Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN AKHRIR PRAKTIKUM

BIOKIMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Biokimia

KELOMPOK : 5

KELAS : B

1. Neva Melinda M S (201310410311239)


2. Irma Nurtiana Safitri (201310410311149)
3. Alvinda L. Nisa (201310410311221)
4. Reffany diah (201310410311274)
5. Ahmad hadi (201310410311087)

DOSEN PEMBIMBING :

Dra. Uswatun Chasanah, Apt.,M.Kes


Dian Ermawati, Apt.,M.farm
Weka Nugraheni, S.Farm., Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
16 MEI , 2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB 1 FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA
ENZIM .................................................................................................................... 1
BAB 2 ANALISA PROTEIN ASAM AMINO .................................................... 33
BAB 3 PEMERIKSAAN GLUKOSA PADA URINE ......................................... 48

i
BAB 1 FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
KINERJA ENZIM
I. Tujuan Praktikum
1) Mengetahui pengaruh pH lingkungan terhadap kinerja enzim yang
terkandung dalam saliva
2) Mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap kinerja enzim yang
terkandung dalam saliva.
3) Mengetahui pengaruh modifier dan peningkatan enzim terhadap
kinerja enzim yang terkandung dalam saliva.
4) Memahami pengaruh denaturasi dan keberadaan inhibitor terhadap
kinerja enzim urease.
5) Mekanisme kerja enzim schardinger.
II. Prinsip Reaksi Biokim
1) Prinsip reaksi pada praktikum pengaruh pH, suhu, modifier dan
kadar trhadap kinerja enzim pada saliva

Struktur polimer amilosa

Pati secara alami terdapat pada tumbuhan dan berfungsi untuk


penyimpanan energi dalam bentuk polimer glukosa. Pada perlakuan
dengan kondisi asam ataupun dengan bantuan enzim, pati dapat
terhidrolissi menjadi dextrin ( campuran dari polisakarida dengan titik
lebur rendah, tersusun atas 3 8 unit glukosa), maltose, dan akhirnya
D-glukosa. Keberadaan pati dalam makanan dapat dideteksi dengan
larutan I2 . larutan akan berubah warna menjadi biru-hitam bila
mengandung pati.

2) Prinsip reaksi pada praktikum pengaruh denaturasi dan inhibitor


terhadap kinerja enzim urease

1
Enzim ini menguraikan ureum menjadi ammonium karbonat.
Ammonium karbonat, karena sifatnya alkalis, dapat dideteksi dengan
menggunakan indikator phenolphtalein, yang memiliki rentang pH 8,3
10 ( tak berwarna merah ). Kerja enzim urease akan
mengakibatkan perubahan pH larutan yang dapat dideteksi dengan
timbulnya warna tertentu di dalam larutan.
3) Prinsip reaksi praktikum mekanisme kerja enzim schardinger
Enzim schardinger terdiri dari dua jenis yaitu xanthin oxidase dan
xanthine dehidrogenase. Keduanya dapat mengalami interkonversi
satu sama lain sehingga dapat berubah dari jenis satu ke yang lainnya.
Didalam xanthine oksidase mengkatalisis oksidasi hypoxanthin
menjadi xanthin dan oksidasi xanthin menjadi asam urat. Xanthin
dehidrogenase juga mengkatalisis dehidrogenasi aldehida. Hydrogen
yang lepas ditangkap oleh suatu akseptor. Dalam praktikum in
methylene blue bertugas menjadi akseptor hydrogen.
III. Landasan Teori
Enzim adalah molekul komples berbasis protein yang dihasilkan
oleh sel-sel. Enzim ikut terlibat dalam berbagai reaksi biokimia. Tiap-tiap
enzim yang terdapat dalam tubuh kita dapat mempengaruhi reaksi kimia
tertentu.
Enzim berperan sebagai katalis organik, enzim mempercepat
kecepatan reaksi yang terjadi. Jika tidak ada enzim, reaksi kimia akan
menjadi sangat lambat. Berbagai reaksi juga mungkin tidak akan terjadi
jika tidak terdapat enzim yang tepat di dalam tubuh.
Enzim dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia berkali-kali
lipat. Studi telah menemukan bahwa enzim dapat mempercepat reaksi
kimia sampai 10 milyar kali lebih cepat. Zat kimia yang hadir pada awal
proses biokimia disebut sebagai substrat, yang mengalami perubahan
kimia membentuk produk akhir.
Konsentrasi substrat atau enzim dapat berdampak pada aktivitas
enzim. Selain itu, kondisi lingkungan seperti suhu, pH, kehadiran
inhibitor, dll turut mempengaruhi aktivitas enzim.

2
Dibawah ini dibahas lebih lanjut mengenai masing-masing faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim:
Suhu
Semua enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat bekerja
dengan biak. Laju reaksi biokimia meningkat seiring kenaikan suhu. Hal
ini karena panas meningkatkan energi kinetik dari molekul sehingga
menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul meningkat.
Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi lambat
karena hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim.
Namun, suhu yang ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Di bawah
pengaruh suhu yang sangat tinggi, molekul enzim cenderung terdistorsi,
sehingga laju reaksi pun jadi menurun. Enzim yang terdenaturasi gagal
melaksanakan fungsi normalnya. Dalam tubuh manusia, suhu optimum di
mana kebanyakan enzim menjadi sangat aktif berada pada kisaran 35C
sampai 40C. Ada juga beberapa enzim yang dapat bekerja lebih baik pada
suhu yang lebih rendah daripada ini.
pH
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH atau derajat
keasaman sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim
berubah bersama dengan perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan
enzim tetap stabil dan bekerja baik pada kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada
beberapa enzim tertentu yang bekerja dengan baik hanya di lingkungan
asam atau basa.
Nilai pH yang menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya
tergantung pada sistem biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika
nilai pH menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka struktur dasar
enzim dapat mengalami perubahan. Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat
mengikat substrat dengan benar, sehingga aktivitas enzim menjadi sangat
terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai benar-benar berhenti berfungsi.
Konsentrasi substrat
Jelas saja konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih
banyak jumlah molekul substrat yang terlibat dengan aktivitas enzim.

3
Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah berarti lebih sedikit jumlah
molekul substrat yang dapat melekat pada enzim, menyebabkan
berkurangnya aktivitas enzim.
Tapi ketika laju enzimatik sudah mencapai maksimum dan enzim
sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan konsentrasi substrat tidak
akan memberikan perbedaan dalam aktivitas enzim. Dalam kondisi seperti
ini, di sisi aktif semua enzim terus terdapat substrat, sehingga tidak ada
tempat untuk substrat ekstra.

Konsentrasi enzim

Semakin besar konsentrasi enzim maka kecepatan reaksi akan


semakin cepat pula. Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan
reaksi, tentunya selama masih ada substrat yang perlu diubah menjadi
produk.

Aktivator & Inhibitor

Aktivator merupakan molekul yang membantu enzim agar mudah


berikatan dengan substrat.

Inhibitor adalah substansi yang memiliki kecenderungan untuk


menghambat aktivitas enzim. Inhibitor enzim memiliki dua cara berbeda
mengganggu fungsi enzim. Berdasarkan caranya, inhibitor dibagi menjadi
2 kategori: inhibitor kompetitif dan inhibitor non-kompetitif.

Inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sama dengan molekul


substrat, inhibitor ini melekat pada sisi aktif enzim sehingga menghalangi
pembentukan ikatan kompleks enzim-substrat.

Inhibitor non-kompetitif dapat melekat pada sisi enzim yang bukan


merupakan sisi aktif, dan membentuk kompleks enzim-inhibitor. Inhibitor
ini mengubah bentuk/struktur enzim, sehingga sisi aktif enzim menjadi
tidak berfungsi dan substrat tidak dapat berikatan dengan enzim tersebut.

ENZIM SCHARDINGER

4
Enzim Schardinger merupakan enzim yang termasuk golongan
enzim oksidase terdapat antara lain di dalam susu ncubato dikenal pula
sebagai enzim xanthine oksidase karena dapat mengoksidase xanthine.
ncubator juga dapat mengoksidasi aldehid. Di dalam percobaan ini
ncubator blue digunakan sebagai penangkap hydrogen (Anonim, 2012).
Pada reaksi, formaldehid netral yang teroksidasi oleh enzim schardinger
yang terdapat dalam susu tersebut. Formaldehid memberikan gugus
aldehid yang dapat dioksidasi oleh enzim schardinger. Oleh karena itu,
susu yang tadinya berwarna biru setelah dimasukkan dalam inkubator
selama beberapa menit berubah warna menjadi putih.
IV. Alat Bahan, prosedur kerja, pembahasn dan kesimpulan
A. Pengaruh pH pada reaksi enzimatik
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Bejana Erlenmeyer
Pipet Volumetric
Tabung Reaksi (5 buah)
Stopwatch
b) Bahan
Larutan enzim E (Dibuat dengan mengencerkan saliva
1ml dalam 10ml air suling)
Larutan NaCl 0.9%
Larutan dapar (buffer) dengan PH 5,9; 7 ;8
Larutan substrat S (Larutan amilum solani 2%)
Larutan KI-I2
Larutan HCl 0.05N
II. Prosedur Kerja
1. Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada pH
5,9 ; 7 ; 8 sesuai yang ditentukan oleh pemimpin praktikum.
2. Siapkan tabung reaksi bersih, masing-masing beri tanda 0,
5, 10, 15, dan 20.
3. Siapkan Bejana Erlenmeyer dan pipet volumetric

5
4. Ambil berturut-turut 15ml larutan dapar pH yang telah
ditentukan bagi masing-masing kelompok 10 ml larutan S,
dan 6ml larutan NaCl 0.9% dan masukkan dalam
erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik dengan
gerakan memutar agar isinya tercampur rata.
5. Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10ml larutan
HCl 0.05N.
6. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dari erlenmeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi bertanda 0,
campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung
yang yang disumbat ibu jari tangan.
7. Siapkan stopwatch
8. Ambil dengan pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam
campuran larutan yang berada di erlenmeyer. Jalankan
stopwatch pada saat enzim dimasukkan. Goyangkan
erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar
isinya tercampur rata. Setelah itu jangan di goyangkan lagi.
9. Kira-kira setengah menit menjelang menit ke-5, ambillah
dengan pipet 1ml larutan dari labu erlenmeyer dan tepat
pada menit ke-5 masukkan kedalam tabung reaksi bertanda
5. Campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan
tabung reaksi yang disumbat ibu jari tangan.
10. Lakukan kembali prosedur seperti tahap 10 sekitar menit ke-
10, 15, dan 20. Lalu masukkan kedalam tabung reaksi
bertanda 10,15, dan 20.
11. Setelah semua selesai tambahkan beberapa tetes larutan KI-
I2 kedalam masing-masing tabung reaksi. Campur dengan
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat ibu
jari tangan.
12. Kira-kira 5 menit setelah penambahan KI-I2, bacalah
absorbance dari masing-masing larutan yang ada didalam
tanung reaksi.

6
13. Dari nilai absorbance yang terbaca, hitunglah persen substrat
yang tercerna pada menit ke- 0, 5, 10, 15, dan 20 dengan
rumus :
Persentase substrat yang tercerna pada menit t = (persentase
substrat semula) (Persentase substrat yang tersisa pada
menit t)
Jadi, persentase substrat yang tercerna pada menit t = 100%
- ATt/Ato x 100%
Keterangan : ATt = Absorbance larutan pada menit ke t
Ato = Absorbance larutan pada menit ke 0
15. Runutlah nilai persentase substrat yang tercerna pada ordinat
grafik yang menghubungkannya dengan lama
berlangsungnya reaksi (t) pada absisnya.Kurva yang
terbentuk disebut progress curve.
16. Bandingkan kinerja enzim pada berbagai suhu di atas dan
buatlah analisis mengapa demikian.
III. Bagan alir

Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada pH tertentu

Siapkan 5 tabung reaksi bersih, berimasing-masing tanda 0, 5 10


15 20
Siapkan erlenmeyer dan pipet volumetric

Ambil 15ml pH yang telah ditentukan tiap kelompok, 10 ml larutan s,


dan 6 ml larutan NaCl 0,9% dan masukkan ke dalam erlenmeyer. dan
goyangkan erlenmeyer

isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10 ml larutan HCl


0,05% N.

ambil 1 ml larutan di dalam erlenmeyer dan masukkan ke dalam


tabung reaksi yg bertanda 0, dan campurkan.

siapkan stopwatch
7
ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
setelah itu jangan di goyangkan lagi.

kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.

Lakukan kembali prosedur pada tahap menit ke-10, 15, 20.

Setelah semua selesai tambahkan 1ml larutan KI-I2, bacalah absorbance


larutan yang ada dalam masing-masing tabung reaksi. dan hitunglah persen
substrat yang tercerna.

IV. Data dan Hasil Pengamatan


Kelompok 5 (pH = 7)

No. Menit Absorbance


1. 0 0,154
2. 5 0,066
3. 10 0,049
4. 15 0,039
5. 20 0,045

Presentase substrat yang dicerna pada menit t


Pada menit 0
% substrat tercerna = 100% - (AT1/AT0x100%)
= 100% - (0,154/0,154x 100%)
= 0%

8
Pada menit 5
% substrat tercerna = 100% - (AT2/AT0x100%)
= 100% - (0,066/0,154x 100%)
= 57,14%
Pada menit 10
% substrat tercerna = 100% - (AT3/AT0x100%)
= 100% - (0,049/0,154x 100%)
= 68,18%
Pada menit 15
% substrat tercerna = 100% - (AT4/AT0x100%)
= 100% - (0,039/0,154x 100%)
= 74,68%
Pada menit 20
% substrat tercerna = 100% - (AT5/AT0x100%)
= 100% - (0,045/0,154x 100%)
= 70,78%

Kelompok 1 (pH = 5,9)

No. Menit Absorbance


1. 0 1,239
2. 5 0,398
3. 10 0,113
4. 15 0,045
5. 20 0,047
Kelompok 2 (pH = 7)

No. Menit Absorbance


1. 0 0,274
2. 5 0,243
3. 10 0,131
4. 15 0,104
5. 20 0,095

9
Kelompok 3 (pH = 8)

No. Menit Absorbance


1. 0 0,908
2. 5 0,674
3. 10 0,162
4. 15 0,069
5. 20 0,076
Kelompok 4 (pH = 5,9)

No. Menit Absorbance


1. 0 0,244
2. 5 0,978
3. 10 0,262
4. 15 0,121
5. 20 0,167

Kelompok 6 (pH = 8)

No. Menit Absorbance


1. 0 1,054
2. 5 0,891
3. 10 0,462
4. 15 0,293
5. 20 0,201

10
Progress curve

120

100

80
kelompok 1
60
kelompok 5
40 kelompok 8

20

0
0' 5' 10' 15' 20'

V. Pembahasan

Sumber enzim -amilase yang digunakan dalam penelitian ini


adalah saliva. Secara umum enzim -amilase terdapat pada tanaman,
jaringan mamalia, dan mikroba (Winarno, 1986)..sumber enzim
tersebut memiliki karakteristik dan lingkungan kerja yang berbeda
sehingga berbeda pula kemampuannya dalam menghidrolisis pati.

Faktor faktor yang sangat penting dalam menentukan aktivitas


enzimatik adalah suhu dan pH. suhu optimum enzim biasanya hampir
sama dengan suhu organisme asal enzim tersebut.Yazid dkk (2006).
Pada mamalia dan unggas, suhu tersebut berada di sekitar 37oC. Proses
hidrolisis pati dengan sumber enzim -amilase dari pankreon juga
dilakukan pada suhu 37-38o C, menyesuaikan suhu tubuh manusia.

11
Sedangkan Pengaruh pH pada aktivitas enzim, Secara umum enzim -
amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Guyton, 1997). Sebagai produk
makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh pH
terhadap aktivitas biologis dari enzim Sadikin (2002).

percobaan yang pertama kami lakukan adalah pegaruh suhu


terhadap aktaivitas enzim. Sebelumnya kami mengumpulkan air ludah
atau liur terlebih dahulu. Penambahan air liur pada pati di awal sebelum
proses ini berfungsi sebagai enzim yang akan mengkatalisis proses
hidrolisa senyawa pati, karena pada air liur terdapat enzim amylase
yang akan mengubah amilum menjadi maltosa, dan pati merupakan
amilum. Amylase pada air ludah ini juga sering disebut dengan enzim
ptialin. Proses perubahan amilum menjadi maltosa merupakan
hidrolisis. Bila amilum ditambahkan air liur (amilase) maka molekul-
molekulnya akan terhidrolisis manjadi maltosa dengan BM 360 dan
glukosa. Amilosa merupakan suatu polimer linear yang terdiri dari unit-
unit D-glukosa dalam ikatan 1,4 glukosida. Berbeda dengan
amilopektin, amilosa merupakan suatu polisakarida yang bercabang dan
terdiri dari unit-unit D-glukosa Pengaruh pH pada aktivitas enzim,
Secara umum enzim -amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Guyton,
1997). Sebagai produk makhluk hidup, secara teori selalu ada
kemungkinan dari pengaruh pH terhadap aktivitas biologis dari enzim
Sadikin (2002).Dalam lingkungan pH optimum, protein enzim
mengambil struktur tiga dimensi yang sangat tepat sehingga ia dapat
mengikat dan mengolah substrat dengan kecepatan yang setinggi-
tingginya. Di luar pH optimum tersebut, struktur tiga dimensi enzim
mulai berubah, sehingga substrat tidak dapat lagi duduk dengan tepat di
bagian molekul enzim yang mengolah substrat. Akibatnya proses
katalisis berjalan tidak optimum.

Dapat dilihat bahwa enzim amilase saliva memiliki pH optimal


pada pH 7, Namun Pada kurva yang diperoleh melalui percobaan

12
didapat pada pH 9, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang
tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi
enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah
pH lebih besar dari pH optimal. 3 dan 5, aktivitas enzim masih ada,
tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil
pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva
menjadi tidak aktif. Pada pH 9 dan 11, aktivitas enzim menurun karena
telah terlewati pH optimal dari enzim tersebut.

V. Kesimpulan

o Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan


peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu
optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun.
Suhu optimum enzim amilase salivarius adalah 37OC, sama dengan
suhu normal tubuh.

o Kecepatan reaksi enzimatik akan meningkat seiring dengan


peningkatan suhu sampai batas optimum. Setelah melewati suhu
optimum, maka kecepatan reaksi enzimatik akan kembali menurun.
Suhu optimum enzim amilase yang terdapat pada saliva adalah 37
oC, sama dengan suhu normal tubuh.

o Enzim memiliki aktivitas maksimal pada pH optimumnya (pH


optimum enzim amilase saliva adalah 7. Penurunan atau kenaikan
pH akan mempengaruhi aktivitas enzim.

B. Pengaruh suhu pada reaksi enzimatik

I. Alat dan Bahan


c) Alat
Bejana Erlenmeyer
Pipet Volumetric
Tabung Reaksi (5 buah)
Stopwatch
d) Bahan

13
Larutan enzim E (Dibuat dengan mengencerkan saliva
1ml dalam 10ml air suling)
Larutan NaCl 0.9%
Larutan dapar (buffer) dengan PH 6,5
Larutan substrat S (Larutan amilum solani 2%)
Larutan KI-I2
Larutan HCl 0.05N
II. Prosedur Kerja
14. Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada suhu
tertentu (0C, 27C, 60C) sesuai yang ditentukan oleh
pemimpin praktikum.
15. Siapkan tabung reaksi bersih, masing-masing beri tanda 0,
5, 10, 15, dan 20.
16. Siapkan Bejana Erlenmeyer dan pipet volumetric
17. Ambil berturut-turut 15ml larutan dapar PH 6.5, 3ml larutan
S, dan 6ml larutan NaCl 0.9% dan masukkan dalam
erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik dengan
gerakan memutar agar isinya tercampur rata.
18. Rendam erlenmeyer didalam air pada waterbath yang sesuai
dengan suhu yang telah ditentukan (untuk suhu 27C,
letakkan erlenmeyer pada meja praktikum). Jangan
mengeluarkan erlenmeyer dari waterbath untuk menghindari
perubahan suhu.
19. Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10ml larutan
HCl 0.05N.
20. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dari erlenmeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi bertanda 0,
campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung
yang yang disumbat ibu jari tangan.
21. Siapkan stopwatch
22. Ambil dengan pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam
campuran larutan yang berada di erlenmeyer. Jalankan

14
stopwatch pada saat enzim dimasukkan. Goyangkan
erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar
isinya tercampur rata. Setelah itu jangan di goyangkan lagi.
23. Kira-kira setengah menit menjelang menit ke-5, ambillah
dengan pipet 1ml larutan dari labu erlenmeyer dan tepat
pada menit ke-5 masukkan kedalam tabung reaksi bertanda
5. Campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan
tabung reaksi yang disumbat ibu jari tangan.
24. Lakukan kembali prosedur seperti tahap 10 sekitar menit ke-
10, 15, dan 20. Lalu masukkan kedalam tabung reaksi
bertanda 10,15, dan 20.
25. Setelah semua selesai tambahkan beberapa tetes larutan KI-
I2 kedalam masing-masing tabung reaksi. Campur dengan
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat ibu
jari tangaan.
26. Kira-kira 5 menit setelah penambahan KI-I2, bacalah
absorbance dari masing-masing larutan yang ada didalam
tanung reaksi.
27. Dari nilai absorbance yang terbaca, hitunglah persen substrat
yang tercerna pada menit ke- 0, 5, 10, 15, dan 20 dengan
rumus :
Persentase substrat yang tercerna pada menit t = (persentase
substrat semula) (Persentase substrat yang tersisa pada
menit t)
Jadi, persentase substrat yang tercerna pada menit t = 100%
- ATt/Ato x 100%
Keterangan : ATt = Absorbance larutan pada menit ke t
Ato = Absorbance larutan pada menit ke 0
17. Runutlah nilai persentase substrat yang tercerna pada ordinat
grafik yang menghubungkannya dengan lama
berlangsungnya reaksi (t) pada absisnya.Kurva yang
terbentuk disebut progress curve.

15
18. Bandingkan kinerja enzim pada berbagai suhu di atas dan
buatlah analisis mengapa demikian.
III. Bagan alir

Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada pH tertentu

Siapkan 5 tabung reaksi bersih, berimasing-masing tanda 0, 5 10


15 20

Siapkan erlenmeyer dan pipet volumetric

Ambil 15ml pH yang telah ditentukan tiap kelompok, 10 ml larutan s,


dan 6 ml larutan NaCl 0,9% dan masukkan ke dalam erlenmeyer. dan
goyangkan erlenmeyer

isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10 ml larutan HCl


0,05% N.

ambil 1 ml larutan di dalam erlenmeyer dan masukkan ke dalam


tabung reaksi yg bertanda 0, dan campurkan.

siapkan stopwatch

ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
setelah itu jangan di goyangkan lagi.

kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.

Lakukan kembali prosedur pada tahap menit ke-10, 15, 20.


16
Setelah semua selesai tambahkan 1ml larutan KI-I2, bacalah absorbance
larutan yang ada dalam masing-masing tabung reaksi. dan hitunglah persen
substrat yang tercerna.

IV. Data dan Hasil Pengamatan

No. Menit Absorbance


1. 0 1,595
2. 5 1,528
3. 10 1,515
4. 15 1,140
5. 20 0,713

Perhitungan untuk suhu 60C (kelompok 5)


Pada menit 0
% substrat tercerna = 100% - (AT1/AT0x100%)
= 100% - (1,595/1,595x 100%)
= 0%
Pada menit 5
% substrat tercerna = 100% - (AT2/AT0x100%)
= 100% - (1,528/1,595x 100%)
= 4,20%
Pada menit 10
% substrat tercerna = 100% - (AT3/AT0x100%)
= 100% - (1,515/1,595x 100%)
= 5,02%
Pada menit 15
% substrat tercerna = 100% - (AT4/AT0x100%)
= 100% - (1,140/1,595x 100%)
= 28,53%

17
Pada menit 20
% substrat tercerna = 100% - (AT5/AT0x100%)
= 100% - (0,713/1,595x 100%)
= 55,30%
Data rata-rata
Suhu 0C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 1 kelompok 2 rata-rata yang tercerna
0 1,927 1,831 1,879 0%
5 2,382 1,646 2,014 -7,18%
10 2,286 1,665 1,9725 -4,98%
15 2,466 1,663 2,0645 -9,87%
20 2,466 1,685 2,0755 -10,46%

Suhu 27C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 3 kelompok 4 rata-rata yang tercerna
0 1,589 2,451 2,020 0%
5 1,651 2,533 2,092 -3,56%
10 1,117 2,032 1,5745 22,05%
15 0,405 0,589 0,497 75,40%
20 0,119 0,229 1,174 91,39%

Suhu 60C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 5 kelompok 6 rata-rata yang tercerna
0 1,595 2,658 2,1265 0%
5 1,528 2,311 1,9195 9,73%
10 1,515 2,280 1,8975 10,77%
15 1,140 0,976 1,058 50,25%
20 0,713 0,352 0,5325 74,96%

18
Progress Curve

V. Pembahasan
Enzim, kerjanya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Misalnya adalah PH, suhu, konsentrasi substrat, kadar enzim, dan
pengaruh modifier. Pada praktikum kali ini, kami menguji
bagaimana pengaruh peningkatan kadar enzim dan modifier pada
reaksi enzimatik. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi
yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim
tersebut. Pada suatu konsentrasi enzim (Anna Poedjeadji,2002).
Sumber enzim -amilase yang digunakan dalam praktikum ini
adalah saliva. Secara umum enzim amilase terdapat pada tanaman,
jaringan mamalia, dan mikroba (Winarno, 1986). Sumber enzim

19
tersebut memiliki karakteristik dan lingkungan kerja yang berbeda
sehingga berbeda pula kemampuannya dalam menghidrolisis pati.
Faktor faktor yang sangat penting dalam menentukan aktivitas
enzimatik adalah suhu dan pH. Suhu optimum enzim biasanya
hampir sama dengan suhu organisme asal enzim tersebut. Pada
mamalia dan unggas, suhu tersebut berada di sekitar 37oC. Proses
hidrolisis pati dengan sumber enzim amilase dari pankreon juga
dilakukan pada suhu 37-38o C, menyesuaikan suhu tubuh manusia.
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim. Dari hasil percobaan pada suhu 0o C tidak
tejadi aktivitas enzim, yaitu ditandai dengan nilai persentase
substrat yang tercerna pada menit 0 = 0%, menit 5 = -7,18%, menit
10 = -4,98%, menit 15 = -9,87% dan menit 20 = -10,46%. Pada
suhu 27C didapatkan hasil persentase substrat pada menit 0 = 0%,
menit 5 = -3,56%, menit 10 = 22,05%, menit 15 = 75,40% dan
menit 20 = 91,39%. Pada suhu 60C didapatkan hasil persentase
substrat yang tercerna pada enit 0 = 0%, menit 5 = 9,73%, menit 10
= 10,77%, menit 15 50,25% dan menit 20 = 74,96%.
Dari data di atas , dapat disimpulkan bahwa suhu optimum
dari enzim amilase adalah 27C. Ini dapat dilihat dari presentase
substrat pada menit 20 yang sangat besar yaitu 91,39%. Pada suhu
27C enzim amilase dapat bekerja secara maksimal. Hal ini berbeda
dengan teori yang mengatakan suhu optimum dari enzim amilase
adalah 37C. Selain itu pada suhu 0C, enzim amilase sama sekali
tidak dapat bekerja yang ditunjukkan dengan persentase substrat
yang tercerna yang mencapai -10,46% pad menit ke 20. Pada suhu
ini seharusnya enzim berada dalam keadaan tidak aktif sehingga
tidak ada reaksi yang terjadi.
Pada suhu 60C dapat dilihat penurunan kadar/presentase
substrat yang tercerna pada menit ke 20 yaitu 74,96%. Ini
dikarenakan pada suhu 60C terdapat enzim yang terdenaturasi.

20
Akibatnya aktivitas enzim menurun dan berakibat pada persentase
substrat yang tercerna ikut menurun.
Temperatur mempengaruhi aktivitas enzim. Pada temperatur
rendah, reaksi enzimatik berlangsung lambat, kenaikan temperatur
akan mempercepat reaksi, hingga suhu optimum tercapai dan reaksi
enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur melewati
temperatur optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan
menurunkan kecepatan reaksi enzimatis.
VI. Kesimpulan
Dari data praktikum yang didapatkan, suhu optimum enzim
amilase adalah pada suhu 27C. Dimana peersentase substrat yang
tercerna pada menit ke 0 = 0%, menit ke 5 = -3,56%, menit ke 10 =
22,05%, menit ke 15 = 75,40%, dan menit ke 20 = 91,39%.
Temperatur sangan mempengaruhi aktivitas enzim. Apabila enzim
berada dibawaah suhu optimumnya maka reaksi akan berlangsung
lambat. Sedangkan apabila berada di atas suhu optimumnya maka
akan banyak enzim yang terdenaturasi sehingga aktivitasnya akan
menurun.
C. pengaruh modifier dan kadar enzim terhadap reaksi enzimatik
I. Alat dan Bahan
a) Alat:
Bejanaerlemeyer
Pipet volumentric
Buret
Tabungreaksi
Stopwatch
b) Reagensia
Larutanenzim B
LarutanNaCl 0,09%
Larutan HgCl2
Larutandapar (buffer) dengan pH 6,5
Larutansubstrat S

21
Larutan KI-I2
LarutanHCl 0,05N
II. Prosedure kerja
a. Siapkan 5 tabung reaksi bersih, berimasing-masing tanda
0,5,10,15,20,
b. Siapkan bejana erlemeyer dan pipet volumentric
c. Masukan 15ml larutandapar (buffer dg pH 6,5) 3ml
larutansubstrat S, 6ml aquadestdan 5 tetes
HgCl2kedalamerlemeyer.
Goyangkanerlemeyerbeberapadetikdengangerakanmemutar
agar isinyatercampur rata.
d. Isilahtabungmasing-masingdengan 10ml larutanHcl 0,05N
e. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dan labu erlemeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi yang bertanda 0,
campur isinyadengan beberapa kali membalikkan tabung yang
disumbat dengan ibu jari tangan.
f. Siapkan stopwatch
g. Pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam campuran larutan
yang berada dalam erlemeyer. Jalankan stopwatch tepat pada
saat enzim dimasukkan kedalam erlemeyer. Goyangkan
erlemeyer beberapadetikdengan gerakan memutar agar enzim
tercampur rata di dalam larutan. Setelah itu erlemeyer jangan
digoyangkan lagi. (Diamkan diatas meja).
h. Kira-kira menjelang menit ke 5 ambilah 1ml campuran cairan
dalam erlemeyer. Tepat pada menit ke 5 masukkan cairan &
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5,
campurlah isinyadengan beberapa kali membalikkan tabung
yang disumbatdengan ibujari.
i. Lakukan kembali prosedur seperti tahap diatas untuk tabung
reaksi yang bertanda 10,15,20.
j. Setelah semua selesai, tambahkan 1ml Larutan KI-I2buret ke
dalam masing-masing tabung reaksi. Campur merata dengan

22
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat
ibujari.
k. Baca absorbance larutan menggunakan alat spektro, hitung
persens ubstratdengan rumus:
i. t = 100% - (ATt/ATo x 100%)
l. Buat grafik (progress curve)
m. Bandingkan kinerjaenzim pada percobaan dengan kelompok
lain dan buat analisis mengapademikian.

Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada pH tertentu


III. Bagan alir
Siapkan 5 tabung reaksi bersih, berimasing-masing tanda 0, 5 10
15 20

Siapkan erlenmeyer dan pipet volumetric

Ambil 15ml pH yang telah ditentukan tiap kelompok, 10 ml larutan s,


dan 6 ml larutan NaCl 0,9% dan masukkan ke dalam erlenmeyer. dan
goyangkan erlenmeyer

isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10 ml larutan HCl


0,05% N.

ambil 1 ml larutan di dalam erlenmeyer dan masukkan ke dalam


tabung reaksi yg bertanda 0, dan campurkan.

siapkan stopwatch

ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
23
setelah itu jangan di goyangkan lagi.
kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.

Lakukan kembali prosedur pada tahap menit ke-10, 15, 20.

Setelah semua selesai tambahkan 1ml larutan KI-I2, bacalah absorbance


larutan yang ada dalam masing-masing tabung reaksi. dan hitunglah persen
substrat yang tercerna.

IV. Data dan hasil pengamatan


Kelompok 1
Aquadest

Menit (t) abs % substrat


0 1.542 0%
5 1,498 2,85%
10 1,818 46,95%
15 0,359 76,72%
20 0,127 91,76%

Kelompok 2
Kontrol + Nacl

Menit (t) abs % substrat


0 1.625 0%
5 1,204 2,9,91%
10 0,307 81,11%
15 0,097 94,03%
20 0,122 92,49%

24
Kelompok 3
Enzim 2ml + Nacl

Menit (t) Abs % substrat


0 2,333 0%
5 2,173 6,68%
10 1,297 44,40%
15 0,522 77,67%
20 0,227 90,27%

Kelompok 4
Enzim 2ml + aquadest 6ml

Menit (t) Abs % substrat


0 2,395 0%
5 0,209 91,27%
10 0,057 97,62%
15 0,067 97,20%
20 0,030 98,75%

Kelompok 5
HgCl2

Menit (t) Abs % substrat


0 1,635 0%
5 1,685 -3,06%
10 1,678 -2,63%
15 1,678 -2,63%
20 1,715 -4,89%

Kelompok 6
HgCl2

Menit (t) Abs % substrat


0 2,010 0%
5 2,345 -16,67%
10 2,408 -19,80%
15 2,408 -19,80%
20 2,408 -19,80%

25
Progress curve

120

100
kelompok 1
80
kelompok 2
60
kelompok 3
40
kelompok 4
20
kelompok 5
0
kelompok 6
0' 5' 10' 15' 20'
-20

-40

IV. Pembahasan
Konsentrasienzimmerupakansalahsatu factor paling penting
yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar
konsentrasi enzim, semakin cepat pula reaksi yang berlangsung.
Konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan reaksi seperti
halnya pada parktikum kali ini, dan perhitungan % substrat yang
dicerna data konsentrasi optimum enzim pada reaksi enzimatik
pada kelompok 4, dimana diberi perlakuan 2ml enzim, sedangkan
kelompok control dengan perlakuan 1ml enzim, substrat yang
dicerna sudah cukup baik, tetapi lebih sedikit dari kelompok 4.
Selain mengidentifikasi pengaruh konsentrasi terhadap
reaksi enzimatik, pada praktikum kali ini kita juga melakukan
percobaan terkait pengaruh modifier dalam hal ini inhibitor
(HgCl2) terhadap reaksi enzimatik. Inhibitor adalah substansi yang
memiliki kecenderungan untuk menghambat aktivitas enzim.
Secara structural enzim adalah protein, sehinggasifat-sifat protein
rusak oleh logam berat (Ag, Pb, Hg). Ion-ion logam berat seperti
Hg dapat mengurangi bahkan menghambat aktivitas enzim jika
ion logam berat ini berkaitan dengan enzim, enzim akan
mengalami denaturasi. HgCl2 merupakan inhibitor non kompetitif

26
irreversible. Inhibitor ini menghambat kerja enzim dengan cara
berikatan dengan enzim tetapi bukan pada sisi aktifnya, maka dari
data yang diberi inhibitor tidak sedikit pun substrat yang dicerna.
V. Kesimpulan
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatan
kecepatan reaksi enzimatik. Semakin besar konsentrasi enzim,
semakin besar/banyak pula produk yang terbentuk dalam tiap
waktu pengamatan. Adanya inhibitor dapat menghambat kerja
enzim karena berikatan dengan substratnya, HgCl2 merupakan
inhibitor non kompetitif irreversible. Pada praktikum kali ini
diperoleh konsentrasi optimum pada reaksi enzimatik yaitu pada
perlakuan enzim 2ml, lalu enzim 1ml dan terakhir pada
penambahan inhibitor yang tidak sedikit pun substrat yang
dicerna.
D. pengaruh denaturasi dan inhibitor terhadap enzim urease
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Hotplate
Beaker glass
Tabung reaksi
Mikropipet
Stirer
b) Bahan
Ureum 1% (urin murni)
Enzim urease (susu kedelai)
Indikator phenolphtalein 2%
Larutan sublimat
II. Prosedur Kerja
1. Siapkan 3 tabung reaksi, beri label A, B, C
2. Ambil 15 ml urin murni, tambahkan aqua ad 30 ml, aduk
homogen
3. Tambahkan 5 ml urin yang telah diencerkan dan 5 tetes indikator
phenolphtalein 2%padamasing-masing tabung reaksi
4. Pada tabung A, tambahkan 1 ml susu kedelai

27
5. Pada tabung B, tambahkan 1 ml susu kedelai yang sudah
dipanaskankemudian didinginkan lagi
6. Pada tabung C, tambahkan 1 ml susu kedelai dan 1 tetes larutan
sublimat
7. Kocok kuat ad homogen dan menunjukkan perubahan warna
8. Amati perubahan warna yang terjadi
III. Bagan Alir

Disiapkan 3 tabung reaksi, ditandai dengan A, B, dan C

Masing-masing tabung reaksi diisi dengan larutan 5 ml ureum 1%

Dalam tabung A + 1 tetes indikator phenolphthalein 2 % + 1 ml larutan


urease. Perhatikan warna larutan yang timbul

Tabung B + 1 tetes indikator PP 2% 1 ml larutan urease yang telah


dipanaskan sampai mendidih. Lihat perubahan.

Tabung C = 1 tetes indikator PP 2 % 1 ml larutan urease yang telah


ditetesi 1 tetes larutan sublimat.
IV. Data dan Hasil Pengamatan

28
V. Pembahasan
Pada tabung A, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai.
Hasil larutan dapat menunjukkan warna merah muda karena enzim
bekerja menguraian ureum dalam urin menjadi amonium karbonat
yang bersifat basa/alkalis, sehingga apabila diuji dengan indikator
phenolphtalein akan menunjukkan warna merah muda yang artinya
pH berkisar antara 8,3-10,0 (basa/alkalis).
Pada tabung B, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai yang
telah dipanaskan. Hasil larutan tetap putih, karena enzim yang
menguraikan ureum menjadi amonium karbonat tidak berfungsi
dengan baik, hal ini dikarenakan enzim yang bertindak sebagai
mediator telah rusak/denaturasi pada suhu tinggi.
Pada tabung C, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan sublimat. Hasil larutan
menunjukkan warna putih kemarahan karena enzim bekerja sangan
minimum oleh pengaruh inhibitor sublimat. Hal ini dikarenakan
amonia yang terbentuk sangat sedikit sehingga tidak memberikan
perubahan warna yang cukup signifikan dan diduga pH tidak berubah
secara signifikan pula. Sublimat merupakan logam berat yang dapat
menghambat kerja enzim secara irreversibel non-kompetitif. Sublimat
tersebut bekerja dengan menggangu sisi kofaktor enzim sehingga
enzim tidak teraktivasi dan reaksi gagal berlangsung. Namun
beberapa enzim yang tidak berikatan dengan inhibitor tersebut akan
teraktivasi dan menguraikan urea menjadi amonium karbonat yang
dapat menunjukkan sedikit perubahan warna oleh indikator
phenolphtalein.
VI. Kesimpulan
a. Enzim urease merubah urea menjadi amonium karbonat dan
karbondioksida.

29
b. Indikator PP mengindikasi adanya amonium karbonat dengan
menunjukkan perubahan dari larutan tak berwarna menjadi
larutan berwarna merah (bersifat basa/alkalis).
c. Enzim urease dapat mengalami kerusakan/denaturasi pada suhu
tinggi.
d. Enzim urease dapat dihambat oleh logam berat salah satunya
adalah sublimat.
E. Mekanisme kerja enzim schardinger
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Hotplate
Tabung reaksi
Mikropipet
Inkubator
b) Bahan
Enzim schardinger (susu sapi)
Indikator metylen blue formaldehid (MBF)
Cairan parafin

II. Prosedur kerja


a. Siapkan 3 tabung reaksi, tandai dengan P,Q, dan R.
b. Ke dalam tabung P dan Q tambahnkan masing masing 3
ml susu mentah, sedangkan ke dalam tabung R masukkan 3
ml susu yang sudah di masak.
c. Tambahkan 6 tetes methylene blue formaldehid ( 25 mg MB
dilarutkan dalam 195 ml air dan 5 ml formaldehid 40 %) ke
dalam ketiga tabung dan kocoklah sampai warnanya rata.
d. Tambahkan 8 tetes parafin cair ke dalam tabung P. Jangan
dikocok !
e. Inkubasi ketiga tabung pada 37 C selama 12 jam.
o

Amatilah perubahan warna yang terjadi dalam masing


tabung.

30
III. Bagan Alir
siapkan 3 tabung reaksi, tandai dengan P,Q,R

tabung P dan Q + masing-masing 3 ml susu mentah

pada tabung R + 3 ml susu yg sudah dimasak

+ 6 tetes methylen blue dalam ketiga tabung, kocok ad warna rata

+ 6 tetes methylen blue dalam ketiga tabung, kocok ad warna rata

+ 8 tetes parafin cair dalam tabung P. Tanpa dikocok

Inkubasi ketiga tabung pd 37oC selama 12 jam

Amatilah perubahan warna yang terjadi dalam masing tabung.

IV. Data dan Hasil Pengamatan

31
V. Pembahasan

Pada tabung P, larutan mempunyai warna putih kebiruan,


hal ini dikarenakan bukan hanya enzim schardinger yang bekerja,
melainkan terdapat bakteri yang belum mati selama proses inkubasi
sehingga mampu mengoksidasi metylen blue menjadi bentuk
reduksinya (putih). Kerja bakteri tersebut dapat optimal oleh cairan
parafin yang melapisi permukaan larutan yang menyebabkan larutan
tidak dapat kontak dengan udara (O2) karena bakteri tersebut
bekerja secara anaerob. Perubahan ini merupakan perubahan paling
cepat, karena dialokasikan pada larutan tersebut terdapat banyak
bakteri yang mampu menghasilkan senyawa-senyawa pereduksi
dalam kondisi anaerob
Pada tabung Q, larutan mempunyai warna biru keputihan,
hal ini dikarenakan enzim tak mampu lagi untuk mengoksidasi
formaldehida untuk memberikan warna putih karena senyawa-
senyawa pereduksi tidak dihasilkan dalam kondisi aerob. Larutan
yang dibiarkan bebas kontak dengan udara (O2) menyebabkan
reaksi tersebut berlangsung dalam kondisi aerob yang menurunkan
kerja dari enzim schardinger tersebut. Namun, pada reaksi tersebut
tidak dapat dinyatakan bahwa bakteri yang terkandung < dari
bakteri pada tabung P
Pada tabung R, larutan menunjukkan warna biru sepenuhnya
yang artinya enzim tidak menunjukkan aktivasi pada reaksi tersebut
karena enzim telah rusak/denaturasi pada suhu didihnya. Dan juga,
bakteri sulit menghasilkan senyawa reduksi yang mengubah warna
biru pada metylen blue menjadi putih karena bakteri sudah mulai
hilang / mati pada pemanasan susu sebelum diuji dengan metylen
blue. Semakin lama warna biru itu hilang, maka susu tersebut
semakin baik karena kandungan bakterinya sudah mulai berkurang
VI. Kesimpulan
Enzim schardinger bekerja pada kondisi anaerob
Pemanasan dapat merukan kerja enzim schardinger

32
Semakin lama warna biru berubah menjadi putih maka
semakin baik susu tersebut karena bakteri penghasil
senyawa reduksi semakin sedikit

BAB 2

ANALISA PROTEIN ASAM AMINO

I. Tujuan Praktikum
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara mengindentifikasi sifat
dan reaksi dari asam amino dan protein.
II. Landasan Teori

Protein merupakan molekul besar (berat molekulnya dapat sampai


beberapa juta). Terdapat dalam seluruh sel tubuh. Protein tersusun atas
kira-kira 20 macam asam amino yang berikatan satu sama lain dengan
ikatan peptida yang dibentuk antara gugus karboksil asam amino dengan
gugus amino dari asam amino berikutnya.

33
Protein pada umumnya diklasifikasikan atas daya larut dan
komposisi kimianya. Berdasarkan komposisi kimianya, protein dibagi
atas:

1.Simple Protein
Merupakan protein yang hanya mengandung 1-alfa-asam amino
atau derivatnya. Beberapa contoh Simple Protein antara lain: albumin,
globulin, glutein, protamin, albuminoid, dan histon.

2.Conjugated Protein
Merupakan protein yang bergabung dengan zat yang bukan
protein. Zat yang bukan protein ini disebut gugus prostetik. Beberapa
contoh Conjugated Protein antara lain: nukleoprotein, glikoprotein,
fosfoprotein, lipoprotein, dan metalloprotein.

Sifat-sifat struktural protein dianggap berada dalam 4 buah susunan


yaitu:

a. Struktur primer
Pada struktur ini terdapat rangkaian asam amino dan lokasi
setiap ikatan disulfida dikode dalam gen.

b. Struktur sekunder
Pada struktur ini ada pelipatan rantai polioeptida menjadi
multiplikasi motif terikat hidrogen seperti struktur -heliks dan
-pleted sheet. Kombinasi motif-motif ini dapat membentuk
motif supersekunder

c. Struktur tersier
Pada struktur ini hubungan antar-dominan struktural
sekunder dan antara-residu yang letaknya terpisah jauh dalam
pengertian struktur primer.

d. Struktur kuartener
Struktur ini hanya terdapat dalam protein oligomerik
(protein dengan dua atau tiga rantai polipeptid), menjelaskan

34
titik-titik kontak dan hubungan lainnya antara polipeptida atau
subunit ini.

Asam amino dan protein secara umum mempunyai sifat-sifat fisik


yang sama. Sebagai contoh, asam amino maupun protein mempunyai
gugus asam dan basa. Kelarutan protein dalam air juga berbeda,
tergantung dari banyaknya ion positif dan ion negatif yang terdapat dalam
protein. Protein bila dihidrolisis akan terurai menjadi beberapa jenis asam
amino. Aktivitas biologis protein tergantung dari bentuk tiga dimensi
asam-asam amino penyusunnya.

Destruksi atas bentuk tiga dimensi suatu protein disebut denaturasi.


Bentuk tiga dimensi tergantung atas ikatan hidrogen, ikatan interionik
(jembatan garam) dan ikatan disulfida. Suatu agent/zat-zat tertentu yang
dapat berinteferensi dengan ikatan-ikatan tersebut dapat mendenaturasi
suatu protein. Perubahan-perubahan yang terjadi pada protein akibat
denaturasi antara lain adalah berkurangnya daya larut protein, hilangnya
aktivitas protein (khususnya untuk enzim dan hormon), berubah atau
hilangnya sifat antigen.

Asam amino dapat digolongkan menjadi 7 golongan atas dasar


struktur rantai samping R.

Rumus umum asam amino:

COOH

H2 N C H

Asam amino dapat digolongkan menjadi 7 golongan atas dasar


struktur rantai samping R. Golongan tersebut adalah:

35
1. Asam amino dengan rantai samping alifatik, misalnya glisin,
alanin, valin, leusin, dan isoleusin.
2. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus
hidroksil, misalnya serin, treonin, dan tirosin.
3. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung sulifur,
misalnya sistein dan metionin.
4. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus asam
atau amida, misalnya asam aspartat, asparagin, asam glutamat, dan
glutamin.
5. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus basa,
misalnya arginin, lisin, dan histidin.
6. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung cincin
aromatik, misalnya fenil alanin, tirosin, dan triptofan.
7. Asam amino lain, misalnya prolin dan 4-hidroksiprolin.

Asam amino terdapat dalam molekul protein. Akan tetapi, ada juga
asam amino yang tidak terdapat dalam molekul protein, misalnya beta
alanin, taurin, gamma amino butirat, ornitin, dan sitrulin.

Asam amino memiliki beberapa sifat yang khas. Sifat-sifat tersebut


di antaranya adalah:

1. Kristal putih yang larut dalam asam dan alkali kuat


2. Beberapa di antaranya mampunyai rasa manis, misalnya
glisin, alanin, serin, dan prolin; rasa tawar, misalnya triptofan
dan leusin; dan rasa pahit, misalnya arginin
3. Mempunyai atom C asimetris (kecuali glisin) sehingga
mempunyai keaktifan optik
4. Bersifat amfoter
5. Pada pH isoelektrik, tidak bergerak dalam medan listrik.

Asam amino yang diperlukan oleh tubuh dibagi atas 2 kelompok:

36
1. Asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh sehingga mutlak didapat dari makanan. Contohnya adalah
triptofan, fenil alanin, lisin, treonin, valin, metionin, leusin, dan
isoleusin.
2. Asam amino non-esensial, yaitu asam amino yang dapat disintesis oleh
tubuh. Asam amino ini juga terdapat dalam makanan sebagai sumber
nitrogen.
III. Alat dan Bahan
a) Alat
Tabung reaksi + rak tabung reaksi
Pipet tetes
Beaker glass
Penangas air
Corong
Kertas saring
Batang pengaduk gelas ukur
Pembakar spirtus
Kaki tiga dan kasa
b) Bahan
Albumin A
Albumin V
Putih telur
Fenol 2%
Larutan (NH4)2SO4
Pereaksi Millon
Pereaksi Hopkins-Cole
Pereaksi Ninhidrin 0,1%
H2SO4 pekat
Larutan NaOH 10%
Larutan CuSO4
IV. Prosedur Kerja

37
a. Test Millon
Prinsip :
Reaksi ini disebabkan oleh derivat-derivat monofenol seperti
tirosin. Pereaksi yang digunakan adalah larutan ion merkuri/merkuro
dalam asam nitrat/nitrit. Warna merah yang terbentuk mungkin
disebabkan oleh garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.

prosedur :

Tambahkan % tetes pereaksi millon ke dalam tabung reaksi


yang telah berisi 3 ml albumin A, albumin V, putih telur, fenol 2%.
Panaskan campuran dengan hati-hati. Warna merah menyatakan hasil
positif. Jika reagen yang digunakan terlalu banyak maka warna akan
hilang pada pemanasan.

b. Test Hopkins-Cole
Prinsip :
Pereaksi yang digunakan mengandung asam glioksilat.
Triptofan berkondensasi dengan aldehida, dan dengan asam pekat
membentuk kompleks berwarna dari jenis asam 2,3,4,5-tetrahidro-
karbolin-4-karboksilat.

Prosedur :

Campurlah 2 ml larutan albumin A,albumin V, fenol 2%, dan


putih telur dengan 1 ml larutan Hopkins-Cole. Tambahkan dengan
hati-hati melalui dinding tabung asam sulfat pekat sebanyak 10 tetes.
Amati warna yang terbentuk pada pertemuan kedua cairan.

c. Test Ninhidrin
Prinsip :
Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk
aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan
CO2. Disamping itu, terbentuk kompleks berwarna biru yang
disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin yang bereaksi dengan NH3

38
setelah asam amino tersebut dioksidasi. Garam-garam ammonium,
amina, peptida, dan protein juga bereaksi tetapi tanpa melepaskan CO2
dan NH3.

Prosedur :

Dalam tabung reaksi yang berisi larutan 1 ml albumin A,


albumin V, fenol 2%, dan putih telur ditambah 0,5 ml larutan
Ninhidrin 0,1%. Letakkan pada pemanas air mendidih selama 10
menit.

d. Test Xanthoprotein
Metode :
Reaksi ini berdasarkan nitrasi inti benzen yang terdapat
dalam molekul protein. Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam lingkungan alkalis ia terionisasi dengan bebas
dan warnanya menjadi lebih tua atau menjadi jingga.

Prosedur :

Campurlah 2 ml larutan albumin A dengan 1 ml HNO3


pekat. Perhatikan terbentuknya endapan berwarna putih. Panaskan
hati-hati, endapan akan larut kembali dan larutan tersebut akan
berubah menjadi kuning. Dinginkan di bawah kran dan dengan
hati-hati (tetes demi tetes) tambahkan dengan larutan alkali pekat
(NaOH atau NH4OH). Ulangi percobaan pada larutan albumin V,
larutan fenol 2%, dan larutan putih telur.

e. Pengaruh Logam Berat


Prinsip :
Apabila protein direaksikan dengan logam berat, maka protein
akan mengalami koagulasi.
Prosedur :

Ke dalam 3 ml larutan albumin A, larutan lbumin V, putih


telur dan fenol 2% ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%. Ulangi

39
percobaan dengan menggunakan 5 tetes Pb-asetat 2% dan 5 tetes
FeCl3 2%

V. Data dan Hasil Pengamatan


a) Test millon
Reaksi ini disebabkan oleh derivat-derivat monofenol
Dinyatakan + memberikan warna merah yang artinya terbentuk
garam merkuri dalam tirosin yang ternitrasi.
Mekanisme :

Hasil pengamatan :

Larutan Uji Sebelum Setelah dipanaskan Hasil Uji


dipanaskan

Albumin A Ada yang Gumpalan merah +


menggumpal

Albumin V Ada endapan Menggumpal merah +

Fenol 2% Bening Pink muda +

40
Putih Telur Ada yang Gumpalan merah +
menggumpal

Pembahasan :

Test Millon merupakan reaksi yang disebabkan oleh derivat-


derivat monofenol seperti tirosin. Tirosin merupakan molekul asam
amino yang mengandung gugus fenol dan bersifat asam lemah. Test
Millon bertujuan untuk mengetahui adanya gugus hidroksifenil
(tyrosin). H2SO4 memberi suasana asam agar Hg tidak mengendap
serta berfungsi sebagai penghidrolisa protein agar terdapat tyrosin.
Prinsip pengikatan Hg pada hidroksifenil menghasilkan kompleks
berwarna merah.

Warna merah yang terbentuk dalam percobaan ini


menunjukkan hasil yang positif. Dari percobaan yang telah dilakukan,
tes millon pada fenol 2%, putih telur, Albumin A dan Albumin V
menunjukkan hasil positif. semakin banyak kandungan tirosin dalam
larutan uji tersebut. Koagulasi yang terbentuk pada larutan uji
menunjukkan adanya pengaruh dari logam berat yang terkandung
dalam pereaksi Millon. Akibatnya, terjadi denaturasi protein. Secara
umum, beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi
protein meliputi suhu tinggi (pemanasan), pH ekstrim,
penggoncangan, pelarut organik, dan logam berat.

Baik albumin A, albumin V, fenol dan putih telur memberika


hasil (+) terhadap test millon. Hal ini dikarenakan terdapat kandungan
derivat monofenol didalamnya.

41
b) Test hopkins-cole
Pereaksi yang digunakan mengandung asam glioksilat
Menguji adanya triptofan yang berkondensasi dengan aldehid dan
dengan penambahan H2SO4 p membentuk kompleks warna.
Dinyatakan + ketika membentuk kompleks warna.
Mekanisme :

Larutan Uji Pengamatan Hasil Uji

Albumin A Sedikit ungu +

Albumin V Sedikit ungu +

Fenol 2% - -

Putih Telur Cincin ungu +

Pembahasan :

Pereaksi Hopkins-Cole mengandung asam glioksilat (Pereaksi


Hopkins-Cole dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium).
Tes Hoppkins-Cole spesifik untuk Triptofan (satu-satunya asam

42
amino yang mengandung gugus indol). Triptofan berperan sebagai
prekursor dari asam indolasetat, serotonin, dan asam nikotinat.
Triptofan mudah teroksidasi dalam larutan asam kuat.

Pada tes Hopkins-Cole, triptofan berkondensasi dengan


aldehid (cincin indol bereaksi dengan asam glioksilat). Lalu, dengan
asam pekat membentuk kompleks berwarna (cincin ungu) dari jenis
asam 2,3,4,5-tetrahidro--karbolin-4-karboksilat. Pereaksi Hopkins-
Cole hanya bereaksi dengan protein yang mengandung triptofan.
Larutan protein akan dihidrolisa dengan H2SO4 pekat. Akibatnya,
triptofan akan dibebaskan dan bereaksi dengan asam glioksilat unutk
membentuk senyawa berwarna violet (ungu). Pada percobaan ini,
larutan uji albumin A, albumin V, dan putih telur menunjukkan hasil
positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa larutan uji mengandung
Triptofan.

c) Test Ninhidrin
Menguji adanya asam amino alfa.
Dinyatakan + ketika memberikan hasil warna biru
keunguan.
Mekanisme :

Larutan Uji Pengamatan Hasil Uji

Albumin A Biru keunguan +

43
Albumin V Biru keunguan +

Fenol 2% - -

Putih Telur Biru keunguan +

Pembahasan :

Reaksi yang terjadi pada tes ini adalah reaksi deaminasi dan
dekarboksilasi. Pereaksi Ninhidrin bereaksi dengan semua asam
amino alfa membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah
dengan melepaskan NH3 dan CO2. Di samping itu, terbentuk
kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh 2 molekul
ninhidrin (triketohidrindenhidrat) yang bereaksi dengan NH3
setelah asam amino tersebut dioksidasi (reaksi positif). Garam
amonium, amina, peptida, dan protein juga bereaksi, tetapi tanpa
melepaskan NH3 dan CO2 sehingga tidak terbentuk kompleks biru
(reksi negatif). Hal ini berarti dengan adanya CO2 merupakan
petunjuk adanya asam amino alfa.

Dari percobaan yang telah dilakukan, pada putih telur,


albumin A, dan albumin V menunjukan hasil positif ditandai
dengan terbentuknya warna ungu.

d) Test Xanthoprotein
Mengamati adanya inti benzen dalam larutan uji.

44
Dinyatakan + apabila Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam suasana alkalis akan terionisasi dengan
bebas dan warnanya menjadi lebih tua/jingga.
Mekanisme :

Larutan Uji Pengamatan Hasil Uji

Albumin A kuning +

Albumin V Kuning +

Fenol 2% Kuning +

Putih Telur kuning +

Pembahasan :

Pereaksi Xanthoprotein terdiri atas HNO3 pekat. Reaksi ini


berdasarkan nitrasi inti benzen yang terdapat di dalam molekul protein
(Test Xanthoprotein digunakan untuk mengidentifikasi adanya cincin
benzen yang teraktivasi dalam molekul protein). Senyawa nitro yang

45
terbentuk berwarna kuning dan dalam lingkungan alkalis, ia
terionisasi dengan bebas dan warnanya akan menjadi lebih tua atau
terbentuk warna jingga.

Beberapa asam amino mengandung gugus aromatik yang


merupakan derivat benzen. Gugus aromatik ini dapat mengalami
reaksi yang merupakan karakteristik dari benzen dan derivat benzen.
Salah satunya adalah reaksi nitrasi cincin benzen oleh asam nitrat.
Asam amino tirosin [(2-amino-3,4-hidroksifenol)asam propanoat] dan
triptofan [2-amino-3-(3-indol)-asam propanoat] memiliki cincin
benzen yang teraktivasi dan dengan mudah mengalami nitrasi. Asam
amino fenilalanin (2-amino-3-fenil-asam propanoat) juga memiliki
cincin benzen, tetapi cincin benzennya belum teraktivasi sehingga
nitrasi tidak berlangsung dengan mudah.

Dari percobaan, diperoleh bahwa putih telur, albumin A


dan albumin V memberikan hasil positif terhadap tes Xanthoprotein.
Hal ini berarti putih telur, albumin, dan albumin V memiliki cincin
benzen yang teraktivasi) dalam molekulnya. Fenol juga memiliki
cincin benzen sehingga memberikan hasil positif terhadap tes
Xanthoprotein, tetapi fenol bukan merupakan jenis protein.

e) Pengaruh logam berat


Untuk mengetahui apakah penambahan logam berat mampu
mengkoagulasi protein.
Dinyatakan + apabila terbentuk endapan yang tidak larut
Logam berat yang digunakan : Fecl3, Hg, Cu, Pb Ac

Larutan Uji FeCl3 Hg Cu PbAc

Albumin A + + + +

Albumin V + + + +

Fenol 2% - - - -

46
Putih Telur + + + +

Pembahasan :

Garam-garam dari logam berat seperti Hg2+ , FeCl3, Cu,


PbAc dapat berikatan dengan gugus SH dari protein. Disamping
itu dapat membentuk ikatan yang sangat kuat dengan gugus COO-
dari asam aspartat dan asam glutamat yang terdapat dalam molekul
protein pecah sehingga proteinnya sendiri akan mengendap.
Dengan terjadinya pengendapan atau disebut juga koagulasi,
protein mengalami perubahan konformasi serta posisinya sehingga
aktivitasnya berkurang atau kemampuannya untuk menunjang
aktivitas organ tubuh tertentu akan hilang. Berdasarkan hasil
percobaan, tidak semua larutan uji mengalami koagulasi yaitu
fenol.

VI. Kesimpulan
Untuk mengidentifikasi sifat dan reaksi dari asam amino dan protei
digunakan 5 test yaitu :
1. Test millon u/ menegtahui derivat-derivat monofenol seperti tirosin
2. Test hopskins-cole u/ Menguji adanya triptofan yang berkondensasi
dengan aldehid dan dengan penambahan H2SO4 p membentuk
kompleks warna.

47
3. Test ninhidrin u/ Menguji adanya asam amino alfa dan Dinyatakan +
ketika memberikan hasil warna biru keunguan.
4. Test xanthoprotein u/ Mengamati adanya inti benzen dalam larutan
uji dan Dinyatakan + apabila Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam suasana alkalis akan terionisasi dengan bebas dan
warnanya menjadi lebih tua/jingga.
5. Pengaruh logam berat Untuk mengetahui apakah penambahan logam
berat mampu mengkoagulasi protein dan Dinyatakan + apabila
terbentuk endapan yang tidak larut.

Didapat hasil :

Albumin A + Albumin V + putih telur : mengandung gugus


monofenol (tirosin), gugus triptofan, asam amino alfa, inti benzen dan
mengalami koagulasi dengan logm berat

Fenol 2 % : hanya mengandung gugus monofenol dan inti benzen

BAB 3

PEMERIKSAAN GLUKOSA PADA URINE

I. Tujuan Percobaan
Mengetahui prinsip pemeriksaan glukosa pada urine dengan test benedict.
II. Dasar teori
Merupakan pemeriksaan penyaring untuk mengetahui adanya gula
dalam urin dan sifatnya semi kuantitatif. Salah satu reagen yang dapt
digunakan untuk melakukan tes ada tidaknya glukosa adalah dengan

48
benedict yang menggunakan sifat glukosa sebagai sifat pereduksi.
Benedict adalah reagen yang berwarna biru jernih ( karena mengandung
++
kupri, Cu ) tetapi ketika dicampurkan lalu dipanaskan hingga mendidih
dengan suatu substrat yang mengandung glukosa di rantai kimianya, ion
+
kupri akan direduksi menjadi Cu atau kupro lalu dioksidasi manjadi
Cu2O. Hasil oksidasi ini akan menghasilkan substrat yang berwarna
orange-kecoklatan yang tidak bisa dilarutkan di air.
Ketika reagen benedict dicampurkan dan dipanaskan dengan
glukosa, di mana glukosa memiliki elektron untuk diberikan, tembaga (
salah satu kandungan di reagen benedict) akan menerima elektron tersebut
dan mengalami reduksi sehingga terjadillah perubahan warna. Selama
2+ +
proses ini Cu tereduksi menjadi Cu . ketika Cu mengalami reduksi,
glukosa membrikan salah satu elektronnya dan dioksidasi. Karena glukosa
mampu mereduksi Cu pada benedict, maka glukosa disebut sebagai gula
pereduksi.
Pemeriksaan dengan benedict paling sering untuk mendeteksi
diabetes melitus dengan melihat ada tidaknya glukosa dalam urin pasien.
Penderita diabetes mensekresikan glukosa di dalam urin karena pada
diabetes, glukosa tidak dapat diabsorpsi secara maksimal ke dalam sel-sel
atau jaringan. Jika hasil benedict memberikan hasil yang positif pada
seorang pasien, alangkah baiknya jika dilakukan lanjutan untuk
memastikan diagnosis. Pada keadaan normal karbohidrat diekskresi lewat
urin dalam jumlah yang kecil ( kurang dari 50 mg/ml ).
Untuk membantu membuat diagnosa atau mengikuti perjalanan
penyakit atau gangguan metabolisme dan gangguan organ-organ atau
faktor-faktor yang berhubungan dengan metabolisme tersebut.
Untuk mengetahui kandungan glukosa yang terdapat di dalam urine
baik secara normal maupun patologis.

Glukosa di dalam urin dapat diukur Penanganan glukosa di ginjal


bergantung pada transportasi yang diperantarai oleh pembawa, karena
glukosa difiltrasi secara bebas menembus kapiler glomerulus. Pada
orang non diabetes, semua glukosa yang difiltrasi ke dalam urin akan

49
diserap secara aktif kembali ke dalam darah. Glukosa urin dalam
keadaan normal adalah nol. Apabila kadar glukosa lebih besar dari 180
mg per 100 ml darah, seperti yang dapat terjadi pada diabetes, maka
pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urine untuk
masuk kembali ke darah mengalami kejenuhan. Dengan demikian,
pengangkut-pengangkut tersebut tidak dapat mengangkut glukosa lebih
banyak. Setiap glukosa yang lebih dari 180 mg per 100 ml akan keluar
melalui urin.

III. Alat dan Bahan


a) Alat
Tabung reaksi
Tabung ukur
Rak tabung reaksi
Penjepit tabung reaksi
Api bunsen
Korek api
b) Bahan
2,5 ml pereaksi benedict kwalitatif
Urine normal dan patologis (masing-masing)
IV. Prosedur percobaan
1) Siapkan urine yang akan diperiksa beserta semua alat dan bahan
yang diperlukan.
2) Siapkan tabung ukur lalu ukurlah pereaksi benedict kwalitstif
sebanyak 2,5 ml
3) 2,5 ml pereaksi benedict kwalitatif tersebut dimasukkan ke dalam
tabung reaksi.
4) Teteskan urine sebanyak urine sebanyak 4 tetes ke dalam tabung
reaksi yang telah berisi 2,5 ml pereaksi benedict kwalitatif.
5) Nyalakan api bunsen.
6) Didihkan urine dan pereaksi benedict kwalitatif yang telah
dicampur tersebut di atas api bunsen selama 1 menit

50
7) Biarkan menjadi dingin perlahan- lahan.
8) Lakukan penafsiran dan catat hasil percobaan.
Warna Penilaian Kadar
Biru - -
Hijau + Kurang dari 0,5 %
Kuning ++ 0,5 - 1,0 %
Jingga +++ 1,0 2,0 %
Merah ++++ Lebih dari 2%
V. Bagan alir

Menyiapkan urine serta alat dan bahan yang diperlukan

Mengukur larutan benedict 2,5 ml dan dimasukkan dalam tabung


reaksi

Mengukur larutan benedict 2,5 ml dan dimasukkan dalam tabung


reaksi

Teteskan urine sebanyak 4 tetes kedalam tabung reaksi

Teteskan urine sebanyak 4 tetes kedalam tabung reaksi

Nyalakan api bunsen

Campuran urine dan benedict dididihkan selama 1 menit

Biarkan dingin perlahan-lahan

Diamati perubahan warna

51
VI. Data dan Hasil Pengamatan
Kadar Pengamatan
0% Biru
0,3% Hijau
0,75 % Hijau kekuningan
1,5% Kuning
3% Orange kemerahan

VII. Pembahasan
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi
ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urin. (Anonim, 2011).
Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa
yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Uji ini
tidak hanyan spesifik terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai sifat
mereduksi dapat juga memberikan hasil yang positif.
Gugus aldehid atau keton bebas gula akan mereduksi kuproksida
dalam pereaksi benedict menjadi kuprooksida yang berwarna. Dengan ini
dapat diperkirakan secara kasar (semi kuantitatif) kadar gula dalam urin.
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah warna keempat larutan
tersebut adalah biru yang merupakan warna khas Cu yang terdapat dalam
pereaksi benedict. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam
suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau
keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya

52
kuprooksida berwarna merah. Pemeriksaan Benedict ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya glukosa, asam homogentisat, dan substansi reduktor
lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin, sesuai dengan mekanisme reaksi
yaitu reduksi tembaga sulfat.
Selanjutnya perlakuan yang dilakukan adalah memanaskan kelima
tabung tersebut selama lima menit di dalam air mendidih. Adapun tujuan
dari dilakukannya pemanasan tersebut adalah untuk mempercepat reaksi
antara logam Cu dalam pereaksi benedict dengan glukosa dalam
urin. Setelah pemanasan keempat tabung reaksi tersebut didiamkan sampai
terbentuk endapan berwarna. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat
dan diketahui bahwa untuk sampel urin yang terdapat pada tabung I tidak
terdapat glukosa.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun
memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji
glukosa urin. Adapun kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya
penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi),
adanya penyakit hepar dan keracunan logam berat, atau adanya faktor
farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid,
karbamazepin). Sedangkan untuk hasil yang diperoleh untuk tabung II, III,
IV dan V sesuai dengan kadar glukosa yang ditambahkan pada tabung
tersebut.
VIII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil daripercobaan ini adalah sebagai
berikut :
Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict
yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula
yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa).

53
54

Anda mungkin juga menyukai