Anda di halaman 1dari 16

Perpres tentnang bahasa

Salah satu peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan sudah keluar. Undang-Undang ini
pernah mendapat sorotan kalangan hukum karena mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia
dalam kontrak, pidato kenegaraan, dan dokumen resmi negara. Bahasa Indonesia juga wajib
dipakai dalam nota kesepahaman, atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara. Pasal 40
UU ini menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan bahasa Indonesia diatur
dalam Peraturan Presiden.

Nah, dalam rangka itulah terbit Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2010. Cuma, Perpres ini
belum mengatur seluruh materi penggunaan bahasa Indonesia sebagaimana dimaksu dalam
pasal 40 UU No. 24 Tahun 2009. Perpres ini hanya mengatur penggunaan bahasa Indonesia
dalam pidato resmi presiden dan/atau wakil presiden serta pejabat negara lainnya.

Menteri tentnang bahasa

Ejaan Yang Disempurnakan (disingkat EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku
sejak tahun 1972.

Sejarah
Sebuah contoh buku EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru(Ejaan
LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh
panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga
dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang
kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan no.062/67, tanggal 19 September1967.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn danMenteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru
dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu (Rumi
dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama
ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk
memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17
Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden
Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal
dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan
hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada
tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan
serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai
sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih
luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah.

Revisi 1987
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD
edisi 1975.

Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Revisi 2015
Pada tahun 2015, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.

Silahkan download Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2015 Tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Uu bahasa

UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan ini disahkan pada 9
Juli 2009. UU 24/2009 ini secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik
penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan berikut
ketentuan ketentuan pidananya. Setidaknya ada tiga hal tujuan dari dibentuknya UU No 24 Tahun 2009 ini adalah
untuk (a) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (b) menjaga
kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan (c) menciptakan
ketertiban, kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

UUD 1945 sudah mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta
lagu kebangsaan, yaitu dalam Pasal 35, Pasal 36 , Pasal 36A , Pasal 36B dan untuk implementasinya kedalam UU
diperintahkan melalui Pasal 36 C. Namun demikian Bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan
hingga kini belum diatur secara lengkap dalam sebuah UU. Selama ini pengaturan tentang bendera, bahasa,
lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam beragam peraturan perundang-undangan antara lain (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) yang
menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap
Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih
oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a;
dan Pasal 473.; (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di
sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan
dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran
Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang- Undang Nomor 14 PRPS
Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 4301); (3) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara; (4)
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1958 No.68); (5) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan
Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69); (6) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan
Bendera Jabatan; (7) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara; (8)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan (9) Peraturan
Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata
Penghormatan.
Undang-Undang ini diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata
cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dan mengatur tentang berbagai hal
yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.

Namun ada beberapa hal yang patut dicermati dalam UU ini terutama dalam hal tindak pidananya silahkan lihat pada
uraian dibawah ini di bawah ini

Bendera
Pasal 24 a jo Pasal 66
Setiap orang dilarang: (a) merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan
maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00

Pasal 24 b atau c atau d atau 3 jo Pasal 67


Setiap orang dilarang: (b) memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; (c) mengibarkan Bendera
Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; (d) mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar
atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan (e) memakai Bendera
Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan
Bendera Negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00

Bahasa
Tidak ada larangan dan tidak ada ancaman pidana

Lambang Negara
Pasal 57 a jo Pasal 68
Setiap orang dilarang: (a) mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud
menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara dipidana dengan dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00

Pasal 57 b atau c atau d jo Pasal 69


Setiap orang dilarang: (b) menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan
perbandingan ukuran; (c) membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau
perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan (d) menggunakan Lambang Negara untuk keperluan
selain yang diatur dalam Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling
banyak Rp. 100.000.000,00

Lagu Kebangsaan
Pasal 64 a jo Pasal 70
Setiap orang dilarang: (a) mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata- kata, dan gubahan lain dengan
maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan dipidana dengan dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00

Pasal 64 b atau c jo Pasal 71


Setiap orang dilarang: (b) memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu
Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau (c) menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan
maksud untuk tujuan komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00

Dalam pandangan saya, UU ini mempunyai keanehan tersendiri, misalkan pengaturan tindak pidana dalam
penggunaan bendera, ketentuan lama dalam Pasal 154 a KUHP malah tidak dicabut padahal ketentuan ini pada
pokoknya mempunyai kemiripan pada Pasal 24 a UU 24/2009. Hal ini dapat menyebabkan duplikasi tindak pidana
hanya menyangkut persoalan perumusan norma delik yang sama

Ketentuan pidana dalam UU 24/2009 juga mempunyai gejala over kriminalisasi tanpa mempertimbangkan kondisi
ekonomi, sosial, budaya, dan daya kreativitas dari masyarakat seperti mengkriminalkan tindakan mengibarkan
Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, mengkriminalkan tindakan menggunakan Lambang
Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran dan juga mengkriminalkan
kreativitas seperti pada tindakan mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata- kata, dan gubahan lain
dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan

Selain itu terdapat perbedaan dalam perumusan norma ancaman pidana seperti dalam tindakan memakai Bendera
Negara untuk reklame atau iklan komersial atau adlam tindakan memperdengarkan, menyanyikan, ataupun

menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau tindakan
menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial. Tidak diperoleh keterangan
kenapa terdapat perbedaan perumusan norma ancaman pidana tersebut.

Secara umum, saya berpandangan maksud dan tujuan pengaturan penggunaan bendera, bahasa, lambang negara,
dan lagu kebangsaan mempunyai maksud yang baik namun tetap masih sangat kental terhadap gejala over
kriminalisasi dan ketiadaan landasan filosofis dalam perbedaan perumusan norma ancaman pidana

Posting via Email

Kedudukan Bahasa Indonesia berdasar UUD 1945


Bahasa Indonesia adalah Bahasa Resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa
Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekan
Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa melayu Dasar yang dipakai adalah
bahasa Melayu Riaudari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat
penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses
pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama
bahasa Melayu tetap digunakan.Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup,
yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa
daerah dan bahasa asing.

Bahasa Indonesia di atur dalam UUD 1945 pada pasal 36 yaitu Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia.
Berdasarkan fungsinya bahasa Indonesia dibagi menjadi 5 fungsi;
1. Ekspresif
Mampu menggungkapkan gambaran,maksud ,gagasan, dan perasaan.
2. Komunikasi
Sebagai alat berinteraksi atau hubungan antara dua manusia dan sehingga pesan yang
dikmaksudkan dapat dimengerti.
3. Kontrol sosial
Misalnya tulisan Dilarang Buang Sampah Sembarangan bahasa tersebut berfungsi sebagai
pengatur atau pengontrol
4. Adaptasi
Bila kita berada di wilayah atau daerah diluar ibu kota, kita dapat menggunakan bahasa Indonesia
tersebut sebagai alat untuk adaptasi dengan lingkungan baru tersebut.
5. Integrasi/pemersatu
Bahasa daerah sangatlah beragam yang kemudian dapat dipersatukan oleh bahasa Nasional yang
dapat dipakai di seluruh Indonesia yang menjadi satu kesatuan yang utuh da
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional di ikrarkan pada 28 oktober 1928 yaitu hari
Sumpah Pemuda yang memilki fungsi-fungsi sebagai;
1. Lambang identitas Nasional.
2. Lambang kebanggaan kebangsaan.
3. Bahasa indonesia sebagai alat komunikasi.
4. Alat pemersatu bangsa yang berbeda Suku,Agama,ras,adat istiadat dan Budaya.
Hasil perumusan seminar polotik bahasa Nasional yang diselenggarakan di jakarta pada tangal 25
s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan berdasarkan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara adalah;
1. Sebagai bahasa resmi kenegaraan.
2. Sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.
3. Sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintah, dan
4. Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi.
PERPES PRESIDEN PENDIDIKAN

bat Edukasi yang berbahagia

Berikut salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Perpres No. 14 Tahun 2015 ini telah ditetapkan pada tanggal 21 Januari 2015 oleh Presiden RI Joko
Widodo, dan mulai diundangkan pada tanggal 23 Januari 2015 sebagai berikut :

Menimbang :

bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan Kementerian Kabinet Kerja periode tahun 2014-2019
dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;

Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
3. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 339);
4. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN.

BAB I

KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI


Pasal 1

(1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(2) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dipimpin oleh Menteri.

Pasal 2

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di


bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat,
serta pengelolaan kebudayaan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.

Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan masyarakat, serta pengelolaan kebudayaan;
b. pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan masyarakat, serta pengelolaan kebudayaan;
c. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan mutu dan kesejahteraan guru dan pendidik lainnya, serta
tenaga kependidikan;
d. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
e. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan;
f. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
g. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan di daerah;
h. pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
i. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta kebudayaan; dan
j. pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsure organisasi di lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

BAB II

ORGANISASI

Bagian Kesatu

Susunan Organisasi

Pasal 4

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas:

a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan;
c. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat;
d. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah;
e. Direktorat Jenderal Kebudayaan;
f. Inspektorat Jenderal;
g. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa;
h. Badan Penelitian dan Pengembangan;
i. Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing;
j. Staf Ahli Bidang Hubungan Pusat dan Daerah;
k. Staf Ahli Bidang Pembangunan Karakter; dan
l. Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan.

Bagian Kedua

Sekretariat Jenderal

Pasal 5

(1) Sekretariat Jenderal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
(2) Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.

Pasal 6

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan,


dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Pasal 7

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Sekretariat Jenderal


menyelenggarakan fungsi:

a. koordinasi kegiatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;


b. koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c. pembinaan dan pemberian dukungan administrasi yang meliputi ketatausahaan, kepegawaian, keuangan,
kerumahtanggaan, kerja sama, hubungan masyarakat, arsip, dan dokumentasi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan;
d. pembinaan dan penataan organisasi dan tata laksana;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan perundangundangan serta pelaksanaan advokasi hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan layanan pengadaan barang/jasa; dan
g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Ketiga

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Pasal 8

(1) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
(2) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dipimpin oleh Direktur Jenderal.

Pasal 9
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya, serta tenaga kependidikan.

Pasal 10

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya serta tenaga kependidikan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan rencana kebutuhan dan pengendalian formasi,
pengembangan karir, peningkatan kualifikasi dan kompetensi, pemindahan, dan peningkatan
kesejahteraan guru dan pendidik lainnya;
c. pelaksanaan kebijakan di bidang penyusunan rencana kebutuhan, peningkatan kualifikasi dan
kompetensi, pemindahan lintas daerah provinsi, dan peningkatan kesejahteraan tenaga kependidikan;
d. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya serta
tenaga kependidikan;
e. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya serta tenaga
kependidikan;
f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pembinaan guru dan pendidik lainnya serta tenaga
kependidikan;
g. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan; dan
h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Keempat

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat

Pasal 11

(1) Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri.
(2) Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat dipimpin oleh Direktur
Jenderal.

Pasal 12

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat mempunyai tugas
menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan anak usia dini dan
pendidikan masyarakat.

Pasal 13

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, pendanaan, dan tata
kelola pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kualitas pendidikan karakter peserta didik, fasilitasi sumber
daya, pemberian izin dan kerja sama penyelenggaraan satuan dan/atau program yang diselenggarakan
perwakilan negara asing atau lembaga asing, dan penjaminan mutu pendidikan anak usia dini dan
pendidikan masyarakat;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan
prasarana, pendanaan, dan tata kelola pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat;
d. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pendidikan anak usia dini dan pendidikan
masyarakat;
e. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendidikan anak usia dini dan pendidikan masyarakat;
f. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat; dan
g. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Kelima

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Pasal 14

(1) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Menteri.
(2) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dipimpin oleh Direktur Jenderal.

Pasal 15

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan
dan pelaksanaan kebijakan di bidang pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 16

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana, pendanaan, dan tata
kelola pendidikan dasar dan menengah;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan kualitas pendidikan karakter peserta didik, fasilitasi sumber
daya, pemberian izin dan kerja sama penyelenggaraan satuan pendidikan yang diselenggarakan
perwakilan negara asing atau lembaga asing, penyelenggaraan pendidikan di daerah khusus dan daerah
tertinggal (pendidikan layanan khusus), dan penjaminan mutu pendidikan dasar dan menengah;
c. fasilitasi pembangunan teaching factory dan technopark di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan;
d. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendidikan dasar dan menengah;
e. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pendidikan dasar dan menengah;
f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendidikan dasar dan menengah;
g. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah; dan
h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Keenam

Direktorat Jenderal Kebudayaan

Pasal 17

(1) Direktorat Jenderal Kebudayaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
(2) Direktorat Jenderal Kebudayaan dipimpin oleh Direktur Jenderal.

Pasal 18

Direktorat Jenderal Kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan


kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman,
warisan budaya, dan kebudayaan lainnya.
Pasal 19

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Direktorat Jenderal Kebudayaan
menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya,
permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan dan pelestarian kesenian, sejarah, dan tradisi;
c. pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pemahaman nilai-nilai kesejarahan dan wawasan
kebangsaan;
d. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan lembaga kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
pengelolaan cagar budaya, warisan budaya nasional dan dunia, dan museum nasional, pembinaan dan
perizinan perfilman nasional, promosi, diplomasi, dan pertukaran budaya antar daerah dan antar negara,
serta pembinaan dan pengembangan tenaga kebudayaan;
e. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi,
sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
f. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah,
cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
g. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar
budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
h. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kebudayaan; dan
i. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Ketujuh

Inspektorat Jenderal

Pasal 20

(1) Inspektorat Jenderal berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
(2) Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur Jenderal.

Pasal 21

Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pasal 22

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Inspektorat Jenderal
menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan;
b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap
kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan
f. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Kedelapan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Pasal 23

(1) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
(2) Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dipimpin oleh Kepala Badan.

Pasal 24

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mempunyai tugas melaksanakan pengembangan,


pembinaan, dan pelindungan di bidang bahasa dan sastra.

Pasal 25

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis, rencana, program, dan anggaran pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan bahasa dan sastra;
b. pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
bahasa dan sastra; dan
d. pelaksanaan administrasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Kesembilan

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pasal 26

(1) Badan Penelitian dan Pengembangan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
(2) Badan Penelitian dan Pengembangan dipimpin oleh Kepala Badan.

Pasal 27

Badan Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di
bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat,
serta kebudayaan.

Pasal 28

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Badan Penelitian dan
Pengembangan menyelenggarakan fungsi :

a. penyusunan kebijakan teknis, program, dan anggaran penelitian dan pengembangan di bidang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta
kebudayaan;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta kebudayaan;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta kebudayaan;
d. pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan, dan
e. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Bagian Kesepuluh

Staf Ahli

Pasal 29

Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan secara administratif
dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal.

Pasal 30

(1) Staf Ahli Bidang Inovasi dan Daya Saing mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu
strategis kepada Menteri terkait dengan bidang inovasi dan daya saing.
(2) Staf Ahli Bidang Hubungan Pusat dan Daerah mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-
isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang hubungan pusat dan daerah.
(3) Staf Ahli Bidang Pembangunan Karakter mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu
strategis kepada Menteri terkait dengan bidang pembangunan karakter.
(4) Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai tugas memberikan rekomendasi
terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang regulasi pendidikan dan kebudayaan.

Bagian Kesebelas

Jabatan Fungsional

Pasal 31

Di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat ditetapkan jabatan fungsional sesuai
dengan kebutuhan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

BAB III
UNIT PELAKSANA TEKNIS
Pasal 32

(1) Untuk melaksanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang di lingkungan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis.
(2) Unit Pelaksana Teknis dipimpin oleh Kepala.

Pasal 33

Unit Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah
mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
aparatur negara.

BAB IV

TATA KERJA
Pasal 34

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menyusun peta
bisnis proses yang menggambarkan tata hubungan kerja yang efektif dan efisien antar unit organisasi di
lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pasal 35

Menteri menyampaikan laporan kepada Presiden mengenai hasil pelaksanaan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat,
serta pengelolaan kebudayaan secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

Pasal 36

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus menyusun analisis jabatan, peta jabatan, analisis beban
kerja, dan uraian tugas terhadap seluruh jabatan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Pasal 37

Setiap unsur di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam melaksanakan tugasnya
harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan maupun dalam hubungan antar instansi pemerintah baik pusat maupun
daerah.

Pasal 38

Setiap pimpinan unit organisasi harus menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah di lingkungan
masing-masing untuk mewujudkan terlaksananya mekanisme akuntabilitas publik melalui penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan kinerja yang terintegrasi.

Pasal 39

Setiap pimpinan unit organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengoordinasikan bawahan masing-
masing dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

Pasal 40

Setiap pimpinan unit organisasi harus mengawasi pelaksanaan tugas bawahan masing-masing dan
apabila terjadi penyimpangan wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41

Setiap pimpinan unit organisasi harus mengikuti dan mematuhi petunjuk serta bertanggung jawab pada
atasan masing-masing dan menyampaikan laporan kinerja secara berkala tepat pada waktunya.

Pasal 42

Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan unit organisasi harus melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap unit organisasi di bawahnya.

BAB V
PENDANAAN
Pasal 43

Segala pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB VI

KETENTUAN LAIN - LAIN

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor
24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 yang berkaitan dengan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diubah dan/atau diganti
dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Presiden ini.

Pasal 46

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, seluruh jabatan yang ada beserta pejabat yang
memangku jabatan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetap melaksanakan tugas
dan fungsinya sampai dengan dibentuknya jabatan baru dan diangkat pejabat baru berdasarkan
Peraturan Presiden ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua ketentuan mengenai Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan dalam:

a. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; dan
b. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja; dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 48

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Download Perpres No. 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
ini dapat diunduh pada links berikut Semoga bermanfaat dan terimakasih Salam Edukasi...!

Anda mungkin juga menyukai