PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang perawat sangat berperan di dalam penanganan gawat darurat
dalam kasus trauma kepala, bagaimana cara kita melakukan pengkajian keperawatan
tentang trauma kepala sampai dengan melakukan evaluasi dari kasus yang telah
tersedia.
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera
kepala yang paling fatal adalah kematian. Akibat trauma kepala pasien dan keluarga
mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita
Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan
pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala
merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, diharapkan dengan penanganan
yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang
berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukkan
klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien 2 cedera kepala menggunakan
1
memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari
semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian
Sedangkan jenisnya dapat di bagi menjadi 2 yaitu trauma kepala sobek pada kulit
kepala dan fraktur pada tulang tengkorak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Pengkajian keperawatan pada pasien dengan cedera kepala.
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat
2
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Grace, 2006). Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi (pierce, 1995). Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi
pada otak yang disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan menjadi ringan, sedang,
berat. Adapun kriteria dari masing-masing tersebut adalah :
b. Konkusi
e. Kejang
3
b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c. Tanda neurologis fokal
d. Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
Cedera kepala dapat menyebabkan gangguan pada saraf kranial jika mengenai
batang otak karena edema otak atau perdarahan pada otak. Macam saraf kranial
antara lain :
a. Nervus Olfaktorius (Nervus Kranialis I) Berfungsi sebagai saraf pembau yang
keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan)
dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II) Mensarafi bola mata, membawa rangsangan
penglihatan ke otak.
orbital. Saraf ini berfunsi sebagai pemutar mata yang pusatnya terletak
saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga,
2) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
g. Nervus Fasialis (Nervus Kranialis VII) Sifatnya majemuk (sensori dan motori)
untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk
menghantarkan rasa pengecap
4
h. Nervus Akustikus (Nervus Kranialis VIII) Sifatnya sensori, mensarafi alat
pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak.
Fungsinya sebagai saraf pendengar
tambahan;
l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII) Saraf ini mensarafi otot-otot lidah,
fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung
(Smeltzer, 2001).
B. Etiologi
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal
diantaranya adalah :
1. Pukulan langsung Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup
injury) atau pada sisi yang berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam
sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma
robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak, menyebabkan cedera
aksonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral
3. Tabrakan Otak seringkali terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat
5
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misalnya
kecelakaan, dipukul dan terjatuh
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum
C. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena trauma tajam atau tumpul seperti terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang dapat mengenai kepala dan otak
sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan pada funsi otak dan seluruh sistem
dalam tubuh. Bila trauma mengenai ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala dan pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan. Apabila
dan peningkatan volume darah di otak sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan fraktur
yang dapat menyebabkan desakan pada otak dan perdarahan pada otak, kondisi ini
dapat menyebabkan cidera intra kranial sehingga dapat meningkatkan tekanan intra
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang 19 mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Borley & Grace, 2006)
D. Manifestasi Klinik
cedera otak :
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
6
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
7. Pembedahan.
F. Komplikasi
1. Cidera kepala yang tidak teratasi dengan segera atau tidak optimal dalam terapi
maka dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu Edema paru Edema paru
terjadi akibat refleks chusing yang disebabkan peningaktan tekanan intra kranial
yang berakibat terjadinya peningkatan respon simpatis. Peningkatan
7
vasokonstriksi tubuh secara umum akan lebih banyak darah yang dialirkan ke
paru. Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan dalam
berpindahnya cairan ke aleolus. Kerusakan difusi oksigen dan karbondioksida
dari darah akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial lebih lanjut.
2. Kebocoran cairan serebrospinal Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen yang terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari.
dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cidera.
4. Diabetes insipidus Disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
arteria, hematoma subdural berasal dari vena yang ruptur yang terjadi di
durameter dan korteks, dimana pembuluh darah kecil sinus vena pecah
atau terjadi perdarahan atau jembatan vena bagian atas pada interval
yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan 23
8
jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater.
Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa
Fraktur kranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di korteks terluka.
Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time".
Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat
sangat tinggi
2) Hematoma subdural kronik Hematoma subdural kronik seringkali
penderita mengeluh sakit kepala. Tanda dan gejala yang lain khas
atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian
ulkus dan perdarahan saluran cerna. Penderita cedera kepala akan mengalami
2004).
9
G. Pengkajian Dan Pemeriksaan Penunjang
1. Pengakajian
a. Dasar data pengkajian pasien
Pengkajian data dasar meliputi tipe, lokasi, keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ vital
disritmia)
disfagia)
10
i. Pernapasan Gejala: perubahan pola napas(apnea yang diselingi
hiperventilasi), napas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi)
11