Anda di halaman 1dari 30

B.

Klasifikasi Gangguan Tidur

Klasifikasi gangguan tidur menurut Internasional Classification of Sleep


Disorders:
1. Dissomnia

2. Parasomnia
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri

4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi

1. Dissomnia

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh tidur
(failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in staying as
sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi dintaranya.
a. Gangguan tidur spesifik

1) Narkolepsi

Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,
biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu
pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran
tidurnya menunjukkan menurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur
dimulai dengan fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi:
a) Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik
sebagian atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop.

b) Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur


sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.

c) Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur
sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya. Gangguan ini
merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus kromoson 6
didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih dari 90%,
sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000. Tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga terletak
antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak rstorasi
seperti terputusnya fase REM (Harrison Et al., 2009).
86
2) Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic limb
movement disorders)/mioklonus nortuknal

Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang


selama tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua
kaki. Bentuknya berupa esktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut
dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-5 detik, berulang dalam waktu 20-60
detik atau mungkin berlangsung terus-menerus dalam beberapa menit atau jam.
Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus. Sering timbul pada fase NREM
atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus.
Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak. Insidensi 5% dari orang normal
antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari 50 tahun. Berat ringan
gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila
5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang, danlebih dari 50 kali/jam :
berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik, neuropati, gangguan
ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea, ketergantungan obat,
anemia (Harrison et al., 2009).
3) Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome

Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset
tidur. Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan
kaki secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri
dan kanan sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada
penyakit gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan
ini diduga diantara lesi batang otak hipotalamus (Sateia, 2009).
4) Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)

Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway
obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah
gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari
10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea
sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam.
Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat dominan. 87
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan
intermiten penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen.
Apnea sentral ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara
periodik selama tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang.
Hal ini kemungkinan kerusakan pada batangotak atau hiperkapnia. Gangguan
saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan
peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan dinding
perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini
semakin berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai
dengan nafas megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini
berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50
detik.
Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau
hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi
retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi
kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien
sering terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali
untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak
enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan
gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar
hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran nafas septal defek, hipotiroid,
atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari
malformation (Sateia, 2009).
5) Paska trauma kepala

Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan
tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur
setelah 2-3 tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan
fase REM dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa
fase koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada
penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih
sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. 88
Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium
carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat trauma kepala
(Sateia, 2009).
b. Gangguan tidur irama sirkadian

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana
penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun
jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur
sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur
badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal
fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur-bangun, dimana
sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama
sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami
pergeseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara
onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama
sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama
sirkadian adalah tumor pineal.
Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1) Sementara (acute work shift, Jet lag)
2) Menetap (shift worker)

Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan


pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu
tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan
dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering
tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia
sekunder).
2) Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat
menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu
zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur
yang terputus-putus.
89
3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tg
secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi
jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik
seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola
tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).

Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana
onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun
pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran tidur tampak normal
tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
5) Tipe bangun-tidur beraturan.
6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam (Harrison et al., 2009).

c. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)

Sangat jarang. Lesi batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau
memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan
wilkus et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma daerah ventral pons, yang
mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali.
Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan
kerusakan pada raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes
syndrome, parkinson, khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering
timbul pada saat pasien tidur. Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan
fase 1 dan jarang terjadi pada fase dalam. Pada demensia sinilis gangguan tidur
pada malam hari, mungkin akibat diorganisasi siklus sirkadian, terutama
perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke dapat mengalami gangguan tidur,
bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak epilepsi seringkali terjadi
pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ) jarang terjadi pada fase
REM.
d. Gangguan kesehatan, toksik

Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back
pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik,
asma, 90
penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan
gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
e. Obat-obatan

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat


stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi,
antidepresan, antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat
menimbulkan terputus-outus fase tidur REM.
2. Parasomnia

Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode


yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun
dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku
danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka
kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-
5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia
dewasa (3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan
system otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (confuse), dan
diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3
dan 4.
1. Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme

Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya


automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup
pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah
laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran tipikal
gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah,
berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4.
Selama serangan, relatif tidak memberikan 91
respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat
dibangunkan susah payah. gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya
gelombang alpha.
2. Gangguan teror tidur (sleep terror)

Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat
tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi
sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4.
Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering
diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip dengan teror berjalan baik secara
klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy. Teror tidur mungkin
mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis. Pada kasus
ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat
dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.
3. Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM

Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest.
Gangguan tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan
selanjutnya terjadi aktifitas motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada
larut malam (1/2 dari larut malam) yang disertai dengan ingat mimpi yang jelas.
Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut, gangguan psikiatri atau
dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol. Kemungkinan
lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti
perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan
mioklonik potensial pada rekaman EMG (Harrison et al., 2009).
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri

a. Sleep and Neurological Disorders

Individu dengan demensia biasanya mengalami gangguan tidur. Meskipun ada


berbagai kondisi yang terkait dengan penyakit demensia Alzheimer, penyakit
Parkinson, dementia dengan Lewy bodies, penyakit Huntington, dan penyakit
Creutzfeldt-Jakob ada beberapa pola umum dari gangguan tidur yang terkait
dengan semua demensia. Biasanya, tidur lebih terfragmentasi, menyebabkan lebih
banyak terbangun dan akibatnya sedikit waktu tidur, dan REM mungkin akan
menurun. Gangguan tidur ini biasanya memburuk seiring dengan progresifitas
penyakit. 92
b. Alzheimers Disease

Penyakit Alzheimer adalah gangguan neurodegenerative ditandai dengan


hilangnya memori dan penurunan intelektual yang progresifitasnya sesuai usia dan
disebabkan oleh degenerasi neuron di otak. Diperkirakan sekitar 4 juta orang di
Amerika Serikat menderita penyakit Alzheimer. Sekitar seperempat dari individu-
individu ini memiliki gangguan tidur. Penyakit Alzheimer menyebabkan
peningkatan jumlah bangkitan (terbangun) dan mempengaruhi arsitektur tidur
seseorang. Sebagai hasil dari peningkatan durasi dan jumlah dari terbangun,
individu menghabiskan tidurnya di stage1 tidur dan dan terjadi penurunan
presentasi dalam stage 2 dan SWS (slow-wave sleep).
c. Parkinsons Disease

Gangguan tidur berhubungan dengan penyakit Parkinson yang terdiri dari sulit
tidur, nocturnal akinesia, arsitektur tidur berubah, aktivitas motorik abnormal,
gerakan anggota badan periodik, gangguan tidur REM, dan gangguan pernapasan.
Pada siang hari, banyak pasien Parkinson memiliki kantuk yang berlebihan.
Gangguan tidur biasanya akan meningkat dengan perkembangan penyakit.
Individu menderita latensi tidur meningkat dan sering terbangun, menghabiskan
sebanyak 30 sampai 40 persen terjaga di malam hari. Hal ini menyebabkan waktu
yang dihabiskan berkurang dalam stage 3 dan 4, tidur REM dan durasi meningkat
pada stage 1 dan 2.
d. Epilepsy

Epilepsi mengacu pada sekelompok dari berbagai gangguan yang ditandai oleh
aktivitas listrik abnormal di otak yang terwujud dalam individu sebagai kerugian
atau gangguan kesadaran dan gerakan abnormal dan perilaku. Tidur, kurang tidur,
dan aktivitas kejang erat terjalin. Diperkirakan bahwa epilepsi sleeprelated dapat
mempengaruhi sebanyak 10 persen atau lebih individu epilepsi. Enam puluh
persen individu yang menderita kompleks lokalisasi parsial terkait kejang (21,6
persen dari populasi epilepsi umum) menunjukkan kejang hanya saat tidur.
Gangguan yang penyebabnya kejang dapat mempengaruhi siklus tidur seseorang,
yang menyebabkan kurang tidur. Demikian pula, tidur dan gangguan tidur
meningkatkan kejadian aktivitas kejang. Tidur yang berhubungan dengan epilepsi
biasanya menyajikan dengan setidaknya dua dari fitur berikut: arousals, tiba-tiba
93
terbangun dari tidur, umum tonik-klonik gerakan anggota badan, gerakan anggota
badan fokal, wajah berkedut, inkontinensia, apnea, lidah menggigit, dan
kebingungan postictal dan kelesuan. Fitur-fitur ini menyebabkan fragmentasi tidur
dan kelelahan siang hari.
Ada sejumlah sindrom epilepsi umum yang bermanifestasi hanya atau didominasi
pada malam hari, termasuk epilepsi lobus frontal malam hari, epilepsi benign
masa kecil dengan spike centrotemporal, awitan dini atau akhir-onset epilepsi
pada anak oksipital, epilepsi mioklonik remaja, dan berkesinambungan lonjakan
gelombang selama tidur non-REM. Nocturnal epilepsi lobus frontal ditandai
dengan gangguan tidur yang parah, luka yang disebabkan oleh gerakan tak
terkendali, dan kejang siang sesekali. Epilepsi mioklonik juvenil ditandai dengan
sinkron kontraksi otot tak sadar yang sering terjadi selama bangun. Kontinyu
spike gelombang selama non-REM epilepsi tidur yang umumnya terkait dengan
gangguan neurokognitif dan kadang-kadang dengan gangguan aktivitas otot dan
kontrol.
e. Stroke

Stroke menyebabkan tiba-tiba kehilangan kesadaran, sensasi, dan gerakan


volunter yang disebabkan oleh gangguan aliran darah-dan karena suplai oksigen-
ke otak. Setelah stroke arsitektur tidur individu sering diubah, menyebabkan
penurunan waktu tidur total, tidur REM, dan SWS. Insomnia adalah komplikasi
umum dari stroke yang mungkin timbul dari obat-obatan, tidak aktif, stres,
depresi, dan kerusakan otak.
f. Sleep And Medical Disorders

Sejumlah gangguan medis yang berbeda dan penyakit, dari flu biasa sampai
kanker, sering mengubah siklus tidur-bangun individu. Masalah-masalah tidur
sering hasil dari rasa sakit atau infeksi yang berkaitan dengan kondisi primer.
Meskipun sama-sama diketahui menyebabkan masalah dengan siklus sleepwake,
sebagaimana akan ditunjukkan di bawah ini, sangat sedikit yang masih dikenal
tentang etiologi.
1) Nyeri

Nyeri diuraikan sebagai suatu pengalaman akut atau kronis sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang bervariasi dari ketidaknyamanan
membosankan untuk penderitaan tak tertahankan yang berhubungan dengan 94
kerusakan jaringan aktual atau potensial. Ini biasanya menyebabkan fragmentasi
tidur dan perubahan dalam arsitektur tidur seseorang. Gejala-gejala tergantung
pada jenis dan beratnya nyeri tersebut. Mereka termasuk kelelahan siang hari dan
mengantuk, kualitas tidur yang buruk, keterlambatan onset tidur, dan penurunan
kognitif dan motorik kinerja sesuai tabel di bawah ini:
2) Penyakit Infeksi

Infeksi yang disebabkan oleh strain bakteri, virus, dan parasit dapat
mengakibatkan perubahan pada pola tidur. Meskipun diterima bahwa aktivitas
sistem kekebalan tubuh mempengaruhi siklus tidur-bangun individu, sangat
sedikit yang diketahui tentang bagaimana kedua sistem berinteraksi.
a) Infeksi Bacterial dan Tidur

Infeksi bakteri biasanya menyebabkan peningkatan total waktu yang dihabiskan


pada SWS dan durasi penurunan tidur REM. Perubahan pola tidur dapat
dipengaruhi oleh jenis infeksi bakteri. Sebagai contoh, bakteri gram negatif
menginduksi tidur yang disempurnakan lebih cepat daripada bakteri gram positif.
Perbedaan dalam proses dan perkembangan penyakit juga mempengaruhi siklus
sleepwake. 95
b) Infeksi Virus dan Tidur

Infeksi virus juga memiliki efek pada siklus tidur-bangun. Individu yang
diinokulasi dengan rhinovirus atau virus influenza melaporkan kurang tidur
selama masa inkubasi, sedangkan selama periode gejala mereka tidur lebih lama.
Namun, dibandingkan dengan orang yang sehat tidak ada perbedaan yang
dilaporkan dalam kualitas tidur dan jumlah terbangun.
Virus human immunodeficiency (HIV) juga telah terbukti dapat mengubah pola
tidur. Individu menghabiskan waktu peningkatan pada SWS pada paruh kedua
malam dan menderita arousals sering dan penurunan waktu tidur REM. Seperti
infeksi berkembang menjadi AIDS, individu mengembangkan fragmentasi tidur
meningkat, penurunan yang signifikan pada SWS, dan gangguan terhadap
arsitektur tidur secara keseluruhan.
c) Infeksi Jamur, Parasit dan Tidur

Infeksi jamur dan parasit juga dapat mengubah siklus tidur-bangun. Sebagai
contoh, penyakit tidur, atau trypanosomiasis Afrika, umumnya terjadi pada
individu yang telah terinfeksi dengan Trypanosoma brucei (Tb) parasit. Hal ini
ditandai dengan episode insomnia malam hari dan tidur siang hari, tetapi tidak
hipersomnia.
Penyakit tidur ditemukan terutama di sub-Sahara Afrika, di mana Tb ditularkan ke
manusia akibat gigitan dari lalat tsetse. Penyakit tidur dikaitkan dengan arsitektur
tidur berubah. Rekaman EEG individu dengan penyakit tidur dari Gambia
menunjukkan periode tidur REM yang terjadi sepanjang siklus tidur-bangun
secara keseluruhan, sering tanpa periode NREM menengah yang normal.
Fluktuasi hormon sirkadian-kortisol, prolaktin, dan hormon pertumbuhan-juga
diubah pada individu dengan penyakit tidur. Oleh karena itu, telah dihipotesiskan
bahwa penyakit tidur mungkin merupakan penyakit ritme sirkadian yang
mempengaruhi jalur saraf yang menghubungkan waktu-sirkadian dan tidur-
regulating pusat.
D. Penatalaksanaan Umum

Tujuan terapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan meningkatkan kualitas


hidup bagi pasien dan keluarga. Perawatan yang tepat memiliki potensi
mengurangi morbiditas terkait insomnia, termasuk risiko depresi, cacat, dan
gangguan kualitas hidup (Nabil dan Julie, 2006).
1. Pendekatan Non Farmakologi
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya: 1) Untuk
mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat. 2) Sangat efektif untuk
pasien gangguan tidur kronik. 3) Untuk mencegah komplikasi sekunder yang
diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental. 4) Untuk
mengubah kebiasaan tidur yang jelek

. b. Konseling dan Psikoterapi


Psikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri
seperti (depresi, obsesi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini
kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi
oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik (Japardi, 2002).
d. Terapi pengontrolan stimulus

Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan
dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi
faktor primer dan reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
1) Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.

2) Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

3) Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.

4) Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika


tidak bisa tidur.

5) Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain,
kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk
datang kembali.

6) Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total
tidur, atau hari (misalnya hari Minggu).

7) Menghindari tidur di siang hari.

8) Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum
tidur.
106
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan
ini terus dipraktikkan, gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun
beratnya.
e. Sleep Restriction Therapy

Membatasi waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan


tidur . Terapi ini bermanfaat untuk pasien yang berbaring di tempat tidur tanpa
bisa tertidur. Misalnya, bila pasien mengatakan bahwa ia hanya tertidur lima jam
dari delapan jam waktu yang dihabiskannya di tempat tidur, waktu di tempat
tidurnya harus dikurangi. Tidur di siang hari harus dihindari. Lansia dibolehkan
tidur sejenak di siang hari yaitu sekitar 30 menit. Bila efisiensi tidur pasien
mencapai 85% (rata-rata setelah lima hari), waktu di tempat tidurnya boleh
ditambah 15 menit. Terapi pembatasan tidur, secara berangsur-angsur, dapat
mengurangi frekuensi dan durasi terbangun di malam hari.
f. Terapi relaksasi dan biofeedback

Terapi ini harus dilakukan dan dipelajari dengan baik. Menghipnotis diri
sendiri, relaksasi progresif, dan latihan nafas dalam sehingga terjadi keadaan
relaks cukup efektif untuk memperbaiki tidur. Pasien membutuhkan latihan yang
cukup dan serius.
Biofeedback yaitu memberikan umpan-balik perubahan fisiologik yang
terjadi setelah relaksasi. Umpan balik ini dapat meningkatkan kesadaran diri
pasien tentang perbaikan yang didapat. Teknik ini dapat dikombinasi dengan
higene tidur dan terapi pengontrolon tidur.
g. Terapi apnea tidur obstruktif

Apnea tidur obstruktif dapat diatasi dengan menghindari tidur telentang,


menggunakan perangkat gigi (dental appliance), menurunkan berat badan,
menghindari obat-obat yang menekan jalan nafas, menggunakan stimulansia
pernafasan seperti acetazolamide, nasal continuous positive airway pressure
(NCPAP), upper airway surgery (UAS). Nasal continuous positive airway
pressure ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien. Metode ini dapat
memperbaiki tidur 107
pasien di malam hari, rasa mengantuk di siang hari, dan keletihan serta perbaikan
fungsi kognitif.
Uvulopalatopharyngeoplasty (UPP) merupakan salah satu teknik
pembedahan yang digunakan untuk terapi apnea tidur. Efikasi metode ini kurang.
Trakeostomi juga merupakan pilihan terapi untuk apnea tidur berat. Penggunaan
kedua bentuk terapi bedah ini sangat terbatas karena risiko morbiditas dan
mortalitas.
Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas frekuensi dan beratnya
gangguan tidur, beratnya derajat kantuk di siang hari, dan akibat medik yang
ditimbulkannya (Amir N., 2007).
2. Pendekatan Farmakologi

Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan


secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya
semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan
aktifitas dari reticular activating system (ARAS) di otak. Hal tersebut didapatkan
pada berbagai obat yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti
anxietas dan beberapa obat anti depresan.
Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat
yangdipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang
dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga mengganggu
aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakaian obat jangka panjang dapat
menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat
hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah
gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek, bangun terlalu
dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan
jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat
hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari.
Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi
dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa menilai kondisi primernya
dan harus berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik untuk jangka panjang 108
karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang mendasarinya serta akan
berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai
pengobatan tambahan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat
yang bereaksi cepat (short action) dgn membatasi penggunaannya sependek
mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya
pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2
minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat dilakukan
evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang
sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan
secara berlahan-lahan untuk menghindarkan withdrawl terapi (Japardi I., 2002).
OBAT ANTI-INSOMNIA
Penggolongan obat anti-insomnia
1. Benzodiazepine, contoh : Nitrazepam, Triazolam, Estazolam

2. Non-Benzodiazepine, contoh : Chloral-hydrate, Phenobarbital

Sediaan Obat Anti-Insomnia dan Dosis Anjuran


(yang beredar Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
di Indonesia
menurut
MIMS Vol.
30 - 2001) No
1. Nitrazepam MAGADON Tab 5 mg Dewasa 2 tab
(Roche) Tab 5 mg Lansia 1 tab
DUMOLID
(Alpharma)
2. Triazolam HALCION Tab 0,125 mg Dewasa 2 tab
(Up John) Tab 0,250 mg Lansia 1 tab
Dewasa 1 tab
Lansia 1/2 tab

3. Estazolam ESILGAN Tab 1 mg 1-2 mg/malam


(Takeda) Tab 2 mg
4. Chloral CHLORALH Soft cap 500 1-2 cap 15-30
hydrate YDRAT 500 mg menit sebelum
(Darya Varia) tidur

Anda mungkin juga menyukai