BIOKIMIA
KELOMPOK : 5
KELAS : B
DOSEN PEMBIMBING :
i
BAB 1 FAKTOR FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
KINERJA ENZIM
I. Tujuan Praktikum
1) Mengetahui pengaruh pH lingkungan terhadap kinerja enzim yang
terkandung dalam saliva
2) Mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap kinerja enzim yang
terkandung dalam saliva.
3) Mengetahui pengaruh modifier dan peningkatan enzim terhadap
kinerja enzim yang terkandung dalam saliva.
4) Memahami pengaruh denaturasi dan keberadaan inhibitor terhadap
kinerja enzim urease.
5) Mekanisme kerja enzim schardinger.
II. Prinsip Reaksi Biokim
1) Prinsip reaksi pada praktikum pengaruh pH, suhu, modifier dan
kadar trhadap kinerja enzim pada saliva
1
Enzim ini menguraikan ureum menjadi ammonium karbonat.
Ammonium karbonat, karena sifatnya alkalis, dapat dideteksi dengan
menggunakan indikator phenolphtalein, yang memiliki rentang pH 8,3
10 ( tak berwarna merah ). Kerja enzim urease akan
mengakibatkan perubahan pH larutan yang dapat dideteksi dengan
timbulnya warna tertentu di dalam larutan.
3) Prinsip reaksi praktikum mekanisme kerja enzim schardinger
Enzim schardinger terdiri dari dua jenis yaitu xanthin oxidase dan
xanthine dehidrogenase. Keduanya dapat mengalami interkonversi
satu sama lain sehingga dapat berubah dari jenis satu ke yang lainnya.
Didalam xanthine oksidase mengkatalisis oksidasi hypoxanthin
menjadi xanthin dan oksidasi xanthin menjadi asam urat. Xanthin
dehidrogenase juga mengkatalisis dehidrogenasi aldehida. Hydrogen
yang lepas ditangkap oleh suatu akseptor. Dalam praktikum in
methylene blue bertugas menjadi akseptor hydrogen.
III. Landasan Teori
Enzim adalah molekul komples berbasis protein yang dihasilkan
oleh sel-sel. Enzim ikut terlibat dalam berbagai reaksi biokimia. Tiap-tiap
enzim yang terdapat dalam tubuh kita dapat mempengaruhi reaksi kimia
tertentu.
Enzim berperan sebagai katalis organik, enzim mempercepat
kecepatan reaksi yang terjadi. Jika tidak ada enzim, reaksi kimia akan
menjadi sangat lambat. Berbagai reaksi juga mungkin tidak akan terjadi
jika tidak terdapat enzim yang tepat di dalam tubuh.
Enzim dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia berkali-kali
lipat. Studi telah menemukan bahwa enzim dapat mempercepat reaksi
kimia sampai 10 milyar kali lebih cepat. Zat kimia yang hadir pada awal
proses biokimia disebut sebagai substrat, yang mengalami perubahan
kimia membentuk produk akhir.
Konsentrasi substrat atau enzim dapat berdampak pada aktivitas
enzim. Selain itu, kondisi lingkungan seperti suhu, pH, kehadiran
inhibitor, dll turut mempengaruhi aktivitas enzim.
2
Dibawah ini dibahas lebih lanjut mengenai masing-masing faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim:
Suhu
Semua enzim membutuhkan suhu yang cocok agar dapat bekerja
dengan biak. Laju reaksi biokimia meningkat seiring kenaikan suhu. Hal
ini karena panas meningkatkan energi kinetik dari molekul sehingga
menyebabkan jumlah tabrakan diantara molekul-molekul meningkat.
Sedangkan dalam kondisi suhu rendah, reaksi menjadi lambat
karena hanya terdapat sedikit kontak antara substrat dan enzim.
Namun, suhu yang ekstrim juga tidak baik untuk enzim. Di bawah
pengaruh suhu yang sangat tinggi, molekul enzim cenderung terdistorsi,
sehingga laju reaksi pun jadi menurun. Enzim yang terdenaturasi gagal
melaksanakan fungsi normalnya. Dalam tubuh manusia, suhu optimum di
mana kebanyakan enzim menjadi sangat aktif berada pada kisaran 35C
sampai 40C. Ada juga beberapa enzim yang dapat bekerja lebih baik pada
suhu yang lebih rendah daripada ini.
pH
Efisiensi suatu enzim sangat dipengaruhi oleh nilai pH atau derajat
keasaman sekitarnya. Ini karena muatan komponen asam amino enzim
berubah bersama dengan perubahan nilai pH. Secara umum, kebanyakan
enzim tetap stabil dan bekerja baik pada kisaran pH 6 dan 8. Tapi, ada
beberapa enzim tertentu yang bekerja dengan baik hanya di lingkungan
asam atau basa.
Nilai pH yang menguntungkan bagi enzim tertentu sebenarnya
tergantung pada sistem biologis tempat enzim tersebut bekerja. Ketika
nilai pH menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka struktur dasar
enzim dapat mengalami perubahan. Sehingga sisi aktif enzim tidak dapat
mengikat substrat dengan benar, sehingga aktivitas enzim menjadi sangat
terpengaruhi. Bahkan enzim dapat sampai benar-benar berhenti berfungsi.
Konsentrasi substrat
Jelas saja konsentrasi substrat yang lebih tinggi berarti lebih
banyak jumlah molekul substrat yang terlibat dengan aktivitas enzim.
3
Sedangkan konsentrasi substrat yang rendah berarti lebih sedikit jumlah
molekul substrat yang dapat melekat pada enzim, menyebabkan
berkurangnya aktivitas enzim.
