Anda di halaman 1dari 18

IV.

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definisi Tanah dan Batuan


Secara garis besar bahan penyusun kerak bumi dibagi menjadi dua
kategori: Batuan dan Tanah. Tanah adalah kumpulan agregat mineral alami
yang dapat dipisahkan oleh adukan secara mekanika dalam air. Batuan
merupakan agregat mineral yang diikat oleh gaya-gaya kohesif yang
permanen dan kuat (dalam Zakaria, 2010).

4.2 Definisi Gerakan Tanah


Menurut Zakaria (2011), pengertian longsoran (landslide) dengan gerakan
tanah (mass movement) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah ialah perpindahan
massa tanah/batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula.
Gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun longsoran.
Menurut definisi ini longsoran adalah bagian gerakan tanah
(Purbohadiwidjojo, dalam Pangular, 1985). Jika menurut definisi ini perpindahan
massa tanah / batu pada arah tegak adalah termasuk gerakan tanah, maka gerakan
vertikal yang mengakibatkan bulging (lendutan) akibat keruntuhan fondasi dapat
dimasukkan pula dalam jenis gerakan tanah. Berdasarkan definisi dan
klasifikasi longsoran, maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass
movement) adalah gerakan perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atasatau
perpindahan massa tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari
kedudukan semula.
Menurut Mulyadi (2010), longsoran (landslide) merupakan bagian dari
gerakan tanah, jenisnya terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple),
luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow), gerak horisontal atau
bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep), dan longsoran majemuk.
Menurut Mulyadi (2010), untuk membedakan longsoran, landslide, yang
mengandung pengertian luas, maka istilah slides digunakan kepada longsoran
gelinciran yang terdiri atas luncuran atau slide (longsoran gelinciran translasional)
dan nendatan atau slump (longsoran gelinciran rotasional). Berbagai jenis
longsoran (landslide) dalam beberapa klasifikasi di atas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Jatuhan (fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu
dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain.
Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu
bahan rombakan maupun tanah.
Longsoran-longsoran gelinciran (slides) adalah gerakan yang disebabkan
oleh keruntuhan melalui satu atau beberapa bidang yang dapat diamat
ataupun diduga. Slides dibagi lagi menjadi dua jenis. Disebut luncuran
(slide) bila dipengaruhi gerak translasional dan susunan materialnya yang
banyak berubah.. Bila longsoran gelinciran dengan susunan materialnya tidak
banyak berubah dan umumnya dipengaruhi gerak rotasional, maka disebut
nendatan (slump), Termasuk longsoran gelinciran adalah: luncuran bongkah
tanah maupun bahan rombakan, dan nendatan tanah.
Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah
kandungan atau kadar airtanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi.
Bidang longsor antara material yang bergerak umumnya tidak
dapatdikenali. Termasuk dalam jenis gerakan aliran kering adalah
sandrun (larianpasir), aliran fragmen batu, aliran loess. Sedangkan jenis
gerakanaliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran tanah cepat, aliran
tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan.
Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua
atautiga jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk
terjadi di alam, tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan
yang menonjol atau lebih dominan.
Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam
halkecepatan gerakannya yang secara alami biasanya lambat. Untuk
membedakan longsoran dan rayapan, maka kecepatan gerakan tanah perlu
diketahui. Rayapan (creep) dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu rayapan
musiman yang dipengaruhi iklim, rayapan berkesinambungan yang
dipengaruhi kuat geser dari material, dan rayapan melaju yang
berhubungan dengan keruntuhan lereng atau perpindahan massa
lainnya.

4.3 Klasifikasi Longsoran


Menurut Hoek dan Bray (1981), longsoran yang terjadi di tambang terbuka
dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Longsoran busur (circular failure)
Longsoran busur mempunyai bentuk dasar longsoran yang berupa
busur dan umumnya terjadi pada lereng yang material pembentuknya
adalah tanah, batuan yang sangat terkekarkan (heavily jointed rock mass),
atau batuan terkekarkan yang lapuk. Pada lereng tambang longsoran jenis
ini sering terjadi pada lereng bagian atas dimana batuannya sudah berubah
menjadi tanah.

