Anda di halaman 1dari 96

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

KARYA TULIS TUGAS AKHIR

EVALUASI ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN


TERHADAP LAPORAN OPERASIONAL TAHUN 2015 DI KPP PRATAMA
JAKARTA CENGKARENG

Diajukan oleh:
Trisia Sinta Uli
NPM: 133060018195

Mahasiswa Program Studi Diploma III Akuntansi Untuk


Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Dinyatakan
Lulus Program Studi Diploma III Akuntansi Tahun
2016
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PERSETUJUAN
KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : TRISIA SINTA ULI

NOMOR POKOK MAHASISWA : 133060018195

JURUSAN : AKUNTANSI

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III AKUNTANSI

BIDANG STUDI : AKUNTANSI PEMERINTAH

JUDUL KARYA TULIS TUGAS : EVALUASI ATAS PENERAPAN STANDAR


AKHIR AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERHADAP
LAPORAN OPERASIONAL TAHUN 2015
KPP PRATAMA JAKARTA CENGKARENG

Mengetahui Menyetujui
Ketua Jurusan Akuntansi, Dosen Pembimbing,

Yuniarto Hadiwibowo, S.E., S.S.T., Andy Prasetiawan Hamzah, S.S.T.,


M.A., Ph.D. Ak, CA M.Si., Ak, CA
NIP 19740609 199502 1 001 NIP 19761014 199903 1 006

ii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI


KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : TRISIA SINTA ULI


NOMOR POKOK MAHASISWA : 133060018195
JURUSAN : AKUNTANSI
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III AKUNTANSI
BIDANG STUDI : AKUNTANSI PEMERINTAH

JUDUL KARYA TULIS TUGAS : EVALUASI ATAS PENERAPAN STANDAR


AKHIR AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERHADAP
LAPORAN OPERASIONAL TAHUN 2015
KPP PRATAMA JAKARTA CENGKARENG

Tangerang Selatan, 2016

1. ....................................................... (Dosen Penilai I/Pembimbing)


Andy Prasetiawan Hamzah, S.S.T., M.Si., Ak, CA
NIP 19761014 199903 1 006

2. ....................................................... (Dosen Penilai II)


Widhayat Rudhi Windarta, Ak., M.Ak.
NIP 19720525 199302 1 001

iii
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

PERNYATAAN KEASLIAN
KARYA TULIS TUGAS AKHIR

NAMA : TRISIA SINTA ULI


NOMOR POKOK MAHASISWA : 133060018195
JURUSAN : AKUNTANSI
PROGRAM STUDI : DIPLOMA III AKUNTANSI
BIDANG STUDI : AKUNTANSI PEMERINTAH
JUDUL KARYA TULIS TUGAS : EVALUASI ATAS PENERAPAN STANDAR
AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERHADAP
LAPORAN OPERASIONAL TAHUN 2015
KPP PRATAMA JAKARTA CENGKARENG

Dengan ini menyatakan bahwa sesungguhnya Karya Tulis Tugas Akhir ini
adalah hasil tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan
yang saya salin atau tiru tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya. Bila
terbukti saya melakukan tindakan plagiarisme, saya siap dinyatakan tidak lulus dan
dicabut gelar yang telah diberikan.

Tangerang Selatan, 15 Juni 2016


Yang memberi pernyataan,

Trisia Sinta Uli


NPM 133060018195

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya

Tulis Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat waktu. Karya Tulis Tugas Akhir (KTTA)

yang penulis susun merupakan salah satu syarat dari sebagian syarat-syarat dinyatakan

lulus dalam menyelesaikan perkuliahan Program Diploma III Jurusan Akuntansi di

Politeknik Keuangan Negara STAN.

Karya Tulis Tugas Akhir ini berjudul Evaluasi atas Penerapan Standar

Akuntansi Pemerintahan terhadap Penyusunan Laporan Operasional di KPP Pratama

Jakarta Cengkareng. Dalam penyusunan Karya Tulis Tugas Akhir ini, penulis banyak

menerima bantuan seperti dorongan, motivasi dan bimbingan sehingga Karya Tulis

Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dengan ketulusan

hati yang terdalam, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Papa dan Mama serta Abang dan Kakak penulis yakni Sanggam Tua Pandapotan

L.T. dan Santi Sartika L.Tobing di Pekanbaru yang tak henti-hentinya memberikan

doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

2. Segenap keluarga besar penulis yakni keluarga L.Tobing dan Tumanggor yang tiada

henti-hentinya mendukung, mendoakan dan memotivasi penulis selama mengikuti

perkuliahan di Politeknik Keuangan Negara STAN.

3. Bapak Kusmanadji,Ak.MBA selaku Direktur Politeknik Keuangan Negara STAN.

4. Bapak Andy Prasetiawan Hamzah, S.S.T., M.Si., Ak, CA selaku dosen pembimbing

yang telah begitu sabar dan tulus memberikan waktu, pikiran, tenaga, bimbingan dan

motivasi yang luar biasa kepada penulis.

v
5. Seluruh dosen dan staf PKN STAN yang telah mendidik, membimbing, dan

memotivasi penulis selama mengikuti perkuliahan di PKN STAN.

6. Thomas, Mas Gesang, dan seluruh pegawai di KPP Pratama Jakarta Cengkareng

yang telah membantu penulis dalam penyediaan data yang diperlukan untuk

penyelesaian Karya Tulis Tugas Akhir ini.

7. Sahabat terbaik penulis yakni Julian Novan, Jasmine Bestri, Maria Aleksandra, dan

Vincentia Nadia yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat bagi

penulis selama perkuliahan di PKN STAN serta membantu penulis dalam

penyelesaian Karya Tulis Tugas Akhir ini.

8. Sahabat doa penulis yakni Thomas Dwi Handoko, Chatarina Sara, Veronica Intan,

Ambrosius Dendi, Dicky Suwondo, Christine Melisa dan Dementieva Maharani

yang senantiasa mendoakan penulis, memberikan dukungan, semangat dan motivasi

kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Tugas Akhir ini.

9. Sahabat SMA penulis yakni Renzy Tirtany, Nency Yessira, dan Mahelga Levina

yang selalu setia memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di PKN STAN.

10.Teman-teman satu kelompok pengerjaan KTTA yang merupakan teman

seperjuangan penulis selama penulisan KTTA yang telah banyak membantu penulis

selama penyusunan KTTA ini, yakni Andre, Luky, Dona, Cia, Jessyca, Rizky, Riris,

Eta, dan Wahyu.

11. Teman sepermainan di kosan Griya Srikandi yang senantiasa memberikan bantuan

dan dukungan kepada penulis, yakni Woro, Tristian, Arini, Mbak Tyas, Steffi, Vivi,

Rara, Dia dan Nabila.

vi
12. Teman-teman seperjuangan selama mengikuti perkuliahan di PKN STAN, yaitu

teman-teman di kelas 1-Y, 3-Z, dan 5-AD.

13. Segenap Keluarga Mahasiswa Katolik yang selalu memberikan doa, dukungan dan

semangat bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di PKN STAN.

14. Segenap anggota Organda Rumah Riau PKN STAN yang telah memberikan banyak

bantuan dan dukungan kepada penulis.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-per satu yang telah banyak

memberikan bantuan, dorongan, dan segala masukannya dalam penyelesaian Karya

Tulis Tugas Akhir ini.

Penulis hanya bisa mendoakan semoga semua bantuan dan dukungan yang telah

mereka berikan mendapatkan balasan kebaikan dari-Nya. Kesempurnaan hanyalah

milik Tuhan Yang Maha Esa, karena itu penulis menyadari masih sangat banyak

kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam Karya Tulis Tugas Akhir ini. Untuk itu,

penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik perbaikan dari pembaca. Semoga

Karya Tulis Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi mahasiswa

PKN STAN serta bagi para pembaca pada umumnya.

Tangerang Selatan, 15 Juni 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i

PERSETUJUAN KARYA TULIS TUGAS AKHIR ....................................................ii

PERNYATAAN LULUS DARI TIM PENILAI ......................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................................iv

KATA PENGANTAR ................................................................................................... v

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL.......................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 4

C. Ruang Lingkup Penulisan ........................................................................................ 5

D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................................... 5

E. Sistematika Penyajian .............................................................................................. 7

BAB II DATA DAN FAKTA........................................................................................ 9

A. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Cengkareng .............................................. 9

1. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................................... 9

2. Visi dan Misi .................................................................................................... 10

3. Struktur Organisasi .......................................................................................... 11

4. Sumber Daya Manusia ..................................................................................... 13

5. Wilayah Kerja .................................................................................................. 14

B. Kebijakan Akuntansi KPP Pratama Jakarta Cengkareng....................................... 14

viii
C. Proses Penyusunan Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng ....... 20

1. Pendapatan-LO ................................................................................................ 21

2. Beban ............................................................................................................... 23

D. Ringkasan Laporan Keuangan KPP Pratama Jakarta Cengkareng ........................ 25

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................ 29

A. Landasan Teori....................................................................................................... 29

1. Pengertian Laporan Operasional ...................................................................... 29

2. Struktur dan Isi Laporan Operasional .............................................................. 30

3. Pos-Pos dalam Laporan Operasional ............................................................... 31

B. Pembahasan............................................................................................................ 41

1. Evaluasi atas Struktur dan Isi Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng Berdasarkan PSAP 12 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 ... 41

2. Evaluasi atas Klasifikasi, Pengakuan, Pengukuran, Pencatatan, Penyajian dan

Pengungkapan Pos-Pos Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng ...................................................................................................... 43

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 68

A. Simpulan ................................................................................................................ 68

B. Saran ...................................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 74

ix
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Kualitas Piutang ......................................................................................... 18

Tabel II.2 Masa Manfaat Aset Tetap .......................................................................... 19

Tabel II.3 Neraca Komparatif 2015 dan 2014 ............................................................ 26

Tabel II.4 Laporan Operasional Komparatif 2015 dan 2014 ...................................... 27

Tabel II.5 Struktur CaLK KPP Pratama Jakarta Cengkareng ..................................... 28

Tabel III.1 Perbandingan Struktur dan Isi LO............................................................. 42

Tabel III.2 Perbandingan Pengklasifikasian Pos Pendapatan-LO................................ 43

Tabel III.3 Perbandingan Pengklasifikasian Pos Beban .............................................. 44

Tabel III.4 Perbandingan Pengakuan Pos Pendapatan-LO ......................................... 46

Tabel III.5 Perbandingan Pengakuan Beban Persediaan............................................. 47

Tabel III.6 Perbandingan Pengakuan Beban Persediaan............................................. 48

Tabel III.7 Perbandingan Pengakuan Beban Pemeliharaan ........................................ 49

Tabel III.8 Perbandingan Pengakuan Beban Penyusutan ........................................... 50

Tabel III.9 Perbandingan Pengukuran Pendapatan-LO .............................................. 52

Tabel III.10 Perbandingan Pengukuran Beban Pegawai ............................................. 53

Tabel III.11 Pengukuran Beban Persediaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng .......... 53

Tabel III.12 Perbandingan Pengukuran Beban Jasa, Pemeliharaan, Perjalanan Dinas

................................................................................................................................ 55

Tabel III.13 Pengukuran Beban Penyusutan ............................................................... 56

Tabel III.14 Pengukuran Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih ............................. 57

Tabel III.15 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Pendapatan-LO ....................... 58

Tabel III.16 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Pendapatan-LO......................... 58

x
Tabel III.17 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual PNBP-LO ................................. 59

Tabel III.18 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Pegawai ........................ 60

Tabel III.19 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Persediaan ..................... 61

Tabel III.20 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Jasa ................................ 62

Tabel III.21 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Pemeliharaan ................. 63

Tabel III.22 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Perjalanan Dinas ........... 63

Tabel III.23 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Penyusutan .................... 64

Tabel III.24 Perbandingan Pencatatan Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih ......... 65

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Neraca ....................................................................................................... 75

Lampiran II Laporan Operasional ................................................................................ 76

Lampiran III Pengukuran Penyusutan.......................................................................... 77

Lampiran IV Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan ........................................... 79

Lampiran V Penyisihan Piutang Tak Tertagih ............................................................. 81

Lampiran VI Contoh SPP ............................................................................................ 82

Lampiran VII Contoh SPM .......................................................................................... 83

Lampiran VIII Contoh SP2D ....................................................................................... 84

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi di bidang pelaporan keuangan pemerintahan di Indonesia dilakukan

secara terus-menerus. Hal ini dibuktikan dengan berlakunya paket Undang-Undang di

bidang keuangan negara yang mengharuskan pemerintah menyusun laporan

pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD dengan cakupan informasi yang

lebih luas dan penyajian yang tepat waktu dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berlaku umum. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan amanat yang tertuang dalam

pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

yang menyebutkan Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Selanjutnya, berdasarkan amanat

itu pula, pemerintah menetapkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan berbasis kas yang bersifat sementara sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 36 (1) UU Nomor 17 Tahun 2003.

1
2

Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan standar tentang pengelolaan keuangan

negara yang baik, maka pada tanggal 22 Oktober 2010 pemerintah menetapkan PP

Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai

pengganti dari PP Nomor 24 Tahun 2005 untuk melaksanakan undang-undang yang

mensyaratkan penerapan akuntansi berbasis akrual. Perubahan menjadi akrual ini untuk

memberikan manfaat yang lebih baik lagi bagi pengguna laporan keuangan maupun

bagi pemeriksa dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini sejalan dengan

prinsip akuntansi yakni biaya yang dikeluarkan sebanding dengan manfaat yang Commented [H1]: Seharusnya kata yang cocok yang digunakan
adalah kata meliputi
Dengan menggunakan kata sambung yang
diterima.

PP Nomor 71 Tahun 2010 ini meliputi SAP Berbasis Akrual pada Lampiran I

dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II. SAP Berbasis Kas Menuju

Akrual berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan

SAP Berbasis Akrual. Selanjutnya, ditegaskan ketentuan mengenai pengakuan dan

pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat lambatnya Commented [H2]:

dalam 5 (lima) tahun. Oleh sebab itu, penerapan SAP berbasis akrual harus sudah

diterapkan selambat-lambatnya tahun anggaran 2015 oleh seluruh entitas pemerintah.

Peralihan dari SAP berbasis Kas Menuju Akrual menjadi SAP berbasis Akrual

mengakibatkan adanya perubahan yang cukup signifikan. SAP berbasis Akrual

mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial

berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan

pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.

Perubahan menjadi basis akrual inilah yang juga menambah komponen dalam laporan
3

keuangan yakni adanya Laporan Perubahan SAL, Laporan Perubahan Ekuitas dan

Laporan Operasional.

Laporan Operasional (LO) menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang

menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah

untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Unsur-

unsur yang terdapat dalam LO adalah pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar

biasa. Basis akrual untuk LO berarti pendapatan diakui pada saat hak untuk

memperoleh pendapatan telah terpenuhi walaupun kas belum diterima di Rekening Kas

Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan beban diakui pada saat

kewajiban yang mengakibatkan penurunan nilai kekayaan bersih telah terpenuhi

walaupun kas belum dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas

pelaporan. Hal ini jelas berbeda dengan SAP berbasis Kas Menuju Akrual.

Penerapan basis akrual untuk LO ini merupakan tantangan baru bagi seluruh

entitas pemerintah, yang dalam hal ini tidak terkecuali satuan kerja KPP Pratama

Jakarta Cengkareng. KPP Pratama Jakarta Cengkareng selaku KPP terbesar se-Kanwil

DJP Jakarta Barat diharapkan mampu menerapkan SAP berbasis akrual dalam

penyusunan laporan keuangannya tahun anggaran 2015 lalu. Dalam penerapan Commented [H3]: Titik awal permasalahan di dalam tugas akhir
yang ditulis penulis

akuntansi pendapatan dan belanja akrual (beban) yang baru pertama kali diterapkan di

KPP ini, mungkin terdapat beberapa permasalahan yang terjadi dalam penyusunan

laporan keuangan berbasis akrual terutama pada LO. Permasalahan tersebut dapat

muncul dikarenakan kurangnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang benar dan kurangnya kemampuan untuk

beradaptasi dengan perubahan SAP yang telah ditetapkan.


4

Lantas bagaimana proses akuntansi dalam pendapatan dan beban yang disajikan

dalam Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng? Bagaimana pula proses

pengakuan, pengukuran, pengklasifikasian, pencatatan, penyajian dan

pengungkapannya? Apakah telah sesuai dengan SAP Berbasis Akrual yang berlaku?

Apakah sumber daya manusia di KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah memiliki

kemampuan yang memadai dalam penyusunan LO-nya? Atas dasar inilah penulis

sangat tertarik mengkaji lebih dalam serta mengevaluasi bagaimana penyusunan

Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Oleh sebab itu, penulis

menetapkan judul Karya Tulis Tugas Akhir ini adalah EVALUASI ATAS

PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN TERHADAP

LAPORAN OPERASIONAL TAHUN 2015 DI KPP PRATAMA JAKARTA

CENGKARENG

B. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penyusunan Karya Tulis Tugas

Akhir ini antara lain:

1. Untuk mengevaluasi penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan didalam

penyusunan Laporan Operasional yang dihasilkan oleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng.

2. Untuk memberikan rekomendasi dan saran terkait penerapan Lampiran I PP

Nomor 71 Tahun 2010 didalam penyusunan Laporan Operasional yang

dihasilkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng.

3. Untuk menjadi salah satu literatur dan referensi bagi semua pihak yang

berkepentingan terhadap penelitian dalam karya tulis ini.


5

4. Untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk dapat lulus dari pendidikan

Program Diploma III Keuangan Jurusan Akuntansi di Politeknik Keuangan

Negara STAN.

5. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dalam mengaplikasikan

pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan serta membandingkannya

dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

Penulis akan menggunakan pendekatan positif dan normatif dalam menyusun

Karya Tulis Tugas Akhir ini. Pendekatan positif adalah pendekatan yang bertujuan

untuk menjelaskan data dan fakta yang diamati berdasarkan teori tertentu secara

sistematis sedangkan pendekatan normatif bertujuan untuk memberikan saran-saran

atas data dan fakta yang telah diamati berdasarkan pada teori tertentu.

C. Ruang Lingkup Penulisan

Dalam penyusunan Karya Tulis Tugas Akhir ini, penulis membatasi pembahasan

pada Laporan Operasional dalam laporan keuangan KPP Pratama Jakarta Cengkareng

tahun anggaran 2015. Hal ini meliputi kebijakan akuntansi terkait pos pendapatan dan

beban di dalam Laporan Operasional dimulai dari prinsip pengklasifikasian,

pengakuan, pengukuran, pencatatan, penyajian dan pengungkapannya apakah telah

sesuai dengan SAP yang berlaku. Evaluasi yang penulis lakukan didasarkan pada teori-

teori yang telah penulis pelajari yakni meliputi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

dan Peraturan Menteri Keuangan.

D. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan beberapa metode dalam rangka pengumpulan data yang

relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam Karya Tulis Tugas Akhir
6

mengenai penyusunan Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng ini,

antara lain:

1. Metode Penelitian Kepustakaan

Metode penelitian kepustakaan ini digunakan oleh penulis untuk mendukung

landasan teori yang dituangkan ke dalam Karya Tulis Tugas Akhir. Metode ini

penulis lakukan dengan membaca, mempelajari, dan memahami berbagai

sumber informasi yakni buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,

peraturan pemerintah, peraturan menteri keuangan, buletin teknis serta materi

perkuliahan yang berkaitan dengan materi dalam karya tulis ini. Adapun

sumber-sumber literatur tersebut penulis lampirkan di daftar pustaka.

2. Metode Penelitian Lapangan

Metode penelitian lapangan ini penulis lakukan dengan melakukan penelitian

secara langsung terhadap objek melalui:

a. Metode Pengamatan Langsung (Observasi)

Dalam metode ini dilakukan penelitian data dengan melakukan pengamatan

langsung atas kejadian atau peristiwa yang berkaitan dengan obyek yang

diteliti sehingga diperoleh data yang akurat untuk menunjang landasan data

dan fakta serta analisa data dan permasalahan.

b. Metode Wawancara

Melalui metode wawancara ini, penulis mengajukan pertanyaan secara lisan

kepada pihak-pihak yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan

penyusunan laporan keuangan di KPP Pratama Jakarta Cengkareng sehingga

penulis mendapatkan data yang lebih akurat.


7

E. Sistematika Penyajian

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan gambaran umum mengenai latar belakang penulisan karya

tulis ini, tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, ruang lingkup penulisan atau

pembatasan masalah, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan

penulisan serta sistematika penyajian yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis

Tugas Akhir ini.

BAB II DATA DAN FAKTA

Dalam bab ini menjelaskan gambaran umum KPP Pratama Jakarta Cengkareng

yang mencakup tugas pokok dan fungsi, visi dan misi, struktur organisasi, sumber daya

manusia dan wilayah kerjanya. Selain itu juga memberikan gambaran umum kebijakan

akuntansi KPP Pratama Jakarta Cengkareng, dan proses penyusunan Laporan

Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng yang disertai penjabaran tiap pos-pos

dalam Laporan Operasional serta ringkasan laporan keuangan KPP Pratama Jakarta

Cengkareng.

BAB III LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi landasan teori dan pembahasan. Landasan teori terdiri dari pengertian

LO, struktur dan isi LO, definisi dan pengklasifikasian, pengakuan, pengukuran,

penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos dalam LO. Sedangkan pembahasan terdiri

dari evaluasi atas struktur dan isi Laporan Operasional KPP Pratama Cengkareng

berdasarkan PSAP 12 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 baik ditinjau dari struktur

LO maupun dari pos-pos dalam LO itu sendiri. Selain itu juga dijabarkan evaluasi atas
8

klasifikasi, pengakuan, pengukuran, pencatatan, penyajian dan pengungkapan pos-pos

LO KPP Pratama Jakarta Cengkareng.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini penulis menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan

sebelumnya, yakni hasil perbandingan antara kondisi instansi pemerintah tersebut

dengan kriteria yang telah ditetapkan serta saran-saran dari penulis yang mungkin dapat

menjadi bahan masukan.


BAB II

DATA DAN FAKTA

A. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Cengkareng

1. Tugas Pokok dan Fungsi

KPP Pratama Jakarta Cengkareng adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal

Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala

Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat. KPP Pratama Jakarta Cengkareng mempunyai

tugas pokok melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif, dan pemeriksaan

sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan

Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebut, KPP Pratama Jakarta

Cengkareng menyelenggarakan fungsi:

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi

perpajakan, dan penyajian informasi perpajakan. Penetapan dan penerbitan

produk hukum perpajakan.

9
10

b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan

pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.

c. Penyuluhan perpajakan.

d. Pelaksanaan registrasi wajib pajak.

e. Pelaksanaan ekstensifikasi.

f. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

g. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

h. Pelaksanaan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

i. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

j. Pelaksanaan intensifikasi.

k. Pembetulan ketetapan pajak.

l. Pelaksanaan administrasi kantor.

2. Visi dan Misi

Visi KPP Pratama Jakarta Cengkareng adalah menjadi institusi pemerintah

yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif,

efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang

tinggi.

Misi KPP Pratama Jakarta Cengkareng adalah menghimpun penerimaan pajak

negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang mampu mewujudkan

kemandirian pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui sistem

administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.


11

3. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 206.2/PMK.01/2014

tanggal 17 Oktober 2014, dan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor : KEP-31/PJ/2015 tanggal 3 Maret 2015 tentang Penerapan Organisasi dan

tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal

Pajak. Struktur organisasi KPP Pratama Jakarta Cengkareng terdiri dari 10 seksi

dan kelompok jabatan fungsional pada Gambar II.1 dengan penjelasan berikut:

a. Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal

Bagian ini mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata

usaha, rumah tangga dan kepatuhan internal.

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Seksi ini mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan

pengolahan data, penyajian informasi, perekaman dokumen perpajakan, urusan

tata usaha penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, dan

pemantauan aplikasi e-SPT dan e-filing serta penyiapan laporan kerja.

c. Seksi Pelayanan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan produk

hukum perpajaan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,

penerimaan dan pengelolaan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat

lainnya, penyuluhan perpajakan, dan pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.

d. Seksi Penagihan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak,

penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan


12

penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen

perpajakan.

e. Seksi Pemeriksaan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan,

pengawasanpelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat

Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan pajak lainnya.

f. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan

Seksi ini mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan,

pendataan objek pajak dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis

data objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I,II,III,IV

Seksi ini masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan

kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan/ himbauan kepada wajib pajak

dan konsultasi teknis perpajakan, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data

Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan

ketetapan pajak, serta melakukan evaluasi hasil banding.

h. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak

Kelompok ini mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan

fungsional masing- masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Bagan struktur organisasi KPP Pratama Jakarta Cengkareng secara lebih jelas dapat

dilihat pada Gambar II.1.


13

Gambar II.1 Struktur Organisasi

Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Kinerja 2015

4. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah bagian penting di dalam suatu organisasi, begitu

pula dengan KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Sumber daya manusia di KPP

Pratama Jakarta Cengkareng sebanyak 77 orang yang terdiri dari 59 orang laki-laki

dan 18 perempuan. Berdasarkan pangkatnya, pegawai KPP Pratama Jakarta

Cengkareng terdiri dari Golongan II hingga Golongan IV, yaitu 5 orang Golongan

IV, 59 orang Golongan III dan 13 orang Golongan II.

Latar belakang pendidikan pegawai adalah faktor penting dalam suatu

organisasi. Latar belakang pendidikan pegawai yang tinggi dapat meningkatkan

kualitas sumber daya manusia di suatu organisasi. Pegawai di KPP Pratama

Cengkareng memiliki latar belakang pendidikan yang beragam. Latar belakang

pendidikan pegawai dimulai dari pegawai lulusan SMA hingga pendidikan S2.

Pegawai di KPP Pratama Cengkareng didominasi oleh pegawai dengan latar


14

belakang pendidikan S1 dan DIV yang berjumlah 37 orang, latar belakang S2

sejumlah 13 orang, DIII sejumlah 12 orang, jabatan pelaksana dengan latar

belakang SMA sejumlah 11 orang dan DI sejumlah 3 orang.

5. Wilayah Kerja

Wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Cengkareng terdiri dari 6 kelurahan yakni

Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Kedaung Kali Angke, Kapuk, Rawa Buaya

dan Duri Kosambi. Wilayah kerja ini memiliki luas sebesar 2.653 ha. Penduduk

yang berdomisili di dalamnya berjumlah 109.632.

B. Kebijakan Akuntansi KPP Pratama Jakarta Cengkareng

Penyusunan dan penyajian laporan keuangan tahun 2015 telah mengacu pada

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kebijakan akuntansi merupakan prinsip-

prinsip, dasar-dasar, konvensi konvensi, aturan-aturan, dan praktek-praktek spesifik

yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan

keuangan. Kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam laporan keuangan ini

merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan

unit eselon I dari KPP Pratama Jakarta Cengkareng. Kebijakan-kebijakan akuntansi

yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan terkait pos-pos dalam Laporan

Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Laporan Operasional

Pendapatan Laporan Operasional (LO) adalah hak pemerintah pusat yang diakui

sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan

tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan-LO satuan kerja ini diakui pada saat

timbulnya hak atas pendapatan dan/atau pendapatan di realisasi, yaitu adanya aliran
15

masuk sumber daya ekonomi. Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan

asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah

netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Pendapatan disajikan

menurut klasifikasi sumber pendapatan.

2. Beban

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode

pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi

aset atau timbulnya kewajiban. Beban diakui pada saat timbulnya kewajiban;

terjadinya konsumsi aset; terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa.

Beban disajikan menurut klasifikasi ekonomi/jenis belanja dan selanjutnya

klasifikasi berdasarkan organisasi dan fungsi diungkapkan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan.

3. Aset

Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh

pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi

dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah

maupun oleh masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber

daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum

dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam

pengertian aset ini tidak termasuk sumber daya alam seperti hutan, kekayaan di dasar

laut, dan kandungan pertambangan. Aset diakui pada saat diterima atau pada saat

hak kepemilikan berpindah. Aset diklasifikasikan menjadi Aset Lancar, Aset Tetap,

dan Aset Lainnya. Dalam hal ini penulis hanya memaparkan kebijakan akuntansi
16

untuk aset tetap dikarenakan ruang lingkup pembahasan penulis yang terkait aset

tetap.

Aset tetap mencakup seluruh aset yang dimanfaatkan oleh Pemerintah maupun

untuk kepentingan publik yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Aset

tetap dilaporkan pada neraca Kementerian Keuangan per 31 Desember 2012

berdasarkan harga perolehan. Pengakuan aset tetap yang perolehannya sejak tanggal

1 Januari 2002 didasarkan pada nilai satuan minimum kapitalisasi, yaitu:

1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin dan peralatan olah raga yang

nilainya sama dengan atau lebih dari Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah); dan

2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang nilainya sama dengan atau lebih

dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pengeluaran yang tidak tercakup dalam batasan nilai minimum kapitalisasi

tersebut di atas, diperlakukan sebagai biaya kecuali pengeluaran untuk tanah,

jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang

bercorak kesenian. Aset tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2004

disajikan berdasarkan hasil penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Terhadap aset tetap per 31 Desember 2004 yang belum dilakukan penilaian disajikan

dengan harga perolehan.

Berdasarkan Buletin Teknis 09 tentang akuntansi aset tetap menyatakan bahwa

pengakuan aset tetap renovasi yang telah selesai pada akhir periode pelaporan harus

segera diserahterimakan kepada satker kuasa pengguna barang. Apabila sampai

dengan akhir periode pelaporan dokumen sumber penyerahan telah diterbitkan atau

aset renovasi belum diserahkan, maka aset tetap renovasi tersebut dieliminasi dari
17

neraca dan Kementerian Keuangan selaku entitas pelaporan akan mencatat dan

menambahkannya sebagai aset tetap terkait. Aset Tetap Renovasi yang belum selesai

pada akhir periode pelaporan maka Aset Tetap Renovasi tersebut dieliminasi dari

neraca dan Kementerian Keuangan selaku entitas pelaporan akan mencatat dan

menambahkannya sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan Aset Tetap terkait.

4. Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Penyisihan piutang tidak tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar

persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang.

Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo dan

perkembangan upaya penagihan yang dilakukan pemerintah. Kualitas piutang

didasarkan pada kondisi masing-masing piutang pada tanggal pelaporan sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/PMK.06/2011 tentang Kualitas

Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak

Tertagih yang dapat dilihat pada Tabel II.1. Penyisihan piutang tidak tertagih ditetapkan

sebesar:

5 (lima permil) dari piutang dengan kualitas lancar;

10% (sepuluh perseratus) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah

dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan;

50% (lima puluh perseratus) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah

dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan

100% (seratus perseratus) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi

dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.


18

Tabel II.1 Kualitas Piutang

Kualitas Penyisih
Uraian
Piutang an
Lancar Belum dilakukan pelunasan s.d. tanggal jatuh 0,5%
tempo
Kurang Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan 10%
lancar Pertama tidak dilakukan pelunasan
Diragukan Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan 50%
Kedua tidak dilakukan pelunasan
Macet 1. Satu bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan 100%
Ketiga tidak dilakukan pelunasan
2. Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan
Piutang Negara/DJKN

Sumber: Diolah dari KPP Pratama Jakarta Cengkareng, Laporan Keuangan 2015

5. Penyusutan Aset Tetap

Penyusutan aset tetap adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan

penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset tetap. Kebijakan penyusutan aset

tetap didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan No.01/PMK.06/2013

sebagaimana diubah dengan PMK Nomor 90/PMK.06/2014 tentang Penyusutan

Barang Milik Negara Berupa Aset Tetap Pada Entitas Pemerintah Pusat. Penyusutan

aset tetap tidak dilakukan terhadap tanah, Konstruksi dalam Pengerjaan (KDP), dan

aset tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber sah atau dalam

kondisi rusak berat dan/atau usang.

Nilai yang disusutkan pertama kali adalah nilai yang tercatat dalam pembukuan

per 31 Desember 2012 untuk aset tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember

2012. Sedangkan untuk aset tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2012, nilai

yang disusutkan adalah berdasarkan nilai perolehan. Perhitungan dan pencatatan

penyusutan aset tetap dilakukan setiap akhir semester tanpa memperhitungkan


19

adanya nilai residu. Penyusutan aset tetap dilakukan dengan menggunakan metode

garis lurus yaitu dengan mengalokasikan nilai yang dapat disusutkan dari aset tetap

secara merata setiap semester selama masa manfaat. Masa manfaat aset tetap

ditentukan dengan berpedoman Keputusan Menteri Keuangan Nomor:

59/KMK.06/2013 tentang Tabel Masa Manfaat dalam Rangka Penyusutan Barang

Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas Pemerintah Pusat. Masa manfaat

aset dapat dilihat pada Tabel II.2.

Tabel II.2 Masa Manfaat Aset Tetap

Kelompok Aset Tetap Masa Manfaat


Peralatan dan Mesin 2 s.d. 20 tahun
Gedung dan Bangunan 10 s.d. 50 tahun
Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5 s.d. 40 tahun
Aset Tetap Lainnya (Alat musik modern) 4 tahun

Sumber: Diolah dari KPP Pratama Jakarta Cengkareng, Laporan Keuangan 2015

6. Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual Pertama Kali

Mulai tahun 2015 Pemerintah mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual

sesuai dengan amanat PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan. Implementasi tersebut memberikan pengaruh pada beberapa hal

dalam penyajian laporan keuangan. Pertama, pos-pos ekuitas dana pada neraca per

31 Desember 2014 yang berbasis cash toward accrual direklasifikasi menjadi

ekuitas sesuai dengan akuntansi berbasis akrual. Kedua, keterbandingan penyajian

akun-akun tahun berjalan dengan tahun sebelumnya dalam Laporan Operasional dan

Laporan Perubahan Ekuitas tidak dapat dipenuhi. Hal ini diakibatkan oleh
20

penyusunan dan penyajian akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015 adalah

merupakan implementasi yang pertama.

C. Proses Penyusunan Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng

Pada praktiknya, penyusunan Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng dilakukan dalam pemrosesan aplikasi Sistem Akuntansi Instansi Berbasis

Akrual (SAIBA) secara otomatis. Aplikasi SAIBA merupakan program aplikasi yang

memodifikasi aplikasi SAKPA yang meliputi perekaman dokumen baik manual

maupun elektronik, posting buku besar, dan terakhir penyusunan laporan keuangan.

Pada aplikasi SAIBA, setiap transaksi yang telah direkam akan diproses ke dalam jurnal

yang dalam hal ini ada dua jurnal, yaitu jurnal kas dan jurnal akrual. Jurnal kas masih

diperlukan untuk menampung akun-akun Pendapatan dan Belanja. Sedangkan jurnal

akrual digunakan untuk mencatat transaksi-transaksi akrual.

Setelah proses penjurnalan selesai, tahap selanjutnya adalah proses posting ke

buku besar. Buku besar dalam hal ini juga ada dua kelompok, yaitu buku besar kas dan

akrual. Akun-akun Laporan Realisasi Anggaran akan di posting ke buku besar kas,

sedangkan akun-akun pendapatan dan beban akrual akan di posting ke buku besar

akrual yang pada saat penyusunan laporan keuangan akan menghasilkan Laporan

Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca. Angka-angka yang ada di jurnal

dan buku besar akrual adalah angka-angka yang berbasis kas dengan dokumen-

dokumen sumber SP2D. Oleh sebab itu, sebelum penyusunan laporan keuangan

diperlukan penyesuaian untuk menentukan jumlah yang sebenarnya untuk setiap akun

sesuai dengan basis akrual. Berikut akan penulis paparkan proses penyusunan Laporan

Operasional yang terdiri dari beberapa pos.


21

1. Pendapatan-LO

Pada praktiknya pendapatanLO diklasifikasikan menurut sumber

pendapatannya. Klasifikasi menurut sumber pendapatan dikelompokkan

berdasarkan jenis pendapatan, yaitu pendapatan perpajakan, pendapatan bukan

pajak, dan pendapatan hibah. Pendapatan perpajakan-LO ini diakui pada saat :

a. Adanya realisasi kas diterima di kas negara. Mekanismenya adalah Wajib Pajak

(WP) menyetor pajak ke kas negara yang secara otomatis akan diakui sebagai

pendapatan di Modul Penerimaan Negara pada tanggal penyetoran tersebut.

Lalu berdasarkan modul ini, satuan kerja mengakui adanya pendapatan

perpajakan-LO dan melakukan pencatatan dalam aplikasi SAIBA.

b. Timbulnya hak menagih pendapatan yaitu pada saat diterbitkannya surat

ketetapan yang menunjukkan hak pemerintah memiliki hak untuk menagih

pendapatan tersebut dalam hal ini misalnya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

(SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP). Dalam praktiknya, pendapatan

perpajakan-LO di KPP Pratama Jakarta Cengkareng diakui ketika akhir tahun

bersamaan dengan diakuinya jumlah piutang yang ada sampai akhir tahun 2015.

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)LO diakui pada saat timbulnya hak untuk

menagih imbalan. Misalnya pendapatan jasa yang diperoleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng atas lelang barang sitaan Wajib Pajak.

Pada praktiknya, pendapatan-LO diukur berdasarkan asas bruto, yaitu dengan

membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah

dikompensasikan dengan pengeluaran) sedangkan pencatatan yang dilakukan oleh

satuan kerja ini adalah sebagai berikut:


22

Jurnal Akrual:

Diterima dari entitas lain XXX

Pendapatan Pajak-LO XXX

Transaksi pendapatan yang timbul akibat adanya penetapan pada saat pengakuan

dicatat akhir tahun bersamaan dengan diakuinya jumlah piutang yang ada sampai

akhir tahun 2015 dalam jurnal penyesuaian yakni sebagai berikut:

Jurnal Akrual:

Piutang Pajak XXX

Piutang PNBP XXX

Pendapatan Pajak-LO XXX

Pendapatan PNBP-LO XXX

Penyetoran kas di Bendahara Penerimaan dalam aplikasi SAIBA melalui menu

pendapatan berdasarkan dokumen sumber Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP).

Setelah dilakukan input dalam aplikasi SAIBA maka akan menghasilkan jurnal

sebagai berikut:

Jurnal Akrual:

Diterima dari entitas lain XXX

Pendapatan PNBP-LO XXX

Untuk setoran PNBP yang berasal dari Kas di Bendahara Penerimaan, jurnal yang

terbentuk di buku besar akrual harus dibalik karena Pendapatan-LO telah dicatat

melalui jurnal penyesuaian pada tanggal pelaporan sebelumnya sehingga akan dibuat

jurnal koreksi dengan menggunakan menu penyesuaian pada tanggal penyetoran

sebagai berikut:
23

Jurnal Akrual:

Pendapatan PNBP-LO XXX

Kas di Bendahara Penerimaan XXX

Selanjutnya, KPP Pratama Jakarta Cengkareng menyajikan pendapatan-LO yang

diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Di samping itu, pendapatan-LO juga

diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga

memberikan rincian lebih lanjut sumber pendapatan dan semua informasi yang

relevan mengenai bentuk dari pendapatan-LO.

2. Beban

Pada praktiknya, beban dalam Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng diklasifikasikan menjadi beban pegawai, beban persediaan, beban

barang dan jasa, beban pemeliharaan, beban perjalanan dinas, beban barang untuk

diserahkan kepada masyarakat, beban bunga, beban subsidi, beban hibah, beban

bantuan sosial, beban penyusutan, beban penyisihan piutang tak tertagih, beban

transfer, dan beban lain-lain. Untuk beban operasional selain beban persediaan

diakui ketika adanya pengeluaran kas tanpa didahului timbulnya kewajiban atau

pada saat timbulnya kewajiban yakni pada saat terjadinya peralihan hak dari pihak

lain kepada Pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari Kas Umum Negara.

Sedangkan beban persediaan diakui berdasarkan persediaan yang telah terpakai

selama tahun 2015 pada akhir tahun. Begitu juga dengan beban murni akrual diakui

pada saat akhir tahun dalam jurnal penyesuaian.

Pengukuran beban dicatat sebesar nilai nominal yang terdapat dalam dokumen

sumber setiap beban operasional selain beban persediaan. Untuk beban persediaan
24

dicatat sebesar pemakaian persediaan yang dihitung dengan cara menghitung saldo

awal persediaan ditambah pembelian lalu dikurangi persediaan akhir berdasarkan

inventarisasi fisik. Beban penyusutan diukur dengan menggunakan metode garis

lurus yakni harga perolehan dibagi dengan masa manfaat aset tetap tanpa

memperhitungkan nilai residu. Beban penyisihan piutang tak tertagih diukur dengan

cara mengestimasi besarnya piutang yang kemungkinan tak tertagih dan apabila

terdapat saldo penyisihan piutang tak tertagih sebelum penyesuaian, maka saldo

beban penyisihan piutang tak tertagih diukur dengan mengurangkan saldo

penyisihan tahun 2015 dengan saldo penyisihan sebelum penyesuaian .

Transaksi beban operasional selain beban persediaan ditandai dengan adanya

SPM dan SP2D, terhadap dokumen sumber tersebut satuan kerja cukup merekam

satu kali saja ke aplikasi SAIBA dan setelah dilakukan validasi dan posting maka

secara umum akan terbentuk jurnal akrual sebagai berikut:

Beban XXX XXX

Ditagihkan ke entitas Lain XXX

Pemakaian persediaan akan dicatat sebagai beban persedian dengan cara mendebet

akun beban persediaan dan mengkredit akun persediaan sehingga jurnal pemakaian

persediaan sebagai berikut:

Beban Persediaan XXX

Persediaan XXX

Pencatatan jurnal penyesuaian dalam hal dilakukannya penyusutan di akhir tahun 31

Desember 2015 dibuat jurnal sebagai berikut:

Beban Penyusutan XXX


25

Akumulasi Penyusutan XXX

Pencatatan jurnal penyesuaian dalam hal dilakukannya penyisihan piutang tak

tertagih di akhir tahun 31 Desember 2015 dibuat jurnal sebagai berikut:

Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

Beban yang disajikan dalam Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng

yang diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Penjelasan secara sistematis

mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya yang bersifat material telah

diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan namun di beberapa pos terdapat

hal-hal yang belum diungkapkan secara rinci. Misalkan dalam CaLK, terdapat

penjelasan beban jasa yang tidak diuraikan secara rinci peruntukannya sementara di

dalam CaLK tersebut sudah dituliskan kolom untuk diisi peruntukan dari beban

tersebut.

D. Ringkasan Laporan Keuangan KPP Pratama Jakarta Cengkareng

1. Neraca

Neraca menggambarkan posisi keuangan entitas mengenai aset, kewajiban, dan

ekuitas pada tanggal pelaporan dan dibandingkan dengan tanggal pelaporan

sebelumnya. Jumlah aset per 31 Desember 2015 adalah sebesar

Rp88.396.913.867,00 yang terdiri dari Aset Lancar sebesar Rp67.823.238.320,00,

Aset Tetap sebesar Rp20.372.524.637,00, dan Aset Lainnya sebesar

Rp201.150.910,00. Jumlah Kewajiban per 31 Desember 2015 adalah sebesar

Rp7.597.381.264,00 yang merupakan Kewajiban Jangka Pendek. Sementara itu,

jumlah Ekuitas per 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp80.799.532.603,00.


26

Ringkasan Neraca dapat dilihat dalam Tabel II.3 dan secara lebih jelas dan rinci di

dalam Lampiran I.

Tabel II.3 Neraca Komparatif 2015 dan 2014

Uraian 2015 2014


Aset
Aset Lancar Rp7.597.381.264 Rp31.975.836.429
Aset Tetap Rp7.597.381.264 Rp20.310.573.401
Aset Lainnya Rp7.597.381.264 Rp201.650.910
Total Aset Rp88.396.913.867 Rp52.488.060.740
Kewajiban
Kewajiban Jangka Pendek Rp7.597.381.264 Rp0
Total Kewajiban Rp7.597.381.264 Rp0
Ekuitas Rp80.799.532.603 Rp52.488.060.740
Total Kewajiban dan Ekuitas Rp80.799.532.603 Rp52.488.060.740
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015

2. Laporan Operasional

Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan-LO, beban,

surplus/defisit dari kegiatan operasi, surplus/defisit dari kegiatan non operasional,

surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan surplus/defisit-LO, yang

diperlukan untuk penyajian yang wajar. Pendapatan-LO untuk periode sampai

dengan 31 Desember 2015 adalah sebesar Rp2.147.634.344.737,00, sedangkan

jumlah beban adalah sebesar Rp22.185.828.399,00 sehingga terdapat Surplus dari

Kegiatan Operasional senilai Rp2.125.448.516.338,00. Kegiatan Non Operasional

dan Pos-Pos Luar Biasa masing-masing Surplus sebesar Rp2.913.156,00 dan

Surplus sebesar Rp0,00 sehingga entitas mengalami Surplus-LO sebesar


27

Rp2.125.451.429.494,00. Ringkasan Laporan Operasional dapat dilihat dalam

Tabel II.4 dan secara lebih jelas dan rinci di dalam Lampiran II.

Tabel II.4 Laporan Operasional Komparatif 2015 dan 2014

Uraian 2015 2014


Pendapatan Operasional Rp2.147.634.344.737 Rp0
Beban Operasional Rp22.185.828.399 Rp0
Surplus/Defisit Dari
Rp2.125.448.516.338 Rp0
Kegiatan Operasional
Surplus/Defisit Dari
Kegiatan Non Rp2.913.156 Rp0
Operasional
Surplus/Defisit-LO Rp2.125.451.429.494 Rp0
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015

3. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) menyajikan informasi tentang

penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam

Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan Perubahan

Ekuitas. Di dalam CaLK juga termasuk penyajian informasi yang diharuskan dan

dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-

pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan

keuangan. Dalam penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk periode yang

berakhir sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 disusun dan disajikan

berdasarkan basis kas. Sedangkan Neraca, Laporan Operasional, dan Laporan

Perubahan Ekuitas untuk 31 Desember 2015 disusun dan disajikan dengan basis

akrual. Struktur CaLK KPP Pratama Cengkareng disajikan dalam Tabel II.5.
28

Tabel II.5 Struktur CaLK KPP Pratama Jakarta Cengkareng

A. Penjelasan Umum
A.1.Dasar Hukum
A.2.Kebijakan Teknis Direktorat Jenderal Pajak
A.3.Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan
A.4.Basis Akuntansi
A.5.Dasar Pengukuran
A.6.Kebijakan Akuntansi
B. Penjelasan Atas Pos-Pos Laporan Realisasi Anggaran
C. Penjelasan Atas Pos- Pos Neraca
D. Penjelasan Atas Pos-Pos Laporan Operasional
E. Penjelasan Atas Pos-Pos Laporan Perubahan Ekuitas
F. Pengungkapan-Pengungkapan Penting Lainnya
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015


BAB III

PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

1. Pengertian Laporan Operasional

Laporan keuangan pokok dalam SAP berbasis akrual terdiri dari tujuh

komponen. Laporan Operasional adalah salah satu komponen laporan finansial yang

berbasis akrual. Sehubungan dengan hal itu, Suryanovi (2014, 35) menyatakan

bahwa:

Laporan Operasional (LO) adalah laporan yang menyediakan informasi


mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan suatu entitas yang
tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional
sari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode
sebelumnya. LO sekurang-kurangnya disajikan sekali dalam setahun.
Berdasarkan lampiran I PSAP 12, informasi yang dimuat dalam Laporan

Operasional dapat berguna bagi para pengguna untuk:

mengetahui besarnya beban yang harus ditanggung oleh entitas untuk

menjalankan pelayanan;

29
30

mengetahui operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam

mengevaluasi kinerja entitas dalam hal efisiensi, efekvitas, dan kehematan

perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi;

memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan

entitas dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara

komparatif;

mengetahui penurunan ekuitas apabila defisit, dan peningkatan ekuitas bila

surplus.

2. Struktur dan Isi Laporan Operasional

Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai berikut:

a. pendapatan-LO; e. surplus/defisit sebelum pos luar

b. beban; biasa;

c. surplus/defisit dari operasi; f. pos luar biasa,bila ada;

d. kegiatan non operasional; g. surplus/defisit-LO.

Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur diatas untuk penyajian yang wajar

secara komparatif. Laporan Operasional dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas

Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas

keuangan selama satu tahun seperti kebijakan fiskal dan moneter, serta daftar daftar

yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.

Selain itu, dalam Laporan Operasional harus diidentifikasikan secara jelas, dan,

jika dianggap perlu, diulang pada setiap halaman laporan, informasi berikut:

nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya;

cakupan entitas pelaporan;


31

periode yang dicakup;

mata uang pelaporan; dan

satuan angka yang digunakan.

Dalam Laporan Operasional ditambahkan pos, judul, dan sub jumlah lainnya

apabila diwajibkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan.

3. Pos-Pos dalam Laporan Operasional

PSAP 12 SAP Basis Akrual telah memberikan pedoman pos-pos apa saja yang

perlu disajikan dalam Laporan Operasional. Selanjutnya, Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 memberikan pedoman mengenai Kebijakan

Akuntansi Pemerintah Pusat. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 270/PMK.05/2014 juga memberikan pedoman mengenai

Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah

Pusat. Peraturan ini berisi definisi, prinsip-prinsip akuntansi serta contoh masing-

masing pos dalam Laporan Operasional. Penjelasan di dalam peraturan ini

dibutuhkan demi pemahaman yang lebih lengkap tentang akun-akun di Laporan

Operasional.

a. Pendapatan-LO

1) Definisi dan Pengakuan

Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah

ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu

dibayar kembali. Hak pemerintah tersebut dapat diakui sebagai pendapatan-

LO apabila telah timbul hak pemerintah untuk menagih atas suatu pendapatan

atau telah terdapat suatu realisasi pendapatan yang ditandai dengan adanya
32

aliran masuk sumber daya ekonomi. Secara lebih rinci, pengakuan pendapatan

perpajakan-LO menyesuaikan dengan metode pemungutan pajak yang

digunakan di Indonesia yakni metode self assessment.

Pengakuan pendapatan perpajakan-LO yang dipungut dengan metode self

assessment diakui pada saat realisasi kas diterima di kas negara tanpa terlebih

dahulu pemerintah menerbitkan surat ketetapan. Dokumen sumber pencatatan

pendapatan perpajakan-LO adalah bukti pembayaran yang telah dilakukan baik

dengan menggunakan formulir maupun bukti transaksi lainnya yang telah

mendapatkan validasi diterimanya setoran pada kas negara contohnya Surat

Seoran Pajak. Selain itu, untuk pendapatan yang seharusnya sudah diterima

dalam periode berjalan tetapi belum diterima sampai dengan tanggal

pelaporan, maka diakui sebagai piutang.

2) Pengukuran

Pendapatan-LO diukur sebesar nilai bruto dan jumlah tersebut tidak boleh

dikompensasikan dengan beban-beban yang ada. Dalam hal besaran pengurang

terhadap pendapatan-LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan

dimaksud dan tidak dapat di estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum

selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan. Pendapatan Perpajakan-LO diukur

dengan nilai nominal yaitu nilai aliran masuk yang telah diterima oleh

pemerintah untuk self assessment.

3) Pencatatan

Transaksi pendapatan ditandai dengan adanya SSP atau SSBP atau

dokumen lain yang dipersamakan. Terhadap dokumen sumber tersebut satuan


33

kerja cukup merekam satu kali saja dan setelah dilakukan validasi dan posting

maka akan terbentuk jurnal sebagai berikut:

Jurnal Akrual :

Diterima dari entitas lain XXX

Pendapatan Pajak-LO XXX

Pendapatan PNBP-LO XXX

Berdasarkan penyetornya, pengakuan pendapatan dapat dibedakan menjadi

pendapatan yang disetorkan ke Kas Negara oleh Bendahara Penerimaan dan

pendapatan yang disetorkan ke Kas Negara oleh Wajib Bayar. Atas pendapatan

yang disetorkan oleh Bendahara Penerimaan, pengakuan pendapatan-LO

dilakukan pada saat pendapatan diterima oleh Bendahara Penerimaan.

Bendahara Penerimaan seharusnya segera menyetorkan uang yang diterima

tersebut ke Kas Negara dalam waktu 1x24 jam, kecuali mendapat dispensasi

dari Bendahara Umum Negara. Sementara itu untuk pendapatan yang

disetorkan oleh Wajib Bayar langsung ke Kas Negara, pengakuan pendapatan-

LO dilakukan berdasarkan penetapan dan/atau penagihan oleh Entitas

Pemerintah yang memiliki kewenangan maupun pada saat diterima pada Kas

Negara. Untuk membukukan penerimaan yang diterimanya serta yang telah

disetorkan Ke Kas Negara, Bendahara Penerimaan melakukan pencatatan

dalam Buku Pembantu Penerimaan dan membuat jurnal penyesuaian

pendapatan-LO pada akhir tahun untuk membukukan penerimaan yang belum

disetorkannya ke Kas Negara. Sebagai contoh diterima pendapatan berupa


34

sewa gedung pertemuan sebesar Rp 500.000,00 maka SSPB sebagai bukti

setornya akan di jurnal dalam jurnal akrual sebagai berikut:

Diterima dari entitas lain 500.000

Pendapatan PNBP-LO 500.000

Untuk setoran PNBP yang berasal dari Kas di Bendahara Penerimaan,

jurnal yang terbentuk di buku besar akrual harus dibalik (dikoreksi) karena

Pendapatan-LO telah dicatat melalui jurnal penyesuaian pada tanggal

pelaporan.Koreksi dilakukan dengan menggunakan menu penyesuaian pada

tanggal penyetoran. Jika setoran Rp 500.000,00 dilakukan oleh Bendahara

Penerimaan atas saldo di neraca sebelumnya, maka dibuat jurnal koreksi

(penyesuaian) sebagai berikut:

Jurnal Akrual:

Pendapatan PNBP-LO 500.000

Kas di Bendahara Penerimaan 500.000

Transaksi Pendapatan yang lain adalah transaksi pendapatan berdasarkan

penetapan dan belum diterima pembayarannya. Seperti Kantor Pelayanan

Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, KPA menerbitkan ketetapan PNBP

dan sebagainya. Transaksi pendapatan yang timbul akibat adanya penetapan

pada saat pengakuan dicatat dengan dijurnal sebagai berikut:

Jurnal Akrual:

Piutang Pajak XXX

Piutang PNBP XXX

Pendapatan Pajak-LO XXX


35

Pendapatan PNBP-LO XXX

4) Penyajian dan Pengungkapan

Entitas pemerintah menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan

menurut sumber pendapatan. Klasifikasi menurut sumber pendapatan untuk

pemerintah pusat dikelompokkan berdasarkan pendapatan perpajakan,

pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. Rincian lebih lanjut sumber

pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan. Pendapatan-LO

disajikan dalam mata uang rupiah. Apabila realisasi Pendapatan-LO dalam

mata uang asing maka dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah.

Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs transaksi Bank Sentral pada

tanggal transaksi. Di samping disajikan pada Laporan Operasional,

pendapatan-LO juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas

Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan

mengenai bentuk dari pendapatan-LO.

b. Beban-LO

1) Definisi

Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa termasuk potensi

pendapatan yang hilang, atau biaya yang timbul akibat transaksi tersebut

dalam periode pelaporan yang berdampak pada penurunan ekuitas, baik

berupa pengeluaran, konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

2) Jenisjenis Beban

Beban diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (menurut jenis beban)

yang meliputi:
36

beban pegawai; beban bantuan sosial;

beban barang dan jasa; beban lain-lain/tidak

beban bunga; terduga;

beban subsidi; beban murni akrual; dan

beban hibah; beban transfer.

3) Pengakuan

Beban diakui pada saat:

Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Penurunan

manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada saat terdapat penurunan

nilai aset sehubungan dengan penggunaan asset bersangkutan/berlalunya

waktu. Contohnya adalah penyisihan piutang tak tertagih, penyusutan aset

tetap, dan amortisasi aset tidak berwujud.

Terjadinya konsumsi aset. Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi

aset adalah saat terjadinya pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak

didahului timbulnya kewajiban; dan/atau konsumsi aset nonkas dalam

kegiatan operasional pemerintah.

Timbulnya kewajiban. Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya

peralihan hak dari pihak lain kepada Pemerintah tanpa diikuti keluarnya

kas dari Kas Umum Negara. Timbulnya kewajiban antara lain diakibatkan

penerimaan manfaat ekonomi dari pihak lain yang belum dibayarkan atau

akibat perjanjian dengan pihak lain atau karena ketentuan peraturan


37

perundang undangan. Contohnya adalah diterimanya tagihan rekening

telepon dan rekening listrik yang belum dibayar pemerintah.

4) Pengukuran

a) Beban Pegawai

Beban pegawai dicatat sebesar nilai nominal yang terdapat dalam

dokumen sumber seperti Dokumen Kepegawaian, Daftar Gaji, peraturan

perundang-undangan, dan dokumen lain yang menjadi dasar pengeluaran

negara kepada pegawai dimaksud.

b) Beban Barang dan Jasa

Beban Persediaan

Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan. Pencatatan

beban persediaan hanya dilakukan pada akhir periode akuntansi. Beban

persediaan dihitung berdasarkan hasil inventarisasi fisik, yaitu dengan

cara menghitung saldo awal persediaan ditambah pembelian atau

perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan

berdasarkan hasil inventarisasi fisik yang untuk selanjutnya nilainya

dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode penilaian yang

digunakan.

Beban Jasa, Pemeliharaan, dan Perjalanan Dinas

Beban jasa, pemeliharaan dan perjalanan dinas dicatat sebesar nilai

nominal yang tertera dalam dokumen tagihan dari Pihak Ketiga sesuai

ketentuan peraturan perundangundangan yang telah mendapatkan


38

persetujuan dari Kuasa Pengguna Anggaran/Pejabat Pembuat

Komitmen.

c) Beban Penyusutan

Pengukuran beban penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode

yakni metode garis lurus, metode saldo menurun ganda, dan metode unit

produksi. Namun entitas pemerintah secara umum menggunakan metode

penyusutan garis lurus. Pengukuran yang dilakukan tanpa menggunakan

nilai residu. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diukur

dengan cara membagi nilai perolehan aset dengan masa manfaat aset

tersebut.

d) Beban Penyisihan Piutang Tak Tetagih

Pengukuran penyisihan piutang tak tertagih dilakukan dalam rangka

penyajian nilai bersih yang dapat direalisasi (net realizable value).

Penyisihan piutang dilakukan dengan cara mengestimasi berapa

penyisihan piutang yang diestimasi dalam rangka penyajian wajar

tersebut.

5) Pencatatan

Transaksi beban operasional ditandai dengan adanya SPM dan SP2D.

Terhadap dokumen sumber tersebut satuan kerja cukup merekam satu kali

saja dan setelah dilakukan validasi dan posting maka secara umum akan

terbentuk jurnal sebagai berikut:

Jurnal Akrual:

Beban Pegawai XXX


39

Beban Barang dan Jasa XXX

Beban XXX XXX

Ditagihkan ke entitas lain XXX

Pemakaian persediaan akan dicatat sebagai beban persedian dengan cara

mendebet akun beban persediaan dan mengkredit akun persediaan, sehingga

jurnal pemakaian persediaan sebagai berikut:

Beban Persediaan XXX

Persediaan XXX

Pencatatan jurnal penyesuaian dalam hal dilakukannya penyusutan di akhir

tahun 31 Desember 2015 dibuat jurnal sebagai berikut:

Beban Penyusutan XXX

Akumulasi Penyusutan XXX

Pencatatan jurnal penyesuaian dalam hal dilakukannya penyisihan piutang

tak tertagih di akhir tahun 31 Desember 2015 dibuat jurnal sebagai berikut:

Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

Penyisihan Piutang Tak Tertagih XXX

6) Penyajian dan Pengungkapan

Beban disajikan dalam laporan operasional entitas akuntansi/pelaporan.

Penjelasan secara sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya

yang bersifat material harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan

Keuangan sehingga menghasilkan informasi yang andal dan relevan.


40

c. Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional

Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara pendapatan dan

beban selama satu periode pelaporan. Defisit dari kegiatan operasional adalah

selisih kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan.

Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode

pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional.

d. Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional

Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri

dalam kegiatan non operasional. Termasuk dalam pendapatan/beban dari

kegiatan non operasional 7 antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar,

surplus/defisit penyelesaian 8 kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit

dari kegiatan non operasional lainnya.

e. Surplus/Defisit Sebelum Pos Luar Biasa

Surplus ini menjumlahkan surplus/defisit dari kegiatan operasional dan

surplus/defisit dari kegiatan nun-operasional.

f. Pos Luar Biasa

Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam Laporan

Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa.

Pos Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai karakteristik

sebagai berikut:kejadian yang tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun

anggaran; tidak diharapkan terjadi berulang-ulang; dan kejadian diluar kendali

entitas pemerintah.
41

g. Surplus/Defisit-LO

Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara

surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan kejadian

luar biasa.Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan

ke Laporan Perubahan Ekuitas.

B. Pembahasan

1. Evaluasi atas Struktur dan Isi Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng Berdasarkan PSAP 12 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010

Berdasarkan Tabel III.1 yang memuat perbandingan antara struktur & isi LO

berdasarkan PSAP 12 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 dan struktur & isi

Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng secara keseluruhan telah

menunjukkan kesesuaian. Laporan Operasional juga telah dijelaskan secara lebih

lanjut dalam Catatan atas Laporan keuangan yang memuat hal-hal yang berhubungan

dengan aktivitas keuangan selama satu tahun dan daftar-daftar yang merinci lebih

lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan. Struktur Laporan

Operasional ini juga disajikan secara komparatif yakni tahun 2015 dan 2014. Namun

dalam penyajiannya, KPP Pratama Jakarta Cengkareng tidak menyajikan

surplus/defisit sebelum pos luar biasa, melainkan menyajikan surplus/defisit dari pos

luar biasa yang terletak dibawah pos luar biasa. Hal ini tidak sesuai dengan contoh

format Laporan Operasional Pemerintah Pusat yang tertera dalam Lampiran I PP

Nomor 71 Tahun 2010. Perbandingan struktur dan isi Laporan Operasional dapat

dilihat dalam Tabel III.1.


42

Tabel III.1 Perbandingan Struktur dan Isi LO

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
2 2 2 2
Kenaikan Kenaikan
0 0 0 0
Uraian /Penurun % Uraian /Penurun %
1 1 1 1
an 4 an
5 4 5
Pendapatan Pendapatan
Beban Beban
Kegiatan Non Kegiatan Non
Operasional Operasional
Surplus/Defisit
Sebelum Pos
Luar Biasa
Pos Luar Biasa Pos Luar Biasa
Surplus/Defisit
Dari Pos Luar
Biasa
Surplus/Defisit-LO Surplus/Defisit-LO
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng, Laporan

Keuangan 2015 dan PP Nomor 71 Tahun 2010

Selain itu, dalam Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng juga

telah diidentifikasikan secara jelas informasi sebagai berikut:

nama entitas pelaporan atau sarana identifikasi lainnya yakni KPP Pratama

Jakarta Cengkareng;

periode yang dicakup yakni tahun 2015 dan 2014;

mata uang pelaporan yakni dalam rupiah;

satuan angka yang digunakan;

Berdasarkan data Laporan Keuangan KPP Pratama Jakarta Cengkareng, penulis

menyatakan adanya kesesuaian antara SAP Berbasis Akrual dan Laporan Operasional

KPP Pratama Jakarta Cengkareng.


43

2. Evaluasi atas Klasifikasi, Pengakuan, Pengukuran, Pencatatan, Penyajian dan

Pengungkapan Pos-Pos Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng

a. Pengklasifikasian pos-pos dalam Laporan Operasional

1) Pendapatan-LO

Berdasarkan tabel III.2 yang memuat perbandingan pengklasifikasian

pendapatan-LO antara SAP berbasis akrual dan fakta di dalam LO KPP Pratama

Jakarta Cengkareng, dapat disimpulkan adanya kesesuaian yang tepat. Artinya,

pengklasifikasian pendapatan-LO di KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah

sesuai dengan Lampiran I PSAP 12 yang tertera dalam paragraf 24.

Tabel III.2 Perbandingan Pengklasifikasian Pos Pendapatan-LO

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Pendapatan
Pendapatan Perpajakan Pendapatan Perpajakan
Pendapatan Negara Bukan Pajak Pendapatan Negara Bukan Pajak
Pendapatan Hibah Pendapatan Hibah
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan PP 71 Tahun 2010

2) Beban

Beban KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah diklasifikasikan menurut

klasifikasi ekonomi Berdasarkan tabel III.3 yang memuat perbandingan

pengklasifikasian beban antara SAP berbasis akrual dan fakta di dalam LO KPP

Pratama Jakarta Cengkareng terdapat perbedaan pada beban jasa dan beban

barang dan jasa.


44

Tabel III.3 Perbandingan Pengklasifikasian Pos Beban

Menurut SAP Berbasis Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Akrual Cengkareng
Beban Pegawai Beban Pegawai
Beban Persediaan Beban Persediaan
Beban Jasa Beban Barang dan Jasa
Beban Pemeliharaan Beban Pemeliharaan
Beban Perjalanan Dinas Beban Perjalanan Dinas
Beban Bunga Beban Bunga
Beban Subsidi Beban Subsidi
Beban Hibah Beban Hibah
Beban Bantuan Sosial Beban Bantuan Sosial
Beban Penyusutan Beban Penyusutan dan Amortisasi
Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih
Beban Transfer Beban Transfer
Beban Lain-lain Beban Lain-lain
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan PP 71 Tahun 2010

Setelah penulis telusuri dalam Catatan atas Laporan Keuangan beban barang dan

jasa yang disajikan dalam Laporan Operasional tersebut terdiri dari beban jasa

saja. Oleh sebab itu, jelas terlihat adanya kesalahan satuan kerja dalam melakukan

pengklasifikasian beban. Beban yang tertulis sebagai beban barang dan jasa

seharusnya tertulis beban jasa saja seperti yang tertera dalam SAP berbasis akrual.

Hal ini dikarenakan beban operasional lainnya yang termasuk ke dalam beban

barang seperti beban persediaan, beban pemeliharaan, beban perjalanan dinas,

dan beban barang untuk diserahkan kepada masyarakat telah diklasifikasikan

sebagai akun beban masing-masing sesuai SAP berbasis akrual. Hal ini

dimaksudkan bahwa beban-beban tersebut tidak disatukan dalam akun beban


45

barang.

Selain itu, ditemukan adanya beban penyisihan piutang tak tertagih yang

disajikan dalam LO sementara tidak terdapat pengklasifikasian beban tersebut

dalam PP Nomor 71 Tahun 2010. Menurut penulis, hal ini telah benar walaupun

tidak sesuai dengan contoh format LO di SAP berbasis akrual karena sudah

seharusnya ada beban penyisihan piutang tak tertagih yang disajikan. Dengan

demikian, pengklasifikasian beban dalam Laporan Operasional KPP Pratama

Jakarta Cengkareng secara keseluruhan telah sesuai dengan SAP berbasis akrual

kecuali untuk beban barang dan jasa.

b. Pengakuan pos-pos dalam Laporan Operasional

1) Pendapatan-LO

Berdasarkan tabel III.4 yang memuat perbandingan pengakuan beban

antara SAP berbasis akrual dan fakta di dalam LO KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, terdapat kesesuaian kondisi yang ada dengan kriteria yang

ditetapkan. Hal ini terlihat jelas saat Wajib Pajak (WP) menyetor pajak ke kas

negara yang secara otomatis akan diakui sebagai pendapatan di Modul

Penerimaan Negara pada tanggal penyetoran tersebut. Lalu berdasarkan modul

ini, satuan kerja mengakui adanya pendapatan perpajakan-LO dan melakukan

pencatatan dalam SAIBA. Selain itu adanya pengakuan piutang dan pendapatan

perpajakan-LO yang diakui saat akhir tahun untuk mencatat pendapatan yang

seharusnya sudah diterima sampai tanggal pelaporan tapi belum dapat diterima.

Selain itu, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)LO diakui pada saat

timbulnya hak untuk menagih imbalan. Misalnya pendapatan jasa yang diperoleh
46

KPP Pratama Jakarta Cengkareng atas lelang barang sitaan Wajib Pajak maka

diakui saat adanya dokumen sumber Surat Setoran Bukan Pajak. Berdasarkan

paparan tersebut, pengakuan pendapatan-LO satuan kerja ini telah sesuai dengan

SAP berbasis akrual.

Tabel III.4 Perbandingan Pengakuan Pos Pendapatan-LO

Indikator Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama


Jakarta Cengkareng
Pendapatan Metode self assessment diakui Pendapatan perpajakan-LO
Perpajakan- pada saat realisasi kas diterima di ini diakui pada saat adanya
LO kas negara tanpa terlebih dahulu realisasi kas diterima di kas
pemerintah menerbitkan surat negara.
ketetapan.
Adanya pengakuan pendapatan Pendapatan perpajakan-LO
yang seharusnya sudah diterima yang belum diterima
dalam periode berjalan tetapi pembayarannya juga diakui
belum diterima sampai dengan di akhir tahun pada jurnal
tanggal pelaporan. penyesuaian.
Pendapatan Saat penetapan dan/atau penagihan Saat adanya penetapan
Negara oleh Entitas Pemerintah yang dan/atau penagihan oleh KPP
Bukan memiliki kewenangan maupun Pratama Jakarta Cengkareng
Pajak-LO pada saat diterima pada Kas maupun pada saat diterima
Negara. pada Kas Negara.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

2) Beban Pegawai

Beban Pegawai KPP Pratama Jakarta Cengkareng terdiri dari pembayaran

gaji kepada pegawai. Beban ini diakui ketika adanya pengeluaran kas kepada

pegawai tanpa didahului timbulnya kewajiban. Pengakuan beban pegawai ini

didukung oleh dokumen sumber Daftar Gaji yang diakui setiap tanggal 1 per

bulan. Sementara menurut SAP berbasis akrual beban diakui saat terjadinya

konsumsi aset yakni saat terjadinya pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak
47

didahului timbulnya kewajiban. Oleh sebab itu, pengakuan beban pegawai yang

dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai dengan SAP

berbasis akrual.

3) Beban Persediaan

Berdasarkan tabel III.5 yang memuat perbandingan pengakuan beban

persediaan antara SAP berbasis akrual dan praktik di KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, terdapat kesesuaian antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang

ditetapkan. Beban persediaan ini diakui pada tanggal pelaporan yang mengakui

adanya persediaan yang terpakai selama tahun 2015. Oleh sebab itu, pengakuan

beban persediaan yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah

sesuai dengan SAP berbasis akrual.

Tabel III.5 Perbandingan Pengakuan Beban Persediaan

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama Jakarta


Cengkareng
Beban diakui saat terjadinya konsumsi
Beban ini diakui pada akhir tahun
aset yakni saat terjadinya konsumsi aset
berdasarkan persediaan yang telah
nonkas untuk kegiatan operasional
terpakai selama tahun 2015.
pemerintah.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

4) Beban Barang dan Jasa

Berdasarkan Tabel III.6 yang memuat perbandingan pengakuan beban

persediaan antara SAP berbasis akrual dan praktik di KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, terdapat kesesuaian antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang

ditetapkan. Pada praktiknya, beban barang dan jasa ini terdiri dari beban jasa
48

langganan daya dan beban jasa pos giro. Beban ini diakui saat adanya penerimaan

manfaat ekonomi dari pihak lain yang belum dibayarkan. Dalam menentukan

beban jasa yang terutang biasanya didukung berupa dokumen atau informasi

elektronik yang menunjukkan beban jasa yang terutang pada akhir periode

pelaporan, seperti tagihan rekening listrik, rekening telepon dan lain-lain. Beban

juga diakui pada saat adanya pengeluaran kas kepada pihak lain tanpa didahului

timbulnya kewajiban contohnya pembayaran jasa pos dan giro. Dengan demikian,

praktik yang ada telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

Tabel III.6 Perbandingan Pengakuan Beban Persediaan

Menurut KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban ini diakui pada saat timbulnya
Beban diakui saat timbulnya kewajiban
kewajiban yakni saat adanya
yakni saat terjadinya peralihan hak dari
penyerahan hak dari pihak lain yang
pihak lain kepada Pemerintah tanpa
diberikan kepada KPP Pratama
diikuti keluarnya kas dari Kas Umum
Jakarta Cengkareng tanpa diikuti
Negara. Selain itu juga diakui saat
pengeluaran kas. Selain itu, beban
adanya konsumsi aset berupa
juga diakui saat adanya pembayaran
pengeluaran kas.
kas untuk jasa pos dan giro.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

5) Beban Pemeliharaan

Berdasarkan tabel III.7 yang memuat perbandingan pengakuan beban

pemeliharaan antara SAP berbasis akrual dan praktik di KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, terdapat kesesuaian antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang

ditetapkan. Pada praktiknya, beban pemeliharaan ini terdiri dari pemeliharaan

gedung dan bangunan serta peralatan dan mesin. Beban ini merupakan beban yang
49

dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada

ke dalam kondisi normal. Beban ini diakui saat adanya pengeluaran kas kepada

pihak lain atau timbulnya kewajiban yang diakibatkan penerimaan manfaat

ekonomi dari pihak lain yang belum dibayarkan. Beban pemeliharaan ini diakui

sebagai biaya karena tidak memenuhi nilai minimum kapitalisasi yang telah

ditetapkan, yakni Rp300.000,00 untuk pengeluaran pemeliharaan peralatan dan

mesin serta Rp10.000.000,00 untuk pengeluaran pemeliharaan gedung dan

bangunan. Hal ini telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

Tabel III.7 Perbandingan Pengakuan Beban Pemeliharaan

Menurut KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban ini diakui saat terjadinya Beban diakui saat adanya pengeluaran
konsumsi aset saat terjadinya kas kepada pihak lain atau timbulnya
pengeluaran kas kepada pihak lain kewajiban yang diakibatkan penerimaan
dan saat timbulnya kewajiban adalah manfaat ekonomi dari pihak lain kepada
saat terjadinya peralihan hak dari KPP Pratama Jakarta Cengkareng yang
pihak lain kepada Pemerintah. belum dibayarkan.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

6) Beban Perjalanan Dinas

Pada praktiknya, beban perjalanan dinas merupakan beban yang terjadi

untuk perjalanan dinasi dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatan.

Beban ini diakui saat munculnya pengeluaran kas kepada pihak lain contohnya

pembelian tiket pesawat. Sementara menurut SAP berbasis akrual beban diakui

saat terjadinya konsumsi aset yakni saat terjadinya pengeluaran kas kepada pihak

lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban. Dengan demikian, pengakuan


50

beban perjalanan dinas yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng

telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

7) Beban Penyusutan

Berdasarkan Tabel III.8 yang memuat perbandingan pengakuan beban

penyusutan antara SAP berbasis akrual dan praktik di KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, terdapat kesesuaian antara kondisi di lapangan dengan kriteria yang

ditetapkan. Beban penyusutan merupakan beban yang mencatat alokasi sistematis

atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan selama masa manfaat aset yang

bersangkutan. Beban ini diakui pada saat terjadinya penurunan manfaat ekonomi

aset yang dicatat setahun sekali pada akhir tahun. Hal ini telah sesuai dengan SAP

berbasis akrual yang berlaku.

Tabel III.8 Perbandingan Pengakuan Beban Penyusutan

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama Jakarta


Cengkareng
Beban diakui saat terjadinya Beban diakui saat terjadinya
penurunan manfaat ekonomi atau penurunan masa manfaat ekonomi
potensi jasa. Penurunan manfaat aset yang ada di KPP Pratama Jakarta
ekonomi atau potensi jasa terjadi pada Cengkareng sehubungan dengan
saat terdapat penurunan nilai aset penggunaan aset tersebut yakni pada
sehubungan dengan penggunaan asset akhir tahun 2015 dalam jurnal
bersangkutan/berlalunya waktu. penyesuaian.

Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

8) Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Beban penyisihan piutang tak tertagih merupakan beban yang mencatat

estimasi ketidaktertagihan piutang. Pada praktiknya, beban ini diakui pada saat

terjadinya penurunan manfaat ekonomi yakni piutang yang diestimasikan tidak


51

akan tertagih yakni dicatat setahun sekali pada akhir tahun. Penyisihan piutang

tidak tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu

dari akun piutang berdasarkan penggolongan kualitas piutang. Sementara

menurut SAP berbasis akrual beban diakui saat terjadinya penurunan manfaat

ekonomi atau potensi jasa sehubungan dengan penggunaan aset

bersangkutan/berlalunya waktu. Dengan demikian, pengakuan beban penyisihan

piutang tak tertagih yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah

sesuai dengan SAP berbasis akrual.

c. Pengukuran pos-pos dalam Laporan Operasional

1) Pendapatan-LO

Pendapatan-LO diukur pada nilai Rp2.147.634.344.737,00 yang terdiri dari

pendapatan perpajakan sebesar Rp2.147.630.786.549,00 dan Pendapatan Negara

Bukan Pajak sebesar Rp3.558.188,00. Pengukuran pendapatan-LO ini diukur

berdasarkan nilai nominal penerimaan bruto yang disetorkan oleh Wajib Pajak

dimana tercantum dalam dokumen Modul Penerimaan Negara dan Surat Setoran

Pajak. Pendapatan-LO ini diukur berdasarkan asas bruto, yaitu dengan

membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah

dikompensasikan dengan pengeluaran). Berdasarkan Tabel III.9 yang berisi

perbandingan pengukuran pendapatan-LO, dapat diketahui bahwa pengukuran

pendapatan-LO yang dilakukan oleh satuan kerja ini telah sesuai dengan SAP

berbasis akrual.
52

Tabel III.9 Perbandingan Pengukuran Pendapatan-LO

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama Jakarta Cengkareng


Pendapatan-LO diukur sebesar Pada praktiknya, pendapatan-LO diukur
nilai bruto dan jumlah tersebut berdasarkan asas bruto, yaitu dengan
tidak boleh dikompensasikan membukukan penerimaan bruto, dan tidak
dengan beban-beban yang ada. mencatat jumlah netonya (setelah
Pendapatan Perpajakan-LO dikompensasikan dengan pengeluaran).
diukur dengan nilai nominal yaitu Pendapatan perpajakan diukur berdasarkan
nilai aliran masuk yang telah jumlah yang disetor WP ke kas negara yang
diterima oleh pemerintah untuk secara otomatis terinput di dalam Modul
self assessment. Penerimaan Negara.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

2) Beban Pegawai

Beban pegawai yang diukur pada tahun 2015 sejumlah Rp4.770.009.545,00.

Pengukuran beban pegawai yang dilakukan oleh satuan kerja ini telah sesuai

dengan aturan yang ada dalam SAP berbasis akrual. Pengukuran beban pegawai

ini didasarkan pada nilai nominal yang tertera dalam dokumen sumber Daftar Gaji

dan dinilai berdasarkan pengeluaran bruto. Pengeluaran dengan nilai bruto ini

dimaksudkan tidak diukur berdasarkan nilai setelah dikompensasikan dengan

pengeluaran atau potongan-potongan seperti potongan untuk pembayaran kepada

pihak ketiga seperti pajak penghasilan yang dipotong oleh satuan kerja yang

bersangkutan ataupun potongan pinjaman yang dipotong langsung oleh KPP

Pratama Jakarta Cengkareng. Secara ringkasnya hal ini dapat dilihat dalam Tabel

III.10 yang memuat perbandingan pengukuran beban pegawai antara SAP

berbasis akrual dan praktik di KPP Pratama Jakarta Cengkareng.


53

Tabel III.10 Perbandingan Pengukuran Beban Pegawai

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama Jakarta


Cengkareng
Beban pegawai dicatat sebesar nilai Beban pegawai dicatat sebesar nilai
nominal yang terdapat dalam dokumen nominal yakni dengan pengeluaran
sumber seperti Dokumen Kepegawaian, bruto yang terdapat dalam
Daftar Gaji, dan dokumen lain yang dokumen sumber Daftar Gaji yang
menjadi dasar pengeluaran negara kepada menjadi dasar pengeluaran negara
pegawai dimaksud. kepada pegawai tersebut.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

3) Beban Persediaan

Pada praktiknya, beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan

yang dihitung dengan cara menghitung saldo awal persediaan ditambah

pembelian lalu dikurangi persediaan akhir berdasarkan hasil inventarisasi fisik

yang untuk selanjutnya nilainya dikalikan nilai per unit sesuai dengan metode

penilaian yang digunakan.Berdasarkan data yang penulis dapatkan, maka dapat

dilihat bagaimana pengukuran beban persediaan dilakukan yang tampak pada

Tabel III.11.

Tabel III.11 Pengukuran Beban Persediaan KPP Pratama Jakarta Cengkareng

Persediaan Awal Rp384.745.958,00


Pembelian Rp629.754.856,00
Dikurang: Persediaan akhir Rp562.876.982,00
(berdasarkan inventarisasi fisik)
Beban Persediaan Rp451.623.832,00
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta

Cengkareng, Laporan Keuangan 2015


54

Berdasarkan perhitungan pada Tabel III.11, dapat diketahui beban persediaan

yang diukur pada tahun 2015 sejumlah Rp451.623.832,00. Pengukuran beban

persediaan satuan kerja ini telah sesuai dengan SAP berbasis akrual yang berlaku.

4) Beban Jasa, Pemeliharaan dan Perjalanan Dinas

Beban barang dan jasa ini terdiri dari beban jasa, beban pemeliharaan dan

beban perjalanan dinas. Beban jasa yang diukur pada tahun 2015 sejumlah

Rp1.824.905.865,00. Beban perjalanan dinas yang diukur pada tahun 2015

sejumlah Rp400.380.233,00 yakni pengeluaran yang dikeluarkan untuk

pembayaran tiket perjalanan dinas, pengeluaran untuk bahan bakar kendaraan,

dan sebagainya. Beban pemeliharaan yang diukur pada tahun 2015 sejumlah

Rp430.058.838,00. Beban pemeliharaan ini terdiri dari beban pemeliharaan

peralatan dan mesin serta pemeliharaan gedung dan bangunan. Beban

pemeliharaan peralatan dan mesin ini diukur sebesar Rp224.434.352 yakni

misalnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembayaran perbaikan motor atau

mobil. Sementara beban pemeliharaan gedung dan bangunan dinilai sebesar

Rp205.624.486 yakni misalnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembayaran

pengecatan gedung dan bangunan. Pengukuran beban barang dan jasa yang

dilakukan oleh satuan kerja ini telah sesuai dengan aturan yang ada dalam SAP

berbasis akrual. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel III.12 yang memuat

perbandingan pengukuran beban barang dan jasa antara SAP berbasis akrual dan

praktik di KPP Pratama Jakarta Cengkareng.


55

Tabel III.12 Perbandingan Pengukuran Beban Jasa, Pemeliharaan, Perjalanan Dinas

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut KPP Pratama Jakarta


Cengkareng
Beban jasa, pemeliharaan dan Beban jasa, pemeliharaan dan
perjalanan dinas dicatat sebesar nilai perjalanan dinas dicatat sebesar nilai
nominal yang tertera dalam dokumen nominal yang tertera dalam dokumen
tagihan dari Pihak Ketiga sesuai tagihan dari pihak lain seperti tagihan
ketentuan peraturan perundang listrik dan telepon, dokumen tagihan
undangan yang telah mendapatkan atas pemeliharaan AC, tagihan
persetujuan dari Kuasa Pengguna pembelian tiket pesawat.
Anggaran/Pejabat Pembuat Komitmen.
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

5) Beban Penyusutan dan Amortisasi

Pada praktiknya, beban penyusutan diukur dengan menggunakan metode

garis lurus yakni harga perolehan dibagi dengan masa manfaat aset tetap. Beban

penyusutan yang diukur pada tahun 2015 sebesar Rp617.810.328,00. Angka ini

didapatkan secara otomatis dari aplikasi SIMAK BMN. Oleh sebab itu, penulis

juga melakukan perhitungan secara manual dengan berpedoman pada Keputusan

Menteri Keuangan Nomor: 59/KMK.06/2013 tentang Tabel Masa Manfaat

Dalam Rangka Penyusutan Barang Milik Negara berupa Aset Tetap pada Entitas

Pemerintah Pusat. Hasil perhitungan penulis dapat dilihat pada Tabel III.13 dan

secara rinci dalam Lampiran III. Pengukuran beban penyusutan ini dilakukan

dengan menggunakan beban penyusutan tanpa nilai residu. Berdasarkan Tabel

III, diperoleh selisih antara perhitungan penulis dan angka yang tersaji dalam LO

sebesar Rp1.287.308.760,00. Selisih ini bernilai sangat signifikan. Namun

karena keterbatasan data yang penulis peroleh, maka ketepatan dari angka beban
56

penyusutan tidak dapat diketahui secara tepat apakah telah sesuai dengan SAP

berbasis akrual atau tidak. Saat penulis mencoba menelusuri angka tersebut

melalui operator SIMAK BMN KPP Pratama Jakarta Cengkareng, operator

tersebut juga tidak mengetahui angka beban penyusutan yang disajikan

dikarenakan secara otomatis sudah disajikan oleh aplikasi. Menurut penulis,

seharusnya walaupun menggunakan aplikasi, SDM di satuan kerja tersebut juga

harus melakukan perhitungan manual sehingga diperoleh angka beban

penyusutan yang tepat.

Tabel III.13 Pengukuran Beban Penyusutan

No Aset Nilai Penyusutan


1 Peralatan Dan Mesin Rp1.428.686.079,00
2 Gedung Dan Bangunan Rp181.509.878,00
3 Aset Tetap yang Tidak Digunakan Rp294.923.130,00
Total Menurut Perhitungan (A) Rp1.905.119.087,00
Total Yang Tersaji Di Laporan Keuangan (B) Rp617.810.328,00
Selisih (A-B) Rp1.287.308.759,00
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan KMK Nomor: 59/KMK.06/2013

6) Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Berdasarkan SAP berbasis akrual, apabila dalam Neraca Saldo akhir tahun

sebelum jurnal penyesuaian dibuat sudah terdapat saldo Penyisihan Piutang Tak

Tertagih, maka jumlah penyisihan piutang tak tertagih yang akan dicatat di

dalam jurnal penyesuaian akhir tahun harus dikurangi dengan saldo sebelum

penyesuaian. Pada praktiknya, beban penyisihan piutang tak tertagih diukur

dengan cara mengestimasi besarnya piutang yang kemungkinan tak tertagih.

Pengukuran beban penyisihan piutang tak tertagih ini terdapat dalam Lampiran
57

IV yang dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan

penggolongan kualitas piutang yang juga telah di rekonsiliasi bersama Kantor

Wilayah DJP Jakarta Barat. Berdasarkan Lampiran IV, didapatkan angka sebesar

Rp36.910.393.176,00 sebagai penyisihan tak tertagih untuk tahun 2015. Namun,

penulis tidak dapat mengukur angka tersebut karena data yang terbatas serta telah

ditentukan oleh Kanwil.selain itu, sebelum penyesuaian 2015 sudah ada saldo

akun Penyisihan Piutang Tak Tertagih yang menunjukkan saldo

Rp23.219.353.418,00 sehingga dapat ditentukan beban penyisihan piutang tak

tertagih berdasarkan Tabel III.14.

Tabel III.14 Pengukuran Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Uraian Nilai
Saldo Penyisihan Piutang Awal (A) Rp23.219.353.418
Saldo Penyisihan Piutang 2015 (B) Rp36.910.393.176
Beban Penyisihan Piutang Tak
Tertagih (B-A) Rp13.691.039.758
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.14 diperoleh saldo beban penyisihan piutang tak tertagih

sebesar Rp13.691.039.758,00. Dengan demikian pengukuran penyisihan piutang

tak tertagih ini telah sesuai dengan SAP berbasis akrual yang berlaku.

d. Pencatatan pos-pos dalam Laporan Operasional

1) Pendapatan-LO

Transaksi pendapatan perpajakan ditandai dengan adanya dokumen Modul

Penerimaan Negara atau SSP dan SSBP dimana terhadap dokumen tersebut

satuan kerja cukup merekam satu kali saja dan setelah dilakukan validasi dan
58

posting akan terbentuk jurnal yang akan dilaporkan dalam Laporan Operasional.

Pada Tabel III.15 terdapat perbandingan pencatatan jurnal akrual pendapatan

LO.

Tabel III.15 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Pendapatan-LO

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Diterima dari entitas lain XXX Diterima dari entitas lain XXX
Pendapatan Pajak-LO XXX Pendapatan Pajak-LO XXX
Pendapatan PNBP-LO XXX Pendapatan PNBP-LO XXX
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.15 pencatatan jurnal akrual pendapatan-LO untuk

pendapatan yang telah disetor langsung telah dicatat oleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng sesuai dengan SAP berbasis akrual.

Selanjutnya, untuk pendapatan yang seharusnya sudah diterima pada

periode berjalan atau timbul akibat adanya penetapan tetapi belum diterima

sampai dengan tanggal pelaporan diakui sebagai piutang sehingga dicatat dalam

jurnal penyesuaian yang tampak pada Tabel III.16.

Tabel III.16 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Pendapatan-LO

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Piutang Pajak XXX Piutang Pajak XXX
Piutang PNBP XXX Piutang PNBP XXX
Pendapatan Pajak-LO XXX Pendapatan Pajak-LO XXX
Pendapatan PNBP-LO XXX Pendapatan PNBP-LO XXX
Sumber: Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual


59

Berdasarkan Tabel III.16 terdapat kesesuaian antara kondisi yang ada dan

kriteria yang ditetapkan dalam SAP. Dengan demikian pencatatan jurnal akrual

pendapatan-LO yakni pendapatan yang masih diakui sebagai piutang telah

dicatat oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng sesuai dengan SAP berbasis

akrual.

Selain itu, atas pendapatan negara bukan pajak yang disetorkan oleh

Bendahara Penerimaan, pengakuan pendapatan-LO dilakukan pada saat

pendapatan diterima oleh Bendahara Penerimaan. Selanjutnya, pendapatan yang

diterima oleh Bendahara Penerimaan tersebut disetorkan ke Kas Negara 1x24

jam. Atas transaksi tersebut, dilakukan pencatatan pada Tabel III.17.

Berdasarkan Tabel III.17, terdapat kesesuaian antara kondisi yang ada dan

kriteria yang ditetapkan dalam SAP. Dengan demikian pencatatan jurnal akrual

pendapatan PNBP-LO ini telah dicatat oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng

sesuai dengan SAP berbasis akrual.

Tabel III.17 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual PNBP-LO

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Saat diterima oleh Bendahara Penerimaan
Diterima dari entitas XXX Diterima dari entitas XXX
lain lain
Pendapatan PNBP- XXX Pendapatan PNBP- XXX
LO LO
Saat disetor ke Kas Negara oleh Bendahara Penerimaan
Pendapatan PNBP-LO XXX Pendapatan PNBP-LO XXX
Kas di Bendahara XXX Kas di Bendahara XXX
Penerimaan Penerimaan
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual


60

2) Beban Pegawai

Pada praktiknya, transaksi beban pegawai ditandai dengan adanya SPM dan

SP2D, terhadap dokumen sumber tersebut satuan kerja cukup merekam satu kali

saja ke aplikasi SAIBA dan setelah dilakukan validasi dan posting maka secara

umum akan terbentuk jurnal akrual seperti Tabel III.18.

Tabel III.18 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Pegawai

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Pegawai XXX Beban Pegawai XXX
Ditagihkan ke XXX Ditagihkan ke XXX
entitas lain entitas lain
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.18 terdapat kesesuaian antara kondisi yang ada dan kriteria

yang ditetapkan dalam SAP. Dengan demikian pencatatan jurnal akrual beban

pegawai telah dicatat oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng sesuai dengan SAP

berbasis akrual.

3) Beban Persediaan

Sesuai dengan kebijakan akuntansi, persediaan KPP Pratama Jakarta

Cengkareng dicatat menggunakan metode perpetual dan mengikuti pendekatan

aset, yaitu pencatatan persediaan dilakukan setiap terjadi transaksi yang

mempengaruhi persediaan, sehingga pada saat pembelian persediaan dicatat

sebagai persediaan dan pada saat digunakan dicatat sebagai beban persediaan.

Pemakaian persediaan akan dicatat sebagai beban persedian dengan cara


61

mendebet akun beban persediaan dan mengkredit akun persediaan sehingga

tampak pada Tabel III.19.

Tabel III.19 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Persediaan

Menurut SAP Berbasis Akrual Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Cengkareng
Beban Persediaan XXX Beban Persediaan XXX
Persediaan XXX Persediaan XXX
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Dalam metode perpetual, secara periodik tetap dilakukan perhitungan fisik

(stock opname) untuk memastikan catatan akuntansi dan fisik persediaan sesuai.

Sesuai dengan kebijakan akuntansi, beban persediaan hanya diperhitungkan

untuk persediaan yang sifatnya umum, yakni beban persediaan tahun berjalan

termasuk didalamnya persediaan yang masih ada di gudang dengan kondisi

rusak atau usang, walaupun secara fisik persediaan masih ada tidak

diperhitungkan sebagai saldo persediaan. Apabila saldo persediaan akhir yang

sebelum opname fisik nilainya lebih besar dari hasil opname fisik maka dicatat

sebagai pengurang persediaan. Dengan demikian dilakukan pencatatan jurnal

penyesuaian yang tampak pada Tabel III.19. Berdasarkan Tabel III.19,

pencatatan beban persediaan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai

dengan SAP berbasis akrual yang tertera dalam PMK Nomor 270/PMK.05/2014.

4) Beban Barang dan Jasa

Pada praktiknya, pembayaran belanja barang langganan daya dan jasa pada

jurnal akrual menggunakan akun beban barang dan jasa. Jadi semua akun belanja

jasa pada saat diterbitkan SP2D akan diakui sebagai beban barang dan jasa pada
62

buku besar akrual. Berdasarkan SPM/SP2D maka satuan kerja memproses

dokumen tersebut dan melakukan input ke dalam aplikasi SAIBA sehingga

menghasilkan jurnal akrual pada Tabel III.20.

Tabel III.20 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Jasa

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Jasa XXX Beban Barang dan Jasa XXX
Ditagihkan ke XXX Ditagihkan ke XXX
entitas lain entitas lain
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.20, pencatatan beban jasa oleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng tidak sesuai dengan SAP berbasis akrual yang tertera dalam PMK

Nomor 270/PMK.05/2014. Seharusnya satuan kerja ini melakukan pencatatan

belanja jasa dengan menggunakan akun beban jasa pada jurnal akrualnya seperti

yang diatur dalam SAP berbasis akrual.

5) Beban Pemeliharaan

Pada praktiknya, pembayaran belanja barang pemeliharan seperti

pemeliharaan gedung, bangunan, peralatan dan mesin menggunakan akun beban

pemeliharaan pada jurnal akrualnya. Jadi semua akun belanja pemeliharaan pada

saat diterbitkan SPM/SP2D akan diakui sebagai Belanja Barang dan Jasa pada

Buku Besar Kas dan Beban Pemeliharaan pada Buku Besar Akrual. Pencatatan

beban pemeliharaan tampak pada Tabel III.21. Berdasarkan Tabel III.21,

pencatatan beban pemeliharaan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah


63

sesuai dengan SAP berbasis akrual yang tertera dalam PMK Nomor

270/PMK.05/2014.

Tabel III.21 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Pemeliharaan

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Pemeliharaan XXX Beban Pemeliharaan XXX
Ditagihkan ke XXX Ditagihkan ke XXX
entitas lain entitas lain
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

6) Beban Perjalanan Dinas

Pada praktiknya, pembayaran belanja perjalanan dinas pada jurnal akrual

menggunakan akun beban perjalanan dinas. Jadi semua akun belanja perjalanan

dinas pada saat diterbitkan SPM/SP2D akan diakui sebagai Belanja Barang dan

Jasa pada Buku Besar Kas dan Beban Perjalanan Dinas pada Buku Besar Akrual.

Pencatatan beban pemeliharaan tampak pada Tabel III.22.

Tabel III.22 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Perjalanan Dinas

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Perjalanan Dinas XXX Beban Perjalanan Dinas XXX
Ditagihkan ke XXX Ditagihkan ke XX
entitas lain entitas lain X
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.22, pencatatan beban perjalanan dinas oleh KPP

Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai dengan SAP berbasis akrual yang tertera

dalam PMK Nomor 270/PMK.05/2014.


64

7) Beban Penyusutan dan Amortisasi

Penyusutan adalah alokasi sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat

disusutkan selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Nilai penyusutan untuk

masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam

neraca dan sebagai beban penyusutan dalam laporan operasional, sehingga pada

praktiknya, waktu dilakukan penyusutan yakni di akhir tahun 31 Desember 2015

dengan pencatatan yang tampak pada Tabel III.23.

Tabel III.23 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Penyusutan

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Penyusutan XXX Beban Penyusutan XXX
Akumulasi XXX Akumulasi XXX
Penyusutan Penyusutan
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.23, pencatatan beban penyusutan oleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

8) Beban Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Penyisihan piutang tak tertagih dilakukan dalam rangka penyajian nilai

bersih yang dapat direalisasi (net realizable value). Penyisihan piutang dilakukan

dengan cara mengestimasi berapa penyisihan piutang yang diestimasi dalam

rangka penyajian wajar tersebut, sehingga pada penerapan pertama kali diakui

sebagai beban penyisihan tak tertagih. Beban penyisihan piutang tak tertagih ini

juga merupakan jurnal penyesuaian yang dicatat berdasarkan angka penyesuaian

antara saldo sebelum penyesuaian dan saldo penyisihan yang diestimasikan untuk
65

tahun 2015. Pada akhir tahun yakni 31 Desember dilakukan pencatatan jurnal

akrual pada Tabel III.24. Berdasarkan Tabel III.24, pencatatan beban penyisihan

piutang tak tertagih oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai dengan

SAP berbasis akrual.

Tabel III.24 Perbandingan Pencatatan Jurnal Akrual Beban Penyisihan Piutang

Tak Tertagih

Menurut LO KPP Pratama Jakarta


Menurut SAP Berbasis Akrual
Cengkareng
Beban Penyisihan Beban Penyisihan
Piutang Tak Tertagih XXX Piutang Tak Tertagih XXX
Penyisihan Piutang XXX Penyisihan Piutang XXX
Tak Tertagih Tak Tertagih
Sumber : Diolah oleh penulis berdasarkan KPP Pratama Jakarta Cengkareng,

Laporan Keuangan 2015 dan SAP Berbasis Akrual

Berdasarkan Tabel III.24, pencatatan beban penyisihan piutang tak tertagih oleh

KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

e. Penyajian dan pengungkapan pos-pos dalam Laporan Operasional

1) Pendapatan-LO

KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah menyajikan pendapatan-LO yang

diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Klasifikasi menurut sumber

pendapatan untuk pemerintah pusat dikelompokkan berdasarkan pendapatan

perpajakan, pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. Di samping disajikan

pada Laporan Operasional, pendapatan-LO juga telah diungkapkan sedemikian

rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga memberikan rincian lebih

lanjut sumber pendapatan dan semua informasi yang relevan mengenai bentuk
66

dari pendapatan-LO. Namun ada suatu kesalahan yang dilakukan oleh satuan

kerja saat menyajikan Laporan Operasional. Dalam penyajiannya, KPP Pratama

Jakarta Cengkareng menyajikan LO dengan adanya tambahan kolom catatan.

Seharusnya kolom ini berisi indeks yang memberikan penjelasan atas masing-

masing pos dalam Laporan Operasional, sehingga memudahkan pembaca untuk

melihat secara rinci. Namun dalam penyajiannya, kolom ini berisi indeks yang

salah sehingga tidak adanya sinkronisasi antara indeks yang tertulis dengan

penjelasan pos dalam CaLK.

Misalnya kolom berisi indeks A.1 pada baris Pendapatan Perpajakan yang

seharusnya menyatakan bahwa penjelasan tentang pos pendapatan perpajakan

berada dalam CaLK huruf A angka 1, namun dalam CaLK huruf A.1 tidak

menjelaskan pos pendapatan perpajakan. Dengan demikian, hal ini jelas tidak

sesuai dengan SAP berbasis akrual yang menyatakan seharusnya penyajian

pendapatan LO dan pengungkapannya harus dapat memberikan semua informasi

yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan-LO.

2) Beban

Beban telah disajikan dalam laporan operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng yang diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Namun,

penjelasan secara sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya

yang bersifat material telah diungkapkan secara lengkap dalam Catatan atas

Laporan Keuangan sehingga menghasilkan informasi yang andal dan relevan.

Namun dalam beberapa penjelasan pos-pos dalam Laporan Keuangan di dalam

Catatan atas Laporan Keuangan, tidak menjelaskan secara rinci peruntukan


67

beban-beban yang disajikan dalam Laporan Operasional. Namun hal ini tidak

bersifat material, sehingga penyajian dan pengungkapan beban di dalam Laporan

Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng secara keseluruhan telah sesuai

dengan SAP berbasis akrual.


BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan data dan fakta dalam Bab II yang telah penulis uraikan serta

pembahasan terhadap penyusunan Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng yang telah penulis jabarkan dalam Bab III, maka penulis menarik

simpulan sebagai berikut:

1. Struktur dan isi Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta Cengkareng secara

keseluruhan telah sesuai dengan SAP berbasis akrual yang tertera dalam PSAP

12 Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010. Struktur & isi Laporan Operasional

KPP Pratama Jakarta Cengkareng sebagian telah menunjukkan kesesuaian yakni

menyajikan berbagai unsur pendapatan-LO, beban, surplus/defisit dari kegiatan

operasional, surplus/defisit dari kegiatan non operasional, pos luar biasa, dan

surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Namun, KPP

Pratama Jakarta Cengkareng tidak menyajikan surplus/defisit sebelum pos luar

biasa, melainkan menyajikan surplus/defisit dari pos luar biasa yang terletak

dibawah pos luar biasa. Hal ini tidak sesuai dengan contoh format Laporan

68
69

Operasional Pemerintah Pusat yang tertera dalam Lampiran I PP Nomor 71

Tahun 2010. Selain itu, dalam penyajiannya satuan kerja KPP Pratama Jakarta

Cengkareng telah menyajikan Laporan Operasional secara komparatif yakni

2015 dan 2014. Namun dalam tahun 2014 angka yang terisi adalah Rp0,00. Hal

ini disebabkan karena pada tahun 2014, KPP Pratama Jakarta Cengkareng belum

menerapkan basis akrual melainkan basis Cash Toward Acrual (CTA) sehingga

tidak menyajikan Laporan Operasional.

2. Pengklasifikasian pendapatan-LO di KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah

sesuai dengan Lampiran I PSAP 12 yakni terdiri dari Pendapatan Perpajakan,

Pendapatan Negara Bukan Pajak dan Pendapatan Hibah.

3. Pengklasifikasian beban dalam Laporan Operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng secara keseluruhan telah sesuai dengan SAP berbasis akrual. Namun

terdapat kesalahan pengklasifikasian 1 dari 13 beban yang disajikan yakni beban

barang dan jasa yang sebenarnya dirincikan dalam Catatan atas Laporan

Keuangan hanya terdiri dari beban jasa.

4. Pengakuan pendapatan-LO KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah sesuai

dengan SAP berbasis akrual yakni diakui saat realisasi kas diterima, saat tanggal

pelaporan yang mengakui pendapatan yang seharusnya sudah diterima dalam

periode berjalan tetapi belum diterima sampai dengan tanggal pelaporan, dan

saat penetapan dan/atau penagihan oleh KPP Pratama Jakarta Cengkareng.

5. Pengakuan beban pegawai, beban persediaan, beban barang dan jasa, beban

pemeliharaan, beban perjalanan dinas, beban penyusutan dan amortisasi serta

beban penyisihan piutang tak tertagih KPP Pratama Jakarta Cengkareng diakui
79

saat terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa, terjadinya

konsumsi aset, dan saat timbulnya kewajiban yakni saat terjadinya peralihan hak

dari pihak lain kepada Pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari Kas Umum

Negara. Hal ini telah sesuai dengan SAP berbasis akrual.

6. Pengukuran pendapatan-LO KPP Pratama Jakarta Cengkareng diukur

berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak

mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

Sementara itu, pengukuran beban dicatat sebesar nilai nominal sebesar

pengeluaran bruto yang terdapat dalam dokumen sumber yang menjadi dasar

pengeluaran negara kepada pegawai dimaksud. Secara keseluruhan, hal ini telah

sesuai dengan SAP berbasis akrual. Namun pada pengukuran beban penyusutan

yang dihitung secara manual oleh penulis, terdapat perbedaan saldo beban

penyusutan menurut perhitungan manual oleh penulis dan menurut angka yang

disajikan di Laporan Operasional. Begitu pula dengan beban penyisihan piutang

tak tertagih, dimana angka penyisihan piutang tak tertagih 2015 yang dibentuk

berdasarkan kualitas umur piutang tidak dapat penulis ukur secara handal. Hal

ini disebabkan keterbatasan data dan angka tersebut telah diperoleh berdasarkan

rekonsiliasi dengan Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat.

7. Pencatatan pendapatan-LO dan beban yang dilakukan oleh KPP Prata Jakarta

Cengkareng telah sesuai dengan SAP berbasis akrual yang mengacu pada PMK

Nomor 270/PMK.05/2014.

8. KPP Pratama Jakarta Cengkareng telah menyajikan pendapatan-LO dan

mengungkapkannya secara rinci dalam CaLK. Hal ini telah sesuai dengan SAP
71

berbasis akrual. Namun dalam penyajiannya terdapat kesalahan pencatatan

indeks yang menunjukkan rincian dalam CaLK. Indeks yang disajikan dalam LO

mengalami ketidaksinkronan dengan apa yang diungkapkan dalam CaLK.

9. Beban telah disajikan dalam laporan operasional KPP Pratama Jakarta

Cengkareng yang diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi. Selain itu,

penjelasan secara sistematis mengenai rincian, analisis dan informasi lainnya

yang bersifat material telah diungkapkan secara lengkap dalam Catatan atas

Laporan Keuangan sehingga menghasilkan informasi yang andal dan relevan

walaupun masih ada beberapa pos yang belum menjelaskan secara rinci

peruntukan dari beban-beban yang disajikan. Namun hal ini tidak bersifat

material sehingga penyajian dan pengungkapan beban telah sesuai dengan SAP

berbasis akrual.

B. Saran

Penulis juga memberikan beberapa saran yang mungkin berguna bagi pihak-pihak

terkait terutama KPP Pratama Jakarta Cengkareng sebagai berikut :

1. KPP Pratama Jakarta Cengkareng seharusnya menyajikan surplus/defisit

sebelum pos luar biasa, bukan menyajikan surplus/defisit dari pos luar biasa

yang terletak dibawah pos luar biasa agar sesuai dengan contoh format

Laporan Operasional Pemerintah Pusat yang tertera dalam Lampiran I PP

Nomor 71 Tahun 2010.

2. Pengklasifikasian beban barang dan jasa dalam Laporan Operasional KPP

Pratama Jakarta Cengkareng seharusnya diklasifikasikan sebagai beban jasa.


72

Hal ini disebabkan karena beban barang dan jasa yang disajikan ternyata

dirincikan dalam CaLK berupa beban jasa.

3. Pengukuran beban penyusutan yang dilakukan oleh KPP Pratama Jakarta

Cengkareng dilakukan secara otomatis oleh aplikasi SIMAK BMN. Seharusnya

perlu dilakukan perhitungan ulang dan pengecekan terhadap aplikasi SIMAK

BMN, apakah perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh aplikasi tersebut

hasilnya sama dengan perhitungan manual yang dilakukan oleh SDM KPP

Pratama Jakarta Cengkareng, sehingga akan diperoleh keyakinan angka beban

penyusutan yang tepat. Begitu pula dengan angka penyisihan piutang tak

tertagih yang diperoleh dari Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat seharusnya KPP

Pratama Jakarta Cengkareng mendapatkan data secara lengkap perhitungan

angka rekonsiliasi tersebut, sehingga angka beban penyisihan piutang tak

tertagih lebih akurat dan handal.

4. Dalam penyajian Laporan Operasional, kolom catatan indeks yang tertera

seharusnya sinkron dengan apa yang dirincikan di dalam Catatan atas Laporan

Keuangan sehingga memudahkan pengguna laporan keuangan dalam membaca

laporan keuangan tersebut atau dapat dibuat link untuk memudahkan

pengecekan atas penjelasan pos-pos dalam laporan keuangan.

5. Seharusnya penjelasan secara sistematis mengenai rincian, analisis dan

informasi lainnya yang bersifat material diungkapkan secara lengkap dalam

Catatan atas Laporan Keuangan sehingga menghasilkan informasi yang lebih

andal dan relevan. Contohnya dalam penjelasan pos beban persediaan

seharusnya diberikan perhitungan dari mana angka tersebut berasal karena


73

beban persediaan merupakan beban penyesuiaan. Contoh lainnya adalah beban

jasa. Di dalam CaLK telah terdapat suatu kolom untuk mencatat peruntukan

beban yang telah dikeluarkan, seharusnya kolom tersebut diisi sebagaimana

mestinya sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih handal.


74

DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul. 2013. Teori, Konsep, Aplikasi Akuntansi Pemerintahan: Dari


Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari Pemerintahan Hingga Tempat
Ibadah. Jakarta: Salemba Empat.

Iman, Chairul. 2008. Evaluasi Strategi Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada
Lporan Keuangan Pemerintah Menggunakan Model Kebutuhan Dasar. Jakarta;
Universitas Indonesia.

Suryanovi, Sri. 2014. Seri Akuntansi Pemerintah Indonesia: Akuntansi Pemerintah


Pusat. Jakarta: STAN Press.

Widjajarso, Bambang, Akhmad Solikin, dan Akhmad Priharjanto. 2006. Akuntansi


Pemerintahan Teori dan Praktik. Jakarta : Lembaga Pengkajian Keuangan
Publik dan Akuntansi Pemerintah.

Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah


Berbasis Akrual.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 270/PMK.05/2014 tentang


Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah
Pusat.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 215/PMK.05/2013 tentang


Jurnal Akuntansi Pemerintah Pada Pemerintah Pusat.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 219/PMK.05/2013 tentang


Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 18 tentang Akuntansi


Penyusutan Berbasis Akrual.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Buletin Teknis dan Interpretasi PSAP.


http://www.ksap.org/sap/id_ID/buletin-teknis-dan-interpretasi-psap/ (diakses 20
Mei 2016).
75

Lampiran I Neraca
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
76

Lampiran II Laporan Operasional


77

Lampiran III Pengukuran Penyusutan


78

LNJKYF
79

Lampiran IV Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan


80

LNJUTHG
81

Lampiran V Penyisihan Piutang Tak Tertagih


82

Lampiran VI Contoh SPP


83

Lampiran VII Contoh SPM


84

Lampiran VIII Contoh SP2D

Anda mungkin juga menyukai