Anda di halaman 1dari 19

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Abses
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal,
manifestasinya berupa peradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan
kerusakan jaringan setempat. Penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang
terkena serta penyebab virulensi organisme.17

2.1.1 Etiologi Abses di Rongga Mulut


Secara morfologi dan biokemikal paling sedikit ada 400 kelompok bakteri di
dalam rongga mulut. Infeksi dalam rongga mulut lebih banyak disebabkan oleh
adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob. Abses didalam
rongga mulut disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebabnya yang sering
ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah Alpha-hemolytic Streptococcus,
Peptostrepcoccus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides melaninogenicus,
Staphylococcus dan Fusobacterium. Persentase Staphylococcus aureus yang
merupakan hasil pengkulturan murni dari abses adalah sebesar 0,7-15%.1,17,18

2.1.2 Abses Periodontal


Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada
jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau
abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat
merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta
mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan
terletak di dalam saku periodontal.17 Abses periodontal merupakan kasus darurat
penyakit periodontal ketiga yang paling sering terjadi mencapai 7-14%, setelah abses
dentoalveolar akut (14-25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi.18

Universitas Sumatera Utara


6

Gambar 1. Abses periodontal pada


insisivus sentralis18

2.1.3 Etiologi Abses Periodontal


Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:2,17
a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis
adalah:
1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan
infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup.
3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam
pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan
pengeluaran supurasi.
4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada
pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.
b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan
periodontitis adalah:
1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn,
potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.
2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3. Infeksi lateral kista.

Universitas Sumatera Utara


7

4. Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi


predisposisi pembentukan abses periodontal.

2.1.4 Patofisiologi Abses Periodontal


Masuknya bakteri ke dalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal
terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor
kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan
menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan
memproduksi pus.17
Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi
bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya,
membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju
destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya, virulensinya dan
pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.17

2.1.5 Macam-Macam Abses Periodontal


Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
a. Berdasarkan lokasi abses
1. Abses gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva
atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari
berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing.
Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan
sering berfluktuasi.2,17
2. Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada
saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan
periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan saku periodontal yang
sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinisnya

Universitas Sumatera Utara


8

terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah


pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya
kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi
mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat.
Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku
periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam
menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan
bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik
dan akibat dari penyakit rekuren. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus
merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal.17,18
3. Abses perikoronal
Abses perikoronal adalah abses yang terjadi karena adanya inflamasi jaringan lunak
operkulum, yang menutupi sebagian gigi yang sedang erupsi. Abses perikoronal
ditemukan pada gigi yang mengalami perikoronitis. Keadaan ini paling sering terjadi
pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan abses
gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan
impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah
terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya
eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.17
b. Berdasarkan jalannya lesi
1. Abses periodontal akut
Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous, lunak,
pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap
perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang
disertai demam dan limfadenopati.17
2. Abses periodontal kronis
Abses periodontal kronis biasanya asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan
gejala-gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan
oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah hemeostatis antara host dan

Universitas Sumatera Utara


9

infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa
nyeri akan timbul bila adanya saku periodontal, inflamasi dan saluran fistula.17
c. Berdasarkan jumlah abses
1. Abses periodontal tunggal
Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal
mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada.17
2. Abses periodontal multipel
Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien
dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi
antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien
multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa gigi.17

2.2 Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroflora normal yang
umumnya berada pada hidung dan kulit dengan rentangan insidens 20-85%,
sementara pada kulit 5-25%, pada rongga mulut 10-35%.19 Bakteri ini bersifat
patogen yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada manusia
apabila dipengaruhi faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas bakteri dan
penurunan daya tahan tubuh host.20 Staphylococcus aureus merupakan salah satu
bakteri yang berkaitan dalam bidang ilmu kedokteran gigi yang dapat menyebabkan
infeksi yang bersifat abses lokal namun dapat juga menyebar melalui pembuluh darah
dan menyebabkan abses pada organ dalam seperti paru-paru dan jantung.21