Gambar 4.1 Tipe Longsoran Busur (Hoek and Bray, 1981)

2. Longsoran bidang (planar failure)


Longsoran bidang dapat terjadi pada lereng dimana pembentuknya
adalah massa batuan yang orientasi bidang lemahnya sejajar dengan arah
kemiringan lereng. Jadi longsoran tersebut mengikuti arah bidang lemah yang
ada.
Gambar 4.2 Tipe Longsoran Bidang (Hoek and Bray, 1981)

3. Longsoran baji (wedging failure)


Longsoran baji adalah longsoran bidang dengan 2 atau lebih bidang
lemah. Bongkah atau baji yang meluncur bisa bertumpu pada kedua
bidang lemahnya atau hanya pada salah satu bidang saja, tergantung dari
posisi/ kedudukan bidang bidang lemah tersebut.

Gambar 4.3 Tipe Longsoran Baji (Hoek and Bray, 1981)

4. Longsoran Guling (toppling failure)


Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada
batuan yang keras dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom.
Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan
dengan kemiringan lereng.
Gambar 4.4 Tipe Longsoran Guling (Hoek and Bray, 1981)

4.4 Kestabilan Lereng


Dalam Zakaria, 2011 Lereng yang alami ataupun lereng buatan
memiliki nilai kesetabilan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gaya
penahan dan gaya penggerak yang bekerja dalam kesetabilan lereng tersebut.
Ketika gaya penahan lebih besar dari gaya penggeraknya, maka lereng
tersebut akan berada dalam keadaan stabil, hukum sebaliknya berlaku pada
lereng akan mengakibatkan longsor. Untuk menyatakan nilai (tingkat)
kestabilan suatu lereng dikenal apa yang disebut dengan nilai Faktor Keamanan
(Safety Factor), yang merupakan hasil perbandingan antara besarnya gaya
penahan terhadap gaya penggerak longsoran, dan dinyatakan sebagai berikut:

FS =

4.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesetabilan Lereng


Kesetabilan suatu lereng pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
1. Persebaran dan jenis material
Persebaran dan jenis material di daerah penelitian harus diketahui,
karena setiap jenis material akan memiliki sifat fisik dan mekanik serta
kemampuan menahan beban yang berbeda.
2. Sifat fisik
a. Berat isi batuan ()

Merupakan perbandingan berat suatu batuan dengan volume total


batuan yang bersangkutan. Berat isi material akan menimbulkan tekanan
air pori pada permukaan bidang longsor serta menimbulkan beban material
yang menyebabkan longsor.

b. Porositas

Porositas batuan merupakan perbandingan antara volume pori dalam


batuan dengan volume keseluruhan batuan. Batuan yang mempunyai
porositas besar akan menyerap banyak air, dengan demikian berat isinya
akan menjadi lebih besar, sehingga dapat mengurangi kestabilan lereng.
Adanya air dalam batuan juga akan memperkecil tekanan air pori
sehingga memperkecil kuat geser batuan. Hal tersebut akan menyebabkan
lereng lebih mudah longsor.


n=
1+
Keterangan:
n = porositas batuan
e = volume pori
1+e = volume keseluruhan batuan

c. Kadar air dalam batuan ()

Kadar air dalam batuan adalah hasil perbandingan antara berat air dengan
berat butiran dari batuan. Semakin besar kandungan air dalam batuan,
akan memperbesar tekanan air pori. Dengan demikian, kuat geser batuan
menjadi makin kecil, sehingga nilai kesetabilan lereng berkurang.


= 100%

Keterangan:
= kadar air dalam batuan
Ww = berat air
Ws = berat butiran dalam batuan

d. Derajat kejenuhan (Sr)


Derajat kejenuhan adalah perbandingan volume air pori dengan volume isi
pori seluruhnya. Makin jenuh suatu batuan maka kadar air yang dikandung oleh
batuan tersebut semakin besar.
.
Sr = 100% atau Sr =

Keterangan:
Sr = derajat kejenuhan
Vv = volume isi pori
Vw = volume air pori

e. Sifat Mekanik
Sifat mekanik yang mempengaruhi kestabilan lereng antara lain :

Kuat tekan
Kuat geser
Kuat tarik
Kohesi batuan (c)
Kohesi merupakan gaya tarik-menarik antar partikel dalam batuan.
Kohesi memiliki pengaruh terhadap kekuatan geser batuan, makin besar
kohesi suatu batuan maka kekuatan gesernya akan makin besar pula. Harga
kohesi diperoleh dari pengujian kuat tekan triaksial yang kemudian
diplotkan dalam sebuah grafik antara tegangan normal dan tegangan
geser. Selubung-selubung Mohr (Mohr Circle Envelope) lalu akan
membentuk sebuah garis jalur tegangan. Kemudian garis tersebut
diproyeksikan terhadap sumbu y (tegangan geser) dan nilai kohesi pun
akan diperoleh.

f. Sudut geser dalam batuan ()


Sudut geser dalam adalah sudut yang dibentuk dari hubungan antara
tegangan normal dan tegangan geser dalam suatu batuan ataupun tanah.
Semakin besar sudut geser dalamnya, maka material tersebut semakin
besar tahanannya terhadap tegangan luar yang diterimanya.

g. Relief permukaan bumi


Relief permukaan bumi memiliki pengaruh penting dalam kesetabilan
lereng, hal ini akan mempengaruhi laju erosi yang dilanjutkan dengan
prosespengendapan, arah aliran air tanah maupun air permukaan, serta
memiliki pengaruh yang tidak langsung terhadap pelapukan. Semakin
tinggi proses pelapukan di suatu daerah, maka kekuatan material di
tempat itu akan semakin berkurang.

h. Struktur geologi
Dalam struktur geologi hal yang perlu diperhatikan adalah sesar,
kekar, bidang perlapisan, perlipatan, ketidakselarasan. Struktur geologi
merupakan bidang lemah pada massa batuan atau tanah yang dapat
menurunkan kestabilan lereng.

i. Geometri lereng
Geometri lereng yaitu terdiri dari tinggi dan kemiringan sudut
lereng. Apabila susunan materialnya sama dalam suatu lereng, bentuk yang
terlalu tinggi dan memiliki kemiringan yang besar akan cenderung lebih
mudah longsor dibandingkan lereng yang rendah dengan kemiringan yang
kecil.
j. Air
Selain sebagai beban, air memiliki pengaruh terhadap berkurangnya
tegangan normal. Lereng dengan muka air tanah yang dangkal akan
semakin mudah longsor karena terjadi pembebananoleh gaya hidrostatis
yang ditimbulkan oleh air dalam pori-pori tanah atau batuan.

k. Iklim
Iklim memiliki pengaruh terhadap kemantapan lereng, karena iklim akan
membuat temperatur berubah-ubah. Perubahan temperatur yang cepat
dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan.
Lebih intensifnya pelapukan batuan di daerah tropis akan menyebabkan
lereng lebih mudah longsor.

l. Gaya-gaya luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu
lereng, antara lain:
a. Pemotongan pada kaki lereng
b. Getaran yang ditimbulkan oleh gempa bumi, peledakan, dan
penggunaanalat-alat mekanis berat di dekat lereng
c. Beban dinamik akibat lalu lintas alat angkut yang bekerja pada lereng

Suatu lereng yang dalam keadaan tidak terganggu pada umumnya berada dalam
keadaan seimbang. Jika karena suatu sebab mengalami perubahan
keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan,
erosi, dan lain-lain, maka lereng tersebut akan mengalami longsor atau
gerakan tanah lainnya, hal tersebut merupakan cara untuk mencapai
keseimbangan yang baru secara alamiah.

Pada lereng yang dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja
tegangan-tegangan vertikal, horisontal, dan tekanan air pori pada batuan dan
tanah. Ketiga hal di atas mempunyai arti penting dalam membentuk
kestabilan lereng. Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat
fisik tertentu yang juga sangat berpengaruh dalam menentukan kekuatan
tanah dan juga mempengaruhi kestabilan lereng.

4.4.2 Faktor-Faktor yang Memperbesar Gaya Penggerak


Penambahan beban / gaya penggerak juga dapat membuat lereng yang
pada mulanya stabil menjadi tidak stabil. Penambahan ini juga dapat terjadi
secara alamiah ataupun karena aktifitas manusia.

1. Aktivitas Tektonik
Terjadinya pengangkatan atau penurunan muka bumi akan
mengakibatkan terjadinya perubahan arah dan besar gaya-gaya yang bekerja
pada suatu titik tetentu di muka bumi ini. Akibatnya, geometri akan berubah
dan beban pada lereng-lereng yang baru akan lebih besar sehingga akan
menghasilkan suatu ketidakstabilan lereng.