Tapi ketika laju enzimatik sudah mencapai maksimum dan enzim
sudah dalam kondisi paling aktif, peningkatan konsentrasi substrat tidak
akan memberikan perbedaan dalam aktivitas enzim. Dalam kondisi seperti
ini, di sisi aktif semua enzim terus terdapat substrat, sehingga tidak ada
tempat untuk substrat ekstra.
Konsentrasi enzim
ENZIM SCHARDINGER
4
Enzim Schardinger merupakan enzim yang termasuk golongan
enzim oksidase terdapat antara lain di dalam susu ncubato dikenal pula
sebagai enzim xanthine oksidase karena dapat mengoksidase xanthine.
ncubator juga dapat mengoksidasi aldehid. Di dalam percobaan ini
ncubator blue digunakan sebagai penangkap hydrogen (Anonim, 2012).
Pada reaksi, formaldehid netral yang teroksidasi oleh enzim schardinger
yang terdapat dalam susu tersebut. Formaldehid memberikan gugus
aldehid yang dapat dioksidasi oleh enzim schardinger. Oleh karena itu,
susu yang tadinya berwarna biru setelah dimasukkan dalam inkubator
selama beberapa menit berubah warna menjadi putih.
IV. Alat Bahan, prosedur kerja, pembahasn dan kesimpulan
A. Pengaruh pH pada reaksi enzimatik
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Bejana Erlenmeyer
Pipet Volumetric
Tabung Reaksi (5 buah)
Stopwatch
b) Bahan
Larutan enzim E (Dibuat dengan mengencerkan saliva
1ml dalam 10ml air suling)
Larutan NaCl 0.9%
Larutan dapar (buffer) dengan PH 5,9; 7 ;8
Larutan substrat S (Larutan amilum solani 2%)
Larutan KI-I2
Larutan HCl 0.05N
II. Prosedur Kerja
1. Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada pH
5,9 ; 7 ; 8 sesuai yang ditentukan oleh pemimpin praktikum.
2. Siapkan tabung reaksi bersih, masing-masing beri tanda 0,
5, 10, 15, dan 20.
3. Siapkan Bejana Erlenmeyer dan pipet volumetric
5
4. Ambil berturut-turut 15ml larutan dapar pH yang telah
ditentukan bagi masing-masing kelompok 10 ml larutan S,
dan 6ml larutan NaCl 0.9% dan masukkan dalam
erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik dengan
gerakan memutar agar isinya tercampur rata.
5. Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10ml larutan
HCl 0.05N.
6. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dari erlenmeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi bertanda 0,
campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung
yang yang disumbat ibu jari tangan.
7. Siapkan stopwatch
8. Ambil dengan pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam
campuran larutan yang berada di erlenmeyer. Jalankan
stopwatch pada saat enzim dimasukkan. Goyangkan
erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar
isinya tercampur rata. Setelah itu jangan di goyangkan lagi.
9. Kira-kira setengah menit menjelang menit ke-5, ambillah
dengan pipet 1ml larutan dari labu erlenmeyer dan tepat
pada menit ke-5 masukkan kedalam tabung reaksi bertanda
5. Campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan
tabung reaksi yang disumbat ibu jari tangan.
10. Lakukan kembali prosedur seperti tahap 10 sekitar menit ke-
10, 15, dan 20. Lalu masukkan kedalam tabung reaksi
bertanda 10,15, dan 20.
11. Setelah semua selesai tambahkan beberapa tetes larutan KI-
I2 kedalam masing-masing tabung reaksi. Campur dengan
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat ibu
jari tangan.
12. Kira-kira 5 menit setelah penambahan KI-I2, bacalah
absorbance dari masing-masing larutan yang ada didalam
tanung reaksi.
6
13. Dari nilai absorbance yang terbaca, hitunglah persen substrat
yang tercerna pada menit ke- 0, 5, 10, 15, dan 20 dengan
rumus :
Persentase substrat yang tercerna pada menit t = (persentase
substrat semula) (Persentase substrat yang tersisa pada
menit t)
Jadi, persentase substrat yang tercerna pada menit t = 100%
- ATt/Ato x 100%
Keterangan : ATt = Absorbance larutan pada menit ke t
Ato = Absorbance larutan pada menit ke 0
15. Runutlah nilai persentase substrat yang tercerna pada ordinat
grafik yang menghubungkannya dengan lama
berlangsungnya reaksi (t) pada absisnya.Kurva yang
terbentuk disebut progress curve.
16. Bandingkan kinerja enzim pada berbagai suhu di atas dan
buatlah analisis mengapa demikian.
III. Bagan alir
siapkan stopwatch
7
ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
setelah itu jangan di goyangkan lagi.
kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.
8
Pada menit 5
% substrat tercerna = 100% - (AT2/AT0x100%)
= 100% - (0,066/0,154x 100%)
= 57,14%
Pada menit 10
% substrat tercerna = 100% - (AT3/AT0x100%)
= 100% - (0,049/0,154x 100%)
= 68,18%
Pada menit 15
% substrat tercerna = 100% - (AT4/AT0x100%)
= 100% - (0,039/0,154x 100%)
= 74,68%
Pada menit 20
% substrat tercerna = 100% - (AT5/AT0x100%)
= 100% - (0,045/0,154x 100%)
= 70,78%
9
Kelompok 3 (pH = 8)
Kelompok 6 (pH = 8)
10
Progress curve
120
100
80
kelompok 1
60
kelompok 5
40 kelompok 8
20
0
0' 5' 10' 15' 20'
V. Pembahasan
11
Sedangkan Pengaruh pH pada aktivitas enzim, Secara umum enzim -
amilase bekerja optimal pada pH 6,6 (Guyton, 1997). Sebagai produk
makhluk hidup, secara teori selalu ada kemungkinan dari pengaruh pH
terhadap aktivitas biologis dari enzim Sadikin (2002).
12
didapat pada pH 9, karena pada pH ini diperoleh aktivitas enzim yang
tinggi (kecepatan reaksi enzimatik tinggi). Umumnya, kecepatan reaksi
enzimatik meningkat hingga mencapai pH optimal dan menurun setelah
pH lebih besar dari pH optimal. 3 dan 5, aktivitas enzim masih ada,
tetapi kecil (ditunjukkan oleh kecepatan reaksi enzimatik yang kecil
pula). Hal ini disebabkan pada pH kurang dari 4, enzim amilase saliva
menjadi tidak aktif. Pada pH 9 dan 11, aktivitas enzim menurun karena
telah terlewati pH optimal dari enzim tersebut.
V. Kesimpulan
13
Larutan enzim E (Dibuat dengan mengencerkan saliva
1ml dalam 10ml air suling)
Larutan NaCl 0.9%
Larutan dapar (buffer) dengan PH 6,5
Larutan substrat S (Larutan amilum solani 2%)
Larutan KI-I2
Larutan HCl 0.05N
II. Prosedur Kerja
14. Masing-masing kelompok melakukan percobaan pada suhu
tertentu (0C, 27C, 60C) sesuai yang ditentukan oleh
pemimpin praktikum.
15. Siapkan tabung reaksi bersih, masing-masing beri tanda 0,
5, 10, 15, dan 20.
16. Siapkan Bejana Erlenmeyer dan pipet volumetric
17. Ambil berturut-turut 15ml larutan dapar PH 6.5, 3ml larutan
S, dan 6ml larutan NaCl 0.9% dan masukkan dalam
erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik dengan
gerakan memutar agar isinya tercampur rata.
18. Rendam erlenmeyer didalam air pada waterbath yang sesuai
dengan suhu yang telah ditentukan (untuk suhu 27C,
letakkan erlenmeyer pada meja praktikum). Jangan
mengeluarkan erlenmeyer dari waterbath untuk menghindari
perubahan suhu.
19. Isilah masing-masing tabung reaksi dengan 10ml larutan
HCl 0.05N.
20. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dari erlenmeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi bertanda 0,
campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan tabung
yang yang disumbat ibu jari tangan.
21. Siapkan stopwatch
22. Ambil dengan pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam
campuran larutan yang berada di erlenmeyer. Jalankan
14
stopwatch pada saat enzim dimasukkan. Goyangkan
erlenmeyer beberapa detik dengan gerakan memutar agar
isinya tercampur rata. Setelah itu jangan di goyangkan lagi.
23. Kira-kira setengah menit menjelang menit ke-5, ambillah
dengan pipet 1ml larutan dari labu erlenmeyer dan tepat
pada menit ke-5 masukkan kedalam tabung reaksi bertanda
5. Campurlah isinya dengan beberapa kali membalikkan
tabung reaksi yang disumbat ibu jari tangan.
24. Lakukan kembali prosedur seperti tahap 10 sekitar menit ke-
10, 15, dan 20. Lalu masukkan kedalam tabung reaksi
bertanda 10,15, dan 20.
25. Setelah semua selesai tambahkan beberapa tetes larutan KI-
I2 kedalam masing-masing tabung reaksi. Campur dengan
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat ibu
jari tangaan.
26. Kira-kira 5 menit setelah penambahan KI-I2, bacalah
absorbance dari masing-masing larutan yang ada didalam
tanung reaksi.
27. Dari nilai absorbance yang terbaca, hitunglah persen substrat
yang tercerna pada menit ke- 0, 5, 10, 15, dan 20 dengan
rumus :
Persentase substrat yang tercerna pada menit t = (persentase
substrat semula) (Persentase substrat yang tersisa pada
menit t)
Jadi, persentase substrat yang tercerna pada menit t = 100%
- ATt/Ato x 100%
Keterangan : ATt = Absorbance larutan pada menit ke t
Ato = Absorbance larutan pada menit ke 0
17. Runutlah nilai persentase substrat yang tercerna pada ordinat
grafik yang menghubungkannya dengan lama
berlangsungnya reaksi (t) pada absisnya.Kurva yang
terbentuk disebut progress curve.
15
18. Bandingkan kinerja enzim pada berbagai suhu di atas dan
buatlah analisis mengapa demikian.
III. Bagan alir
siapkan stopwatch
ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
setelah itu jangan di goyangkan lagi.
kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.
17
Pada menit 20
% substrat tercerna = 100% - (AT5/AT0x100%)
= 100% - (0,713/1,595x 100%)
= 55,30%
Data rata-rata
Suhu 0C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 1 kelompok 2 rata-rata yang tercerna
0 1,927 1,831 1,879 0%
5 2,382 1,646 2,014 -7,18%
10 2,286 1,665 1,9725 -4,98%
15 2,466 1,663 2,0645 -9,87%
20 2,466 1,685 2,0755 -10,46%
Suhu 27C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 3 kelompok 4 rata-rata yang tercerna
0 1,589 2,451 2,020 0%
5 1,651 2,533 2,092 -3,56%
10 1,117 2,032 1,5745 22,05%
15 0,405 0,589 0,497 75,40%
20 0,119 0,229 1,174 91,39%
Suhu 60C
Menit Absorbance Absorbance Absorbance % Substrat
kelompok 5 kelompok 6 rata-rata yang tercerna
0 1,595 2,658 2,1265 0%
5 1,528 2,311 1,9195 9,73%
10 1,515 2,280 1,8975 10,77%
15 1,140 0,976 1,058 50,25%
20 0,713 0,352 0,5325 74,96%
18
Progress Curve
V. Pembahasan
Enzim, kerjanya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Misalnya adalah PH, suhu, konsentrasi substrat, kadar enzim, dan
pengaruh modifier. Pada praktikum kali ini, kami menguji
bagaimana pengaruh peningkatan kadar enzim dan modifier pada
reaksi enzimatik. Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi
yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim
tersebut. Pada suatu konsentrasi enzim (Anna Poedjeadji,2002).
