawah dan perbesaran 10x dan 40x.
Pemeriksaan Kulit dengan Selotip. Alat dan bahan sisiapkan. Bagian
tubuh hewan yang diduga terdapat jamur dicukur dari rambut hewan. Kemdian
selotip digunting sepanjang 3 5 cm. setelah itu salah satu ujung selotip
ditempelkan pada salah satu tepi elas objek dengan posisi bagian yang lengket di
atas. Kemudian sisi selotip lagi ditempelkan di sisi lain gelas objek. Setelah
selesai mengambil spesimen, preparat diwarnai. Preparat dimaukkan ke dalam
methanol selama 5 detik, kemudian dikeringkan. Setelah itu dicelupkan ke eosin
selama 5 detik dan dibilas. Dan yang terakhir, preparat dicelupkan ke dalam
methylene blue selama 5 detik dan dibilas. Setelah itu preparat diamati di bawah
mikroskop dan perbesaran 10x sampai 40x.
Pemeriksaan Kulit dengan Trichogram. Alat dan bahan disipakan
Bagian rambut hewan yang terdapat jamur dicabut dengan clamp arteti/ hemostat.
Setelah itu rambut diletakkan di gelas objek dan diberi KOH secukupnya. Rambut
kemudian ditutup menggunakan cover glass dan diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10x dan 40x.
Pemeriksaan Kulit dengan Biopsy. Alat dan bahan disiapkan. Bagian
tubuh hewan yang luka akibat jamur dicukur. Setelah itu dibagian antara luka
disuntikkan anastetik lokal yaitu lidocaine atau spido, dan ditunggu 5 menit.
Setelah itu bagian yang telah dibius dikerok menggunakan punch biopsy yang
berukuran 1 8 ml. Rata rata yang digunakan ukuran 6 ml. Bagian yang diambil
tadi dimasukkan ke dalam larutan NBF 10%. Setelah selesai, bagian yang robek
dijahit dan hasil yang diambil diamati di bawah mikroskop.
Pemeriksaan kulit dengan UV Light. Alat dan bahan disiapkan. Bagian
tubuh hewan yang diduga terdapat jamur dermatofita dicukur. Alat dihidupkan
dan diarahkan ke bagian tubuh itu selama 15 menit. Jika berwarna hijau
menandakan bahwa jamur termasuk mikrosporum. Jika berwarna lain artinya
jamur termasuk trichophyton.
Pemeriksaan Kulit dengan Impression Smear. Alat dan bahan
disiapkan. Bagian tubuh hewan yang terdapat luka yang tidak sembuh sembuh
ditempelkan objek glass. Kemudian dengan gelas objek satu lagi, spesimen dibuat
ulasan. Setelah itu difiksasi dengan api bunsen. Setelah kering, masukkan ke
dalam methanol selama 5 detik, kemudian keringkan. Setelah itu masukkan ke
dalam eosin selama 5 detik, kemudian dibilas. Setelah itu dicelupkan ke dalam
methylene blue selama 5 detik dan dibilas. Hasil diamati di bawah mikroskop
denga perbesaran 10x dan 40x.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sitologi khususnya membahas tentang cairan tubuh yang ditinjau dari segi
fisik maupun pemeriksaan sel sel yang terdapat dalam cairan tubuh. Kandungan
sel- sel yang terdapat dalam efusi dapat dideteksi melalui berat jenis yang terlarut
dan terkandung, serta sifat fisik efusi. Dengan demikian maka diketahui jenis
jenis efusi seperti transudat, modifikasi transudat dan eksudat. Selain melakukan
pemeriksaan fisik dan berat jenis, kita juga melakukan uji pemeriksaan kulit
secara superfisial dan dalam, trichogram, impression smear, UV light, Biopsi dan
selotape. Hasilnya sebagai berikut.
Hasil
No Hasil Percobaan Hasil
Teknik Koleksi Catatan/Diskusi/
Temuan
Sitologi Gambar
1 Efusi Abdomen BJ protein : 3 BJ protein urin
Fisik menunjukkan sebesar
Warna : Coklat 3, artinya cairan urin
Bau : Amis bersifat transudat. Jika
Kekeruhan : Keruh bernilai 1 5 cairan
urin bersifat transudat,
nilai 6 8 cairan urin
normal dan nilai >8
cairan urin bersifat
eksudat. Karena urin
bersifat transudat,
artinya hewan
memiliki gangguan
pada ginjalnya.
2 Kerokan Kulit Tidak terdapat apa apa, hanya
Superfisial terdapat debris saja

Dalam Ditemukan fase fase anagen,


katagen dan telogen pada
preparat yang diamati.

3 Teknik Selotape Tidak terdapat apa apa, hanya


terdapat debris

4 Trichogram Tidak terdapat jamur, hanya


terdapat debris debris.

5 Impression Hanya ditemukan debris


Smear debris dan sel epitel berinti
Data tabel di atas menunjukkan bahwa cairan efusi urin bersifat transudat
karena berat jenis protein urin adalah 3. Jika nilai berat jenis urin adalah 1 5
maka cairan efusi bersifat transudat yang artinya urin tidak terinfeksi, tetapi
terjadi gangguan pada organ. Sedangkan jika nilai berat jenis 6 8, cairan efusi
dikatan normal. Dan jika nilai cairan efusi bernilai >8, cairan efusi bersifat
eksudat yang artinya urin terinfeksi oleh bakteri. Jadi dari data di atas, cairan efusi
urin bersifat transudat yang dimana terjadi gangguan pada organnya.
Uji kerokan kulit pada tabel menunjukkan bahwa pada kerokan kuliat
secara superfisial dan dalam tidak ditemukan sarkoptes maupun demodeks, karena
hanya debris dan fase pertumbuhan rambut yang ditemukan. Rambut tumbuh
melalui siklus yang mencakup tiga fase pertumbuhan yaitu fase anagen, katagen,
dan telogen. Fase Anagen merupakan fase pertumbuhan rambut aktif dimana sel-
sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel yang lebih
tua ke atas. Lama fase anagen kurang lebih 2-6 tahun. Fase Katagen merupakan
masa peralihan yang terjadi setelah akhir fase anagen. Lama masa transisi ini
adalah 1-2 minggu dan akan terbentuk rambut gada (hair club). Fase Telogen atau
masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel dan tumbuh tunas kecil
yang membentuk rambut baru yang tumbuh di bawah rambut gada. Rambut baru
ini kemudian didorong keluar. Dengan kembalinya fase anagen, rambut lama atau
rambut gada (clubbed hair) terdorong lepas oleh tumbuhnya rambut baru. Fase
telogen berlangsung selama kurang lebih 100 hari atau sekitar 5 sampai 12
minggu. Pada akhir fase telogen rambut akan lepas dan akan memulai siklus
pertumbuhan rambut yang baru. Dalam keadaan normal, sekitar 90% rambut di
kulit kepala berada dalam fase anagen, sekitar 1% berada dalam fase katagen, dan
sekitar 9% berada dalam fase telogen. Rambut memiliki lama siklus yang
bervariasi tergantung lokasi tumbuhnya rambut. Pada alis, siklus pertumbuhan
rambut akan berakhir dalam 4 bulan sementara kulit kepala berakhir dalam 3
sampai 4 tahun. Ini adalah alasan mengapa panjang rambut alis jauh lebih pendek
dibandingkan dengan rambut di kulit kepala. Rambut di kulit kepala memiliki
masa anagen kira-kira 1000 hari dan masa telogen 100 hari sehingga rasio
perbandingan rambut anagen dan telogen 9:1. Untuk mengetahui jumlah rambut
anagen dan telogen diperiksa rasio rambut anagen dan telogen dengan trikogram.
Uji impression smear menujukkan bahwa kulit kucing adalah negatif
dermatofita. Karena kami hanya menemukan debris debris pada kaca preparat.
Fungsi methylene blue pada pewarnaan diff quick adalah untuk mewarnai inti sel
epitel, pewarnaan eosin digunakan untuk mewarnai sitoplasma dan methanol
digunakan untuk memfiksasi spesimen pada kaca objek. Cellophane Tape
Preparation Technique digunakan untuk mengumpulkan material dari permukaan
kulit rambut untuk keperluan diagnosa. Tujuan pewarnaan giemsa untuk
memeriksa intisel, untuk melihat apakah sel tersebut sel normal, sel noeplasma
jinak atau ganas. Cara pewarnaan giemsa dilakukan dengan cara menggunakan
fiksasi methanol dengan waktu 5 sampai 15 menit, hingga kering. Preparat dicuci
dengan air mengalir lalu celupkan kedalam cairan giemsa dengan waktu 5 sampai
10 menit, dicuci dengan air mengalir, keringkan diudara terbuka.
Trichogram adalah metode semi analisis rambut yang melibatkan memetik
50 sampai 100 rambut dari berbagai bagian kulit kepala, menempel mereka ke
slide, dan memeriksa mereka di bawah mikroskop. Tujuannya adalah untuk
menentukan tingkat perkembangan rambut rontok dengan mendirikan berapa
banyak rambut hewan di masing-masing tiga tahapan siklus pertumbuhan rambut ,
anagen (pertumbuhan), catagen (transisi) dan telogen (istirahat). Sekitar 10% dari
rambut harus dalam fase istirahat, lagi akan menunjukkan masalah potensial. Pada
uji trichogram rambut dipetik dari lokasi pengambilan sampel pada kulit kepala
frontal dan oksipital, menggunakan penutup erat forsep pencukuran. trichogram
mencerminkan kelas rendah telogen effluvium dari frontal yang terkena dampak
dan kulit kepala centroparietal, sedangkan temuan trichoscopic dari anisotrichosis
berkaitan dengan kehadiran rambut dengan kaliber yang berbeda sebagai
konsekuensi dari progresif folikel rambut miniaturisasi (Tosti 2009).
SIMPULAN
Data tabel dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kucing yang kami
gunakan tidak terkena jamur, karena pada uji pedapat meriksaan kulit tidak
ditemukan jamur, sapkortes, demodeks maupun dermatofita. Sehingga kucing
tersebut dapat sdikatakan dalam keadan sehat berdasarkan hasil uji-uji yang
dilakukan pada sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Robbin. 2007. Buku ajar patologi edisi 7. Jakarta: EGC.

Tosti A, Torres F. 2009. Dermoskopi dalam Diagnosis Rambut dan Kulit Kepala
Gangguan Aktas Dermosifiliog.Jakarta : Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai