Paper Anathesis
Paper Anathesis
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidung
Hidung luar berbentuk pirami dengan bagian bagian nya dari atas ke
bawah:
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit,jaringa ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang hidung terdiri dari 1) tulang
hidng, 2) prosesus frontalis dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka
tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan terdiri dari beberapa
pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang
kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior
yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 4) tepi anterior kartilago
septum.
1
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan alanasi, tepat di
belakang nares anterior disebut vestibulum . vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang
disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dindiing
medial,dinding lateral, inferior, dan superior. Dinding medial hidung adalah
septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
2
medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus ethmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan
konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus ethmoid.
3
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena optalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-
vena dihidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisis
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.
Bagian depan dan atas ringga hidung mendapat persarafan sensoris dari
nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang
berasal dari nervus optalmikus (N. V-1). Rongga hidung lainnya sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari maxilla melalui ganglion spenopalatina.
Ganglion spenopalatina, selain membberika persaraffan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut-serabut saraf sensoris dari nervus maxilla (N. V-2), serabut
parasimpatis dari nervus petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis
dari petrosus profundus. Ganglion spenopalatina terletak dibelakang dan sedikit
diatas ujung posterior konka media.
Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui
lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir
pada sel-sel reseptorpenghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas
hidung.
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional
dibagian atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga
hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel thorak berlapis semu yang
mempunyai sillia (ciliated pseudostratified collumner ephitellium) dan
diantaranya terdapat sel-sel goblet. Mukosa penghidung terdapat pada atap rongga
hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel
4
thorak berlapis semu tidak bersillia (pseudostratified collumner non cilliated
ephitellium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel
basal, dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat
kekuningan.
Pada bagian yang lebih terkena aliran udara, mukosa nya lebih tebal dan
kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan
normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi
oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Dibawah epitel terdapat
tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan
jaringan limfoid.
5
Bagian bawah dari palut lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan
permukaaannya terdiri dari mucus yang lebih elastic dan banyak mengandung
protein plasma seprti plasama, IgG, IgM dan faktoe komplemen. Sedangkan
cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim, inhibitor lekoprotease sekretorik,
dan IgA sekretorik (s-IgA).
6
nasofaring, selanjutnya jatuh kebawah dibantu ddengan gaya gravitasi dan proses
menelan.
Secret yang berasal dari meatus superior dan septum akan bergabung
dengan secret rute 1, yaitu diinferior dari tuba eustachius. Sekret pada septum
akan berjalan vertical ke arah bawah terlebih dahulu kemudian kebelakang dan
menyatu di bagian inferior tuba eustachius.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang
nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Dinding medial rongga hidung adalah
septum nasi. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian
dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os palatum, dan lamina
pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar
dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah
konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah
konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus
yaitu meatus inferior, media dan superior. Dinding inferior merupakan dasar
7
hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal
os palatum (Ballenger 2004; Hilger,1997)
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior
dan inferior, os nasal, processus frontalis, os maxilla, corpus os sphenoid.
Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-
filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius
berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan cranial konka superior
8
kavum nasi membentuk hiatus semilunaris anterior (Nizar, 2000; Stammberger et
al, 1993).
Sel agger nasi merupakan sel ekstramural paling anterior dari sel-sel
etmoid anterior. Karena letaknya sangat dekat dengan resesus frontal, sel ini
merupakan patokan anatomi untuk operasi sinus frontal. Dengan membuka sel ini
akan memberi jalan menuju resesus frontal (Shankar et al, 2001; Mangunkusumo,
2000).
Resesus frontal dapat ditemukan pada bagian anterosuperior dari meatus
media dan merupakan drainase dari sinus frontal, dapat langsung ke meatus media
atau melalui infundibulum etmoid menuju kavum nasi (Browning, 2007;
Mangunkusumo, 2000; Stammberger et al, 1993).
9
1. Dasar sinus maksila ssangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring
(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjl
kedalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga harus
melalui infundibulum yang sempit.
10
sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di bagian lateral os etmoid,
yang terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini
jumlahnya bervariasi (Kamel, 2002; Stammberger et al, 1993).
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior
yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,
letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media
dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior
biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari
lamina basalis (Walsh et al, 2006).
Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lendir diatasnya. Didalam sinus siliar bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosasiliar dari
sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di
infundibulum etmoid di alirkan ke nasofaring didepan muara tuba eustachius.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di recessus
spenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah
sebabnya pada sinusitis didapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum
tentu ada secret di rongga hidung.
11
2.2.7 Fungsi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal antara lain:
12
5. Sebagai Peredam Perubahan Tekanan Udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
2.3 Rhinosinusitis
2.3.1 Definisi
13
2.3.2 Etiologi
1. Virus
2. Bakteri
Bakteri patogen yang sering menyebabkan rinosinusitis adalah s.
pneumonia dan H.influenza. patogen ini menjadi penyebab utama
terjadinya rhinosinusitis sejak kali pertama dilakukan penelitian.
Sedangkan patogen yang sering pada rinosinusitis bakteri kronik adalah
staphylococcus aureus. Bakteri anaerob dan bakteri gram negatif.
3. Jamur
Aspergilosis adalah salah satu jamur yang paling sering di jumpai pada
infeksi virus paranasal dengan cirri khas secret mukopurulen yang
berwarna hijau kecoklatan. Mukormikosis pula merupakan infeksi
opurtunistik ganas yang dapat berkembang menjadi patogenik pada orang
yangmenderita asidosis diabetic dan imunosupresi. Pada penderita ini
dujumpai secret warna pekat, gelap, berdarah dan gambaran konka yang
berwarna hitam atau merah bata. Candida bersama histoplasmosis,
koksidoimilosis, sporatrikosis, serokoparamikosis, dan biastomikosis
adalah kasus yang jarang mengenai hidung.
4. Alergi
Rhinitis adalah suatu reaksi alergi yang di perantarai oleh immunoglobulin.
Reaksi ini melibatkan suatu antibody, biasanya igE, yang mana bagian Fc
antibody melekat pada suatu sel yang mengandung mediator atau
perkusornya (sel mast,basofik,eosinofil,makrofag). Antubodi ini
14
berinteraksi dengan allergen spesifik dan akibatnya terjadi aktivasi
beberapa enzim membrane. Hasil pembelahan enzimatik menyebabkan
pelepasan mediator seperti histamine, prostaglandin dan leukotrien.
Mediator ini menyebabkan suatu reaksi tipe segera yang timbul, misalnya
edema. Selain itu, juga akan terjadi reaksi lambat yang selanjutnya
cendrung terjadi akibat pelepasan mediator dari sel mast dan demikian
pula eosinofil, makrofag dan tromboit.
6. Lingkungan
Udara dingin umumnya menyebabkan vasokontriksi, sedangkan udara
hangat menyebabkan pembengkakakn akibat vasodilatasi. Perubahan suhu
lingkungan yang mendadak dapat merngsang kongesti hidung dan/atau
rinore. Apabila terus menerus terpapar oleh lingkungan yang berpolusi,
udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama akan
menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia
2.3.3 Patofisiologi
Lapisan mukoperiosteum sinus paranasalis mempunyai daya tahan luar
biasa terhadap penyakit selain kemampuan untuk memulihkan dirinya sendiri.
Pada dasarnya, factor-faktor local yang memungkinkan penyembuhan mukosa
sinus yang terinfeksi adalah drainase dan ventilasi yang baik. Bila factor anatomi
menyebabkan kegagalan drainase dan ventilasi sinus, maka terbentuk suatu
medium untuk infeksi selanjutnya oleh kokus mikroaerofilik atau anaerobic,
akibatnya berupa edema, sumbatan dan infeksi.
15
Sekresi lender yang menetap dalam sinus bisa dipicu oleh 1) obstruksi
mekanik di komplek ostiomeatal karena factor anatomi atau 2) edema mukosa
yang disebabkan oleh berbagai etiologi (misalnya, rhinitis alergi, rhinitis virus,
rhinitis bakteri akur). Stagnasi lender di sinus membentuk media yang kaya untuk
pertumbuhan berbagai patogen. Tahap awal sinusitis sering infeksi virus yang
umumnya berlangsung hingga 10 hari dan yang benar-benar sembuh dalam 99%
kasus. Namun, sejumlah kecil pasien dengan infeksi bakteri akut sekunder dapat
berkembang yang umumnya disebabkan oleh bakteri aerobic ( misalnya,
streptococcus pneumonia, haemophilus influenxe, moraxella catarhalis). Awalnya,
sinusitis akut yang dihasilkan hanya melibatkan satu jenis bakteri aerobic. Dengan
terjadinya infeksi, flora campuran, organism anaerob, dan, kadang-kadang jamur
memberikan kontribusi untuk pathogenesis.
16
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena. Pada peradangan
aktif sinus maksilaris atau frontalis, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena. Pada sinus yang letaknya lebih dalam seperti sinus
etmoidalis posterior dan sfenoidalis, nyeri terasa jauh dudalam kepala, tak
jelas letaknya atau disebarkan ke perifer kepala di daerah yang tidak ada
hubungan dengan lokasi sinus
b. Sakit Kepala
Sakit kepala pada penyakit sinus lebih sering unilateral atau lebih terasa di
satu sisi dimulai sebagai nyeri kepala unilateral dan meluas ke sisi lainya.
Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukan
badan ke depan dan jika badan tiba-tiba digerakan. Sakit kepala ini akan
menetap saat menutup mata, saat istirahat. Sakit kepala akibat penyakit di
sinus frontalis dinyatakan sebagai nyeri yang tajm, menusuk-nusuk,
melalui mata atau nyeri dan rasa berat yang biasanya menetap.
d. Gangguan Penciuman
Keluhan yang paling sering adalah kehilangan sensasi penciuman
17
2..3.5 Diagnosis
Rinosinusitis kronik ditegakan jika pasien memliki dua atau gejala mayor
atau satu gejala mayor ditambah dengan dua atau lebih gejala minor yang menetap
lebih dari 12 minggu, rinosinusitis kronik harus dipertimbangkan dalam
diferensial diagnosis jika pasien memliki satu factor mayor atau dua lebih factor
minor selama lebih dari 12 minggu.
1. Anamnesa
Riwayat gejala yang diderita lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan dua
gejala mayor atau satu gejala mayor ditambah dua gejala minor dari kumpulan
gejala dan tanda menurut rhinosinusitis Task Force 2006. Yang termasuk gejala
mayor adalah nyeri atau rasa tertekan pada daerah wajah, hidung terbumbat, ingus
purulen, gangguan penghidu. Gejala-gejala minor antara lain: sakit kepala.
Demam. Halitosis, nyeri gigi dan batuk.
Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling
penting pada sinusitis. Sakit kepala yang timbul merupakan akibst adanya
kongesti dan edema di ostium sinus dan sekitarnya. Sakit kepala yang bersumber
dari sinus akan meningkat jika membungkukan badan dan jika badan tiba-tiba
digerakan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata. Hal ini berbeda
dengan sakit kepala yang disebabkan oleh mata.
Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau
mungkin tidak. Pada peradangan aktif sinus maksilaris atau frontalis, nyeri
biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinus yang letaknya lebih
dalam, nyeri terasa jauh didalam kepala dan tak jelas lokasi nya. Pada
18
kenyataanya peradangan pada satu atau semua sinus sering kali menyebabkan
nyeri didaerah frontalis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
19
rinosinusitis kronik yang gejalanya tidak sesuai dengan pemeriksaan klinis.
Diagnosis dapat ditegakan dengan atau tanpa naso-endoskopi. Namun, CT-scan
memiliki keterbatasan yaitu sulit membedakan rinosinusitis dengan infeksi virus
saluran pernafasan bagian atas, kecuali jika sudah timbul komplikasi. Visualisasi
optimal didapatkan dengan coronal scans. Pemeriksaan penunjang yang lain
adalah foto polos yaitu posisi waters, PA dan lateral. Biasanya foto tersebut hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksilaris dan frontalis.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksilaris
melalui meatus inferior dan dengan alat endoskopi bisa dilihat kondisi sinus
maksilaris yang sebenarnya. Tindakan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus
untuk terapi. MRI hanya dilakukan jika ada kecurigaan komplikasi pada orbita
dan intrakranal.
2.3.6 Penatalaksanaan
1. Terapi Medikamentosa
20
Terapi tambahan lainnya berupa dekongestan oral/topikal yaitu golongan
agonis alfa adrenergic, saline irrigation, anti histamine, mukolitik, antagonis
leukotriene, anti mikotik, imunomodulator, dan aspirin desentisisasi (Desrosiers,
2011)
2. Operatif
a. BESF ( Bedah Endoskopi Sinus Functional)
21
Secara umum, indikasi untuk FESS dibagi dua yaitu absolute dan
relatif. Absolute berarti operasi FESS pasti dilakukan pada penderita
manakala relative berarti bahwa ahli bedah dan penderita harus
mempertimbangkan potensi resiko dan keuntungannya, tetapi operasi
FESS dapat dianggap sebagai pilihan kepada penderita setelah melakukan
anamesis dan pemeriksaan fisik. Berikut diantaranya indikasi bedah
endoskopi sinus fungsional :
1. Indikasi Absolute
a. tumor
b. komplikasi rhinosinusitis
c. mukokel sinus
d. sinusitis jamur
e. ensefalokel
f. kebooran cairan serebrospinal
2. Indikasi Relative
a. rhinosinusitis kronik
b. nyeri kepala disertai nyeri pada wajah
c. sinusitis akut berulang
d. epitaksis
e. polip nasal
c. Kontraindikasi
osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan
sekuester
pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil
(hipoplasi)
penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus,
kelainan hemostasis yang tidak terkontrol.
22
d. Tahapan operasi
Tekhnik operasi BESF adalah secara bertahap, mulai dari yang paling
ringan yaitu infundibulektomi, sampai frontosfenoidektomi total. Tahap operasi
disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap ndividu berbeda jenis atau tahap
operasi. Berikut tahapan operasi dalam BESF :
1. Infundibulektomi
3. Etmoidektomi Retrograde
23
membuka sinus etmoid posterior. Selanjutnya sel-sel etmoid posterior
diobservasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus
etmoid posterior yang merupakan dasar otak diidentifikasi.
4. Sfenoidektomi
5. Sinus Frontal
Secara umum, teknik ini tidak dilakukan jika tidak ada kelainan pada sinus
frontal. Akan tetapi jika ada kelainan, maka teknik ini ditangani dengan
penuh perhatian supaya meminimalkan cedera pada mukosa.. Beberapa
penyebab ostium sinus frontal tersembunyi adalah jaringan udem,
polip/popipoid, sisa prosesus uncinatus di bagian superior, variasi anatomi
seperti sel-sel agger nasi yang meluas ke posterior, bula etmoid meluas ke
anterior, sel supra-orbital sangat cekung menyerupai kedalaman sinus
frontal dan lainnya.
6. Nasal Packing
24
2.3.7 Komplikasi
1. Kelainan Orbita
Infeksi dari sinus paranasal dapat meluas ke orbita secara langsung atau
melalui system vena yang tidak berkatup. Komplikasi orbita ini dapat berupa
selulitis orbita dan abses orbita. Gejalanya dapat dilihat sebagai pembengkakan
kelopak mata, atau edema merata di seluruh orbita, atau gangguan gerakan bola
mata dan gangguan visus sampai jelas adanya abses yang mengeluarkan pus.
Pasien harus dirawat dan diberikan antibiotik dosis tinggi intravena dan dirujuk ke
dokter spesialis THT. Bila keadaan tidak membaik dalam 48 jam atau ada tanda-
tanda komplikasi ke intrakranial, perlu dilakukan tindakan bedah.
2. Kelainan Intracranial
Paling sering timbul akibat sinusitis frontalis dan biasanya ditemukan pada
anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksilaris dapat timbul fistula oroantral atau
fistula pada pipi. Nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise demam dan menggigil. Pembengkakan di atas alis mata
juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dimana
terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup.
25
4. Mukokel
Bila saluran keluar sinus tersumbat dapat timbul mukokel. Sering timbul di
sinus frontalis meskipun dapat juga terjadi di sinus maksilaris, etmoidalis atau
sfenoidalis. Di dalam mukokel terjadi pengumpulan lendir yang steril yang
kemudian menjadi kental. Mukokel dapat menjadi besar dan mendesak organ
disekitarnya terutama orbita. Mukokel menimbulkan gejala sakit kepala dan
pembengkakan di atas sinus yang terkena.
2.4.1 Definisi
1. Hipnosis (tidur)
2. Analgesia (bebas dari nyeri)
3. Relaksasi otot
26
1. Konsentrasi zat anastetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi,
semakin cepat kenaikan tekanan parsial
2. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan
tekanan parsial.
B. Faktor Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anastetika dalam darah arterial lebih besar
daripada darah verna. Faktor yang mempengaruhinya adalah:
1. Perubahan tekanan parsial zat anastetika yang jenuh dalam alveolus
dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anastetika diserap
jaringan dan sebagian kembali melalui vena.
2. Koefesien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anastetika dalam
darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan
seimbang
3. Aliran darah, yaitu aliran darah paru dan curah jantung
C. Faktor Jaringan
1. Perbedaan tekanan parsial obat anastetika antara darah arteri dan
jaringan.
2. Koefesien partisi jaringan/darah
3. Aliran darah dalam masing-masing 4 kelompok jaringan (jaringan
kaya pembuluh darah, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan
sedikit pembuluh darah )
27
2.4.3 Keuntungan Anastesi umum
28
2.4.6 Penilaian dan Persiapan Praanastesia
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system
organ tubuh pasien.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan
uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb,Leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 50tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks.
29
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan
agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang
tidak perlu harus dihindari.
30
2.4.8 Masukan oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anesthesia. Minum bening, air putih, the manis sampai 3 jam dan untuk keperluan
minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anastesi.
2.4.9 Premedikasi
31
Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan
premedikasi suntikan intramuscular untuk dewasa droperidol 2,5-5mg atau
ondansetron 2-4 mg.
32
C = Conector
Penyambung antara pipa dan peralatan anasteshia
S = Suction
Penyedot lender, ludah dan lain-lain nya
33
untuk umur diatas 60 tahun 1,6 mg/ kgBB/IV atau kira-kira 25-50% lebih
rendah dari dosis induksi biasa.
Efek pada system-sistem organ
Sistem kardiovaskuler
Propofol menyebabkan penuruna tekanan darah sistemik yang
lebih besar ibandingkan dengan thiopental yaitu sebesar kurang
lebih 25-40%. Penurunan tekanan darah ini disertai dengan
perubahan cardiac output dan sistemik vaskuler resistensi.
Relaksasi otot-otot polos jantung dihasilkan oleh propofol
terutama sekali karena adanya daya inhibisi aktivitas saraf
simpatis.
Disamping penurunan dari tekanan darah sistemik, frekuensi
denyut jantung biasanya tetap tidak berubah, berbeda dengan
kenaikan denyut jantung yang muncul pada saat pemberian
thiopental intravena secara cepat. Proppofol dapat menurunkan
aktifitas saraf simpatis lebih besar disbanding aktivitas
parasimpatis. Sehingga menyebabkan predominanya aktivitas
saraf parasimpatis.
Paru-paru
Propofol dapat menyebabkan depresi ventilasi tergantung dosis
dengan kejadian henti nafas sekitar 25-35% pasien. Rumatan
infuse propofol dapat menurunkan volume tidal dan frekuensi
pernafasan.
Propofol dapat menyebabkan terbebasnya histamine, induksi
dengan propofol dapat menghasilkan bronkodilatasi dan
penurunan kejadian wheezing durante operasi pada pasien dengan
riwayat asma. Sehingga propofol tidak di kontraindikasikan pada
pasien dengan riwayat asma.
b. Midazolam
Midazolam merupakan obat anastesi golongan benzodiazepine yang
bekerja terutama di korteks serebri. Midazolam juga bekerja di
34
hipotalamus dan mempunyai efek sedasi. Dengan sifat kerja yang pendek
dibandingkan derivate benzodiazepine yang lainya. Dibandingkan dengan
diazepam, Midazolam mempunyai potensi 2-3 kali, sehingga sering
menggantikan diazepam untuk premedikasi dan sedasi. Midazolam dapat
diberikan bersama larutan ringer laktat dan dapat dicampurkan dengan
obat-obatan asam seperti opioid dan antikolinergik. Waktu paruh
midazolam sekitar 1-3 jam, dimana lebih pendek dari diazepam.
Efek pada system organ lain:
System pernapasan
Menghasilkan penurunan ventilasi tergantung dosis dengan
0,15mg/kgBB iv sama dengan dosis Diazepan 0,3 mg/kgBB iv. Henti
nafas sementara dapat terjadi pada suntikan dengan dosis besar (>o,15
mg/kgBB iv)
System kardiovaskuler
Dosis 0,2 mg/kgBB iv untuk induksi anastesi menurunkan tekanan
darah sistemik dan meningkatkan denyut jantung lebih dari
Diazepam 0,5 mg/kgBB iv
System saraf pusat
Seperti benzodiazepine lainya, menurunkan kebutuhan oksigen
metabolit serebral dan aliran darah serebral analog dengan
barbiturate dan propofol. Respon vasomotor serebral terhadap
carbondioksida, dipertahankan selama anastesi midazolam.
Penggunaan klinis
Untuk medikasi pre operasi midazolam dapat diberikan 0,05=0,1
mg/kgBB. Efek sinergis antara benzodiazepine dengan obat lain,
misalnya opioid atau propofol dapat digunakan untuk keuntungan
sedasi dengan ventilasi dan oksigenasi yang tidak terganggu.
c. Fentanil
Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin.
Lebih larut dalam lemak disbanding petidin dan menembus sawar
jaringan dengan mudah. Setelah suntikan intravena ambilan dan
35
distribusinya secara kualitatif hamper sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesar dirusak paru ketika pertama kali meleatinya. Dimetabolisme oleh
hati dengan N-dealkilasi dan hidrksilasidan sisa metabolismenya
dikeluarkan lewat urin.
Efek depresi napasnya lebih lama disbanding efek analgesinya. Dosis 1-
3ug/kgBB analgesinya kira-kira berlangsung 30menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah.
Dosis besar 50-150ug/kgBB digunakan untuk induksi anastesia dan
pemeliharaan anastesia dengan kombinasi benzodiazepine dan anastesik
inhalasi dosis rendah,pada bedah jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan
otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH,rennin, aldosteron dan kortisol.
2. Anastesi Inhalasi
Obat anastetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. kemudian menyusul eter, klorofo, etil-
klorida, etilen, divinil-eter, siklo-propan, trikloro-etlen, iso-propenil-vinil-
eter, propenil-metil-eter, fluoroksan,etil-vinil-eter, halotan, metoksi-
fluran,enfluran,isofluran,desfluran dan sevofluran.
Mekanisme obat anastetik inhalasi sangat rumit masih merupakan misteri
dalam farmakologi modern. Pemberian anastetik inhalasi melalui pernapasan
menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik dalam dunia
anastesiologi.
Ambilan alveolus gas atau uap anastetik inhalasi ditentukan oleh sifat
fisiknya.
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru kedarah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainya.
Hiperventilasi akan menaikan ambilanalveolus dan hipoventilasi akan
menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi
dalam darah adalah factor utama yang penting daam menentukan
36
kecepatan induksi dan pemulihanya. Induksi dan pemulihan berlangsung
cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut.
Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC( minimum alveolar
concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada
tkanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50%
pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya immobilisasi
tercapai pada 95 % pasien, jika kadarnya dinaikan diatas 30% nilai KAM.
Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anastetik dalam alveoli
sama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat
a. N20
N2O(gas gelak, laughing gas,nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240o C.
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas
dalam bentuk cair dalam silinder warna biru 9000liter atau 1800liter
dengan tekanan 750psi atau 50atm.
Pemberian anastesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
Gas ini bersifat anastesia lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga
sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada
anastesia inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi
dengan salah satu cairan anastestik lain seperti halotan dan
sebagainya. Pada akhir anastesia setelah N20 dihentikan, maka N20
akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia
difusi, berikan O2 100% selama 5-10menit.
b. Halotan
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N20
dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2>4 liter/menit atau
campuran N2O2 : O2 = 3:1 aliran > 4liter/menit, dimulai dengan
halotan 0,5 vol % sampai konsentrasi dibutuhkan. Kalau pasien batuk
37
konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang
dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
c. Sevoflurane
Induksi dengan sevoflurane lebih disenangi karena pasien jarang
batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai
8% seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai
kebutuhan.
Induksi dengan enflurane, isoflurane, atau desflurane jarang
dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi
lama.
2.6 monitoring perianastesia
tujuan untuk membantu anastesi mendapatkan informasi fungsi organ vital
selama perianastesia, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring
secara elektronik membantu anastetis mengadakan observasi pasien lebih
efesien secara terus-menerus.
1. Monitoring kardiovaskular
a. Non invasive (tak langsung)
Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan
sirkulasi sering terjadi selama anastesi. Makin bradikardi makin
menurunkan curah jantung. Monitoring terhadap nadi dilakukan
dengan cara palpasi arteria radialis,brakialis, femoralis atau karotis.
Dengan palpasi dapat diketahui frekuensi,irama, dan kekuatan nadi.
Monitoring nadi secara kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan
elektronik seperti EKG atau oksimeter yang disertai dengan alarm.
Tekanan darah
Tekanan darah dapat diukur secara manual atau otomatis dengan
manset yang harus tepat ukuran nya (lebarnya kira-kira 2/3 lebar
jarak olecranon-acromion, atau 40 % dari keliling lebar besarnya
lengan) karena terlalu lebar menghasilkan nilai yang lebih rendah
dan terlalu sempit menghasilkan nilai lebih tinggi. Tekanan sistolik-
38
diastolik diketahui dengan cara auskultasi, palpasi, sedangkan
tekanan arteri rata-rata (Mean Arterial Pressure) diketahui secara
langsung dengan monitor tekanan darah elektronik atau dengan
menghitung nya yaitu 1/3
39