Sumber enzim -amilase yang digunakan dalam praktikum ini
adalah saliva. Secara umum enzim amilase terdapat pada tanaman,
jaringan mamalia, dan mikroba (Winarno, 1986). Sumber enzim
19
tersebut memiliki karakteristik dan lingkungan kerja yang berbeda
sehingga berbeda pula kemampuannya dalam menghidrolisis pati.
Faktor faktor yang sangat penting dalam menentukan aktivitas
enzimatik adalah suhu dan pH. Suhu optimum enzim biasanya
hampir sama dengan suhu organisme asal enzim tersebut. Pada
mamalia dan unggas, suhu tersebut berada di sekitar 37oC. Proses
hidrolisis pati dengan sumber enzim amilase dari pankreon juga
dilakukan pada suhu 37-38o C, menyesuaikan suhu tubuh manusia.
Percobaan yang dilakukan kali ini adalah pengaruh suhu
terhadap aktivitas enzim. Dari hasil percobaan pada suhu 0o C tidak
tejadi aktivitas enzim, yaitu ditandai dengan nilai persentase
substrat yang tercerna pada menit 0 = 0%, menit 5 = -7,18%, menit
10 = -4,98%, menit 15 = -9,87% dan menit 20 = -10,46%. Pada
suhu 27C didapatkan hasil persentase substrat pada menit 0 = 0%,
menit 5 = -3,56%, menit 10 = 22,05%, menit 15 = 75,40% dan
menit 20 = 91,39%. Pada suhu 60C didapatkan hasil persentase
substrat yang tercerna pada enit 0 = 0%, menit 5 = 9,73%, menit 10
= 10,77%, menit 15 50,25% dan menit 20 = 74,96%.
Dari data di atas , dapat disimpulkan bahwa suhu optimum
dari enzim amilase adalah 27C. Ini dapat dilihat dari presentase
substrat pada menit 20 yang sangat besar yaitu 91,39%. Pada suhu
27C enzim amilase dapat bekerja secara maksimal. Hal ini berbeda
dengan teori yang mengatakan suhu optimum dari enzim amilase
adalah 37C. Selain itu pada suhu 0C, enzim amilase sama sekali
tidak dapat bekerja yang ditunjukkan dengan persentase substrat
yang tercerna yang mencapai -10,46% pad menit ke 20. Pada suhu
ini seharusnya enzim berada dalam keadaan tidak aktif sehingga
tidak ada reaksi yang terjadi.
Pada suhu 60C dapat dilihat penurunan kadar/presentase
substrat yang tercerna pada menit ke 20 yaitu 74,96%. Ini
dikarenakan pada suhu 60C terdapat enzim yang terdenaturasi.
20
Akibatnya aktivitas enzim menurun dan berakibat pada persentase
substrat yang tercerna ikut menurun.
Temperatur mempengaruhi aktivitas enzim. Pada temperatur
rendah, reaksi enzimatik berlangsung lambat, kenaikan temperatur
akan mempercepat reaksi, hingga suhu optimum tercapai dan reaksi
enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur melewati
temperatur optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan
menurunkan kecepatan reaksi enzimatis.
VI. Kesimpulan
Dari data praktikum yang didapatkan, suhu optimum enzim
amilase adalah pada suhu 27C. Dimana peersentase substrat yang
tercerna pada menit ke 0 = 0%, menit ke 5 = -3,56%, menit ke 10 =
22,05%, menit ke 15 = 75,40%, dan menit ke 20 = 91,39%.
Temperatur sangan mempengaruhi aktivitas enzim. Apabila enzim
berada dibawaah suhu optimumnya maka reaksi akan berlangsung
lambat. Sedangkan apabila berada di atas suhu optimumnya maka
akan banyak enzim yang terdenaturasi sehingga aktivitasnya akan
menurun.
C. pengaruh modifier dan kadar enzim terhadap reaksi enzimatik
I. Alat dan Bahan
a) Alat:
Bejanaerlemeyer
Pipet volumentric
Buret
Tabungreaksi
Stopwatch
b) Reagensia
Larutanenzim B
LarutanNaCl 0,09%
Larutan HgCl2
Larutandapar (buffer) dengan pH 6,5
Larutansubstrat S
21
Larutan KI-I2
LarutanHCl 0,05N
II. Prosedure kerja
a. Siapkan 5 tabung reaksi bersih, berimasing-masing tanda
0,5,10,15,20,
b. Siapkan bejana erlemeyer dan pipet volumentric
c. Masukan 15ml larutandapar (buffer dg pH 6,5) 3ml
larutansubstrat S, 6ml aquadestdan 5 tetes
HgCl2kedalamerlemeyer.
