Anda di halaman 1dari 18

TERMODINAMIKA

POTENSIAL TERMODINAMIKA DAN HUKUM KE 3


TERMODINAMIKA

Oleh :
Kadek Darmo 1408205018

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017

i
ABSTRAK

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan paper termodinamika ini, sebagai
salah satu tugas untuk melengkapi penilaian dan melatih softskill. Pada paper ini akan di bahas
mengenai potensial termodinamika dan hukum ke 3 termodinamika

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dosen dan teman teman yang telah
membantu penulis dalam mengumpulkan bahan dan menyusun paper ini, melalui pembuatan
paper ini penulis menjadi mengerti dengan materi potensial termodinamika dan hukum ke 3
termodinamika.
Semoga dengan terselesaikannya paper ini, dapat menjadi refrensi bagi mahasiswa lain
untuk lebih memahami mengenai termodinamika.

Jimbaran, 29 Mei 2017

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Lembar Judul .................................................................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................ iii
Pendahulian ........................................................................................................................ 1
Jenis Jenis Reaksi Inti ........................................................................................................ 2
Reaksi Inti Dalam Sistem Kordinat Pusat Masa ................................................................ 4
Energi Threshold Untuk Reaksi Endoergik ....................................................................... 9
Pengukuran Nilai Q ............................................................................................................ 13
Penampang Melintang ....................................................................................................... 17
Lintasan Bebas Rata Rata .................................................................................................. 19
Laju Reaksi ........................................................................................................................ 20
Diferensial Penampang Melintang ..................................................................................... 21
Model Inti Gabungan ......................................................................................................... 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1
BAB II
ISI

2.1 Potensial Termodinamika

A. Fungsi Helmholtz dan Gibbs

Selain energy dalam (U) dan entropi (S) cukup banyak besaran yang dapat didefinisikan
berdasarkan kombinasi U, S serta variable keadaan lainnya.

Sudah didefinisikan entalpi, H

= +

Ada dua fungsi penting lainnya yakni fungsi Helmholtz, F dan fungsi Gibbs, G

1. Fungsi Helmholtz (F)

Entalphi
H = U + PV dan fungsi F = U TS
Tinjau Hukum I Termodinamika dan Hukum II Termodinamika
+ =
+ = 0 = (Tinjauan sistem)
+ = 0
+ = 0 (1)
Pada volume tetap, maka V = konstan dimana dV=0
+ = 0 Dimana = = 0
+ 0 = 0
= 0
= 0 (2)
dimana T=konstan, maka TdS dapat dituliskan d(TS), maka persamaan 2 dapat diformulasikan
() Formulasi inilah yang disebut fungsi Helmholtz(F)

2
Jika dijadikan dalam diferensial
=
= () dalam T=konstan
= dalam tinjauan sistem = +
=
dimana = , =
=
= ( )
=
Energi bebas Helmholtz adalah kerja volum maksimum yang dihasilkan oleh suatu proses
reversible yang berlangsung pada suhu tetap.

2. Fungsi Gibs

=
= +
Berdasarkan persamaan Hukum I Termodinamika
= + Tinjauan system
+ = 0 =
= Hukum II Termodinamika
= = 0
Pada T = tetap, maka TdS dapat ditulis sebagai d(TS)
Pada V = tetap, maka PdV dapat ditulis sebagai d(PV)
Persamaan 1 dapat diformulasikan
+ () () = 0
( + ) = 0 karena H=U+PV
( ), Dimana =
=
Penurunan energi bebas Gibbs merupakan kerja maksimum selain kerja volum yang dapat
dilakukan oleh sistem dalam proses yang reversibel pada suhu dan tekanan tetap.

3
Potensial Termodinamika
Diferensial fungsi Helmholtz dan Gibbs pada system PVT tertutup:
= =

= + = + +
Karena = , maka
=
= +
Dari entalpi:
= +
Dengan meninjau = (, ); = (, ); = (, ) = (, ) mak:

( ) = ( ) =


() = () =


( ) = () =


( ) = ( ) =

Tampak seperti medan listrik E yang berasal dari potensial listrik


= () ; = (); = ( )

Dari sini tampak analogi T,S,V,P sebagai medan dan U,F,G,H sebagai potensial. Oleh
karena itu keempat besaran terakhir ini seringkali disebut sebagai potensial termodinamika.

Apabila fungsi Helmholtz F diketahui sebagai fungsi T dan V, maka


= ( )


= ( )


= + = ( )

Variabel lainnya dapat diketahui.

4
Demikian juga jika G diketahui sebagai fungsi T dan P, maka


=( )


= ( )


= + = ( )

B. Relasi Maxwell

Dari:
dU = TdS PdV; dF = SdT PdV ;
dG = SdT + VdP; dH = TdS + VdP
Karena semuanya merupakan diferensial eksak maka:

() = ( )


() = ( )


( ) = ( )


() = ( )

C. Keseimbangan

Pengertian suatu sisten dalam keadaan seimbang yaitu apabila system tersebut dalam
keadaan seimbang stabil. Definisi tentang sifat-sifat zat pada asalnya terbatas hanya pada
keadaan seimbang stabil, menurut definisi ini entropi, fungsi Gibbs dan lain-lain tidak
berpengaruh didalamnya.

Apabila sejumlah uap pada tekanan yang tetap , tetapi didalamnya tidakk terdapat inti
pengembunan, misalnya debu, maka walaupun suhunya lebih rendah dari pada titik embun,
tidaklah akan terjadi pengembunan. Keadaan ini akan berlangsung lama dan akan disebut
kestabilan metastabil.

5
D. Syarat Keseimbangan

Persyaratan khusus yang menentukan keadaan stabil, diantaranya:

1) Pada proses ireversibel adiabatik, berlau hubungan



> = 0, > 0

Ini berarti pada proses ireversibel adiabatik, yang terjadi secara alami, entropi system
akan selalu bertambahbesar dan keadaan seimbang baru akan tercapai setelah entropi
ini mencapai maksimum, tidak mengalami pertambahan lagi. Jadi syarat
keseimbangannya
() = 0 =
2) Untuk proses dengan suhu dan volume tetap
Fungsi Helmhotz (F) selalu bertambah kecil. Keadaan seimbang akan dicapai bila F
telah mencapai nilai minimum.
() , = 0 = =
3) Proses dengan suhu dan tekanan tetap
Fungsi Gibbs (G) selalu bertambah kecil. Keadaan seimbang akan dicapai bila F telah
mencapai nilai minimum.
() , = 0 = =

4) Proses dengan entropi dan volume tetap


Energy dalam (U) selalu bertambah kecil. Keadaan seimbang akan dicapai bila F telah
mencapai nilai minimum.
(), = 0 = =
5) Proses dengan tekanan dan entropi tetap
Entripi (H) selalu bertambah kecil. Keadaan seimbang akan dicapai bila F telah
mencapai nilai minimum.
(), = 0 = =

E. Keseimbangan Antar Fase

Jika zat cair dan uapnya dalam keadaan seimbang, maka uap itu dikatakan dalam
keadaan jenuh. Ini berarti bahwa banyaknya molekul yang menguap sama dengan molekul
6
yang mengembun. Keadan seimbang ini berkaitan dengan nilai tekanan dan suhu tertentu. Jika
suhu T tetap, maka tekanan P juga tetap, walaupun volumenya V berubah. Sebeb adanya
perubahan volume ini diikuti oleh adanya molekul-molekul yang menguap atau mengembun.
Oleh karena itu suatu zat dalam beberapa fase yang berada dalam keadaan seimbang
mempunyai derajat kebebasan yang lebih kecil dari pada zat itu dalam satu fase.

