Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tetanus adalah keracunan akibat neurotoksin yang disebabkan oleh

Clostridium tetani dengan gejala klinis spasme otot dan kematian. Penularan

tetanus dapat terjadi melalui kontaminasi spora bakteri Clostridium tetani

yang tersebar ditanah dan kandang ternak (Sudoyo, 2009).

Kejadian tetanus dapat timbul karena dimulai oleh adanya perlukaan

tertutup yang terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani. Luka tertutup

tersebut dapat menimbumbul kondisi anaerob yang merupakan persyaratan

berkembangnya bakteri Clostridium tetani. Dalam jangka waktu tertentu

bakteri Clostridium tetani mengeluarkan eksotoksin yaitu berupa

tetanospasmin (neurotoksin). Toksin ini menimbulkan spasme terhadap otot-

otot tubuh yang bersifat periodik dan berat.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Pada tahun 1890,

ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin,

yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan

mengaktivasi derivat yang menghasilkan pencegahan dari tetanus (Harum,

2014).

Di negara berkembang seperti indonesia insiden dan angka kematian

tetanus masih cukup tinggi, mortalitas tetanus melebihi 50% dengan

perkiraan jumlah kematian 800.000-1.000.000 orang per tahun, sebagian

besar pada neonatus oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah

1
kesehatan. Dengan adanya penyebarluasan program imunisasi dunia, maka

angka kesakitan dan kematian telah menurun secara drastis (Laksmi, 2014).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ibu N
Tanggal Lahir : 1 Desember 1961
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pekerjaan : Swasta
Status : Menikah
Alamat : Undisan
Tanggal MRS : 30 September 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : kaku pada rahang
Riwayat Penyakit Sekarang : kaku pada rahang sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit, kaku dirasakan tiba-tiba
sekitar jam 7 pagi. Kaku pada rahang
menyebabkan pasien hanya dapat membuka
mulut sebesar 3 jari sehingga pasien
kesulitan berbicara, makan dan minum.
Sebelum mengalami kekakuan pada rahang,
pasien mengeluh demam, nyeri pada
seluruh tubuh, pusing sejak 3 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Satu minggu
sebelum timbul kaku pada rahang pasien
pernah tertusuk lidi pada telapak kaki kanan
dan tidak dilakukan perawatan luka yang
baik (dibersihkan dengan air hangat).

3
Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Ashma
(-), Jantung (-) dan lain-lain (-).
Riwayat Pengobatan : Imuninasi DPT (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada yang mengalami hal yang sama.
Riwayat Sosial : Merokok (-), alkohol (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda Vital
Kesadaran Umum : tampak sakit berat
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 10070
Respirasi : 20x/menit, tipe torakoabdominal
Suhu : 36C

2. Pemeriksaan Umum
Mata :
- Anemis : -/-
- Ikterus : -/-
- Refleks pupil : +/+, ukuran 3/3 isokor
THT :
- Tonsil : T1/T1
- Faring : hiperemis (-)
Bibir : trismus (+), 3 cm
Toraks : simetris
- Cor : S1S2 tunggal reguler; murmur (-);
besar: kesan normal
- Pulmo : suara nafas vesikuler, ronki -/-,
wheezing (-/-)
Abdomen : hepar dan lien dalam batas normal

4
Ekstremitas : keempat ekstremitas teraba hangat, luka tusuk
pada telapak kaki kanan

D. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Kranium : normocephali
Korpus vertebra :
- Opitotonus (+)
- Perut papan (+)
Tanda-tanda perangsangan selaput otak : meningismus (+)
Nervus cranialis : paresis dan parestesis (-)
Motorik :
- Tenaga
555 555
555 555

- Tonus

N N

- Refleks Fisiologis
++ ++
++ ++

- Refleks Patologis (-)


Sensorik : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Luhur : sesuai dengan tingkat pendidikan
Tanda-tanda Kemunduran Mental : (-)
Nyeri tekan saraf : -/-
Tanda Laseque : -/-
Lain-lain : (-)

5
E. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Topis :-
2. Diagnosis Kerja : Tetanus Generalisata
3. Diagnosis Banding : Epilepsi
Status Epileptikus
Meningitis Bakterial
F. TERAPI / TINDAKAN
IVFD NaCl 0,9% + 60 mg diazepam/24 jam
IVFD NaCl 0,9% : Dex 5% 1:1 20 tpm
Cefotaxime 3 x 1 gr (IV)
Metronidazol 3 x 500mg (IV)
Pantoprazol 2 x
Sanmol injeksi 3 x 1 gr (IV)
G. RESUME
Ibu N, usia 55 tahun datang dengan keluhan kaku pada rahang yang dirasakan
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sulit membuka mulut, berbicara,
makan dan minum. Sebelum munculnya kaku pada rahang, 3 hari sebelum
masuk rumah sakit pasien merasakan demam, nyeri pada seluruh tubuh dan
nyeri pada kepala. terdapat luka di telapak kaki karena terkena lidi 7 hari
yang lalu dan dibersihkan dengan air hangat. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit berat dengan kesadaran
compos mentis, trismus (+) 3 cm, opistotonus (+), perut papan (+), rhisnus
sardonikus (+), spatula test (+) dan meningismus (+).
H. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Tanggal Catatan Perkembangan
1/10/2016 S: pasien dikeluhkan kaku seluruh tubuh oleh keluarganya dan
mengeluarkan darah melalui mulut.
O: TD : 100/60 mmhg
N : 82x/menit
T : 36 C

6
RR : 22x/menit
Status neurologis
GCS : E4 V5 M6
KU : tampak sakit berat
Rhismus Sardonikus (+)
Trismus (3 cm)
Meningeal sign (+)
Spatula test (+)
Perut papan (+)
Opistotonus (+)
A: tetanus generalisata
P: - Pertahankan IVFD NaCl 0,9 % + 60 mg, diazepam 8
tpm
- Jika kejang bolus diazepam ampul (IV)
- KIE keluarga pasien
2/10/2016 S: pasien dikeluhkan kejang dari kepala sampai leher dan sakit
/ nyeri pada tangan kanan
O: TD : 120/80 mmhg
N : 82x/mnt
RR : 18x/mnt
S : 38
A: Tetanus Generalisata
P: IVFD NaCl 0,9% + 60 mg diazepam
Cefotaxim injeksi 3x1 gr (iv)
Metronidazole injeksi 3x500 (iv)
3/10/2016 S: pasien dikeluhkan kejang + nyeri pada tangan
O: TD: 110/70 mmhg
N: 80x/mnt
RR: 22x/mnt
T: 37 C

7
A: Tetanus Generalisata
P: IVFD NaCl 0,9 %
Dextrose 5% 1:1 tpm
Metronidazole 3x500 (iv)
Cefotaxim 3x1 (iv)
Sanmol 3x1000 (iv)
Pantoprazole 2x40 (iv)
Spasme berat : bolus diazepam 10 mg (iv) 2 mg/menit
4/10/2016 S: pasien dikeluhkan kejang terus menerus tanpa dirangsang
O: TD: 130/90 mmhg
N: 80x/mnt
RR: 22x/mnt
T: 37,5 C
Status neurologis
GCS : E2 V2 M5
KU : tampak sakit berat
Rhismus Sardonikus (+)
Trismus (1 cm)
Meningeal sign (+)
Spatula test (+)
Perut papan (+)
Opistotonus (+)
A: Tetanus Generalisata
P: Terapi lanjut.
5/10/2016 S: pasien dikeluhkan kejang terus menerus tanpa rangsangan
O: TD: 100/70 mmhg
N: 100x/mnt
RR: 26x/mnt
T: 37,5 C
Status neurologis

8
GCS : E2 V2 M5
KU : tampak sakit berat
Rhismus Sardonikus (+)
Trismus (1 cm)
Meningeal sign (+)
Spatula test (+)
Perut papan (+)
Opistotonus (+)
A: Tetanus Generalisata
P: Terapi lanjut.

9
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang
dihasilkan oleh Clostridium Tetani (Sudoyo, dkk., 2009). Penyakit ini
timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan
serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali
pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan
eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum menyebabkan
kekakuan, spasme dari otot bergaris. Di negara sedang berkembang seperti
Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup
tinggi. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Akhir
akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh
dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian telah menurun secara
drastis (Harum, 2014).
2.2 ETIOLOGI
Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani, berbentuk
batang yang langsing dengan ukuran panjang 25 um dan lebar 0,30,5 um,
termasuk gram positif dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat
dibedakan dari tipe lain berdasarkan flagella antigen. Kuman tetanus ini
membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan ujung yang butat, khas
seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan dalam air mendidih
selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan
selama 1520 menit pada suhu 121C. Bila tidak kena cahaya, maka spora
dapat hidup di tanah berbulanbulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat
merupakan flora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing,
tikus, ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam
anaerob dan kemudian berkembang biak. Bentuk vegetatif tidak tahan
terhadap panas dan beberapa antiseptik.

