Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi
megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini melakukan replikasi inti
endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan
lobus inti menjadi kelipatannya.
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu
kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik
merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Purpura trombositopenia idiopatik merupakan suatu kelainan didapat yang berupa
gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya
penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retukuloendotel akibat adanya auto
antibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari immunoglubolin G.
Adanya trombositopenia pada IPT ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem
hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular factor koagulasi darah
terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostatis normal. Manifestasi klinis
IPT sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat
mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimtomatik. Oleh karena
merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan
konversional dalam pengobatan ITP. Pengobatan sangat ditentukan oleh keberhasilan
mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan
penanganan akibat perdarahan fatal ataupun penanganan-penanganan pasien yang gagal
atau relaps.
Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2, yaitu primer (idiopatik) dan sekunder.
Diperkirakan insidensi ITP terjadi pada seratus kasus per 1.000.000 tahun dan kira-kira
setengah terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit mengalami distruksi secara
premature sebagai hasil dari deposisi autoantibody atau kompleks imun dalam membrane
sistem retikuloendotel limpa dan umumnya dihati.

1
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan
autoimun dimana autoantibody Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas
apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit
dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering
pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief
mansoer, dkk).
Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena
itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan
penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di
rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak
boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan.
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan
kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan khusus, minimal
setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah semisalnya harus dicabut,
tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Mengonsumsi makanan atau minuman yang
sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus
hemofilia berat).
Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat
meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan. Olahraga
secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh.
Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan. Jadi, siapa bilang
penderita hemofilia tidak dapat beraktifitas dan menjalani hidup layaknya orang normal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA ( ITP )


1. Definisi ITP
Purpura Trombositopenia Idiopatik (ITP) adalah suatu gangguan autoimun
yang ditandai daengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 150.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di
limpa.
Insiden ITP pada anak antara 4,0- 5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi
pada anak-anak usia antara 2-6tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang
menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia Idiopatik pada anak berkambang
menjadi bentuk ITP kronik pada beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas.
Insiden ITP kronis pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic
berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak
cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka
memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari
Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan
kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi
antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung.
Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-
laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan
suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun
sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit
berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping
darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel

3
sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan
kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu
sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan
mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka.
Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan
kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP
bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam
organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun
yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 15.000/L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di
limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi
perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah
platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan
membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti
bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit
dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh
pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di
pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4m.
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam
susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik
dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika
mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih
4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter.
Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu
ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang
lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang
disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan
trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.

4
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah
infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa
yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah
satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun.
Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun
2000.

2. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi ITP

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi
melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit
mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal,
antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke
dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan
trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar
kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem
imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun
menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center,
2008).
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus,
intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas),
kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular
diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer
(idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila
kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan
kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information
center, 2008)

5
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti
heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan
trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan
dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang
banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi,
immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.

3. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi ITP

Tanda dan gejala

a. Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.

b. Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit.

c. Epistaksis.

d. Perdarahan mukosa mulut.

e. Menoragia.

f. Memar.

g. Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.

h. Hematuria.

i. Melena.

4. Patofisiologi ITP
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit yang spesifik yang
berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi
oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc makrofag. Pada tahun 1982 Van
Leeuwen pertama mengidentifikasi membran trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41)
sebagai antigen yang dominan dengan mendomontrasikan bahwa elusi autoantibodi
dari trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.
Diperkirakan bahwa ITP diperantarai oleh suatu autoantiodi, mengingat
kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari ibu yang menderita
ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopeni pada orang
sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang pasien ITP. Trombosit

6
yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan dilien
dan di hati setelah berkaitan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag
jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme kompensasi dengan
peningkatan prroduksi trombosit. Pada sebagian kecil yang lain, produksi trombosit
tetap terganggu, sebagian akibat destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh
makrofag di dalam sumsum tulang, atau karena hambatan pembentukan megakariosit,
kadar trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit normal.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi
ITP untuk berkaitan dengan trombosit yang secara genetik kekurangan kompleks
glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil dan V dan determinan trombosit yang lain.
Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap berbagai antigen yang berbeda.
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi,
akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi
antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopeni.
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa
memerlihatkan retriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang berasal
dari displai phage menunjukkan penggunaan gen V. Palacakkan pada daerah yang
berkaitan dengan antigen dari antibodi-antibodi ini menunjukkan bahwa antibodi
tersebut berasal dari klon sel B yang mengalami seleksi afinitas yang diperantarai
antigen dan melalui mutasi sonatik. Pasien ITP dewasa sering menunjukkan
peningkatan jumlah HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan
peningkata profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T helper dan selT
helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini sel T akan merangsang sintesis antibodi setelah
terpapar oleh protein alami. Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan sel
T yang bertahan lama tidak diketahui dengan pasti.
Kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang glikoprotein
Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.

5. Pemeriksaan Diagnostic Pada ITP

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hal-hal sebagai berikut :

7
a. Trombositopenia

b. Retikulositosis ringan

c. Anemia bila terjadi perdarahan kronis

d. Waktu perdarahan memanjang

e. Retraksi bekuan terganggu

f. Pada sum-sum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak
mengandung trombosit

Antibody monoclonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada membrane


trombosit mempunyai spesifisitas 85%, belum digunakan secara luas.

6. Penatalaksanaan Medik pada Kasus ITP

a. ITP akut .

1) Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa pengobatan karena


dapat sembuh secara spontan.
2) Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
berikan kortikosteroid.
3) Pada trombositopenia akibat KID dapat diberikan heparin intravena.
Pada pemberian heparin sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu
protamin sulfat.
4) Bila keadaan sangat gawat (terjadi perdarahan otak atau saluran cerna),
berikan transfusi suspensi trombosit.

b. ITP menahun

1) Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan: prednison 2-5 mg/kgBB/hari


perorat.
2) Imunosupresan: 6-merkaptopurin 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral;
azatioprin 2-4 mg/ kg/BB/hari peroral; siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari
peroral.

8
3) Splenektomi, bila: resisten setelah pemberian kombinasi
kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3 bulan, remisi spontan
tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan
gambaran klinis sedang sampai berat, atau pasien menunjukkan respons
terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang tinggi untuk
mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa perdarahan. Kontraindikasi
splenektomi: usia sebelum 2 tahun karena fungsi limpa terhadap infeksi belum
dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain, seperti hati, kelenjar getah
bening, dan timus. Pengobatan ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah
trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya perdarahan
mayor. Terapi umum meliputi menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk
mencegah trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi farmakologis ialah dengan
prednisone atau prednisolon 1,0-1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya
terjadi dalam minggu pertama. Bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan
sampai 1 bulan, kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan
AT < 30.000 /uL menjadi AT > 50.000 /uL setelah 10 hari terapi awal dan
terhentinya perdarahan. Respons dikatakan menetap bila AT menetap >
50.000 /uL setelah 6 bulan follow up. Imunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1
g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi perdarahan
internal, kegagalan terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya
purpura yang progresif. Hampir 80% pasien berespon baik dengan cepat
meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Pasien dewasa
yang relaps, simptomatik persisten dan trombositopenia berat (AT < 10.000
/uL) serta tidak berespons dengan kortikosteroid, immunoglobulin iv dan
immunoglobulin anti-D perlu dipertimbangkan untuk splenektomi. ITP kronik
refrakter (25-30% pasien ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapi
kortikosteroid dosis standard dan splenektomi serta terapi lebih lanjut karena
AT yang rendah (AT < 30.000 /uL menetap lebih dari 3 bulan) atau terjadi
perdarahan klinis. Apabila pasien dengan terapi standar kortikosteroid
tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi (lini kedua) yang dapat
dipergunakan antara lain steroid dosis tinggi, metilprednisolon, Ig IV dosis
tinggi, anti-D intravena, alkaloid vinka, danazol, kombinasi imunosupresif

9
dan kemoterapi, dapsone. Penggunaannya bisa secara tunggal maupun
kombinasi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan umum pasien jika
memungkinkan.

Bagi mereka yang gagal dengan lini pertama dan kedua masih ada pilihan
terapi yang terbatas, meliputi interferon alfa, anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat
mofetil, protein A columns dan terapi lainnya. Campath-1H dan rituximab adalah
obat yang paling direkomendasikan dalam lini ketiga ini jika dibandingkan dengan
pilihan terapi lainnya berdasarkan pertimbangan risiko: rasio manfaat.

7. Pencegahan

a. Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat


dicegah komplikasinya.
b. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat
mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
c. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan
d. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.
Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini
penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak
memiliki limfa.
e. Jika pengobatan Prednisone. tidak juga banyak membantu, organ limpa penderita
mungkin akan dikeluarkan melalui tindakan operasi. Organ ini yang
memproduksi sebagian besar antibodi yang selama ini menghancurkan sel-sel
darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga berfungsi untuk
menghancurkan sel-sel darah yang tua atau rusak. Di lain pihak, bagi orang
dewasa yang sehat, tindakan operasi pengeluaran organ limpa bukanlah kategori
tindakan medis yang serius.

8. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan ITP

a. Vitamin D
Fungsi : Berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi, membantu
pembekuan darah. Sumber : Ikan salmon dan sardin, udang, susu. Takaran yang
dianjurkan : 400 IU/hari

10
b. Vitamin K
Fungsi : Membantu pembekuan darah pada luka Sumber : Brokoli, ayam, daun
bayam, minyak zaitun, minyak kacang kedelai. Takaran yang dianjurkan : 120
mcg/hari.
c. Lemak
Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya. Fungsi
pokok lemak bagi tubuh ialah menghasilkan kalori terbesar dalam tubuuh manusia
(1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori), sebagai pelarut vitamin A,D,E,K, sebagai
pelindung terhadap bagian-bagian tubuh tertentu dan pelindung bagian tubuh pada
temperatur rendah.

9. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak Dengan ITP
(Secara Umum)
a. Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan
melalui rute abnormal (gusi berdarah) dan kurangnya pengetahuan.
b. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa
oksigen
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
e. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan
pengetahuan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi

B. HEMOFILIA
1. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekeurangan salah satu faktor
pembekuan darah. Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua
kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih
sayang.Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari
ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.Darah pada seorang penderita
hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan
darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang

11
normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit;
seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan
sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada
persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Hemofilia terdiri dari 2
jenis dan seringkali disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan.
Untuk kewaspadaan medis, penderita hemofilia harus mengenakan gelang atau kalung
penanda hemophilia

2. Klasifikasi atau Jenis-Jenis Hemophilia

Terdapat 2 jenis hemofilia:

1. Hemofilia A (Hemofilia klasik) adalah kekurangan faktor VIII, yang meliputi


80% kasus.

Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :

- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak
kekurangan faktor pembekuan pada darah.
- Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8
(Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.

2. Hemofilia B (penyakit Christmas) adalah kekurangan faktor IX.


Pola perdarahan dan akibat dari kedua jenis hemofilia tersebut adalah sama
- Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang
bernama Steven Christmas asal Kanada
- Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9
(Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses
pembekuan darah.

3. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi Hemophilia


- Mutasi genetic yag didapat atau diturunkan
- Hemophilia A yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (AHG)

12
- Hemophilia B yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma
Tromboplastic Antecenden)

4. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi Hemophilia


Bayi yang terkena berat dapat menderita pendarahan banyak setelah disunat.
Haematrosis nyeri dan berulang dan haematoma otot mendominasi perjalanan klinis-
dengan deformitas progresif dan pincang . Perdarahan yang memanjang terjadi setelah
pencabutan gigi. Haematuria lebih umum daripada perdarahan gastrointestinal.
Perdarahan operasi dan ruda paksa adalah mengancam jiwa baik pada pasien yang berat
dan ringan. Walaupun tidak biasa, perdarahan intraserebral spontan terjadi lebih sering
daripada penduduk umum dan merupakan sebab kematian penting pada pasien dengan
penyakit berat.
Berat penyakit sangat berhubungan dengan besar defisiensi factor pembekuan.
Makin nyata bahwa banyak penderita hemofili menderita penyakit hati subklinis, dan
beberapa memperlihatkan gambaran klnis hepatitis kronis. Mungkin bahwa ini sebagian
besar disebabkan banyak infusi produk darah dan akibat terkena virus hepatitis B, atau
non A, non B. AIDS telah dijelaskan pada kasus jarang. Pseudotumor haemofilic dapat
terjadi pada tulang panjang, pelvis, jari tangan dan jari kaki. Ini terjadi dari perarahan
sub periostal berulang dengan kerusakan tulang pembentukan tulang baru, perluasan
tulang dan fraktur patoogis. Adiksi obat karena kebutuhan berulang akan obat
analgetika adalah masalah pada beberapa orang belasan tahun atau dewwasa dengan
penyakit berat dan perusakan sendi progresif.
Tanda Hemofilia :
Penyakit ini ditandai dengan memar besar dan meluas dan perdarahan kedalam otot,
sendi dan jaringan lunak, meskipun hanya akibat trauma kecil. Hematuri spontan dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini dapat diketahui saat awal masa
kanak kanak, biasanya saat usia sekolah.

Gejala Hemofilia :
Pasien yang mengalami hemofilia sering merasakan nyeri pada sendi sebelum tampak
adanya pembengkakkan dan keterbatasan gerak. Perdarahan sendi berulang dapat
mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis ( fiksasi )

13
sendi. Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi sebelum
mereka dewasa.
Komplikasi :
- Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia yaitu penimbunan darah
intra artikular yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara
progresif , hal ini menyebabkan penurunan sampai rusak nya fungsi sendi , sendi yang
sering mengalami komplikasi adalh sendi lutut , pergelangan kaki dan siku.
- Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering ditemukan jika tidak
dilakukan terapi pencegahan dengam memberikan faktor pembekuan darah bagi
hemofilia sedang dan berat sesuai dengan tindakan medis yang dilakukan sedangkan
perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartosis , perdarahan
intramuskular dan hematom . perdarahan intrakranial jarang terjadi namun jika terjadi
berakibat fatal .

5. Patofisiologi Hemofilia
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat terjadi kerena
gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini hanya akan di bahas gangguan
pada tahap pertama, dimana tahap pertama tersebutlah yang merupakan gangguan
mekanisme pembekuan yang terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi
pada hemofilia, dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang
berusia 3 bulan atau saat akan mulai merangkak maka akan terjadi perdarahan awal
akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat
fatal.Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh).Darah keluar
dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil kemudian Keping darah
(trombosit) akan menutup luka pada pembuluh apabila kekurangan jumlah factor
pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman ( Benang Fibrin) penutup luka tidak
terbentuk sempurna, akibatnya darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
Sehingga terjadilah perdarahan.

14
6. Pemeriksaan Diagnostic Pada Hemofilia
- Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah)
b. masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
- Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
- Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit
hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-
oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin).(Betz & Sowden,
2002)
- Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi
PTT memanjang. Terjadi penurunan pengukuran faktor VIII. Selanjutnya dapat
juga dilakukan pemeriksaan prenatal untuk gen yang bersangkutan.

7. Penatalaksanaan Medik
Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX yang
tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang mengandung 8 sampai
100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam
sampai pendarahan berhenti dan keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX
memiliki waktu paruh 24 jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan
plasma atau konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan
berhenti.
Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang mengelilingi
sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka sangat penting untuk
mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan berhenti dan kemerahan mu;ai
menghilang klien harus aktif dalam melakukan gerakan tanpa berat badan untuk
mencegah komplikasi seperti deformitas dan atrofi otot.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan kemerahan
pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena mungkin tidak diperlukan
untuk AHF. sistem pembekuan darah yang sifatnya hanya sementara, sehingga tidak
15
perlu dilakukan transfusi. Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk
menggantikan kekurangan faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam
plasma dan dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.
Penatalaksanaan secara umum :
o Medik
replacement Therapy
Injeksi
o Keperawatan
perawatan kesehatan secara umum
perawatan kesehatan khusus

Terapi dan Diet

a. Terapi suportif

Terapi ini berfungsi untuk menormalkan kadar faktor antihemifilia yang


kurang. Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

- Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan.


- Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.
- Untuk mengatasi perdarahan akut maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest,ice, compressio, elevation (RIC) pada lokasi perdarahan.
- Pemberian kortikosteriod, membantu untuk menghilangkan proses
inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut
hemartrosis. Pemberian predmison 0,5 -1 mg/kg BB/hari selama 5-7
hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi ( artrosis)
yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup
pasien hemofilia.
- Pemakaian analgetik diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan
nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetik yang tidak mengganggu
agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan
antikoagulan )

16
- Rehabilitasi medik; pada arthritis hemofilia meliputi: latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas ( hati-hati), penggunaan ortosis,
terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

b. Terapi pengganti faktor pembekuan

Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari


kecacatan fisik ( terutama sendi ) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan
aktivitas normal. Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia
dilakukan dengan memberikan faktor VIII atau faktor IX, baik rekombinan,
konsentrat, maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-
faktor pembekuan. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai
luka atau pembengkakan mermbaik, khususnya selama fisioterapi.

- Konsentrat faktor VIII/IX

Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu protrombin complex concentrates


(PCC) yang berisi faktor II, VII, IX, dan X, dan purifiat F IX concentrates yang
berisi jumlah F IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan trombosis
paradok sikal dan koagulasi intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah
konsentrat faktor pembekuan lain. Resiko ini dapat meningkat pada pemberian F
IX berulang. Waktu paruh F VII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan
volum distribusi dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.

- Kriopresipitat AHF

Adalah satu komponen darah non seluler yang merupakan konsentrat plasma
tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand. Diberikan
apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-
100 U F VIII dapat meningkatkan F VIII 35%. Efek sampingnya terjadi alergi dan
demam.

c. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin ( DDAVP) atau Desmopresin.

Untuk merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4


kali, namun bersifat sementara. Pemberian secara intravena dengan dosis 0,3

17
mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0.9% selama 15-20 menit dengan lama kerja 8 jam.
Dengan efek memuncak dalam waktu 30-60 menit. Pemeberian DDAVP untuk
pencegahan perdarahan dilakukan setiap 12-24 jam. Efek sampingnya berupa
takikardi, flushing, trombosis dan hiponatremia.

d. Antifibrinolitik

Digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan


cara menghambat proses fibrinolisis. Dapat diberikan secara oral maupun intravena
untuk Epsilon aminocaproic acid (EACA ) dengan dosis awal 200 mg/kg BB
diikuti 100 mg/kg BB setiap 6 jam. Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25
mg/kg BB ( maksimal 1,5 gr ) secara oral atau 10 mg/kg BB ( maksimal 1 gr )
secara intravena setiap 8 jam. Juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan
parenteral, terutama salin normal.

e. Terapi Gen

Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivivo dengan memindah fektor
adenovirus yang membawa gen antihemofilia kedalam sel hati. Gen F VII relatif
lebih sulit dibandingkan Gen F IX, karena ukurannya ( 9 kg ) lebih besar, namun
pada akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based F
VIII secara ex vivo ke fibroblas.

8. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia

18
Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan dalam
pembekuan darah yang normal. Vitamin ini di anjuran jika pasien sudah
mengalami perdarahan.
Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Kebanyakan sumber vitamin
K didalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem pencernaan.
Anda dapat memperoleh vitamin K dari makanan seperti hati, sayur-sayuran
berwarna hijau yang berdaun banyak, sayuran sejenis kobis (kol) dan susu.
Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada susu kedelai, teh hijau,
susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti
yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi
produksi vitamin ini.

9. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak Dengan
Hemofilia (Secara Umum)

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor resiko


kehilangan cairan melalui rute abnormal (perdarahan)

b. Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi


c. Risiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek perdarahan pada
sendi dan jaringan lain.
d. Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit serius

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Setiap gangguan hematolgi sama tetapi penatalaksanaan dalam implikasi perawat


berbeda dengan lansia dan dewasa. Terutama pada kasus ITP maupun hemophilia seorang
perawat harus mengetahui perkembangan pada anak dan bayi dengan mempunyai
pengetahuan,keterampilan yang baik. Gangguan hematologi perawat harus mengetahui
etiologi dan patofisiologi sehingga kita dapat mengetahui penyakit tersebut.

B. Saran

Diharapkan sebagai seorang perawat kita mampu menganalisa pada gangguan


hematologi dengan dalam pelaksanaan farmakologi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan gizi. Sehingga kita mampu menangani klien dengan gangguan
hematologi secara maksimal

20
DAFTAR PUSTAKA

Santosa,Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. 2003. Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia.


Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta

http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Makna_Hasil_Lab_An da

http://www.scribd.com/doc/77528349/askep-DIC

Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawardi, Endah. 2010. Waspada Penyakit Darah Mengintai Anda. Yogyakarta:


Hanggar Kreator

Watson, Roger. 2002. Anatomi Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: EGC

Gibson, John. 2003. Fisiologi Dan Anatomi Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta: EGC

Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press: Yogjakarta


Widodo, F.Y. 2004. Komponen Darah. Diakses dari
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Biokimia/DARAH.pdf

Komariyah, Maria. 2009. Metabolisme Eritrosit. Diakses dari pustaka.unpad.ac.id/wp-


content/uploads/.../metabolisme_eritrosit.

21

Anda mungkin juga menyukai