2.2.1 Staphylococcus aureus (ATCC 29213)


Staphylococcus aureus (ATCC 29213) merupakan kultur bakteri yang
berasal dari American Type Culture Collection (ATCC). Kultur ini dikhususkan
untuk digunakan dalam penelitian sehingga tidak dapat digunakan untuk tujuan
terapetik dan diagnostik terhadap hewan maupun manusia. Staphylococcus aureus
(ATCC 29213) tumbuh dengan cepat pada temperatur 37C namun pembentukan
pigmen terbaik pada temperatur kamar (20-35)C.22

Universitas Sumatera Utara


10

2.2.2 Klasifikasi Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif. Jika diamati dibawah
mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau
berkelompok seperti buah anggur.19,20
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:19
Domain : Bacteria
Kindom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Class : Cocci
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2. Staphylococcus aureus


secara mikroskopis23

2.2.3 Morfologi Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk kokus
(bulat) menyerupai bola dengan garis tengah 0,8-1,0 m tersusun dalam kelompok-
kelompok tidak teratur (menyerupai buah anggur). Staphylococcus aureus bersifat
non-motil (tidak bergerak), non-spora, anaerob fakultatif, katalase positif dan
oksidase negatif.19,20 Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0-9,8 dengan pH optimum
7,0-7,5.19 Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum (35-37)C, tetapi membentuk

Universitas Sumatera Utara


11

pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25)C. Koloni pada perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol dan
berkilau.19,21

Gambar 3. Staphylococcus aureus pada


media Blood Agar (BA)24

Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob tetapi bila sudah berpindah ke


tempat lain dapat bersifat anaerob fakultatif, mampu memfermentasikan manitol dan
menghasilkan enzim koagulase, hialurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Bakteri
ini mengandung lisostafin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.
Staphylococcus aureus mempunyai dinding sel yang terdiri dari kapsul,
peptidoglikan, asam teikoat, protein A, membran sitoplasma, clumping factor.25
Kapsul merupakan lapisan terluar dinding sel Staphylococcus aureus yang
diselubungi oleh kapsular polisakarida. Sebagian besar isolat klinis Staphylococcus
aureus menghasilkan kapsuler polisakarida dan 11 serotipe telah diidentifikasi. Studi
serotipe mengungkapkan bahwa isolasi klinis Staphylococcus aureus dari manusia
kebanyakan Staphylococcus aureus serotipe 5 dan 8 dengan prevalensi masing-
masing 25% dan 50%. Staphylococcus aureus serotipe 5 bersifat antifagositik, juga
menghasilkan faktor virulensi yang lebih tinggi.26
Komponen utama dinding sel adalah peptidoglikan yang menyusun hampir
50% dari berat dinding sel. Peptidoglikan tersusun dari polimer polisakarida (asam N-

Universitas Sumatera Utara


12

asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramik), polipeptida (L-Ala, D-Glu, L-Lys, D-


Ala, D-ala) dan pentaglisin. Dinding sel Staphylococcus aureus juga mengandung
asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah
beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung
aglutinogen dan N-asetilglukosamin.19,25

2.2.4 Mekanisme infeksi Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus memiliki beberapa mekanisme untuk menyebabkan
infeksi, diantaranya adalah:21
a. Perlekatan pada protein sel inang
Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang
membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein ini adalah laminin dan
fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan
endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau fibrinogen
yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan jaringan.
b. Invasi
Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan sejumlah
besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan penting dalam
proses invasi Staphylococcus aureus adalah -toksin, -toksin, -toksin, -toksin,
leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim seperti protease, lipase,
DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak.
c. Perlawanan terhadap ketahanan inang
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri terhadap
mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang dimiliki
Staphylococcus aureus adalah simpai polisakarida, protein A, dan leukosidin.
d. Pelepasan beberapa jenis toksin
Pelepasan beberapa jenis toksin dari Staphylococcus aureus diantaranya
adalah eksotoksin, superantigen, dan toksin eksfoliatin.