Goyangkanerlemeyerbeberapadetikdengangerakanmemutar
agar isinyatercampur rata.
d. Isilahtabungmasing-masingdengan 10ml larutanHcl 0,05N
e. Ambil dengan pipet 1ml campuran larutan dan labu erlemeyer
dan masukkan kedalam tabung reaksi yang bertanda 0,
campur isinyadengan beberapa kali membalikkan tabung yang
disumbat dengan ibu jari tangan.
f. Siapkan stopwatch
g. Pipet 1ml enzim dan tambahkan kedalam campuran larutan
yang berada dalam erlemeyer. Jalankan stopwatch tepat pada
saat enzim dimasukkan kedalam erlemeyer. Goyangkan
erlemeyer beberapadetikdengan gerakan memutar agar enzim
tercampur rata di dalam larutan. Setelah itu erlemeyer jangan
digoyangkan lagi. (Diamkan diatas meja).
h. Kira-kira menjelang menit ke 5 ambilah 1ml campuran cairan
dalam erlemeyer. Tepat pada menit ke 5 masukkan cairan &
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5,
campurlah isinyadengan beberapa kali membalikkan tabung
yang disumbatdengan ibujari.
i. Lakukan kembali prosedur seperti tahap diatas untuk tabung
reaksi yang bertanda 10,15,20.
j. Setelah semua selesai, tambahkan 1ml Larutan KI-I2buret ke
dalam masing-masing tabung reaksi. Campur merata dengan
22
membalikkan beberapa kali tabung reaksi yang disumbat
ibujari.
k. Baca absorbance larutan menggunakan alat spektro, hitung
persens ubstratdengan rumus:
i. t = 100% - (ATt/ATo x 100%)
l. Buat grafik (progress curve)
m. Bandingkan kinerjaenzim pada percobaan dengan kelompok
lain dan buat analisis mengapademikian.
siapkan stopwatch
ambil dengan 1ml enzim dan tambahkan ke dalam campuran larutan yang
berada dalam erlenmeyer. Jalankan stopwatch tepat pada saat enzim di
masukkan ke dalam erlenmeyer. Goyangkan erlenmeyer beberapa detik
23
setelah itu jangan di goyangkan lagi.
kira-kira setengan menit menjelang menit ke-5 ambillah dengan pipet 1ml
larutan dan labu erlenmeyer, dan tepat pada menit ke-5 masukkan cairan dan
dalam pipet tersebut kedalam tabung reaksi bertanda 5, campurlah isinya.
Kelompok 2
Kontrol + Nacl
24
Kelompok 3
Enzim 2ml + Nacl
Kelompok 4
Enzim 2ml + aquadest 6ml
Kelompok 5
HgCl2
Kelompok 6
HgCl2
25
Progress curve
120
100
kelompok 1
80
kelompok 2
60
kelompok 3
40
kelompok 4
20
kelompok 5
0
kelompok 6
0' 5' 10' 15' 20'
-20
-40
IV. Pembahasan
Konsentrasienzimmerupakansalahsatu factor paling penting
yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar
konsentrasi enzim, semakin cepat pula reaksi yang berlangsung.
Konsentrasi berbanding lurus dengan kecepatan reaksi seperti
halnya pada parktikum kali ini, dan perhitungan % substrat yang
dicerna data konsentrasi optimum enzim pada reaksi enzimatik
pada kelompok 4, dimana diberi perlakuan 2ml enzim, sedangkan
kelompok control dengan perlakuan 1ml enzim, substrat yang
dicerna sudah cukup baik, tetapi lebih sedikit dari kelompok 4.
Selain mengidentifikasi pengaruh konsentrasi terhadap
reaksi enzimatik, pada praktikum kali ini kita juga melakukan
percobaan terkait pengaruh modifier dalam hal ini inhibitor
(HgCl2) terhadap reaksi enzimatik. Inhibitor adalah substansi yang
memiliki kecenderungan untuk menghambat aktivitas enzim.
Secara structural enzim adalah protein, sehinggasifat-sifat protein
rusak oleh logam berat (Ag, Pb, Hg). Ion-ion logam berat seperti
Hg dapat mengurangi bahkan menghambat aktivitas enzim jika
ion logam berat ini berkaitan dengan enzim, enzim akan
mengalami denaturasi. HgCl2 merupakan inhibitor non kompetitif
26
irreversible. Inhibitor ini menghambat kerja enzim dengan cara
berikatan dengan enzim tetapi bukan pada sisi aktifnya, maka dari
data yang diberi inhibitor tidak sedikit pun substrat yang dicerna.
V. Kesimpulan
Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatan
kecepatan reaksi enzimatik. Semakin besar konsentrasi enzim,
semakin besar/banyak pula produk yang terbentuk dalam tiap
waktu pengamatan. Adanya inhibitor dapat menghambat kerja
enzim karena berikatan dengan substratnya, HgCl2 merupakan
inhibitor non kompetitif irreversible. Pada praktikum kali ini
diperoleh konsentrasi optimum pada reaksi enzimatik yaitu pada
perlakuan enzim 2ml, lalu enzim 1ml dan terakhir pada
penambahan inhibitor yang tidak sedikit pun substrat yang
dicerna.
D. pengaruh denaturasi dan inhibitor terhadap enzim urease
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Hotplate
Beaker glass
Tabung reaksi
Mikropipet
Stirer
b) Bahan
Ureum 1% (urin murni)
Enzim urease (susu kedelai)
Indikator phenolphtalein 2%
Larutan sublimat
II. Prosedur Kerja
1. Siapkan 3 tabung reaksi, beri label A, B, C
2. Ambil 15 ml urin murni, tambahkan aqua ad 30 ml, aduk
homogen
3. Tambahkan 5 ml urin yang telah diencerkan dan 5 tetes indikator
phenolphtalein 2%padamasing-masing tabung reaksi
4. Pada tabung A, tambahkan 1 ml susu kedelai
27
5. Pada tabung B, tambahkan 1 ml susu kedelai yang sudah
dipanaskankemudian didinginkan lagi
6. Pada tabung C, tambahkan 1 ml susu kedelai dan 1 tetes larutan
sublimat
7. Kocok kuat ad homogen dan menunjukkan perubahan warna
8. Amati perubahan warna yang terjadi
III. Bagan Alir
28
V. Pembahasan
Pada tabung A, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai.
Hasil larutan dapat menunjukkan warna merah muda karena enzim
bekerja menguraian ureum dalam urin menjadi amonium karbonat
yang bersifat basa/alkalis, sehingga apabila diuji dengan indikator
phenolphtalein akan menunjukkan warna merah muda yang artinya
pH berkisar antara 8,3-10,0 (basa/alkalis).
Pada tabung B, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai yang
telah dipanaskan. Hasil larutan tetap putih, karena enzim yang
menguraikan ureum menjadi amonium karbonat tidak berfungsi
dengan baik, hal ini dikarenakan enzim yang bertindak sebagai
mediator telah rusak/denaturasi pada suhu tinggi.
Pada tabung C, campuran dengan 5 ml urin yang telah diencerkan
ditambah 5 tetes indikator phenolphtalein dan 1 ml susu kedelai
kemudian ditambahkan 1 tetes larutan sublimat. Hasil larutan
menunjukkan warna putih kemarahan karena enzim bekerja sangan
minimum oleh pengaruh inhibitor sublimat. Hal ini dikarenakan
amonia yang terbentuk sangat sedikit sehingga tidak memberikan
perubahan warna yang cukup signifikan dan diduga pH tidak berubah
secara signifikan pula. Sublimat merupakan logam berat yang dapat
menghambat kerja enzim secara irreversibel non-kompetitif. Sublimat
tersebut bekerja dengan menggangu sisi kofaktor enzim sehingga
enzim tidak teraktivasi dan reaksi gagal berlangsung. Namun
beberapa enzim yang tidak berikatan dengan inhibitor tersebut akan
teraktivasi dan menguraikan urea menjadi amonium karbonat yang
dapat menunjukkan sedikit perubahan warna oleh indikator
phenolphtalein.
VI. Kesimpulan
a. Enzim urease merubah urea menjadi amonium karbonat dan
karbondioksida.
29
b. Indikator PP mengindikasi adanya amonium karbonat dengan
menunjukkan perubahan dari larutan tak berwarna menjadi
larutan berwarna merah (bersifat basa/alkalis).
c. Enzim urease dapat mengalami kerusakan/denaturasi pada suhu
tinggi.
d. Enzim urease dapat dihambat oleh logam berat salah satunya
adalah sublimat.
E. Mekanisme kerja enzim schardinger
I. Alat dan Bahan
a) Alat
Hotplate
Tabung reaksi
Mikropipet
Inkubator
b) Bahan
Enzim schardinger (susu sapi)
Indikator metylen blue formaldehid (MBF)
Cairan parafin
30
III. Bagan Alir
siapkan 3 tabung reaksi, tandai dengan P,Q,R
31
V. Pembahasan
32
Semakin lama warna biru berubah menjadi putih maka
semakin baik susu tersebut karena bakteri penghasil
senyawa reduksi semakin sedikit
BAB 2
I. Tujuan Praktikum
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui cara mengindentifikasi sifat
dan reaksi dari asam amino dan protein.
II. Landasan Teori
33
Protein pada umumnya diklasifikasikan atas daya larut dan
komposisi kimianya. Berdasarkan komposisi kimianya, protein dibagi
atas:
1.Simple Protein
Merupakan protein yang hanya mengandung 1-alfa-asam amino
atau derivatnya. Beberapa contoh Simple Protein antara lain: albumin,
globulin, glutein, protamin, albuminoid, dan histon.
2.Conjugated Protein
Merupakan protein yang bergabung dengan zat yang bukan
protein. Zat yang bukan protein ini disebut gugus prostetik. Beberapa
contoh Conjugated Protein antara lain: nukleoprotein, glikoprotein,
fosfoprotein, lipoprotein, dan metalloprotein.
a. Struktur primer
Pada struktur ini terdapat rangkaian asam amino dan lokasi
setiap ikatan disulfida dikode dalam gen.
b. Struktur sekunder
Pada struktur ini ada pelipatan rantai polioeptida menjadi
multiplikasi motif terikat hidrogen seperti struktur -heliks dan
-pleted sheet. Kombinasi motif-motif ini dapat membentuk
motif supersekunder
c. Struktur tersier
Pada struktur ini hubungan antar-dominan struktural
sekunder dan antara-residu yang letaknya terpisah jauh dalam
pengertian struktur primer.
d. Struktur kuartener
Struktur ini hanya terdapat dalam protein oligomerik
(protein dengan dua atau tiga rantai polipeptid), menjelaskan
34
titik-titik kontak dan hubungan lainnya antara polipeptida atau
subunit ini.
COOH
H2 N C H
35
1. Asam amino dengan rantai samping alifatik, misalnya glisin,
alanin, valin, leusin, dan isoleusin.
2. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus
hidroksil, misalnya serin, treonin, dan tirosin.
3. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung sulifur,
misalnya sistein dan metionin.
4. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus asam
atau amida, misalnya asam aspartat, asparagin, asam glutamat, dan
glutamin.
5. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung gugus basa,
misalnya arginin, lisin, dan histidin.
6. Asam amino dengan rantai samping yang mengandung cincin
aromatik, misalnya fenil alanin, tirosin, dan triptofan.
7. Asam amino lain, misalnya prolin dan 4-hidroksiprolin.
Asam amino terdapat dalam molekul protein. Akan tetapi, ada juga
asam amino yang tidak terdapat dalam molekul protein, misalnya beta
alanin, taurin, gamma amino butirat, ornitin, dan sitrulin.
36
1. Asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak dapat disintesis
oleh tubuh sehingga mutlak didapat dari makanan. Contohnya adalah
triptofan, fenil alanin, lisin, treonin, valin, metionin, leusin, dan
isoleusin.
2. Asam amino non-esensial, yaitu asam amino yang dapat disintesis oleh
tubuh. Asam amino ini juga terdapat dalam makanan sebagai sumber
nitrogen.
III. Alat dan Bahan
a) Alat
Tabung reaksi + rak tabung reaksi
Pipet tetes
Beaker glass
Penangas air
Corong
Kertas saring
Batang pengaduk gelas ukur
Pembakar spirtus
Kaki tiga dan kasa
b) Bahan
Albumin A
Albumin V
Putih telur
Fenol 2%
Larutan (NH4)2SO4
Pereaksi Millon
Pereaksi Hopkins-Cole
Pereaksi Ninhidrin 0,1%
H2SO4 pekat
Larutan NaOH 10%
Larutan CuSO4
IV. Prosedur Kerja
37
a. Test Millon
Prinsip :
Reaksi ini disebabkan oleh derivat-derivat monofenol seperti
tirosin. Pereaksi yang digunakan adalah larutan ion merkuri/merkuro
dalam asam nitrat/nitrit. Warna merah yang terbentuk mungkin
disebabkan oleh garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi.
prosedur :
b. Test Hopkins-Cole
Prinsip :
Pereaksi yang digunakan mengandung asam glioksilat.
Triptofan berkondensasi dengan aldehida, dan dengan asam pekat
membentuk kompleks berwarna dari jenis asam 2,3,4,5-tetrahidro-
karbolin-4-karboksilat.
Prosedur :
c. Test Ninhidrin
Prinsip :
Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin membentuk
aldehida dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH3 dan
CO2. Disamping itu, terbentuk kompleks berwarna biru yang
disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin yang bereaksi dengan NH3
38
setelah asam amino tersebut dioksidasi. Garam-garam ammonium,
amina, peptida, dan protein juga bereaksi tetapi tanpa melepaskan CO2
dan NH3.
Prosedur :
d. Test Xanthoprotein
Metode :
Reaksi ini berdasarkan nitrasi inti benzen yang terdapat
dalam molekul protein. Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam lingkungan alkalis ia terionisasi dengan bebas
dan warnanya menjadi lebih tua atau menjadi jingga.
Prosedur :
39
percobaan dengan menggunakan 5 tetes Pb-asetat 2% dan 5 tetes
FeCl3 2%
Hasil pengamatan :
40
Putih Telur Ada yang Gumpalan merah +
menggumpal
Pembahasan :
41
b) Test hopkins-cole
Pereaksi yang digunakan mengandung asam glioksilat
Menguji adanya triptofan yang berkondensasi dengan aldehid dan
dengan penambahan H2SO4 p membentuk kompleks warna.
Dinyatakan + ketika membentuk kompleks warna.
Mekanisme :
Fenol 2% - -
Pembahasan :
42
amino yang mengandung gugus indol). Triptofan berperan sebagai
prekursor dari asam indolasetat, serotonin, dan asam nikotinat.
Triptofan mudah teroksidasi dalam larutan asam kuat.
c) Test Ninhidrin
Menguji adanya asam amino alfa.
Dinyatakan + ketika memberikan hasil warna biru
keunguan.
Mekanisme :
43
Albumin V Biru keunguan +
Fenol 2% - -
Pembahasan :
Reaksi yang terjadi pada tes ini adalah reaksi deaminasi dan
dekarboksilasi. Pereaksi Ninhidrin bereaksi dengan semua asam
amino alfa membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah
dengan melepaskan NH3 dan CO2. Di samping itu, terbentuk
kompleks berwarna ungu yang disebabkan oleh 2 molekul
ninhidrin (triketohidrindenhidrat) yang bereaksi dengan NH3
setelah asam amino tersebut dioksidasi (reaksi positif). Garam
amonium, amina, peptida, dan protein juga bereaksi, tetapi tanpa
melepaskan NH3 dan CO2 sehingga tidak terbentuk kompleks biru
(reksi negatif). Hal ini berarti dengan adanya CO2 merupakan
petunjuk adanya asam amino alfa.
d) Test Xanthoprotein
Mengamati adanya inti benzen dalam larutan uji.
44
Dinyatakan + apabila Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam suasana alkalis akan terionisasi dengan
bebas dan warnanya menjadi lebih tua/jingga.
Mekanisme :
Albumin A kuning +
Albumin V Kuning +
Fenol 2% Kuning +
Pembahasan :
45
terbentuk berwarna kuning dan dalam lingkungan alkalis, ia
terionisasi dengan bebas dan warnanya akan menjadi lebih tua atau
terbentuk warna jingga.
Albumin A + + + +
Albumin V + + + +
Fenol 2% - - - -
46
Putih Telur + + + +
Pembahasan :
VI. Kesimpulan
Untuk mengidentifikasi sifat dan reaksi dari asam amino dan protei
digunakan 5 test yaitu :
1. Test millon u/ menegtahui derivat-derivat monofenol seperti tirosin
2. Test hopskins-cole u/ Menguji adanya triptofan yang berkondensasi
dengan aldehid dan dengan penambahan H2SO4 p membentuk
kompleks warna.
47
3. Test ninhidrin u/ Menguji adanya asam amino alfa dan Dinyatakan +
ketika memberikan hasil warna biru keunguan.
4. Test xanthoprotein u/ Mengamati adanya inti benzen dalam larutan
uji dan Dinyatakan + apabila Senyawa nitro yang terbentuk berwarna
kuning dan dalam suasana alkalis akan terionisasi dengan bebas dan
warnanya menjadi lebih tua/jingga.
5. Pengaruh logam berat Untuk mengetahui apakah penambahan logam
berat mampu mengkoagulasi protein dan Dinyatakan + apabila
terbentuk endapan yang tidak larut.
Didapat hasil :
BAB 3
I. Tujuan Percobaan
Mengetahui prinsip pemeriksaan glukosa pada urine dengan test benedict.
II. Dasar teori
Merupakan pemeriksaan penyaring untuk mengetahui adanya gula
dalam urin dan sifatnya semi kuantitatif. Salah satu reagen yang dapt
digunakan untuk melakukan tes ada tidaknya glukosa adalah dengan
48
benedict yang menggunakan sifat glukosa sebagai sifat pereduksi.
Benedict adalah reagen yang berwarna biru jernih ( karena mengandung
++
kupri, Cu ) tetapi ketika dicampurkan lalu dipanaskan hingga mendidih
dengan suatu substrat yang mengandung glukosa di rantai kimianya, ion
+
kupri akan direduksi menjadi Cu atau kupro lalu dioksidasi manjadi
Cu2O. Hasil oksidasi ini akan menghasilkan substrat yang berwarna
orange-kecoklatan yang tidak bisa dilarutkan di air.
Ketika reagen benedict dicampurkan dan dipanaskan dengan
glukosa, di mana glukosa memiliki elektron untuk diberikan, tembaga (
salah satu kandungan di reagen benedict) akan menerima elektron tersebut
dan mengalami reduksi sehingga terjadillah perubahan warna. Selama
2+ +
proses ini Cu tereduksi menjadi Cu . ketika Cu mengalami reduksi,
glukosa membrikan salah satu elektronnya dan dioksidasi. Karena glukosa
mampu mereduksi Cu pada benedict, maka glukosa disebut sebagai gula
pereduksi.
Pemeriksaan dengan benedict paling sering untuk mendeteksi
diabetes melitus dengan melihat ada tidaknya glukosa dalam urin pasien.
Penderita diabetes mensekresikan glukosa di dalam urin karena pada
diabetes, glukosa tidak dapat diabsorpsi secara maksimal ke dalam sel-sel
atau jaringan. Jika hasil benedict memberikan hasil yang positif pada
seorang pasien, alangkah baiknya jika dilakukan lanjutan untuk
memastikan diagnosis. Pada keadaan normal karbohidrat diekskresi lewat
urin dalam jumlah yang kecil ( kurang dari 50 mg/ml ).
Untuk membantu membuat diagnosa atau mengikuti perjalanan
penyakit atau gangguan metabolisme dan gangguan organ-organ atau
faktor-faktor yang berhubungan dengan metabolisme tersebut.
Untuk mengetahui kandungan glukosa yang terdapat di dalam urine
baik secara normal maupun patologis.
49
diserap secara aktif kembali ke dalam darah. Glukosa urin dalam
keadaan normal adalah nol. Apabila kadar glukosa lebih besar dari 180
mg per 100 ml darah, seperti yang dapat terjadi pada diabetes, maka
pengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urine untuk
masuk kembali ke darah mengalami kejenuhan. Dengan demikian,
pengangkut-pengangkut tersebut tidak dapat mengangkut glukosa lebih
banyak. Setiap glukosa yang lebih dari 180 mg per 100 ml akan keluar
melalui urin.
50
7) Biarkan menjadi dingin perlahan- lahan.
8) Lakukan penafsiran dan catat hasil percobaan.
Warna Penilaian Kadar
Biru - -
Hijau + Kurang dari 0,5 %
Kuning ++ 0,5 - 1,0 %
Jingga +++ 1,0 2,0 %
Merah ++++ Lebih dari 2%
V. Bagan alir
51
VI. Data dan Hasil Pengamatan
Kadar Pengamatan
0% Biru
0,3% Hijau
0,75 % Hijau kekuningan
1,5% Kuning
3% Orange kemerahan
VII. Pembahasan
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi
ion kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urin. (Anonim, 2011).
Adanya glukosa dalam urin dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa
yang dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Uji ini
tidak hanyan spesifik terhadap glukosa, gula lain yang mempunyai sifat
mereduksi dapat juga memberikan hasil yang positif.
Gugus aldehid atau keton bebas gula akan mereduksi kuproksida
dalam pereaksi benedict menjadi kuprooksida yang berwarna. Dengan ini
dapat diperkirakan secara kasar (semi kuantitatif) kadar gula dalam urin.
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh adalah warna keempat larutan
tersebut adalah biru yang merupakan warna khas Cu yang terdapat dalam
pereaksi benedict. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam
suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau
keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya
52
kuprooksida berwarna merah. Pemeriksaan Benedict ini bertujuan untuk
mendeteksi adanya glukosa, asam homogentisat, dan substansi reduktor
lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin, sesuai dengan mekanisme reaksi
yaitu reduksi tembaga sulfat.
Selanjutnya perlakuan yang dilakukan adalah memanaskan kelima
tabung tersebut selama lima menit di dalam air mendidih. Adapun tujuan
dari dilakukannya pemanasan tersebut adalah untuk mempercepat reaksi
antara logam Cu dalam pereaksi benedict dengan glukosa dalam
urin. Setelah pemanasan keempat tabung reaksi tersebut didiamkan sampai
terbentuk endapan berwarna. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat
dan diketahui bahwa untuk sampel urin yang terdapat pada tabung I tidak
terdapat glukosa.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun
memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji
glukosa urin. Adapun kemungkinan yang dapat terjadi adalah adanya
penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi),
adanya penyakit hepar dan keracunan logam berat, atau adanya faktor
farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid,
karbamazepin). Sedangkan untuk hasil yang diperoleh untuk tabung II, III,
IV dan V sesuai dengan kadar glukosa yang ditambahkan pada tabung
tersebut.
VIII. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil daripercobaan ini adalah sebagai
berikut :
Prinsip kerja dari uji benedict semi kuantitatif ini adalah pereaksi benedict
yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula
yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa).
53
54