Dua fase dalam keadaan seimbang, memiliki beberapa syarat, diantaranya:

1. Suhu kedua fesa harus sama, yaitu =


Syarat ini perlu karena apabila tidak dipenuhi, maka akan ada arus kapasitas yang
mengalir dari fase yang suhunya lebih tinggi ke fase yang suhunya lebih rendah.
2. Tekanan kedua fase harus sama, =
Syarat ini perlu karena apabila tidak dipenuhi, maka akan terjadi arus di molekul-
molekul dari fase yang tekanannya lebih tinggi ke fase yang tekanannya lebih rendah.
3. Fungsi Gibbs jenis kedua fase harus sama, = . Fungsi ini tergantung pada suhu
dan tekanan, jadi = ( , ) dan = ( , ). Tetapi = =
= = , (, ) = (, )
Maka = = =

F. Persamaan Clausius-Clapeyron

Persamaan Clausius-Clapeyron adalah suatu hubungan yang penting yang melukiskan


bagaimana tekanan berubah dengan suhu untuk system yang terdiri atas dua fase dalam
keseimbangan. Andaikan suatu cairan dengan uapnya dalam keseimbangan pada tekanan p dan
suhu T, sehingga gc = gu. pada suhu T + dT tekanannya adalah p + dp dan fungsi Gibbs jenisnya
menjadi gc + dgc dan gu + dgu. Tetapi jika cairan dan uap itu dalam keadaan yang baru ini juga
dalam keseimbangan, maka dgc harus sama dengan dgu.

Telah diperoleh bahwa

Dg= -s dT + v dp

Jadi dalam keseimbangan ang baru ini, berlaku

-sc dT + vc dp = -su dT + vu dp atau


(su sc) dT = (vu vc) dp

7
Akan tetapi selisih entropi jenis ini, (su sc) sama dengan bahang transformasi (bahang
penguapan) 1cu dibagi dengan suhu T, sehingga

1
( ) =
( )

Persamaan ini disebut persamaan Clausius-Clapeyron untuk keseimbangan uap cair-


uap.Secara geometrik persamaan ini menunjukan kemiringan (slope) garis keseimbangan
antara fase cair dan uap pada diagram p-T yang dinyatakan dalam panas transformas, suhu dan
volume jenis masing-masing fase. Dengan melakukan penalaran yang sama, maka dapat
diperoleh

1 1
( ) = ( ) =
( ) ( )

Bahang transformasi berubah dengan suhu, namun selalu positif kecuali untuk He3
pada suhu ya ng lebih rendah dari 0,3 K. suhu T selalu positif dan volume jenis uap selalu lebih
besar dati pada volume jenis cairan dan zat padat, sehingga vu- vc dan vu vp selalu positif.
Oleh karena itu kemiringan pada kurva tekanan uap dan kurva tekanan sublimasi, yaitu

() dan () , selalu positif. Namun volume jenis pada fase dapat mungkin lebih besaratau

lebih kecil dari pada volume jenispada fase cair. Karena itu kemiringan pada garis
keseimbangan padat-cair, mungkin positif mungkin pula negatif. Inilah sebabnya mengapa
bidang p-v-T suatu zat seperti air, yang mengembang tatkala membeku, berbeda dengan bidang
p-v-T zat lain yang mengerut ketika membeku. Faktor vc- vp adalah negatif untuk zat yang
mengembang ketika membeku dan positif untuk zat yang menguncup ketika membeku. Karena
itu bidang-bidang keseimbangan padat-cair atau proyeksinya, yang berupa garis pada bidang
p-T miring ke kiri-atas untuk zat seperti air yang mengembang ketika membeku, dan miring ke
kanan-atas untuk zat yang menguncup ketika membeku. Tetapi proyksi bidang cair-uap dan
padat-uap, selalu mempunyai kemiringan yang positif.

Untuk perubahan suhu T dan perubahan tekanan p yang tidak terlalu besar, maka
bahang transformasi dan volume jenis dapat dianggap tetap besarnya, dan kemiringan pada

8
garis keseimbangan lebih kurang sama dengan nisbah (ratio) perubahan tekanan p denga
perubahan suhu T, yaitu p/T. Demikianlah maka bahang transformasi pada sebarang suhu
dapat dicari secara pendekatan dari pengukuran tekanan keseimbangan pada dua suhu yang
berdekatan, jika volume jenis yang bersangkutan diketahui. Sebaliknya jika tekanan
keseimbangan dan bahang transformasi diketahui pada sebarang suhu, maka tekanan pada suhu
yang berdekatan dapat dihitung. Dalam perhitungan semacam ini biasanya diandaikan bahwa
uap bekelakuan sebagai gas sempurna.

Untuk mengintegralkan persamaan clausius-clapeyron dan untuk memperoleh


pernyataan bagi tekanan itu sendiri sebagai fungsi suhu maka bahang transformasi dan volume
jenis harus diketahui sebagai fungsi suhu.hal ini merupakan masalah yang penting dalam kimia
fisika. Jika perubahan bahang transformasi dapat diabaikan, dan jika salah satu fase adalah uap
yang dapat dianggap sebagsi gas sempurna, lagi pula volume jenis fase padat dan cair dapat
diabaikan terhadap jenis uap, maka pengintegralan dapat segera dilakukan.

1 1 1
( ) = = =
( ) ()

1
=
2

atau

1
ln = + ln

G. Hukum ketiga Termodinamika

Suatu reaksi kimia diandaikan di dalam sebuah bejana pada tekanan tetap P. bejana itu
berhubungan dengan sebuah reservoir yang suhunya T seperti terlihat pada gambar.

Jika suhu naik karena reaksi ini, maka sejumlah bahang G akan mengalir ke dalam
reservoir , sehingga suhu bejana dengan isinya akan turun kembali menjadi T. Dari definisi
besaran H, maka :

= + + = + = (sebab P tetap). Jadi

= 2 1 =

9
tanda negative digunakan karena bahang keluar dari system. Dalam hal ini Q adalah bahang
reaksi. Andaikan reaksi kimia itu adalah

1
+ + 2 2

Selanjutnya diandaikan pula bahwa H1 adalah entalpi untuk zat sebelum reaksi, yaitu
Ag dan HCl, dan H2 entalpi zat setelah bereaksi , yaitu AgCl dan H2. proses (reaksi) spontan
akan terjadi, bila G negative atau G0.


= + = ( )

Atau


= +( )

Jadi

(2 1 )
2 1 = 2 1 + [ ]

Yang dapat ditulis lagi menjadi


= + ( )

Nernst menyatakan dari hasil eksperimen yang dilakukan oleh Thomsen dan Berthelot
dan juga eksperimen yang dilakukan secara hati-hati dengan sel galvanik, bahwa dalam suatu
reaksi kimia G umumnya mendekati H lebih rapat lagi bila suhunya diturunkan, bahkan
pada suhu-suhu yang tinggi, ia mengusulkan sebagai suatu asas umum bahwa apabila suhu
mendekati nol, maka bukan hanya G dan H mendekati kesamaan, tetepi laju perubahannya
dengan suhupun mendekati nol, Jadi

dan

10
Akan tetapi

Maka

Disekitar suhu nol mutlak, semua reaksi dalam zat cair atau padat yang berada dalam
keetimbangan dakhil, berlangsung tanpa perubahan entropi.
Dalam tahun 1911, Planck membuat sutu hipotesis sebagai berikut pada suhu T0,
bukan hanya beda entropi yang sama dengan nol tetapi entropi setiap zat padat atau cair
dalam kesetimbangan dakhil pada suhu nol mutlak adalah nol. Jadi
lim = 0
0

Dikenal sebagai Hukum Ketiga Termodinamika.

Hukun ketiga Termodinamika juga mengandung arti bahwa tidak mungkin untuk menurunkan
suhu suau system menjadi nol dengan sejumlah operasi yang terhingga.

11
2.2 Hukum Ke 3 Termodinamika

Reaksi inti adalah transformasi inti, sebagai akibat ditembaki oleh suatu projektil, yang dapat
berupa inti-inti ringan, nukleon bebas, atau foton dengan energi yang sesuai. Reaksi inti berlangsung
sangat cepat, dalam waktu 10-12 detik atau kurang, menghasilkan satu atau lebih inti baru dan mungkin
juga partikel lain.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

13
14

Anda mungkin juga menyukai