Universitas Sumatera Utara


13

2.2.5 Penyakit Infeksi


Staphylococcus aureus sebagai salah satu mikroflora normal yang berada di
dalam rongga mulut, bilamana dipengaruhi oleh faktor predisposisi seperti perubahan
kuantitas mikroorganisme menjadi tidak seimbang dan penurunan daya tahan tubuh
host, maka mikroflora normal dapat menyebabkan penyakit infeksi. Staphylococcus
aureus yang patogen bersifat invasif, menghasilkan koagulase dan cenderung
menghasilkan pigmen kuning, bersifat hemolitik, serta mencairkan gelatin. Beberapa
penyakit infeksi dalam rongga mulut dan sekitarnya yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus yaitu abses, gingivitis, angular cheilitis, parotitis,
Staphylococcal mucositis dan denture stomatitis.3 Staphylococcus aureus sebagai
agen kausatif ataupun faktor predisposisi selain menyebabkan infeksi superfisial pada
kulit dan mukosa, juga menyebabkan infeksi nosokomial, septikemia, pneumonia,
osteomielitis, gastroenteritis, Toxic Shock Syndrome (TSS), dan sepsis.4,5,6
Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang
disertai abses bernanah. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi
koagulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk
dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi
peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakteremia. Bakteremia dapat
menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau
infeksi paru-paru. Kontaminasi langsung Staphylococcus aureus pada luka terbuka
(seperti luka pasca bedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis
setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan
penyebab infeksi nosokomial.6,27

2.3 Tanaman Jambu Biji


Tanaman jambu biji bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Dari berbagai
sumber pustaka menyebutkan bahwa tanaman jambu biji berasal dari Meksiko
Selatan, Amerika Tengah, dan benua Amerika yang beriklim tropis (USA, Peru,
Bolivia). Di Indonesia pengembangan budi daya jambu biji masih terbatas dalam

Universitas Sumatera Utara


14

bentuk penanaman di pekarangan dan tidak bersifat komersial. Sebagian besar pohon
jambu biji yang ditanam oleh masyarakat Indonesia varietasnya didatangkan dari
Thailand. Di Indonesia tanaman jambu biji memiliki beberapa nama daerah misalnya
guawa (Ende), pertukal atau jambu susu (Sumatera), klutuk (Jawa Barat), goyawas
(Manado), jambu biji (Jawa Tengah dan Jawa Timur).28,29

2.3.1 Klasifikasi Tanaman Jambu Biji


Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan spesies dari famili
Myrtaceae.7-10,13 Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:9,28,29
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava, Linn

Gambar 4. Tanaman jambu biji


buah putih9

Universitas Sumatera Utara


15

2.3.2 Morfologi Tanaman Jambu Biji


Tanaman jambu biji berasal dari Amerika tropik,12 tumbuh pada tanah yang
gembur maupun liat, pada tempat terbuka, dan mengandung air yang cukup banyak.
Tanaman jambu biji ditemukan pada ketinggian 1-1.200 mdpl. Tanaman jambu biji
berbunga sepanjang tahun, perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan
banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, berwarna coklat kehijauan.29

2.3.3 Morfologi Daun Jambu Biji Buah Putih


Daun jambu biji buah putih tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri
dari tangkai (Petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Daun
jambu biji buah putih menghasilkan aromatik jika diremas. Dilihat dari letak bagian
terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji buah putih berada ditengah-
tengah dan memiliki bagian jorong dengan panjang 6-14 cm dan lebar 3-6 cm. Daun
jambu biji buah putih memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun ini
memiliki satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan
tangkai daun dari ibu tulang ke samping, keluar tulang-tulang cabang. Tanaman
jambu biji memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumnya warna daun bagian atas
tampak lebih hijau jika dibandingkan sisi bawah daun. Tangkai daun berbentuk
selindris dan tidak menebal pada bagian tangkainya.29

Gambar 5. Daun jambu biji buah putih30

Universitas Sumatera Utara


16

2.3.4 Kandungan Kimia Tanaman Jambu Biji


Dari hasil screening secara kualitatif, didapatkan kandungan fitokimia dalam
tanaman jambu biji adalah:

Tabel 1. Fitokimia Dari Jambu Biji15

Bagian Tanaman Senyawa Kimia


Buah Karbohidrat (13,2%), Lemak (0,53%), Protein (0,88%),
Kadar air (84,9%), Makronutrisi seperti Mn, Fe, P dan Ca, S,
Vitamin
Daun Sitokinin seperti Zeatin, Zeatin Riboside, Zeatinnukleotida,
Flavonoid, Saponin, Asam Oleanolic, Nerolidiol, Asam
Ursolic, Asam Crategolic, Asam Guayavolic, Minyak
esensial seperti -caryophyllene, a-pinene, 1,8-cineole,
Tanin, Asam Guavanoic, 2 asam ursolat-a-hidroksi, Ileletifol,
Asam Isoneriucoumaric, Guajadial, asam 2a-
hydroxyoleanolic, Morin-3-OAL-arabopyranoside,
Quercetin, Hyperin, Myricetin 3-O--Dglucoside, Quercetin-
3-O--D-glucurunopyranoside, 1-O-galloyl- -D-glukosa,
Diguajadial
Kulit Buah Asam ascorbic
Kulit Pohon Tanins, Resin, Kristal dari Kalsium oxalate.
Akar Tanin, Leucocyanidin, Sterol, Asam Galic, Karbohidrat dan
Garam
Benih Protein, Minyak Pati, Fenolik dan senyawa Flavonoid, Asam
Linoleic
Kuncup Bunga Quercetin, Myricetin, Luteolin, Kaempferol dan Apigenin
Ranting Kalsium, Magnesium, Fosfor, Kalium, Natrium, Fluoride,
Tembaga, Besi, Seng, Mangan, Flavonoid,
Alkohol Sesquiterpen dan Asam Triterpenoid

Universitas Sumatera Utara


17

Senyawa tanin yang terkandung dalam daun jambu biji dapat diperkirakan
sebanyak 912%.9,14 Tanin dapat menimbulkan rasa sepat pada buah dan daun jambu
biji, tetapi berfungsi memperlancar sistem pencernaan, dan sirkulasi darah. Tanin
mempunyai sifat sebagai pengelat berefek spasmolitik yang mengkerutkan usus
sehingga gerak peristaltik usus berkurang.14
Daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid yang sangat tinggi. Flavonoid
adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar di
dunia tumbuhan. Quercetin adalah zat sejenis flavonoid yang ditemukan dalam buah-
buahan, sayuran, daun dan biji-bijian. Hal ini juga dapat digunakan sebagai bahan
dalam suplemen, minuman atau makanan. Quercetin memiliki aktivitas anti
inflamasi, anti viral, aktivitas anti tumor, dan antioksidan.30

2.3.5 Aktivitas Antibakteri Daun Jambu Biji Buah Putih


Berdasarkan efektif kerjanya, senyawa antibakteri dibagi dua yaitu, senyawa
antibakteri berspektrum luas dan berspektrum sempit. Senyawa antibakteri
berspektrum luas efektif terhadap bakteri yang bersifat gram positif dan gram negatif,
sedangkan senyawa antibakteri berspektrum sempit hanya efektif untuk bakteri gram
positif atau gram negatif saja. Dari hasil beberapa penelitian, senyawa antibakteri
pada ekstrak daun jambu biji berspektrum luas, karena selain mampu menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif, juga mampu menghambat bakteri gram positif,
seperti Escherichia coli, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, Proteus mirabilis,
Mycobacterium phlei dan Shigella dysenteria.15
Tanin merupakan komponen utama dari daun jambu biji, bersifat antibakteri
dengan cara mempresipitasi protein. Tanin senyawa polifenol yang mengikat protein
kaya prolin yang mengganggu sintesis protein dan telah terbukti memiliki aktivitas
antibakteri. Mekanisme tanin sebagai antibakteri dengan mengkerutkan dinding sel
dan membran sel, inaktivasi enzim, merusak atau inaktivasi fungsi materi genetik.
Selain tanin senyawa yang bersifat antibakteri pada daun jambu biji adalah flavonoid
dan saponin.

Universitas Sumatera Utara


18

Ekstrak daun jambu biji muda mengandung senyawa fenol yang cukup banyak
diantaranya flavonoid, sehingga daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba.
Flavonoid merupakan salah satu antiseptik tertua dengan khasiat bakteriosidal.
Mekanisme flavonoid sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan
menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa fenolik
bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel bakteri
meskipun dalam konsentrasi sangat rendah. Flavonoid dapat menyebabkan kerusakan
sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan menyebabkan kebocoran sel.14,15
Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah
ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin
termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada
bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur
membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi
hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.8,14,15
Dalam penelitian Aponno dkk (2014) di Manado membuktikan bahwa ekstrak
daun jambu biji dalam bentuk sedian gel memiliki efektivitas terhadap penyembuhan
luka pada kelinci yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Didalam gel ekstrak
daun jambu biji mengandung zat aktif yang mampu meningkatkan aliran darah ke
daerah luka dan juga dapat menstimulasi fibrolast sebagai respon untuk penyembuhan
luka. Penyembuhan luka terinfeksi dilihat berdasarkan adanya pembekuan darah,
terbentuknya keropeng (scab), hilangnya nanah.31
Sejalan dengan itu, penelitian Penelitian Richard dkk (2013) di Nigeria
membuktikan bahwa ekstrak daun dan batang jambu biji dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur antara lain Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermis, Microsporum gypseum, Trichophyton mentagrophytes.10
Penelitian Anas dkk (2008) di India juga membuktikan perbandingan ekstrak
daun jambu biji dengan menggunakan pelarut metanol dan air, memiliki antibakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian diperoleh kadar hambat
minimum (KHM) masing-masing sebesar 625 g/ml dan 75 l sedangkan kadar

Universitas Sumatera Utara


19

bunuh minimum (KBM) masing-masing sebesar 100 l dan 125 l. Adanya senyawa
aktif tanin yang terkandung dalam ekstrak daun jambu biji menyebabkan denaturasi
protein sehingga dapat menghambat dan membunuh bakteri.32
Penelitian Sanches dkk (2005) di Brazil juga membuktikan ekstrak daun,
batang dan akar dari jambu biji dengan pelarut etanol memiliki antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa. Adanya senyawa aktif flavonoid yang terkandung dalam ekstrak daun
jambu biji sehingga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan Staphylococcus
aureus dengan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM)
sebesar 125 g/ml dan 250 g/ml, 62,5 g/ml dan 125 g/ml, 125 g/ml dan 250
g/ml.13

2.4 Uji Sensitivitas Bakteri dengan Menggunakan Prosedur Kadar


Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM)
Uji sensitivitas bakteri dengan menggunakan prosedur Kadar Hambat
Minimum (KHM) adalah suatu metode yang mengukur secara tepat berapa
konsentrasi bahan antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang
sudah diinokulasi dengan standard yang sudah ditetapkan. Metode dilusi cair
digunakan pada prosedur ini, dimana banyaknya bahan antibakteri yang sudah
ditentukan diencerkan dengan media yang sudah ditentukan dan diinokulasi dengan
suspensi bakteri yang sudah terstandard. Hasil akhirnya, KHM, didapat dengan
melihat tabung reaksi terakhir (tabung reaksi dengan konsentrasi bahan antibakteri
yang paling sedikit) yang jernih, artinya bebas dari pertumbuhan bakteri. Prosedur
KHM ini dapat memberi perkiraan yang lebih baik untuk kemungkinan banyaknya
dosis yang diperlukan dalam menghambat pertumbuhan bakteri secara in vivo dan
juga membantu mengukur dosis obat yang diperlukan oleh pasien.33
Selain prosedur KHM, ada prosedur lain untuk menilai efektivitas perawatan
antibakteri. Efek bakteriosidal dapat diperkirakan dengan melakukan subkultur
tabung reaksi yang terlihat jernih ke media padat yang bebas dari bahan antibakteri.

Universitas Sumatera Utara


20

Hasilnya, misal terlihat penurunan koloni bakteri sebanyak 99,9%, selain dari
percobaan kelompok kontrol, disebut Kadar Bunuh Minimum (KBM).33

2.5 Landasan Teori


Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroflora normal yang
umumnya berada pada hidung dan kulit dengan rentangan insidens 20-85%,
sementara pada kulit 5-25%, pada rongga mulut 10-35%. Bakteri ini bersifat patogen
yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada manusia, apabila
dipengaruhi faktor predisposisi seperti perubahan kuantitas bakteri dan penurunan
daya tahan tubuh host.
Staphylococcus aureus yang patogen menghasilkan koagulase dan cenderung
menghasilkan pigmen kuning dan bersifat hemolitik. Perannya dapat sebagai agen
kausatif ataupun faktor predisposisi dalam berbagai penyakit, seperti parotitis,
angular cheilitis, dan infeksi endodontik. Selain menyebabkan infeksi superfisial pada
kulit dan mukosa, juga dapat menyebabkan pembentukan abses, septikemia,
pneumonia, osteomielitis, dan gastroenteritis.
Persentase Staphylococcus aureus yang merupakan hasil pengkulturan murni
dari abses adalah sebesar 0,7-15%. Abses periodontal merupakan infeksi lokal
purulen di dalam dinding gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan
destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Masuknya bakteri ke dalam
dinding saku jaringan lunak merupakan awal terjadinya abses periodontal, serta
kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari
pembentukan abses periodontal.
Daun jambu biji mengandung senyawa aktif yang lain seperti tanin,
triterpenoid, flavonoid, eugenol yang mempunyai efek antibakteri dengan cara
merusak struktur membran sel. Dinding sel Staphylococcus aureus mengandung asam
teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah
beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung
aglutinogen dan N-asetilglukosamin.

Universitas Sumatera Utara


21

Tanin merupakan komponen utama dari daun jambu biji, bersifat antibakteri
dengan cara mempresipitasi protein. Tanin senyawa polifenol yang mengikat protein
kaya prolin yang mengganggu sintesis protein dan telah terbukti memiliki aktivitas
antibakteri. Mekanisme tanin sebagai antibakteri dengan mengkerutkan dinding sel
dan membran sel, inaktivasi enzim, merusak atau inaktivasi fungsi materi genetik.
Ekstrak daun jambu biji muda mengandung senyawa fenol yang cukup banyak
diantaranya flavonoid, sehingga daun jambu biji memiliki aktivitas antimikroba.
Mekanisme flavonoid sebagai antibakteri adalah meracuni protoplasma, merusak dan
menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Flavonoid dapat
menyebabkan kerusakan sel bakteri, denaturasi protein, inaktivasi enzim dan
menyebabkan kebocoran sel.
Triterpenoid meskipun terutama digunakan untuk kualitas aromatik, juga telah
ditemukan sebagai agen yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara menghambat sintesis enzim dan merusak struktur membran sel. Saponin
termasuk senyawa triterpenoid telah ditemukan memiliki efek penghambatan pada
bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dengan cara merusak struktur
membran sel. Saponin dapat sebagai antimikroba, berdasarkan sifat racunnya bagi
hewan berdarah dingin dapat menghemolisis sel darah merah.

Universitas Sumatera Utara


Kerangka Teori

Kandungan daun jambu biji: Daun Jambu Biji Impaksi dari benda
Tanin Damar asing seperti potongan
Flavonoid Asam Oksalat tusuk gigi
Anti diare
Guayaverin Garam-garam mineral
Leukosianidin Triterpenoid Anti inflamasi
Destruksi ligamen
Minyak atsiri Saponin Anti viral
Asam malat Quercetin Anti fungi periodontal dan tulang
alveolar
Anti oksidan
Anti bakteri
Pembengkakan gingiva,
mengkilat disertai rasa
sakit
Triterpenoid menghambat sintesis Tanin mengkerutkan dinding sel dan
enzim dan merusak struktur membran sel membran sel, mempresipitasi protein,
Saponin merusak struktur membran sel inaktivasi enzim, inaktivasi fungsi materi Abses periodontal
genetik
Flavonoid denaturasi protein, inaktivasi
Pus (Nanah)
enzim dan menyebabkan kebocoran sel

Bakteriostatis Bakteriosidal

Staphylococcus aureus

Kadar Hambat Kadar Bunuh


Minimum (KHM) Minimum (KBM)

22

Universitas Sumatera Utara


2.6 Kerangka Konsep

Morfologi daun jambu biji Daun Jambu Biji Buah Putih Daun jambu biji buah
buah putih putih yang diambil dari
Waktu pertumbuhan daun Perkebunan Fakultas
jambu biji buah putih Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih Pertanian USU
Keadaan tanah, curah
hujan dan lingkungan
tanaman

50% 25% 12,5% 6,25% 3,125% 1,56%

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus


Teknik pengisolasian
yang diisolasi dari abses
(ATCC 29213) dan pengkulturan
rongga mulut

Media BHI, MHB, MSA, BA


Temperatur
Lama inkubasi
Sterilisasi alat
Efektivitas Lama penyimpanan ekstrak
Keterampilan operator
Pencahayaan ruangan yang terang

Kadar Hambat Minimum (KHM) Kadar Bunuh Minimum (KBM)

23

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai