Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

SYOK HIPOVOLEMIK PADA ABORTUS INSIPIENS

Disusun Oleh:
Nama : dr. Husna Nadia
Wahana : RSUD Ungaran

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN


KABUPATEN SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Husna Nadia


Judul Portofolio : Syok Hipovolemk Pada Abortus Insipiens
Topik : Obstetri Ginekologi

Ungaran,6 Juli 2017


Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Windi Artanti dr. Widuri

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama : NY. SW
b. Usia : 34 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Status : Menikah
g. Alamat : Gintungan Gogik
h. Tempat / tanggal pemeriksaan : IGD RSUD Ungaran, 4 Februari 2017

II. Anamnesis
a. Keluhan utama
Pendarahan dari jalan lahir sejak 30 menit SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ungaran dengan keluhan keluar pendaraan
dari jalan lahir sejak 30 menit SMRS setelah berhubungan coitus.
Pendarahan aktif menggumpal, mengganti pembalut 2x penuh sejak
setengah jam. Pasien menggunakan kontrasepsi suntik setiap 3 bulan dan
tidak pernah menstruasi. Riwayat persalinan anak pertama normal saat ini
usia anak pertama 3 tahun. Riwayat persalinan anak kedua normal saat ini
usia anak 10 bulan, pasien tidak sedang menyusui.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan yang sama disangkal
- Riwayat keguguran disangkal
- Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal
- Riwayat asma disangkal

3
- Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan sakit yang sama, anggota
keluarga yang menderita riwayat penyakit jantung, hipertensi, dan riwayat
diabetes mellitus disangkal.
e. Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tidak merokok, tidak
mengkonsumsi alkohol. Pasien mengatakan pendapatannya cukup untuk
kehidupan sehari-hari.

I. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksan umum
1. Kesadaran : Compos mentis
2. Keadaan umum : Lemah
3. Tekanan darah : 90/60 mmHg
4. Nadi : 105 x/menit
5. Nafas : 24 x/menit
6. Saturasi : 100 %
7. Suhu : 37C
8. BB : 52 kg
9. TB : 153 cm
10. BMI : 22.1 ( Berat ideal)
b. Kepala dan leher
1. Kulit dan wajah : dalam batas normal
2. Konjungtiva : anemis
3. Sklera : tidak ikterik
4. Pupil : bulat, isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya
+/+
5. Leher : tidak terdapat pembesaran KGB, JVP dalam batas
normal. Bruit carotis kanan- kiri (-). .

4
c. Thoraks
1. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
2. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : SIK 4 linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri : SIK 5 midklavikula sinistra Auskultasi
Bunyi jantung I dan II normal
d. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, supel
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
e. Eksremitas
Perabaan akral dingan, capillary refill time <2 detik, nadi teraba lemah
Superior : Edema (-/-)
Inferior : Edema (-/-)

STATUS OBSTETRI

Abdomen

o Leopold I : Tidak dilakukan

o Leopold II : Tidak dilakukan

o Leopold III : Tidak dilakukan

o Leopold IV : Tidak dilakukan

5
Denyut Jantung Janin :-

Taksiran Berat Janin :-

His :-

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Inspeksi :

Genitalia eksterna :

vagina terdapat rambut pubis, ulkus (-) pembengkakan vulva (-),

keluar darah yg mengalir aktif (+),stolsel (+)

Genitalia Interna (inspekulo) :

Tidak dilakukan

Vaginal toucher :

- Dinding vagina teraba licin, teraba adanya stolsel

- Porsio teraba bulat lunak tebal, nyeri goyang porsio (-), nyeri tekan

adneksa (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Plano Test : (+)
- Laboratorium
Leukosit : 13.000 / l
Hemoglobin : 6,4 g / dl
Hematokrit : 27 %
Trombosit : 215.000/ l
GDS : 95m g / dl

6
- USG

Gambar 1. USG abdomen tampak sisa konsepsi didalam uterus. Ostium


Uteri Eksterna terbuka

7
II. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Ungaran dengan keluhan keluar pendaraan dari
jalan lahir sejak 30 menit SMRS setelah berhubungan coitus. Pendarahan
aktif menggumpal, mengganti pembalut 2x penuh sejak setengah jam. Pasien
menggunakan kontrasepsi suntik setiap 3 bulan dan tidak pernah menstruasi.
III. Diagnosis
1. Syok Hipovolemik,
2. G3 P1 A0 Abortus Insipiens,
IV. Penatalaksanaan
02 3L/m
Reperfusi Inf 2 jalur
- RL loading s/d 2 liter
- RL + oksitosin 1 ampul drip 20 tpm
Rawat ruang bersalin
Kuretase emergency
Transfusi PRC 2 kolf post kuretase
V. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanantionam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam

8
ABORTUS
1. Pendahuluan
Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak persepsi
dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari
sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat
karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui
penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.(9,10)
Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman,
70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu
disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) dintaranya
bahkan terjadi di negara berkembang. (9,10)
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43
kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita
tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara
dimana aborsi dilarang keras oleh undang-undang. (9,10)

2. Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang


sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan
yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa
menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus
yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus


therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi
adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan,

9
dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis
adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-
sembunyi oleh tenaga tradisional.6

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)


dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.5
b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang
mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah
membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.5
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil
konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5
d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah
keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5
e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu
atau lebih.5
f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus
tiga kali berturut-turut atau lebih.5
g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi
genital.5
h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat
dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah
atau peritonium.5

3. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

10
3.1 Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar
abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini
berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan
kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian
nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari
abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi
autosom.3

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab
terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan
Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3
Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam
bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.3

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.3

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses
impantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada
kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik
seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan
pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat
abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,
disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan
mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3

11
3.2 Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik


terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali
uterus pada 27% pasien.3 Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik
uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%),
dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga bisa
mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan
kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan
mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan
3
endometrium. Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan yang didapat misalnya
adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan
komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.6

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini,
dilatasi serviks yang silent dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1
Wanita dengan serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang
signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1
Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan
pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi
dalam rahim.1 faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah
kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan
pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada


metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten
namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi
segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan
pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.1

12
3.3 Faktor endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi


sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem
humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi
terutamanya kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.3

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada
trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi
janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk
abortus.3

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium


terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat
mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast
harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan
korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan
progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat diselamatkan.3

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan


17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum
pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa
kelainan ini.3

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan


kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada
mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses
implantasi, proses migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada
jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit
pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah
large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK dijumpai
dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar
progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan

13
sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.3
Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang
cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi
yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem ini akan
berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium


dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans
humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.6

3.4 Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian


abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan
sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin
yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk
bertahan hidup.3

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut


kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia
bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram
positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada
kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio
misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan
varisella zoster.3

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian
abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma


urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3

14
- Spirokaeta: treponema pallidum.3

3.5 Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya


adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi
spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya
pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.3 Menurut
penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA yang
merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3
Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada
preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3 Dari international consensus workshop
pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau
kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian
janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan
prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan
preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau
tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau
sama dengan 6 minggu)3

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan


CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan
plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan
fosfolipid)3

15
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari
33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang,
ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3

3.6 Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang


yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi
maternoplasental, dan infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden
abortus yang disebabkan karena trauma .1

3.7 Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,


bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-
faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah
merokok, alkohol dan kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1


Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2
kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok mengandung
ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon monoksida juga menurukan
pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol
pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan
anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang
mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap
hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg


caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang
meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah
tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level

16
paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada
kontrol.1

3.8 Faktor kontrasepsi berencana

Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada
kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah
kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan
signifikan.1

4. Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan
nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan
tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi
karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi
dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus
sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika
fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,
abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ
internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat
minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan
mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang,
fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai kertas
yang disebut fetus papyraceous.1

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya,


karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada
kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian
keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.6 Perdarahan yang banyak terjadi karena

17
hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi
miometrium.6

5. Gambaran klinis

Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4


Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon
yang telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan
keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6 Pada
abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering terjadi
infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar
dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam untuk abortus
yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-
sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran
kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional
yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan dari janin.6

6. Diagnosis

Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :

6.1 Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian
bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong
dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini
terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di
dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi
kurang 20 minggu dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai
jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa
jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau
keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6

18
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat
infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat
endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas
dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.7

6.2 Pemeriksaan Fisis

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen


dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan
pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi,
dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum
keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak
sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di
liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan Diagnosis


tanda
Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus
sedikit dengan usia bawah, uterus immines
hingga gestasi lunak
sedang Tertutup/terbuka Lebih kecil Sedikit/tanpa Abortus
dari usia nyeri perut komplit
gestasi bawah,riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Sedang Terbuka Sesuai Kram atau Abortus
sehingga dengan usia nyeri perut insipien
masif kehamilan bawah, belum
terjadi ekspulsi

19
hasil konsepsi

Kram atau Abortus


nyeri perut incomplit
bawah,
ekspulsi
sebahagian
hasil konsepsi
Terbuka Lunak dan Mual/muntah, Abortus
lebih besar kram perut mola
dari usia bawah,
gestasi sindroma mirip
PEB, tidak ada
janin, keluar
jaringan seperti
anggur

6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu


bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

7. Diagnosis banding.2

- kehamilan ektopik tertanggu

- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil

- abortus mola hidatidosa

- polip endoserviks

20
- karsinoma serviks

8. Penatalaksanaan

8.1 Abortus Imminens.4

Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total
dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan
seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa
dan penilaian lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang
perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan
adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut
khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, harus dicurigai
kehamilan ganda atau mola.

8.2 Abortus insipiens.4

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan
aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,
Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.
Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan
dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi
ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit
oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

8.3 Abortus inkomplit.4

Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16


minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.

21
Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang
dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual.
Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual
(AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg
IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat diberikan.

Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan


dalam 500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per
menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg
pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil
konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.

8.4 Abortus komplit.4

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk
melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah
penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus
600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi
darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan
pemantauan lanjut jika perlu.

8.5 Abortus septik/infeksius.3

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan


keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi
sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan
cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan
Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg
dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil
kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik


minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,

22
uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi.
Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang
lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus
diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.
Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.

8.6 Pemantauan pascaabortus.4

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal


yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan yang
diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikutnya
adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat
mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya
setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali
bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat
atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan
kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri
setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan
perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase
keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.

9. Komplikasi

9.1 Perdarahan.6

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil


konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan
sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,
perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

23
9.2 Perforasi.6

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus
kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi
harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan
apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok
hemoragik.

9.3 Syok.6

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis
sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

9.4 Infeksi.6

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,
streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada
lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium
sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi
terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi
menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi


paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,
Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.
Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus
dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena
dapat membentuk gas.

24
9.5 Efek anesthesia.7

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang
berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering
digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak
disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti
konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.

9.6 Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu


curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

10. Prognosis.6

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan


sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran
dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan
sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan
aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2
atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William


Obstetrics, 22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005

2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis


and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008

3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu


Kandungan, edisi 2008

4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan


Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17

5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina


Etaham, 2008, ms 33-35

6. Abortus Incomplete. Available at


http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit , accessed on July
29, 2014

7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on July
29, 2014

8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at


http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on July
29, 2014

9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :


//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm, accessed
on July 29, 2014

26
10. Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, available at http :
//www.theceli.com/opik/Aborsi.htm, accessed on July 29, 2014

27

Anda mungkin juga menyukai