10
Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17C dalam media kaldu
daging dan media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula karena
kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan glukosa. Kuman tetanus tidak
invasif tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu
tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin merupakan protein dengan
berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan
cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni
dan kering. (Sudoyo, dkk., 2014).
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah
sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan
baik di samping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara
sedang berkembang termasuk Indonesia penyakit ini masih banyak
dijumpai, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang,
mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap
tetanus.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada
tahun 1915 dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1:5
tahun, sesuai dengan yang dilaporkan di Manado (1987) dan surabaya (1987)
ternyata insiden tertinggi pada anak di atas umur 5 tahun. Perkiraan angka
kejadian umur ratarata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok umur,
peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 519 tahun dan 2029
tahun, sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 3039 tahun
dan umur lebih 60 tahun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka
kejadian lebih banyak dijumpa pada anak lakilaki, dengan perbandingan 3:1
(Sudoyo, dkk., 2014).
Pada kasus ini diperoleh wanita usia pasien 55 tahun mengalami
tetanus hal ini tidak sesuai dengan teori diatas.

11
2.4 PATOGENESIS
Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui
luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk
(oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus
kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadangkadang luka tersebut hampir tak
terlihat. Pandi dkk (1965) melaporkan bahwa 70% pada telinga sebagai port
dentree, sedangkan beberapa peneliti melaporkan bahwa porte d'entree
melalui telinga hanya 6,5%.Bila keadaan menguntungkan di mana tempat
luka tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan
nekrotis, leukosit yang mati, bendabenda asing maka spora berubah
menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila
dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan
tetanolisin. Tetanospasmin sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan akan
mencapai saraf melalui dua cara.
1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujungujung
saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah
untuk seterusnya susunan saraf pusat (Laksmi, 2014).
Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan dapat mengganggu
fungsi dari sel-sel Renshaw yang bertugas sebagai penghambat dari sel
motorneuron, sehingga menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak
menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat
dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot (Ngoerah, 1991). Tetanospamin
juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga
terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat
yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine
Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir
lagi oleh antitoksin tetanus.

12
2.5 MANIFESTASI KLINIK
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 321 hari, namun dapat
singkat hanya 12 hari dan kadangkadang lebih dari 1 bulan. Makin
pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara
jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan
interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat
invasi maka inkubasi makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti
luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi,
ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Biasanya tetanus timbul secara
mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya
sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher
(kuduk kaku). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menunjukkan
trismus. Dalam 2448 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai
ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut
sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain
kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga
muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus'
(alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi), akibat kekakuan otototot leher bagian belakang
menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik
baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan,
sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta

13
tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi. Kesadaran penderita
tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang menonjol
sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otototot
laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia
dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung
kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat
disertai panas yang tinggi sehingga harus hatihati terhadap komplikasi atau
toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada kasus
yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi
yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan ariunia jantung.
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:
1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang.
2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila
dirangsang.
3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang
spontan.

Kriteria Phillips score

No Faktor Skor
1. Masa inkubasi

< 2 hari 5
2-5 hari 4
6-8 hari 3
11-14 hari 2
> 15 hari 1
2. Tempat infeksi
umbilikus 5
kepala/leher 4
badan 3

14
extremitas atas proximal 3
Extremitas bawah proximal 3
extremitas atas distal 2
extremitas bawah distal 2
Tidak diketahui 1
3. Imunisasi
belum pernah 10
mungkin pernah 8
pernah > 10 tahun yg lalu 4
pernah < 10 tahun yg lalu 2
imunisasi lengkap 0
4. Faktor penyerta
trauma yang mengancam 10
trauma berat 8
trauma sedang 4
trauma ringan 2
A.S.A derajat 1 1

Klasifikasi Ablett
Grade 1 (ringan)
Trismus ringan, spastisitas menyeluruh, tidak ada yang membahayakan respirasi,
tidak ada spasme, tidak ada disfagia

Grade 2 (sedang)
Trismus sedang, rigiditas, spasme singkat, disfagia ringan, keterlibatan respirasi
sedang, frekuensi pernapasan > 30
Grade 3 (berat)
Trismus berat, rigiditas menyeluruh, spasme memanjang, disfagia berat, serangan
apnue, denyut nadi >120, frekuensi pernapasan > 40
Grade 4 (sangat berat)

15
Grade 3 dengan ketidakstabilan otonom berat

Kriteria Patel Joag


Kriteria 1
rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang belakang.
Kriteria 2
Spasme, tanpa mempertimbangkan frekuensi maupun derajat keparahan.
Kriteria 3
Masa inkubasi 7 hari.
Kriteria 4
Waktu onset 48 jam dari kejang pertama.
Kriteria 5
Peningkatan suhu aksila 37,6 C

Dakar score
Dakar score
Faktor prognosis Score 1 Score 0
Periode inkubasi < 7 hari 7 hari atau tidak
diketahui
Periode onset < 2 hari 2 hari
Tempat masuk Umbilikus, luka bakar, Selain dari yang telah
uterus, fraktur terbuka, disebut, atau tidak
luka operasi, injeksi diketahui
intramuskular
Spasme Ada Tidak ada
Demam >38,4 derajat celcius <38,4 derajat celcius
Takikardi Dewasa >120 x/menit Dewasa < 120x/menit
Neonatus > 150 x/menit Neonatus < 150x/menit

16
Menurut Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade 1: ringan
Masa inkubasi lebih dari 14 hari
Period of onset > 6 hari
Trismus positif tetapi tidak berat
Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II: sedang
Masa inkubasi 1014 hari
Period of onset 3 had atau kurang
Trismus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis
tidak ada
Grade III: berat
Masa inkubasi < 10 hari
Period of onset 3 hari atau kurang- Trismus berat
Disfagia berat
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat
banyak dan takikardia.
Pada pasien ini masuk kedalam klasifikasi grade 3 (berat). Karena masa

inkubasi bakteri tetanospasmin pada tubuh pasien < 10 hari, dengan perjalanan

gejala berkembang secara progresif .

17
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
Gejala klinis; dan
Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis.
Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilainilai yang spesifik;
lekosit dapat normal atau dapat meningkat.Pemeriksaan mikrobiologi,
bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis kemudian
dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan
mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium Tetani.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal,
walaupun kadangkadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi
otot.Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada
pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik.
2.7 DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis bakterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya
menurun. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, di mana
adanya kelainan cairan serebrospinalis yaitu jumlah sel meningkat, kadar
protein meningkat dan glukosa menurun.
2. Poliomielitis
Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukkan lekositosis. Virus polio
diisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibodi meningkat.
3. Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang
ditemukan, kejang bersifat klonik. Keracunan strichnine pada keadaan ini
trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.

18
4. Tetani
Timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium
dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot adalah
karpopedal spasme dan biasanya diikuti laringospasme, jarang dijumpai
trismus.
5. Retropharingeal abses
Trismus selalu ada pada penyakit ini, tetapi kejang umum tidak ada.
6. Tonsilitis berat
Penderita disertai panas tinggi, kejang tidak ada tetapi trismus ada.
7. Efek samping fenotiasin
Adanya riwayat minum obat fenotiasin. Kelainan berupa sindrom
ekstrapiramidal. Adanya reaksi distonik akut, torsicolis dan kekakuan otot,
8. Kuduk kaku juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneumonia lobaris atas,
miositis leher dan spondilitis leher.
2.8 KOMPLIKASI
1. Pada saluran pernapasan
Oleh karena spasme otototot pernapasan dan spasme otot laring
dan seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi
sekresi saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau
minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat
obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya
terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
2. Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa
takikardia, hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.
3. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi
perdarahan dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna
vertebralis akibat kejang yang terusmenerus terutama pada anak
dan orang dewasa. Beberapa peneliti melaporkan juga dapat
terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

19
4. Komplikasi yang lain:
- Laserasi lidah akibat kejang;
- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu:
Bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks.
2.9 PROGNOSA
Dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Masa inkubasi
Makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan,
sebaliknya makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada
umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari maka tergolong berat
2. Umur
Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka
prognosanya makin jelek.
3. Period of onset
Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus,
misalnya trismus sampai terjadi kejang umum. Kurang dari 48 jam,
prognosa jelek.
4. Panas
Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka
prognosanya jelek.
5. Pengobatan
Pengobatan yang terlambat prognosa jelek.
6. Ada tidaknya komplikasi
7. Frekuensi kejang
Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya (Sudoyo, dkk., 2009).

20
Prognosis dari pasien ini dipengaruhi oleh masa inkubasi yang

pendek < 7 hari, waktu antara timbulnya gejala tetanus kurang dari 48 jam

disertai dengan adanya hiperpireksia.

2.10 PENGOBATAN / PENATALAKSANAAN


Prinsip Tatalaksana tetanus adalah sebagai berikut:

1. Eradikasi kuman

2. Netralisasi toksin

- HTIG (Human Tetanus Imuno Globulin)

Dewasa : 250 IU per IM

Anak-anak : 125 IU per IM

- ATS (Anti Tetanus Spasmin)

Dewasa : 1500 IU per IM

Anak-anak : 750 IU per IM

3. Terapi suportif

4. Rehabilitasi

5. Imunasi

a. Pengobatan Umum:
Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan
perawatan harus tenang.
Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
Bila perlu diberikan oksigen dan kadangkadang diperlukan
tindakan trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.

21
Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan
saliva maka dibersihkan dengan pengisap lendir.- Makanan dan
minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang mudah
dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori.
b. Pengobatan Khusus:
a. Anti Tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
- Toksin bebas dalam darah
- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam
darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf
tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin
harus dilakukan:
- Anamnesa apakah ada riwayat alergi;
- Tes kulit dan mata; dan
- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan
antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang
lain hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak
kemerahan dan bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara
intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat
suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm. Bila tes mata
dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bertahap
(Besredka).
Dosis

22
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987) dan
Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000100.000 u yang diberikan
setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian
lewat intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100
200 cc glukosa 5% dan diberikan selama 12 jam. Di FKUI, ATS
diberikan dengan dosis 20.000 u selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan
dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.
b. Antikonvulsan dan sedatif
Obatobat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal
dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol
kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan,
gerakangerakan volunter atau kesadaran.
Obatobat yang lazim digunakan ialah:
- Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis
0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahanlahan dengan dosis optimum 10
mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti
pemberian diazepam peroral(sonde lambung) dengan dosis 0,5
mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.- Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75
mg intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 59
mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Largactil
Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.
c. Antibiotik.
- Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium
Tetani.Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari
setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
- Tetrasiklin dan Eritromisin

23
Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.
Tetrasiklin : 3050 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.Eritromisin : 50
mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
d. Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.
e. Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
- Obstruksi larings; dan
- Koma.
f. Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer
2.11 PENCEGAHAN
1. Perawatan luka
Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora
tetanus.
2. Imunisasi pasif
Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:
- ATS dari serum kuda;
- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).
Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat
- 15003000 u i.m
- 30005000 u i.m.
Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata.Dosis TIHG:
250500 u i.mKapan kita memberikan ATS/TIGH atau Toksoid
Tetanus maupun antibiotik ? Hal ini tergantung dari kekebalan
seseorang apakah orang tersebut sudah pernah mendapat imunisasi
dasar dan boosternya, berapa lama antara pemberian toksoid dengan
terjadinya luka.
3. Imunisasi aktif

24
Di Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi
(PPI) selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka
kematian tetanus. Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam
bentuk DPT; DT dan TT.
- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar
- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak
dengan riwayat demam dan kejang TT: diberikan pada: ibu hamil anak
usia 13 tahun keatas.Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi,
imunisasi dilakukan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster
dilakukan pada usia 1,52 tahun dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan
adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara intramuskuler.

25
DAFTAR PUSTAKA

Harum, A. 2014. Dental Caries As a Risk Factor of Tetanus. J Medula Unila, Vol

3, No. 2.

Laksmi, N., K., S. 2014. Continuing Professional Development: Penatalaksanaan

Tetanus. CDK 222, Vol. 41, No. 11.

Ngoerah, Gede, I Gusti. 1991. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya:

Universitas Airlangga.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V.

Jakarta: Interna Publishing.

26

Anda mungkin juga menyukai