Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINSI
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak
terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap
pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan
darurat dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya.
Bencana yang terjadi secara akut atau mendadak dapat berupa rusaknya
rumah serta bangunan, rusaknya saluran air, terputusnya aliran listrik, jalan raya,
bencana akibat tindakan manusia, dan lain sebagainya. Sedangkan bencana yang
terjadi secara perlahan-lahan atau slow onset disaster, misalnya perubahan
kehidupan masyarakat akibat menurunnya kemampuan memperoleh kebutuhan
pokok, atau akibat dari kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan dengan
akibat asap atau haze yang menimbulkan masalah kesehatan.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal
sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah
tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan
masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal,
serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga
berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).

3
2. METODE IDENTIFIKASI
Korban bencana berskala besar diidentifikasi berdasarkan penilaian dari
beberapa faktor. Tingkat kerusakan tubuh, waktu dimana tubuh telah dibiarkan di
lokasi bencana dan perubahan terkait dengan kondisi tubuh mempengaruhi sifat dan
kualitas data post mortem dan penerapan metode khusus identifikasi.
Metode identifikasi yang digunakan dalam kasus-kasus bencana harus
bersifat ilmiah, dapat diandalkan, dapat diterapkan pada kondisi lapangan dan
mampu diimplementasikan dalam jangka waktu yang sesuai.
Jenis metode identifikasi primer dan yang paling dapat diandalkan, yaitu
identifikasi sidik jari, analisis komparatif gigi dan analisis DNA. Jenis metode
identifikasi sekunder meliputi deskripsi personal, temuan medis serta bukti dan
pakaian yang ditemukan pada tubuh. Jenis identifikasi ini berfungsi untuk
mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai satu-
satunya alat identifikasi.
Semua metode yang memungkinkan di lapangan seharusnya diterapkan.
Identifikasi yang hanya berdasarkan foto sangat tidak dapat diandalkan dan harus
dihindari. Identifikasi visual oleh saksi mungkin memberikan indikasi identitas
tetapi tidak cukup untuk identifikasi positif dari korban bencana berskala besar.
Dalam hal ini korban sering mengalami trauma yang mendalam sehingga
perbandingan visual adalah hal yang mustahil dan karena relatif dari korban sering
tidak mampu mengatasi tekanan psikologis yang terlibat dalam konfrontasi dengan
para korban meninggal.
Semua data post mortem yang diperoleh dari visum tubuh korban dievaluasi
dengan mengacu pada informasi orang hilang yang diperoleh. Karena tidak
mungkin untuk mengetahui terlebih dahulu data apa yang dapat diperoleh dari
tubuh korban dan informasi apa yang dapat diperoleh untuk tujuan perbandingan di
lokasi bencana. Semua informasi yang tersedia (baik AM dan PM) harus
dikumpulkan dan didokumentasikan.
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat
digunakan sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan
pemeriksaannya, maka sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:

4
1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan
identifikasi yang biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh
pihak polisi penyidik antara lain:
a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau
sinyalemen tubuh lainnya.
b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu
dan sebagainya.
c. Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu
mahasiswa dan sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau
dokumen-dokumen dsb.
d. Pemeriksaan sidik jari dan lain-lain.
2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi
penyidik tidak dapat menggunakan sarana identifikasi konvensional atau
kurang memperoleh hasil identifikasi yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara
medis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa ciri
yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka
atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpigmentasi daerah kulit tertentu
(toh), tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya pin pada bekas operasi tulang
atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-lain. Beberapa contoh
ciri non-spesifik antara lain misalnya tinggi badan, jenis kelamin, warna
kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan
sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis,
antroposkopi dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA dan sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

5
3. DASAR DASAR IDENTIFIKASI FORENSIK
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur
identifikasi jenasah adalah :
A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam
KUHP pasal 133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang di duga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuatkan identitas mayat,
dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.

B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79


1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam UU No
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan
tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
d. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.

6
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti
sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan.
3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan
menurut UU No 8 tahun 1981 tentang HAP.

4. JENIS JENIS METODE IDENTIFIKASI FORENSIK


Jenis metode identifikasi forensik dapat dibagi menjadi metode identifikasi
primer dan metode identifikasi sekunder. Metode identifikasi tradisional yaitu
metode visual, dimana metode ini tidak bisa dianggap sebagai metode terbaik dan
rentan dalam ketidaktelitian. Metode ini digolongkan sebagai metode identifikasi
sekunder.
Metode Identifikasi Primer

Gambar 1. Metode identifikasi primer.

1. Sidik jari.
1.1. Definisi
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol
dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan
jari-jari kaki, yang juga dikenal sebagai dermal ridges atau dermal
papillae, yang terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang saling
berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah mempunyai sidik jari yang
sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di ujung jari dan

7
telapak tangan dan kaki mulai tumbuh di ujung jari sejak janin berusia
empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam kandungan.
Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas
diri seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari,
yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda
pengenal ataupun sebagai pengganti tanda tangan (cap Jempol).
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan
pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan
identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang
sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari,
misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan
kantong plastik.
Ada tiga alasan mengapa sidik jari merupakan indikator identitas
yang dapat diandalkan:
Sidik jari unik: Tidak ada kecocokan mutlak antara papiler ridges
pada jari dari dua individu yang berbeda atau pada jari yang berbeda
dari orang yang sama.
Sidik jari tidak berubah: papiler ridges terbentuk pada bulan
keempat kehamilan dan tetap tidak berubah bahkan setelah mati.
Sidik jari tumbuh kembali dalam pola yang sama setelah luka ringan.
Luka yang lebih parah mengakibatkan jaringan parut permanen.
Sidik jari dapat diklasifikasikan: Karena sidik jari dapat
diklasifikasikan, maka dapat diidentifikasi dan didata secara
sistematis dan dengan demikian dapat diperiksa dengan mudah
untuk tujuan perbandingan.

8
Detail anatomi ini memperkasar permukaan telapak tangan dan kaki
hingga memperkuat cengkeraman kala memegang atau berjalan. Benda
yang dipegang tidak mudah lepas. Secara resmi, istilah sidik jari digunakan
pertama kali oleh Dr. Nehemiah Grew yang memperkenalkan pada Royal
Collage of Physicians, London pada tahun 1684 tentang tanda-tanda penting
yang ditemukan di ujung-ujung jari manusia. Setahun kemudian, Gouard
Bidloo membuat buku pertama pola sidik jari lengkap. Pada tahun 1788,
JCA Mayer menyatakan bahwa tak ada 2 orang, kembar sekalipun yang
memiliki sidik jari sama persis walaupun masing-masing mempunyai
kemiripan individu. Tahun 1823, John E Purkinje dari University of Breslau
membuat klasifikasi sidik jari dalam sembilan golongan utama, walau
kemudian Francis Galton berpendapat bahwa hanya ada 3 golongan utama,
selebihnya adalah variasi.

Gambar 3. Contoh pola yang paling umum untuk dermal ridges. Lima kelas utama -left loop, right
loop, whorl, arch, dan tented arch- umum digunakan. Frekuensi perkiraan untuk setiap tipe
dinyatakan dalam tanda kurung. Untuk tiap tipe, posisi dari inti ditandai dengan kotak merah dan
1.2. Sifat sifat Sidik Jari delta ditandai segitiga hijau.

Biometrik merupakan cabang matematika terapan yang bidang


garapnya untuk mengindentifikasi individu berdasarkan ciri atau pola yang
dimiliki oleh individu tersebut, misalnya bentuk wajah, sidik jari, warna
suara, retina mata, dan struktur DNA. Sidik jari merupakan salah satu pola
yang sering digunakan untuk mengindentifikasi indentitas seseorang karena
polanya yang unik, terbukti cukup akurat, aman, mudah, dan nyaman bila
dibandingkan dengan sistem biometrik yang lainnya. Hal ini dapat dilihat
pada sifat yang dimiliki oleh sidik jari yaitu guratan-guratan pada sidik jari

9
yang melekat pada kulit manusia seumur hidup, pola ridge tidaklah bisa
menerima warisan, pola ridge dibentuk embrio, pola ridge tidak pernah
berubah dalam hidup, dan hanya setelah kematian dapat berubah sebagai
hasil pembusukan. Dalam hidup, pola ridge hanya diubah secara kebetulan
akibat, luka-luka, kebakaran, penyakit atau penyebab lain yang tidak wajar.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang
sama, walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur. Dalam dunia sains
pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan
munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300
tahun kemudian, atas dasar ini, sidik jari merupakan sarana yang terpenting
khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati diri seseorang.
Dibawah ini merupakan sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari:
a) Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup.
b) Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali
mendapatkan kecelakaan yang serius.
c) Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.
1.3. Macam Macam Sidik Jari
a) Latent prints (Sidik jari Laten). Walaupun kata laten berarti
tersembunya atau tak tampak, pada penggunaan modern di ilmu forensik
istilah sidik laten berarti kemungkinan adanya atau impressi secara tak
sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur tonjolan kulit jari pada sebuah
permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat atau tak terlihat
pada waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik, kimiawi,
dan fisik dapat digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak
terlihat yang ditimbulkan dari sekresi kelenjar ekrin yang berada di alur-
alur tonjolan kulit (yang memproduksi keringat, sebum, dan berbagai
macam lipid) walaupun impressi tersebut terkontaminasi dengan oli,
darah, cat, tinta, dll.
b) Patent prints (Sidik jari Paten). Sidik ini ialah impressi dari alur-alur
tonjolan kulit dari sumber yang jak jelas yang dapat langsung terlihat

10
mata manusia dan disababkan dari transfer materi asing pada kulit jari
ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat langsung dilihat sidik ini
tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan dengan
diangkat, tetapi hanya dengan difoto.
c) Plastic prints (Sidik jari Plastik). Sidik plastik adalah impressi dari
sentuhan alur-alur tonjolan kulit jari atau telapak yang tersimpan di
material yang mempertahankan bentuk dari alur-alut tersebut secara
detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit lemak pada permukaan
mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi penyidik juga
tak boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten
yang tak tampak dari sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada
permukaan tersebut. Usaha untuk melihat impressi-impressi non plastik
pun harus dilaksanakan.
1.4 Klasifikasi Sidik Jari
Sebelum komputerisasi menggantikan sistem pendataan manual di
operasi-operasi pemrosesan sidikjari yang besar, klasifikasi sidik jari
manual digunakan untuk mengkatagorikan sidik jari berdasarkan formasi
alur-alur tonjolan secara umum (seperti ada atau tak adanya pola-pola
sirkular pada jari-jari), oleh karena itu pendataan dan pengambilan catatan
laporan dalam jumlah besar berdasarkan pola-pola tersebut, yang terlepas
dari pertimbangan nama, tanggal lahir, dan data biografis. Sistem-sistem
klasifikasi sidik jari yang paling populer diantaranya sitem Roscher, sistem
Vucetich, dan sistem Henry. Dari sistem-sistem ini, sistem Roscher
dikembangkan di Jerman dan diaplikasikan di Jerman dan Jepang. Sistem
Vucetich dikemkangkan di Argentina dan diimplementasikan di seluruh
Amerika Utara, dan sistem Henry dikembangkan di India dan
diimplementasikan di kebanyakan negara-negara berbahasa Inggris.
Sistem Henry berasal dari pola ridge yang terpusat pola jari tangan,
jari kaki, khusunya telunjuk. Metoda yang klasik dari tinta dan menggulung
jari pada suatu kartu cetakan menghasilkan suatu pola ridge yang unik bagi
masing-masing digit individu.Dalam sistem klasifikasi Henry, terdapat tiga

11
pola dasar sidik jari: Arch (lengkungan), Loop (uliran), dan Whorl
(lingkaran).
a. Tipe Arch, Pada patern ini kerutan sidik jari muncul dari ujung,
kemudian mulai naik di tengah, dan berakhir di ujung yang lain.
b. Tipe Loop, Pada patern ini kerutan muncul dari sisi jari, kemudian
membentuk sebuah kurva, dan menuju keluar dari sisi yang sama
ketika kerutan itu muncul.
c. Tipe Whorl, Pada patern ini kerutan berbentuk sirkuler yang
mengelilingi sebuah titik pusat dari jari.

Dari ketiga klasifikasi diatas terdapat juga klasifikasi yang lebih


kompleks yang mengikutsertakan pola plain arches (lengkungan sederhana
atau tented arches (lekukan yang seperti tenda) . Pola Loop dapat berarah
radial atau ulnar, tergantung arah ekor dari loop tersebut. Pola Whorl juga
dibagi dalam subgrup-subgrup: plain whorl, accidental whorls, dan central
pocket loop.

Gambar 4. Pola dasar sidik jari.

1.5 Cara Pengambilan Dan Pemeriksaan Sidik Jari


Dari sembilan metode identifikasi yang dikenal hanya metode
penetuan jati diri dengan sidik jari (daktiloskopi), yang tidak lazim
dikerjakan oleh dokter, melainkan dilakukan oleh pihak kepolisian.
Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan oleh dokter, dokter masih
mempunyai kewajiban yaitu untuk mengambilkan atau mencetak sidik jari,
khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan mayatnya yang
telah membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari yang keriput,

12
serta mencopot kulit ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya
pada jari yang sesuai pada jari pemeriksa, baru kemudian dilakukan
pengambilan sidik jari, merupakan prosedur standar yang harus diketahui
dokter.
Cara pengangkatan sidik jari yang paling sederhana adalah dengan
metode dusting (penaburan bubuk). Biasanya metode ini digunakan pada
sidik jari paten / yang tampak dengan mata telanjang. Sidik jari laten
biasanya menempel pada lempeng aluminium, kertas, atau permukaan
kayu. Agar dapat tampak, para ahli dapat menggunakan zat kimia, seperti
lem (sianoakrilat), iodin, perak klorida, dan ninhidrin. Lem sianoakrilat
digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari dengan cara mengoleskannya
pada permukaan benda aluminium yang disimpan di dalam wadah tertutup,
misalnya stoples. Dalam stoples tersebut, ditaruh juga permukaan benda
yang diduga mengandung sidik jari yang telah diolesi minyak. Tutup rapat
stoples. Sianoakrilat bersifat mudah menguap sehingga uapnya akan
menempel pada permukaan benda berminyak yang diduga mengandung
sidik jari. Semakin banyak sianoakrilat yang menempel pada permukaan
berminyak, semakin tampaklah sidik jari sehingga dapat diidentifikasi
secara mudah.
Cara lainnya dengan menggunakan iodin. Iodin dikenal sebagai zat
pengoksidasi. Jika dipanaskan, iodin akan menyublim, yaitu berubah
wujud dari padat menjadi gas. Kemudian, gas iodin ini akan bereaksi
dengan keringat atau minyak pada sidik jari. Reaksi kimia ini menghasilkan
warna cokelat kekuning-kuningan. Warna yang dihasilkan tidak bertahan
lama sehingga harus segera dipotret agar dapat didokumentasikan. Zat
kimia lain yang biasa digunakan adalah perak nitrat dan larutan ninhidrin.
Jika perak nitrat dicampurkan dengan natrium klorida, akan dihasilkan
natrium nitrat yang larut dan endapan perak klorida. Keringat dari pelaku
mengandung garam dapur (natrium klorida, NaCl) yang dikeluarkan
melalui pori-pori kulit. Pada praktiknya, larutan perak nitrat disemprotkan
ke permukaan benda yang diduga tersentuh pelaku. Setelah 5 menit,

13
permukaan benda akan kering dan perak nitrat pun terlihat. Lalu, sinar
terang atau ultra violet yang disorotkan ke permukaan benda akan membuat
sidik jari yang mengandung perak nitrat terlihat. Seperti halnya iodin,
warna yang dihasilkan tidak bertahan lama sehingga harus segera dipotret
agar dapat didokumentasikan. Ninhidrin merupakan zat kimia yang dapat
bereaksi dengan minyak dan keringat menghasilkan warna ungu. Jika jari
pelaku kejahatan mengandung minyak atau keringat, lalu tertempel pada
permukaan benda, sidik jarinya akan terlihat dengan cara menyemprotkan
larutan ninhidrin. Setelah dibiarkan selama 10-20 menit, akan tampak
warna ungu. Proses ini dapat dipercepat dengan memanfaatkan panas
lampu. Metode paling mutakhir yang digunakan untuk mengidentifikasi
sidik jari adalah teknik micro-X-ray fluorescence (MXRF). Teknik ini
dikembangkan oleh Christopher Worley, ilmuwan asal University of
California yang bekerja di Los Alamos National Laboratory. Dibandingkan
dengan metode lainnya yang biasa digunakan, teknik MXRF mempunyai
beberapa kelebihan. MXRF dapat mengidentifikasi sidik jari yang tidak
dapat diidentifikasi metode lain.

2. Analisis Dental
Forensik Odontologi dapat merupakan suatu penerapan ilmu gigi dalam
system hukum. Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu
forensic dentistry dan odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu
cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan
pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan presentasi temuan gigi
tersebut untuk kepentingan peradilan.
Ruang lingkup forensik odontologi meliputi :
1. Identifikasi terhadap jenasah korban yang tidak diketahui melalui gigi,
rahang dan tulang-tulang kraniofasial
2. Analisa jejak bekas gigitan
3. Analisa trauma orofasial yang berhubungan dengan kekerasan
4. Dental jurisprudence, termasuk menjadi saksi ahli

14
Pelayanan dental forensic meliputi baik penyelidikan kematian maupun
kedokteran forensik klinis untuk mengevaluasi korban kekerasan hidup seperti
kekerasan seksual, kekerasan anak, dll.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan
sebagai berikut:
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan
dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir
dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot
tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan
penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua
miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh
yang terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya
hancur, sedangkan giginya masih utuh.
2.1. Anatomi dan Morfologi Gigi Manusia
a. Anatomi Gigi
Gigi manusia terdiri dari tiga:
Akar gigi, yang berfungsi menopang gigi dan merupakan bagian
gigi yang terletak didalam tulang rahang.
Mahkota gigi yaitu bagian gigi yang berada diatas ginggiva.
Leher gigi, yaitu bagian yang menghubungkan akar gigi dengan
mahkota gigi.

15
b. Struktur Gigi
Badan dari gigi terdiri dari :
1. Email, merupakan jaringan keras yang mengelilingi mahkota gigi
dan berfungsi membentuk struktur luar mahkota gigi dan membuat
gigi tahan terhadap tekanan dan abrasi. Email tersusun dari mineral
anorganik terutama kalsium dan fosfor, zat organic dan air.
2. Dentin, merupakan bagian dalam struktur gigi yang terbanyak dan
berwarna kekuningan. Dentin bersifat lebih keras dari pada tulang
tetapi lebih lunak dari email. Dentin terdiri dari 70 % bahan
organic, terutama Kalsium dan fosfor serta 30 % bahan organic dan
air.
3. Sementum, merupakan jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi
dan menutup akar gigi. Sementum berfungsi sebagai tempat
melekatnya jaringan ikat yang memperkuat akar gigi pada
alveolus. Sementum lebih lunak dari dentin dan terdiri dari 50%
bahan organic berupa Kalsium dan Fosfor dan 50% bahan organic.
4. Pulpa, merupakan jaringan ikat longgar yang menempati bagian
ruang tengah pulpa dan akar gigi. Pada pulpa terkandung pembuluh
darah, syaraf, dan sel pembentuk dentin. Pulpa berisi nutrisi dan
berfungsi sebagai sensorik.

16
Gambar 5. Struktur gigi.

c. Morfologi gigi.
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9
bulan dan lengkap pada umur 2 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari
5 gigi pada setiap daerah rahang masing masing adalah : 2 gigi
seri (incicivus), 1 gigi taring.
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi
taring, 2 gigi premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah rahang.
Gigi permanen menggantikan gigi susu. Antara umur 6 14 tahun
20 gigi susu diganti gigi permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi
pada umur 6 12 tahun sedangkan gigi molar 3 mulai erupsi pada
umur 17 21 tahun.

17
d. Nomenklatur Gigi
Nomenklatur yang biasa dipakai adalah :
1. Cara Zsigmondy
Gigi susu
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh : c bawah kanan : III m2 atas kiri : V
Gigi tetap
8764321 12345678
8764321 12345678
Contoh : P2 atas kanan : 5 I1 bawah kiri : 1
2. Cara Palmer : cara yang paling mudah dan universal untuk dental
record
Gigi susu
EDCBA ABCDE
EDCBA ABCDE
Contoh : c bawah kanan : C m2 atas kiri : E
Gigi tetap
8764321 12345678
8764321 12345678
Contoh : P2 atas kanan : 5 I1 bawah kiri : 1
3. Cara Amerika : yaitu dengan menghitung dari atas kiri, ke kanan,
ke bawah kanan, lalu ke bawah kiri.
Gigi Susu (pakai huruf romawi)
X IX VIII VII VI V IV III II I
XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX
Contoh : c bawah kanan : XIII m2 atas kiri : I
Gigi Tetap (pakai angka biasa) :
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Contoh : P2 atas kanan : 13 I1 bawah kiri : 25

18
4. Cara Aplegate
Kebalikan dari cara Amerika yaitu dengan menghhitung dari atas
kanan ke kiri, kebawah kiri lalu ke bawah kanan
Gigi Susu :
I II III IV V VI VII VIII IX X
XX XIX XVIII XVII XVI XV XIV XIII XII XI
Contoh : c bawah kanan : XVII m2 atas kiri : X
Gigi Tetap :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17

Contoh : P2 atas kanan : 4 I1 bawah kiri : 24

5. Cara Haderup
Gigi Susu : 0+ +0 Contoh : c bawah kanan : 03- m2
atas kiri : +05
0- -0
Gigi Tetap : + + Contoh : P2 atas kanan : 5+ I1
bawah kiri : -1
- -
6. System Scandinavian (tidak begitu banyak digunakan)
+ : untuk gigi geligi atas
- : untuk gigi geligi bawah
Contoh : P2 atas kanan : +5 I2 bawah kiri : 2-
7. Cara G. B. Denton
Gigi Susu : b a Contoh : c bawah kanan : c.3 m2
atas kiri : a.5 c d
Gigi Tetap : 2 1 Contoh : P2 atas kanan : 2.5 I1
bawah kiri : 4.1
3 4

8. Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )


Gigi Susu : 5 6 Contoh : c bawah kanan : 83 m2
atas kiri : 65 8 7

19
Gigi Susu : 1 2 Contoh : P2 atas kanan : 15 I1
bawah kiri : 31
4 3
2.2. Identifikasi Dental Perbandingan
Dogma sentral identifikasi dental yaitu bahwa gigi postmortem tetap
dapat dibandingkan dengan dental record antemortem, termasuk catatan
tertulis, study casts, radiografi dll, untuk mengkonfirmasi identitas korban.
Seseorang yang sering melakukan perawatan gigi biasanya lebih mudah
diidentifikasi daripada seseorang yang jarang melakukan perawatan
giginya. Pada gigi geligi tidak hanya dapat memperlihatkan perawatan
yang melekat atau tertinggal pada gigi korban sebagai sesuatu yang unik
dan mudah dikenali, juga dapat bertahan selama postmortem bahkan dapat
menyebabkan perubahan atau kerusakan pada jaringan tubuh yang lainnya.
Biasanya, tubuh manusia yang ditemukan dan dilaporkan kepada
polisi yang kemudian akan meminta pemeriksaan identifikasi dental.
Biasanya terdapat benda pengenal pada korban (misalnya dompet atau izin
mengemudi) pada tubuh korban dan pada benda ini mungkin terdapat
catatan antemortem korban. Pada kasus lain, lokasi geografis dimana
tubuh korban ditemukan atau karakter fisik lain maupun bukti-bukti tak
langsung mungkin dapat membantu dalam membuat identitas diduga,
biasanya dengan menggunakan data dari data orang hilang. Dental record
antemortem kemudian dapat diperoleh dari data seorang dokter gigi.
Seorang dokter gigi forensic membuat dental record postmortem
dengan menyusun dan menuliskan gambaran struktur maupun gambaran
radiologis dental yang didapatkan. Jika catatan dental record antemortem
tersedia pada saat itu, gambaran radiografis harus dilakukan untuk
membuat replikasi tipe dan sudutnya.

20
Gambar 6. Contoh catatan dental postmortem.

Setelah dental record postmortem telah lengkap, dapat dilakukan


perbandingan antara kedua catatan tersebut, postmortem dan antemortem.
Diperlukan pemeriksaan perbandingan yang sistematis dan metodik,
dengan memeriksa setiap gigi dan struktur di sekitarnya. Walapun
ditemukannya suatu bentuk restorasi gigi merupakan point identifikasi
yang penting, banyak bagian oral lain yang dapat dinilai. Semakin banyak
data ciri-ciri oral yang ditemukan semakin berarti data yang dikumpulkan
khususnya pada kasus dengan restorasi gigi minimal. Dengan semakin
menurunnya kasus karies gigi, maka kasus non-restorasi akan semakin
sering ditemukan.

21
Gambar 7. Contoh perbandingan radiografi dental postmortem dan antemortem untuk menentukan
identitas. Pola, bentuk dan ukuran perawatan gigi tampak dalam satu gambar radiografi (record)
yang kemudian dibandingkan dengan sifat dan karakteristik yang serupa pada gambar radiografi
lainnya. Pada kasus diatas, tampak bahwa kedua foto tersebut berasal dari orang yang sama,
menandakan identifikasi positif.

Persamaan dan perbedaan yang didapatkan dari kedua dental record


(postmortem dan antemortem) harus dicatat. Ada dua jenis perbedaan, yaitu
perbedaan yang dapat dijelaskan dan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan.
Perbedaan yang dapat dijelaskan biasanya berhubungan dengan waktu diantara
dental record antemortem dan postmortem misalnya terdapat ekstraksi gigi atau
restorasi gigi. Perbedaan yang tidak dapat dijelaskan, misalnya pada antemortem
record tidak terdapat gigi sedangkan pada postmortem record terdapat gigi.
Beberapa kategori yang disarankan digunakan dalam menentukan hasil
investigasi identifikasi odontology forensik. American Board of Forensic
Odontology merekomendasikannya dalam 4 kesimpulan hasil, antara lain:
1. Positif Identification (identifikasi posistif : jika dental record antemortem dan
postmortem memiliki kesesuaian untuk dapat diputuskan bahwa kedua data
tersebut berasal dari orang yang sama. Sebagai tambahan tidak terdapat
perbedaan yang tidak dapat dijelaskan.
2. Possible Identification (kemungkinan identifikasi): jika pada dental record
antemortem dan postmortem memiliki bagian-bagian yang sesuai namun
karena kualitas keadaan sisa-sisa tubuh postmortem atau bukti antemortem
sehingga tidak memungkinkan mengambil keputusan identitas adalah positif.
3. Insufficient Evidence (barang bukti kurang) : jika data-data yang didapatkan
tidak mencukupi untuk menjadi dasar dalam mengambil keputusan.
4. Exclusion (pengecualian): data antemortem dan postmortem jelas tidak sama.

2.3. Profil Dental Postmortem


Jika dental record antemortem tidak tersedia dan medote identifikasi lain
tidak dapat dilakukan, kedoteran gigi forensic dapat membantu mengurangi jumlah
kemungkinan populasi untuk mengidentifikasi jenasah. Metode ini dikenal sebagai

22
profil dental postmortem. Informasi yang didapatkan dari metode ini dapat
membantu dalam memfokuskan pencarian dental record antemortem. Dengan profil
dental postmortem dapat membantu dalam menemukan informasi mengenai umur,
latar belakang keturunan, jenis kelamin dan status ekonomi. Pada beberapa kasus,
metode ini dapat memberikan informasi tambahan mengenai pekerjaan, kebiasaan
konsumsi makanan, perilaku sehari-hari bahkan penyakit gigi maupun penyakit
sistemik.
Dengan profil dental postmortem dapat membantu mengenali jenis kelamin
maupun latar belakang individu. Pada dasarnya, dari bentuk tengkorak, seorang
dokter gigi forensic dapat membedakan ras dalam tiga kelompok besar yaitu:
Kaukasoid, Mongoloid dan Negroid. Ciri tambahan pada gigi seperti tonjolan
Carabelli, shovel-shape incisor, dan multicusped premolar juga dapat membantu
dalam membedakan ras. Penentuan jenis kelamin biasanya dilakukan dengan
melihat tampilan tengkorak, karena jenis kelamin tidak memberikan bentuk
morfologi ggi yang khas. Pemeriksaan mikroskopi gigi dapat membantu mengenali
jenis kelamin dengan melihat ada atau tidak kromatin Y serta dengan pemeriksaan
DNA.
Struktur gigi dapat memberikan informasi umur seseorang. Umur pada anak
(termasuk fetus dan neonatus) dapat ditentukan dengan analisa perkembangan gigi
dan membandingkannya dengan table perkembangan gigi geligi. Kesimpulan
biasanya akurat hingga sekitar 1,5 tahun. Tabel perbandingan yang biasa digunakan
adalah table Ubelaker, yang mengilustrasikan perkembangan gigi geligi dari umur
5 bulan antenatal hingga umur 35 tahun. Oleh karena itu, table ini memperlihatkan
gambaran susunan gigi dari gigi susu, campuran gigi susu dan permanen, hingga
susunan gigi permanen. Gigi molar ketiga digunakan oleh beberapa ahli gigi
forensik yang menandakan usia dewasa muda. Terdapatnya tanda penyakit
periodontal, pemakaian berlebihan, multiple restoration, ekastraksi, dapat
memberikan informasi usia yang lebih tua. Beberapa ahli gigi forensic
menggunakan pemeriksaan rasemisasi asam aspartat, metode SEM-EDXA
(pemeriksaan dentin untuk menentukan umur). Beberapa penelitian terbaru di

23
Amerika Serikat menggunakan panjang akar gigi dalam menentukan usia pada
anak.
Didapatkan erosi pada gigi mengarahkan pada penggunaan alkohol atau
penyalahgunaan zat sedangkan noda pada gigi mengarahkan pada kebiasaan
merokok, pengunaan tetrasiklin atau kebiasaan mengunyah sirih. Kualitas,
kuantitas serta ada tidaknya perawatan dental memberikan informasi status
ekonomi atau kemungkinan negara tempat tinggalnya. Jika profil dental
postmortem tidak dapat menunjukkan kemungkinan identitas jenazah maka
dibutuhkan rekonstruksi tampilan individu saat hidup dengan bantuan profil dental.

2.4. Penentuan Umur Berdasarkan Pemeriksaan Gigi


Penentuan Umur pada anak :
a. Pendekatan Atlas (Morfologi)
Teknik ini menggunakan gambaran radiografi gigi dimana dapat dilihat
perbedaan tingkat mienralisasi pada setiap gigi. Dibandingkan
mineralisasi tulang, proses mineralisasi gigi kurang dipengaruhi oleh
keadaan nutrisi dan status endokrin, sehingga memberikan informasi
yang lebih akurat dalam menentukan umur.
1) Tables Schour and Massler. Table Schour dan Massler merupakan
pendekatan atlas yang klasik. Schour dan Massler menggambarkan
20 urutan perkembangan gigi dimulai sejak usia 4 bulan kelahiran
hingga usia 21 tahun. Dilakukan perbandingan perkembangan gigi
seseorang dengan tabel hingga dapat menentukan estimasi usia.
2) Moorrees et all, membuat tabel berdasarkan maturasi gigi
permanen dalam 14 tingkat dimulai sejak awal pembentukan
penonjolan gigi hingga penutupan apeks sempurna, dan dibuat
tabel berbeda untuk pria dan wanita.
3) Anderson et all, melanjutkan tabel Moorrees et all hingga gigi
molar ketiga.

24
b. Sistem Skor
Demirjian et all menyederhanakan estimasi kronologi perkembangan
gigi dalam 8 tingkat (A-H), dan membatasinya untuk 7 gigi pertama
mandibula kiri. Tabel perkembangan gigi Demirjian et all ini dibuat
berbeda untuk anak laki-laki dan perempuan. Untuk menentukan usia
seorang anak kedelapan skor tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan
kronologi usia.

Gambar 8. Tabel presentasi perkembangan gigi oleh Demirjian et all.

Penentuan umur pada orang dewasa :


a. Teknik Morfologi
1) Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk
memperkirakan umur seseorang setelah masa itu digunakan 6
metode, antara lain :

25
1. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan
yang sesuai dengan bertambahnya usia.
2. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan
dibentuk sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga
semakin bertambah usia maka sekunder dentin akan semakin
tebal.
3. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara
perlekatan gusi dan gigi.
4. Pembentukan foramen apikalis
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
5. Transparansi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening,
hal ini dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama
kehidupan.
6. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan
bertambahnya usia ketebalan sement pada ujung akar gigi juga
semakin bertambah.
Setiap parameter diatas diberi skala berbeda (dari 1-3) dan dengan
menjumlahkan keenam parameter tersebut didapatkan perkiraan
kronologi usia.
b. Teknik Radiografi
1) Kvaal et all mengembangkan teknologi untuk menentukan
perkiraan umur menilai ukuran pulpa gigi dari gambaran radiografi
periapical dari tipe gigi : insisivus sentral dan lateral maksila,
kaninus, dan premolar pertama. Perkiraan umur berdasarkan jenis
kelamin dan perhitungan beberapa ratio panjang dan lebar pulpa

26
untuk mengimbangi pembesaran dan angulasi dari gambar gigi yang
asli dengan gambaran radiografi.
2) Kvaal and Solheim juga mempresentasikan metode yang
mengkombinasikan teknik morfologi dan radiografi untuk
menentukan perkiraan umur. Berdasarkan gigi yang diukur,
beberapa parameter yang dinilai : translusensi apical dalam mm (T),
retraksi ligamentum periodontal dalam mm (P), panjang pulpa yang
diukur dari gambar radiografi (PL), panjang akar gigi yang diukur
dari permukaan mesial gambar radiologi (RL), lebar pulpa pada
daerah cementoenal junction pada gambar radiografi (PWC), lebar
akar pada daerah cementoenal junction pada gambar radiografi
(RWC), lebar pulpa pada daerah pertengahan akar (RWM), lebar
akar pada daerah pertengahan akar (RWM).
c. Metode Asam Aspartat
Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk menentukan usia
berdasarkan pada terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia.
Komponen protein terbanyak pada tubuh manusia berbentuk L-amino
Acid, D-amino acid yang ditemukan pada tulang, gigi, otak dan lensa
mata. D-amino acid dipercaya mempunyai proses metabolisme yang
lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju pemecahan yang lebih
lambat dan mempunyai ratio dekomposisi yang lebih lambat juga. Asam
aspartat mempunyai kemampuan penghapusan paling tinggi dari semua
asam amino.

Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk


mempelajari perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat
acid dengan 20 subyek dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi
pada D/L rasio banyak ditemukan pada usia muda dan menurun akibat
pertambahan usia dan perubahan lingkungan.
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada
dentin untuk menentukan usia pada orang yang telah meninggal,

27
berdasarkan hal tersebut metode ini dapat menyediakan informasi yang
lebih akurat tentang penentuan usia dibandingkan dengan parameter
yang lain.
Untuk penentuan usia digunakan persamaan linier sebagai berikut :
Ln (1 + D/L) / (1 D/L) = 2k (aspartat)t + konstanta
K : first order kinetik
t : actual age
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian
bawah dan premolar pertama. Mereka menemukan perkiraan umur
yang lebih baik dari fraksi total asam amino dengan membagi menjadi
fraksi kolagen yang tidak larut dan fraksi peptide. Dibandingkan
dengan total asam amino, fraksi kolagen yang tidak larut dan fraksi
peptide yang terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam
aspartat yang lebih tinggi.

2.5. Peranan Forensik Odontologi Dalam menangani bencana Massal


Kematian yang tidak wajar atau tidak terduga, atau dalam kondisi
bencana massal, kerusakan fisik yang direncanakan, dan keterlambatan
dalam penemuan jenazah, bisa mengganggu identifikasi. Dalam kondisi
inilah forensik odontologi diperlukan walaupun tubuh korban sudah tidak
dikenali lagi.
Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut
masalah kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak
bagi yang meninggal, dan adanya kepentingan untuk menentukan
pemakaman berdasarkan agama dan permintaan keluarga. Mengenai
masalah hukum, seseorang yang tidak teridentifiksi karena hilang, tidak
dipersoalkan lagi apabila telah mencapai 7 tahun atau lebih. Dengan
demikian surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum yang perlu
diselesaikan, serta masalah status pernikahan menjadi tidak berlaku lagi.
Sebelum sebab kematian ditemukan atau pemeriksa medis berhasil
menentukan jenazah yang sulit diidentifikasi, harus diingat bahwa

28
kegagalan menemukan rekaman gigi dapat mengakibatkan hambatan
dalam identifikasi dan menghilangkan semua harapan keluarga, sehingga
sangat diperlukan rekaman gigi setiap orang sebelum dia meninggal.

2.6. Identifikasi Forensik Odontologi


Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu
untuk membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat
membantu untuk membatasi korban yang sedang dicari atau untuk
membenarkan/memperkuat identitas korban.
1. Penentuan Usia
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.
Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang
lebih baik daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa
pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali pada minggu ke 6
intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu dan berlanjut
setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress
metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini
akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin
di sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap ada
walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan
mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah
pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini
umumnya secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan
melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi
permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar
pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang
menjadi lengkap pada usia 14 16 tahun. Ini bukan referensi standar
yang dapat digunakan untuk menentukan umur, penentuan secara
klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan
perkembangan gigi.

29
Gambar 9. Gambaran X-ray gigi pada seorang anak.

Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada anak


:
1. Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan
perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi
dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
2. Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan
Massler pada gambar (b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada
anak usia 9 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan
gigi molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia
22 tahun, terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui
terjadinya proses patologis yang lambat dan hal seperti ini dapat
digunakan untuk aplikasi forensik.

30
2. Penentuan Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis
kelamin. Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus
mandibulanya. Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio
distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada
pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA dari
gigi untuk membedakan jenis kelamin.
3. Penentuan Ras
Gambaran gigi untuk Ras Mongoloid adalah sebagai berikut:
1. Shovel-shaped insisivus. Insisivus pada maksila secara nyata
menunjukkan bentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2
sampai 9 % ras kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan
adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Tuberkel asecoris pada permukaan oklusal
premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar pertama mandibula ditemukan
pada 20% mongoloid dan hanya 1% pada kaukasoid..
4. Lengkungan palatum berbentuk elips dengan dasar yang lebih
datar.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.

Gambar 10. Shovel-shaped incisors pada seorang wanita China.

31
Gambaran gigi untuk Ras Kaukasoid adalah sebagai berikut:
1. Cusp Carabelli, yakni berupa tonjolan tambahan pada permukaan
mesiolingual yang hamper selalu ditemukan pada gigi molar pertama
permanen maksilaris dan pada gigi susu molar kedua mandibularis.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.

Gambar 10. Mesiolingual cusps of Carabelli pada gigi molar pertama


atas dari seorang ras Caucasoid.

Gambaran gigi untuk Ras Negroid adalah sebagai berikut:


1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan
pada permukaan lingual.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum lebar, hiperbolik, dengan dasar palatum sempit.
4. Sering didapatkan maloklusi klas III
5. Palatum berbentuk lebar.
6. Protrusi bimaksila, tulang alveolar maksila dan mandibula menonjol
dengan gigi seri miring ke arah labium ras mongoloid dan non-Anglo
Caucasoid juga dapat memperlihatkan hal tersebut namun lebih sering
ditemukan pada populasi negroid.

32
7. Sekitar 20 persen orang ras negroid sudah tidak menunjukkan cirri
tersebut karena telah terjadi perkawinan silang ras.
8. Tuberkulum intermedium, terdapat penonjolan tambahan diantara
distolingual dan mesiolingual pada gigi molar pertama.8

3. Analisis DNA.

Tergantung pada karakteristik khusus dari sebuah insiden, pendekatan


prosedur identifikasi akan berbeda Dalam banyak kasus penyelidikan gigi atau sidik
jari akan cukup memadai. Dalam kasus lain dengan, dengan keadaan yang sangat
membusuk atau ada banyak potongan tubuh, analisis dan perbandingan DNA
mungkin metode terbaik untuk digunakan. Dalam keadaan seperti itu, DNA
mungkin menjadi sarana utama untuk mendapatkan identifikasi yang dapat
diandalkan. Keputusan apakah analisis DNA akan dilakukan diambil oleh kepala
Tim Identifikasi Korban dalam konsultasi dengan laboratorium forensik yang tepat.

Teknik-teknik identifikasi genetika memberikan suatu perangkat diagnostik


yang sangat kuat dalam kedokteran forensik dan dapat secara sukses diterapkan
pada identifikasi korban-korban bencana. Data genetika dari seseorang selalu sama
pada seluruh sel-sel tubuhnya dan akan tetap konstan bahkan setelah meninggal.
Analisis dari sebuah sampel biologis akan memungkinkannya mengaitkan
seseorang dengan nenek/kakek moyang dengan keturunannya dan data dari
analisis-analisis ini dapat dengan mudah dikomputerisasikan.

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya


suatu bentuk yang berbeda dari struktur dasar yang sama. Jika terdapat
variasi/modifikasi pada suatu lokus yang speifik (pada DNA) dalam suatu populasi,
maka lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping
menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat
digunakan untuk membedakan satu orang dari orang lain.

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme


protein antara lain ialah sistem golongan darah, golongan protein serum, system

33
golonngan eritrosit,d dan system HLA (Human Lymphocyte Antigen).
Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal
dibandingkanpolimorfisme protein, yaitu pada tingkat kode genetic atau DNA.

Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan


polimorfisme DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme
DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak
diperlukan pemeriksaan terhadap banyak system. Kedua, DNA jauh lebih stabil
dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA dimungkinkan pada bahan yang
sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal
kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh,
sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan.
Keempat, dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan
sedikit jumlahnya masih mungkin untuk dianalisis.

3.1. Definisi

Asam deoksi-ribonukleat (Deoxyribonucleic Acid = DNA), yang biasanya


dimaksud the blueprint of life membawa informasi geneetik yang dibutuhkan
oleh suatu organisme untuk berfungsi. Struktur DNA adalah untaian ganda
(double helix), yaitu dua untai bahan genetik yang membentuk spiral satu sama lain.
Setiap untaian terdiri dari satu deretan basa (juga disebut nukleotida), yang terdiri
dari 3 grup bahan kimia yang berbeda: basa, gula (deoxyribose), dan fosfat. Basa
dimaksud adalah salah satu dari keempat senyawa kimiawi berikut: Adenin,
Guanin, Cytosine dan Thymine.

Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang berbeda hanyalah
urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA tersebut. Ada jutaan
pasangan basa yang terkandung dalam DNA setiap orang, di mana urutan/susunan
basa-basa tersebut berbeda untuk setiap orang. Berdasarkan perbedaan
urutan/susunan basa-basa dalam DNA tersebut, setiap orang dapat diidentifikasi.
Namun demikian, karena ada jutaan pasangan basa, pekerjaan tersebut akan
membutuhkan waktu yang lama. Sebagai penggantinya, para ahli dapat

34
menggunakan metode yang lebih pendek, yaitu berdasarkan adanya pola
pengulangan urutan/deretan basa dalam DNA setiap orang.

3.2. Pengambilan Sampel

a) Ante Mortem Sampel


Diperhitungkan risiko untuk informasi palsu pilihan sampel
maka referensi DNA Ante Mortem harus:

Kerabat dekat pertama, jika mungkin lebih dari satu. DNA profil
dari tingkat pertama kerabat akan selalu memberikan informasi
yang memadai untuk pencocokan. Dalam kebanyakan kasus itu
juga akan mungkin untuk menemukan dan mengambil sampel dari
lebih dari satu relatif. Donor yang cocok tercantum dalam urutan
preferensi di bawah ini:
Monozigot / kembar identik.
Ibu dan ayah biologis dari korban.
Ibu biologis atau ayah biologis dari korban dan jika
mungkin saudara kandung.
Anak-anak biologis dan pasangan korban.
Saudara kandung dari korban (beberapa)
Sampel yang biasa dipilih adalah apusan mukosa bukal dan tetes
darah yang diambil dari ujung jari

Darah atau biopsi sampel dari korban potensial.


Lain situasi yang ideal, DNA sampel referensi diperoleh dari
sampel yang diambil untuk pemeriksaan medis atau analisis yang
sama sebelum kematian almarhum dan disimpan dalam bio-bank
atau lainnya bio-medis sumber DNA (seperti rumah sakit, unit
patologi, dan ayah dan darah laboratorium transfusi).

35
Pribadi benda-benda yang telah digunakan oleh almarhum.
Hal ini juga mungkin untuk mendapatkan sampel referensi dari
benda-benda yang telah digunakan oleh almarhum. Penting untuk
membangun sejak awal apakah obyek diproses milik dan
digunakan secara eksklusif oleh individu yang bersangkutan. Jika
suatu benda (misalnya sikat rambut) tidak digunakan hanya oleh
orang yang bersangkutan, identitas orang kedua harus ditentukan,
dan sampel DNA harus diambil dari orang untuk tujuan
perbandingan. Sebagai obyek sebanyak mungkin harus diperoleh
untuk tujuan pengumpulan DNA AM, karena mungkin bahwa item
individu dari bukti tidak akan menghasilkan hasil analisis yang
diinginkan. Contoh barang-barang yang dimungkinkan untuk
mengekstrak DNA: pisau cukur, gelas, sikat gigi, sisir, lipstik,
deodoran rol, cangkir dan gellas yang digunakan, puntung rokok,
helm dan topi, headphone, kacamata, perhiasan, dan jam tangan.

Tabel 1. Bahan pengambilan sampel untuk profil DNA.

36
b) Post Mortem Sampel
Tingkat keberhasilan untuk sidik DNA tergantung pada seberapa cepat
sampel diperoleh dan dipelihara. Selama pengumpulan sampel, ahli
genetika forensik atau patologi dengan pengetahuan dasar tentang
genetika forensik harus hadir untuk memberikan bimbingan untuk
koleksi DNA sampel. Tergantung pada kondisi korps, berbagai jenis
jaringan dikumpulkan:

Keadaan Tubuh Rekomendasi Sampel

Lengkap, mayat belum Darah (pada kertas FTA atau apusan) dan apusan
membusuk mukosa ukal

Termutilasi, mayat belum Jika memungkinkan: darah dan jaringan otot dalam.
memusuk

Lengkap, mayat sudah Sampel dari tulang kompak panjang (bagian 4-6
membusuk atau termutilasi cm, bagian jendela, tanpa pemisahan shaft)
Atau.
Gigi sehat (sebaiknya molar)
Atau.
Setiap tulang lain yang tersedia jika mungkin;
sebaiknya tulang kortikal dengan jaringan padat)

Mayat yang terbakar hebat Semua sampel yang tercantum di atas dan gigi yang
impaksi atau akar gigi jika ada
atau
Apusan dari kandung kemih

Tabel 2. Pemilihan sampel berdasarkan keadaan mayat.

3.3. Pemeriksaan Polimorfisme DNA

Ada banyak yang jumlah sampel yang bisa diterima untuk pemeriksaan
profil DNA. Prosedur pastinya termasuk pengumpulan sampel,
penyimpanan sampel, dan ekstraksi DNA dari beragam sampel.

Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA


Fingerprint), VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP
(Restriction Fragment Length Polymorphisms), secara Southern Blot
maupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).

37
a) Variable Number Tandem Repeats (VNTR)

Setiap untaian DNA mempunyai bagian yang membawa informasi


genetik yang menginformasikan pertumbuhan suatu organisme, bagian
ini disebut exons , dan bagian yang tidak membawa informasi
genetik, yang disebut introns . Namun demikian, introns bukanlah
sesuatu yang tidak berguna, telah ditemukan bahwa introns
mengandung deretan pasangan basa terulang. Deretan ini
disebut Variable Number Tandem Repeats (VNTR) yang dapat
tersusun dari dua-puluh hingga seratus pasangan basa.
Setiap manusia mempunyai beberapa VNTR. Untuk menentukan
apakah seseorang mempunyai VNTR khusus, dibuat suatu southern
blot, kemudian southern blot tersebut di-probe-kan, selanjutnya
melalui reaksi hibridisasi dengan suatu versi radioaktif dari VNTR
yang dipertanyakan. Pola yang dihasilkan dari proses ini dianggap
sebagai sidik jari DNA.
VNTRs seseorang berasal dari informasi genetik yang diwariskan
oleh kedua orang tuanya (ibu dan bapak). Dia dapat memiliki VNTR
yang diwariskan dari bapaknya atau dari ibunya, atau kombinasi dari
keduanya, tetapi mustahil tidak ada dari keduanya.
Southern Blot adalah salah satu cara untuk menganalisis pola-pola
genetik yang muncul dalam DNA seseorang. Tahapan-tahapan
pekerjaan Southern Blot, meliputi:
1. Isolasi DNA, yang dipermasalahkan yang berasal dari sisa-sisa
bahan sel di dalam inti sel. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara
kimiawi, yaitu dengan menggunakan detergent khusus untuk
mencuci bahan ekstra dari DNA, atau secara mekanis, dengan
menerapkan tekanan tinggi untuk melepaskan DNA dari bahan-
bahan sel lainnya.
2. Pemotongan DNA menjadi beberapa potongan dengan ukuran
yang berbeda. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu
atau lebih enzim pemotong (restriction enzymes).

38
3. Penyortiran potongan DNA berdasarkan ukurannnya. Suatu proses
di mana dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran atau fraksinasi
ukuran dengan menggunakan cara yang disebut elektroforesis
gel (gel electrophoresis). DNA dimasukkan ke dalam gel (seperti
agarose), dan muatan listrik diterapkan pada gel tersebut, dengan
muatan positif pada dasar wadah gel, dan muatan negatif pada
puncak wadah. Karena DNA bermuatan negatif, maka potongan
DNA akan tertarik ke arah dasar gel. Namun demikian, potongan-
potongan kecil dari DNA akan dapat bergerak lebih cepat, dan
karenanya berada lebih jauh dari dasar dibandingkan dengan
potongan-potongan yang lebih besar. Berdasarkan prinsip di atas,
potongan DNA dengan ukuran yang berbeda akan terpisah,
potongan yang lebih kecil lebih dekat ke dasar, dan potongan yang
lebih besar lebih dekat ke puncak.
4. Denaturasi DNA, agar semua DNA berubah menjadi untai
tunggal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau
dengan perlakukan kimiawi terhadap DNA yang terdapat di dalam
gel.
5. Blotting DNA. Gel dengan DNA yang sudah terfraksinasi
berdasarkan ukurannya diterapkan pada lembaran kertas
nitrosellulosa sehingga DNA tersebut dapat melekat secara tetap
pada lembaran tersebut. Lembaran ini disebut Southern blot).
Sekarang southern blot sudah siap dianalisis. Untuk
menganalisis suatu southern blot digunakan suatu probe
genetik radioaktif yang akan melakukan reaksi hibridisasi dengan
DNA yang dipertanyakan. Jika suatu sinar-X dikenakan pada
southern blot setelah probe-radioaktif dibiarkan berikatan
dengan DNA yang telah terdenaturasi pada kertas, hanya area di
mana probe radioaktif berikatan yang terlihat pada film.
Keadaan ini yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi

39
DNA seseorang dari kejadian dan frekwensi pemunculan pola
genetik khusus yang terkandung pada probe.

Gambar 11. Analisis Southern Blot.

b) Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP)

Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length


Polymorphisms (RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi
akibat adanya variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan
enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi memunyai kemampuan
untuk memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan
menghasilkan potongan-otongan DNA tertentu. Adanya mutasi
tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya
dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehigga terbentuk fragmen

40
DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar meted
analisis RFLP.

VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungghnya adalah salah satu


jenis RFLP, karena variasi fragmennya didapatkan setelah
pemootongan dengan enzim rstriksi. Metode pemeriksaan RFLP dapa
dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan
metode PCR.

c) Polymerase Chain Reaction (PCR)

Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode


untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan
menggunakan enzim polymerase DNA. Secara prinsip, PCR
merupakan proses yang diulang-ulang antara 2030 kali siklus. Setiap
siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR
dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini


(berlangsung pada suhu tinggi, 9496 C) ikatan hidrogen DNA
terputus (denaturasi) dan DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya
pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama (sampai 5
menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan
ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat
("patokan") bagi primer. Durasi tahap ini 12 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian
DNA templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan
pada suhu antara 4560 C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu
yang tidak tepat menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau
primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap ini 12 menit.

41
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung
dari jenis DNA polimerase (ditunjukkan oleh P pada gambar) yang
dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya dilakukan
pada suhu 76 C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat
denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau)
menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang
panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang
dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.

Gambar 12. Siklus PCR.

Pada masa sebelum berkembangnya teknologi biomolekular,


identifikasi personal dilakukan hanya dengan memanfaatkan
pemeriksaan polimorfisme, seperti golongan darah, dengan segala
keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan
dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh
pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan
kesimpulan eksklusi yaitu pasti bukan atau mungkin.

42
Penemuan sidik DNA yang menawarkan metode eksklusi dengan
kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode
pelengkap atau bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia
mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.

Metode Identifikasi Sekunder

Identifikasi meliputi deskripsi pribadi, temuan medis serta bukti dan


pakaian yang ditemukan pada tubuh. Ini berarti identifikasi berfungsi untuk
mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai satu-
satunya alat identifikasi.

Kategori ini mencakup semua efek yang ditemukan pada tubuh korban
(misalnya perhiasan, barang dari pakaian, dokumen identifikasi pribadi, dll). Item
terukir pada perhiasan dapat memberikan petunjuk penting mengenai identitas
korban. Penting untuk dipertimbangkan, bagaimanapun, bahwa item tertentu
mungkin tidak benar-benar bukti milik tubuh tertentu (misalnya surat-surat identitas
dapat dilakukan oleh orang yang berbeda, barang perhiasan atau pakaian mungkin
telah dipinjamkan sengaja untuk individu lain, selama pengambilan, item mungkin
tidak sengaja telah ditempatkan dalam satu kantong mayat). Produk perhiasan
memiliki nilai identifikasi yang lebih tinggi jika mereka terpasang kuat ke tubuh
korban (misalnya tindikan).

Gambar 12. Metode identifiksi sekunder.

43
1. Deskripsi pribadi/temuan medis
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi
tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data
khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang
dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang
ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan
dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tinggi. Bahkan pada
tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini. Melalui
metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tingi
badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

Pria Wanita
Panggul Lebih kecil dari bahu Lebih lebar dari bahu
Posture Besar Kecil
Payudara Jarang berkembang Berkembang
Jakun Menonjol Tidak menonjol
Striae Tidak ada Ada, payudara dan
bokong
Rambut pubis Tebal, tumbuh melebar Lurus, hanya di mons
- pusar veneris
Rambut Ada di wajah, dada Tidak ada
Kelamin dalam Testis, prostate, Ovarium,tuba fallopi,
vesikula seminalis vagina
Tengkorak Lebih besar, berat dan Lebih kecil, ringan dan
tebal tipis
Proporsi perut Lebih kecil Lebih besar
Paha Bentuk silinder Bentuk kerucut
. Tabel 3. Perbedaan umur jenis kelamin pria dan wanita.

44
Metode ini hanya dapat dilakukan bila keadaan tubuh, terutama wajah
korban masih dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut.
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang
merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada
jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin dikenali wajah dan
bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu diperhatikan
mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk
membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
2. Metode kepemilikan, seperti pakaian, perhiasan, dokumen.
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang
kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat
membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada kecelakaan masal,
dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum
tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat
diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang
semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi
pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, identifikasi
dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya

45
BAB III

KESIMPULAN

Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak dan tidak
terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak terhadap
pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan
darurat dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta lingkungannya.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu
penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering
merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Jenis metode identifikasi primer dan yang paling dapat diandalkan, yaitu
identifikasi sidik jari, analisis komparatif gigi dan analisis DNA. Jenis metode
identifikasi sekunder meliputi deskripsi personal, temuan medis serta bukti dan
pakaian yang ditemukan pada tubuh. Jenis identifikasi ini berfungsi untuk
mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai satu-
satunya alat identifikasi.
Diperlukan kerjasama dan pengertian yang baik di antara semua pihak yang
terlibat dalam penerapannya, sehingga proses identifikasi mencapai ketepatan
dalam identifikasi dan bukan hanya kecepatan dalam prosesnya.

46
Daftar Pustaka

1. Gani, M.Husni, dr. DSF. Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas, Padang, Indonesia 2002

2. (Inggris) Reichs, KJ. Forensic Osteology Advances In The Identification of

Human Remain. Charles C Thomas Publisher, Springfield Illinois USA

1986.

3. (Inggris) Krogman WM and Iscan MY. The Human Skeleton In Forensic

Medicine.Charles C Thomas Publisher, Springfield Illinois, USA 1985

4. (Inggris) Launtz, LL. Handbook For Dental Identification. JB Lippincott

Company, Philadelphia and Toronto 1973

47

Anda mungkin juga menyukai

  • Galih
    Galih
    Dokumen2 halaman
    Galih
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat
  • Eko Nomi
    Eko Nomi
    Dokumen5 halaman
    Eko Nomi
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat
  • He4 Dan Ca125
    He4 Dan Ca125
    Dokumen1 halaman
    He4 Dan Ca125
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat
  • Preeklampsia Fix
    Preeklampsia Fix
    Dokumen37 halaman
    Preeklampsia Fix
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat
  • Partus Presipitatus GDON
    Partus Presipitatus GDON
    Dokumen37 halaman
    Partus Presipitatus GDON
    aling yuda prasta
    Belum ada peringkat