2. Vibrasi atau getaran


Getaran atau gelombang kejut dapat menghasilkan energi besar, misalnya
blasting (peledakan), yang apabila mempunyai arah yang sama dengan permukaan
bebas suatu lereng dapat menambah beban dan mengakibatkan longsoran.

3. Penambahan beban akibat penimbunan


Timbunan material di atas suatu lereng akan memperbesar gaya
penggerak dan mengakibatkan longsoran pada lereng tersebut.

4. Penambahan air tanah


Penambahan air tanah pada pori-pori atau celah-celah batuan/tanah
jelas akan memperbesar gaya penggerak yang dapat mengakibatkan
longsoran.

4.4.3 Metode Limit Equilibrium

Limit Equilibrium (LE) ialah metode telah umum digunakan untuk


menganalisis stabilitas lereng. Metode LE mengasumsikan terdapat bidang
gelincir yang potensial, dimana kondisi force dan / atau momen equilibrium
ditentukan pada berada pada kondisi statis. Analisis ini membutuhkan informasi
tentang kekuatan material, tetapi bukan perilaku stress strain.

Secara garis besar analisis ini menghasilkan output berupa factor of safety
(Eberhardt, 2005), dimana rumus sederhana dalam limit equilibrium ini adalah :


= atau =

Salah satu Solusi yang sering digunakan dalam metode Limit Equilibrium
adalah metode irisan atau Slice Method dimana bidang gelincir diasumsikan
kedalam Vertical Slice. Ini Untuk mengakomadasi kondisi dimana kondisi
properties dari batuan atau tanah dan pore pressure bervariasi dari tiap lokasi
Slope. Beberapa ahli merumuskan formula untuk menemukan safety factor yang
memiliki parameter parameter yang berbeda. Berikut adalah berbagai formula
yang biasa digunakan dalam Metode limit equilibrium.

4.4.3.1 Metode Analisis Bishop


Metode analisis Bishop (1960) digunakan untuk menganalisis kestabilan
lereng yang tersusun atas tanah dan bidang gelincirnya berbentuk busur (arc-
failure). Metode ini memperhitungkan gaya - gaya antar irisan dan
mengasumsikan bahwa suatu gaya normal atau horisontal cukup untuk
mendefinisikan gaya-gaya antar irisan. Gaya normal pada dasar dan tiap irisan
ditentukan dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal.

Pada lereng yang dipengaruhi oleh tekanan air pori yang tinggi, rumusnya
adalah:

sedangkan pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh tekanan air pori, rumusnya
menjadi:
Keterangan :

F= nilai faktor keamanan = sudut kemiringan lereng

c = c= kohesi l = panjang tiap irisan

= = sudut geser dalam W = berat tiap irisan

4.4.3.2 Metode Analisis Janbu


Metode analisis Janbu (1954) mengasumsikan bahwa titik gaya antar irisan
dapat didefinisikan oleh suatu garis arah (line thrust). Untuk mencari nilai faktor
keamanan, gaya geser antar irisan harus dievaluasi, persamaan yang digunakan
berdasarkan pada kesetimbangan gaya. Gaya antar irisan horizontal didapatkan
dengan mengintegrasi dari kiri ke kanan melalui lereng.

Dengan :


/(1 + )
=
+

fo = faktor koreksi, untuk:

X = [c + ( rh - whw) tan ] (1+tan2 b) x

Y = tan b tan

Z = rhx tan b

Q = 1/2wz2

fo = 1+K(d/L 1,4(d/L)2)

c = 0; K = 0,31
c > 0, > 0; K = 0,50

Keterangan :

c = kohesi r = bobot isi kering

h = tinggi tiap irisan w = bobot isi jenuh

hw = tinggi muka air tanah pada irisan = sudut geser dalam

b = sudut kemiringan lereng x = lebar tiap irisan

4.4.3.3 Metode Ordinary atau Fellenius


Metode ini mengasumsikan bahwa resultan dari gaya-gaya antar irisan
untuk semua irisan diproyeksikan antara bidang dengan garis horizontal pada
sebuah sudut yang paralel terhadap dasar dari irisan.
Metode Ordinary, atau biasa disebut metode Fellenius (1936) ini banyak
digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng yang tersusun oleh tanah, dan
bidang gelincirnya berbentuk busur (arc-failure).
Dalam metode ini, tubuh yang diperkirakan longsor akan diiris-iris
menjadi beberapa bagian, mengikuti garis bidang gelincirnya. Semakin banyak
bidang irisannya maka semakin akurat perhitungannya. Garis bidang gelincir ini
dapat berbentuk lingkaran ataupun semi-lingkaran. Nilai Faktor Keamanan dari
metode ini pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air tanah dinyatakan dalam
rumus :
+ tan . ( cos )
=
( sin )

Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah
sebagai berikut:
+ tan ( cos )
=
( sin )
Keterangan :
c = Kohesi (Kg/m2) l = Panjang bidang gelincir per-
sayatan (m)
= Sudut geser dalam (o) L = Jumlah panjang bidang gelincir
(m)

= Sudut bidang gelincir per-sayatan (o) i l i = Tekanan pori di tiap sayatan

(Kg / m)
= Tekanan air pori (Kg / m2) W = Luas tiap bidang sayatan
dikali berat jenis ( ), (Kg / m)

4.5 Factor of Safety (FS)

Menurut Bowles (1984), apabila harga Fs untuk suatu lereng > 1,25,
yang berarti gaya penahan lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng
tersebut berada dalam keadaan stabil. Tetapi, bila nilai Fs < 1,07, yang artinya
gaya penahan lebih kecil daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut berada
dalam keadaan tidak stabil dan rawan terjadi longsor. Akan tetapi, jika nilai
kestabilan lerengnya 1,07 < Fs < 1,25, maka lereng tersebut berada dalam
keadaan kritis.

Gambar 4.5 Prinsip Gaya gaya Pada Kestabilan Lereng (dalam Zakaria, 2011)
Bowles (1984) juga menyatakan bahwa kondisi 1,07 < Fs < 1,25 tetap
tidak dikehendaki, karena apabila terjadi pengurangan gaya penahan atau
penambahan gaya penggerak sekecil apapun, lereng akan menjadi tidak stabil
dan rawan terjadi longsor. Oleh karena itu, nilai Fs selalu dibuat lebih dari 1,25.

Tabel 4.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
(Bowles, 1989)

4.6 Upaya Stabilitas Lereng


Upaya stabilitas lereng dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah, dan
menanggulangi dampak negative serta meningkatkan dampak positif. Hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan mekanik
perlu diketahui. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban, penanaman
vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng, merupakan kajian
yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng. Secara umum
pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah mencoba mengendalikan
faktor-faktor penyebab maupun pemicunya. Kendati demikian, tidak semua
faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan kecuali dikurangi.
Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas lereng adalah sebagai berikut :

1. Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara : Pemangkasan lereng;


Pemotongan lereng atau cut; biasanya digabungkan dengan
pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng; Pembuatan undak-undak.
dan sebagainya
2. Menambah beban di kaki lereng dengan cara :
Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).
Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat; dinding
penahan atau retaining wall harus didesain terlebih dahulu)
Membuat bronjong, batu-batu bentuk menyudut diikatkan dengan
kawat; bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama
dibandingkan dengan bentuk bulat, dan sebagainya
3. Mencegah lereng jenuh dengan airtanah atau mengurangi kenaikan kadar
air tanah di dalam tubuh lereng Kadar airtanah dan muka air tanah
biasanya muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara :
Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di
kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya
muka air tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke
luar, sehingga muka air tanah turun
Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng
sehingga evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan
masuk ke tubuh lereng (infiltrasi). Infiltrasi dikendalikan dengan
cara tersebut.
Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi
pemasukan atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu
peliputan rerumputan jika disertai dengan desain drainase juga
akan mengendalikan run-off.
4. Mengendalikan air permukaan dengan cara:
Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan
dari puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi
berkurang.
Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air
larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi.

4.7 Hubungan antara RMR dan Q-System


Hubungan antara nilai RMR Bieniawski (1973) dan Rock Mass Quality
Barton et al. (1974), berdasarkan penelitian 117 kasus diantaranya 68 di
Skandinavia, 28 di Afrika Selatan dan 21 lainnya berdasarkan
dokumentasi kasus di Amerika Serikat. Berikut ini korelasi antara RMR
dan Q-system.
RMR = 9lnQ + 44

4.8 Jenis Penyanggaan pada Tunnel Berdasarkan Nilai Q

Grafik 4.1 Jenis Penyanggaan berdasarkan rating Q


Tabel 4.2 Kekuatan Shotcrete berdasarkan Umur Shotcrete

Anda mungkin juga menyukai