Anda di halaman 1dari 13

A.

TUJUAN

Mahasiswa dapat menyampling sinyal kontinu ke diskrit menggunakan Fs dan Ts yang


berguna dalam pengolahan sinyal Analog ke Digital.
B. DASAR TEORI

Pada pengolahan sinyal digital yang menggunakan input berupa sinyal analog perlu
proses awal yang bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama analog-to-digital
conversion (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses sampling, quantizing dan
coding. Demikian juga output dari processor digital harus melalui perangkat digital-to-analog
conversion (DAC) agar outputnya kembali menjadi bentuk analog. Ini bisa kita amati pada
perangkat seperti PC, digital sound system, dsb. Secara sederhana bentuk diagram blok dari
pengolahan sinyal dapat dilihat pada gambar 4.1.

Analog to Digital Converter

Ada tiga langkah dalam proses konversi :


1. Pencuplikan ( Sampling) : konversi sinyal analog ke dalam sinyal amplitudo kontinu
waktu diskrit.
2. Kuantisasi : konversi masing-masing amplitudo kontinu waktu diskrit dari sinyal
sample dikuantisasi dalam level 2B , dimana B adalah number bit yang digunakan
untuk reprentasi dalam Analog to Digital Conversion (ADC).
3. Pengkodean : Setiap sinyal amplitudo diskrit yang dikuantisasi direprentasikan
kedalam suatu barisan bilangan biner dari masing-masing bit.

Pada modul yang akan dibahas adalah proses sampling. Proses sampling merupakan
proses mengubah sinyal analog yang berbentuk sinyal waktu kontinu menjadi sinyal waktu
diskrit. Untuk mendapatkan sinyal waktu diskrit yang mampu mewakili sifat sinyal aslinya,
proses sampling harus memenuhi syarat Nyquist. Apabila proses sampling tidak sesuai
dengan syarat Nyquist maka akan terjadi aliasing sinyal. Aliasing merupakan proses dimana
sinyal waktu diskrit yang dihasilkan memiliki frekuensi yang berbeda dengan sinyal aslinya
sehingga tidak mewakili sifat sinyal aslinya.

Gambar 4.2. Aliasing Sinyal

Syarat Nyquis : fs > 2 fi

dimana:
fs = frekuensi sinyal sampling
fi = frekuensi sinyal informasi yanga kan disampel
Pada sebuah sinyal analog seperti sinusoidal, frekuensi berasal dari frekuensi informasi
dibagi dengan frekuensi sampling. Secara matematis dapat ditulisakan sebagai berikut:

(x1) = A sin (2 f t) f = fi/fs

Dengan :
f = Frekuensi
fi = Frekuensi informasi
fs = Frekuensi Sampling
Karena f = 1/T maka dapat dituliskan bahwa fs = 1/Ts
Dengan Ts = Periode Sampling.
Misalkan terdapat sebuah sinyal sinusoida dengan A = 3 dan f = 2 Hz. Seperti gambar 4.3.
Kemudian disampling menggunakan 20 fs maka gambar sinyal samplingnya adalah seperti
pada gambar 4.4.

Gambar 4.3. Sinyal Sinusoida Sebelum Disampling.

Gambar 4.4. Sinyal hasil sampling 20 fs.

C. PERANGKAT YANG DIPERLUKAN


- 1 (satu) buah PC multimedia OS Windows
- 1 (satu) Perangkat lunak Matlab.
D. LANGKAH-LANGKAH PERCOBAAN
4.1. Sampling Sinyal Menggunakan Fs
Mengacu pada penjelasan dasar teori, proses sampling dapat dilakukan menggunakan
langkah-langkah berikut ini:
1. Bangkitkan sinyal analog menggunakan perintah:
A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
2. Sampling sinyal analog menggunkan perintah:
Fs=30;%frekuensi sampling
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
3. Bandingkan hasil sampling sinyal dengan sinyal aslinya menggunakan perintah:
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');
4. Coba anda rubah nilai Fs mulai dari 1 sampai dengan 20, dan lihat hasil sinyal sampling
yang tampil kemudian bandingkan dengan sinyal aslinya.

5. Pada frekuensi sampling berapa saja akan terjadi aliasing sinyal, jelaskan alasannya!

6. Hitung nilai sinyal informasi yang ada pada sinyal setiap anda merubah nilai Fs

4.2.Sampling Sinyal Menggunakan Ts


Mengacu pada penjelasan dasar teori, proses sampling dapat dilakukan menggunakan
langkah-langkah berikut ini:
1. Bangkitkan sinyal analog menggunakan perintah:
A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
2. Sampling sinyal analog menggunkan perintah:
Ts=0.1;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
3. Bandingkan hasil sampling sinyal dengan sinyal aslinya menggunakan perintah:
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');
4. Coba anda rubah nilai Ts mulai dari 0.01 sampai dengan 0.9, dan lihat hasil sinyal
sampling yang tampil kemudian bandingkan dengan sinyal aslinya.

5. Pada frekuensi sampling berapa saja akan terjadi aliasing sinyal, jelaskan alasannya!

6. Hitung nilai sinyal informasi yang ada pada sinyal setiap anda merubah nilai Ts

E. HASIL PRAKTIKUM
4.1 Sampling Sinyal Menggunakan Fs

1. A=5; //Amplitudo Sinyal


t= 0:0.001:1; //untuk mengambil nilai dari rentang 0-1 dengan range 0.001
f = 3; //frekuensi sinyal
s1=A*sin(2*pi*t*f);//persamaan sinyal
plot(t,s1,'r','linewidth',2); //tampilkan pada plot t,s1 dengan garis warna
merah, ukuran garis=2
grid('on');//memberi titik koordinat putus-putus.

Gambar 1
2. Fs=30;%frekuensi sampling
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);//persamaan sinyal
stem(n,s2);//menampilkan sinyal diskrit nilai n,s2
grid('on');// memberi titik koordinat putus-putus.

3. A=5; Gambar 2
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=30;%frekuensi sampling
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2); //tampilkan pada plot t,s1 dengan garis warna
merah, ukuran garis=2
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 3

4. A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=1;//frekuensi Sampling ketika bernilai 1
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2); //tampilkan pada plot t,s1 dengan garis warna
merah, ukuran garis=2
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 4

A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=7;//frekuensi Sampling ketika bernilai 10
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');
A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=10;//frekuensi Sampling ketika bernilai 10
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 5

A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=15;//frekuensi Sampling ketika bernilai 15
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');
A=5;
t= 0:0.001:1;
f = 3;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Fs=20;//frekuensi Sampling ketika bernilai 20
n=(0:Fs-1)/Fs;%proses normalisasi
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');//untuk menahan gambar sebelumnya agar tak tidak terhapus
ketika ditimpa gambar baru
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 6
4.2.Sampling Sinyal Menggunakan Ts

1. A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2); //tampilkan pada plot t,s1 dengan garis
warna merah, ukuran garis=2
grid('on'); //memberi titik koordinat putus-putus.

Gambar 7

2. Ts=0.1;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 8

3. A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Ts=0.1;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');
Gambar 9
4. A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Ts=0.01;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 9

A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Ts=0.07;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 10
A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Ts=0.3;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 11

A=10;
t= 0:0.01:0.9;
f = 2;
s1=A*sin(2*pi*t*f);
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
grid('on');
Ts=0.9;%periode sampling
Fs=1/Ts;
n=(0:Fs-1)/Fs;
s2=A*sin(2*pi*n*f);
stem(n,s2);
grid('on');
plot(t,s1,'r','linewidth',2);
hold ('on');
stem(n,s2);
grid('on');

Gambar 12
F. ANALISA

Pada percobaan 4.1 Gambar 1 adalah sinyal asli dimana sinyal tersebut memiliki
amplitudo=5, frekuensi=3. Kemudian untuk gambar 2 yang memiliki Fs=30 adalah sinyal hasil
sampling dari gambar 1 . Untuk gambar 3 yaitu gabungan dari gambar 1 dan gambar 2. Dari
gambar 3 dapat kita ketahui bahwa sinyal diskrit yang dihasilkan mampu mewakili sifat aslinya
yaitu frekuensi dari sinyal tersebut sama yaitu 3 yang berarti tidak mengalami aliasing. Mengapa
begitu? Karena dapat kita ketahui pada syntax frekuensi sampling=30 sehingga Fs>2fi yang
berarti memenuhi syarat nyquis sehingga tidak terjadi aliasing.

G. KESIMPULAN

DAFTAR RUJUKAN

Santoso, Tri Budi, dkk. 2012. Praktikum Sinyal dan Sistem. Surabaya: Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai