Oleh :
Fuad Adi Prasetyo
132011101059
Pembimbing:
dr. Adi Nugroho, Sp. B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
i
DAFTAR ISI
ii
2.13.1 Enuklesi ............................................................................................ 34
2.13.2 Cryosurgery ...................................................................................... 35
2.13.3 Eksisi Blok ....................................................................................... 35
2.13.4 Osteotomi Peripheral ........................................................................ 36
2.13.5 Kauterisasi ........................................................................................ 37
2.13.6 Reseksi Tumor .................................................................................. 37
2.14 Rekonstruksi Pasca Bedah .................................................................... 40
2.15 Prognosis ................................................................................................. 42
BAB III. LAPORAN KASUS ........................................................................ 45
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus
yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar, yang
mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing
ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus
koronoideus. Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar
dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang
disebut simfisis mentum, yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua
buah tulang. 18
Bagian atas korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus
alveolaris, yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah
korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan
korpus mandibula, kurang lebih 1 inci dari simfisis, didapatkan foramen mentalis
yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus
mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan pertemuan
antara tepi belakang ramus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan
mudah diraba pada 2-3 jari di bawah lobulus aurikulris. 18
Prosesus koronoideus yang tipis dan tajam merupakan tempat insersio
m.temporalis. Prosesus kondiloideus membentuk persendian dengan fossa
artikularis permukaan infratemporalis dari skuama os temporalis. Kartilago
artikuler melapisi bagian superior dan anterior dari prosesus kondiloideus,
sedangkan bagian posterior tidak. Permukaan lateral dari prosesus kondiloideus
ditutupi oleh kelenjar parotis dan terletak di depan tragus. Antara prosesus
koronoideus dan prosesus kondiloideus membentuk sulkus mandibula dimana
lewat vasa dan nervus. Kira-kira di tengah dari permukaan medial ramus mandibula
didpatkan foramen mandibula. Melalui foramen ini masuk kedalam kanal yang
mengarah ke bawah depan di dalam jaringan tulang, dimana dilalui oleh vasa
pembuluh darah dan saluran limfe. 18
Mandibula mendapat nutrisi dari a.alveolaris inferior cabang pertama dari
a.maksillaris yang masuk melalui foramen mandibularis, bersama vena dan
n.alveolaris. A.alveolaris inferior memberi cabang-cabang ke gigi-gigi bawah serta
gusi sekitarnya, kemudian di foramen mentalis keluar sebagai a.mentalis. Sebelum
5
keluar dari foramen mentalis bercabang insisivus yang berjalan ke depan di dalam
tulang. A.mentalis beranastomosis dengan a.fasialis, a.submentalis, a.labii inferior.
A.submentalis dan a.labii inferior merupakan cabang dari a.facialis. a.mentalis
memberi nutrisi ke dagu. Sedangkan aliran balik dari mandibula melalui
v.alveolaris inferior ke v.fasialis posterior. V.mentalis mengalirkan darah ke
v.submentalis yang selanjutnya mengalirkan darah ke v.fasialis anterior. V. fasialis
posterior dan v.fasialis comunis mengalirkan darah ke v.jugularis interna. 18
Aliran limfe ,mandibula menuju ke limfe node submandibularis yang
selanjutnya menuju ke rantai jugularis interna. N.alveolaris inferior cabang dari
n.mandibularis berjalan bersama arteri dan vena alveolaris inferior masuk melalui
foramen mandibularis berjalan di kanalis mandibularis memberi cabang sensoris ke
gigi bawah, dan keluar di foramen sebagai n.mentalis, merupakan araf sensoris
daerah dagu dan bibir bawah. 18
Ada 4 pasang otot yang disebut sebagai otot pengunyah, yaitu m.masseter,
m. temporalis, m.pterigoideus lateralis dan m.pterigoideus medialis. Sedangkan
m.digastrikus, walaupun tidak termasuk otot-otot pengunyah, namun mempunyai
fungsi yang penting pada mandibula. Bila otot digastrikus kanan dan kiri
berkontraksi mandibula bergerak ke bawah dan tertarik ke belakang dan gigi-gigi
terbuka. Saat mandibula terstabilisasi m.digastrikus dan m.suprahyoid mengangkat
os hyoid, keadaan ini penting untuk proses menelan. 18
Gerakan mandibula pada waktu mengunyah mempunyai 2 arah, yaitu: 18
Rotasi melalui sumbu horisontalyang melalui senteral dari kondilus
Sliding atau gerakan ke arah lateral dari mandibula pada persendian
temporomandibuler.
Mengunyah merupakan suatu proses terdiri dari 3 siklus, yaitu :
a. Fase membuka.
b. Fase memotong, menghancurkan, menggiling. Otot-otot mengalami
kontraksi isotonic atau relaksasi. Kontraksi isometric dari elevator hanya
terjadi bila gigi atas dan bawah rapat atau bila terdapat bahan yang keras
diantaranya akhir fase menutup.
c. Fase menutup
6
Pada akhir fase menutup dan fase oklusi didapatkan kenaikan tonus pada
otot elevator.
Setelah makanan menjadi lembut berupa suatu bolus dilanjutkan dengan
proses menelan. Untuk fungsi buka, katub mulut, mengunyah dan menelan yang
baik dibutuhkan: 18
Tulang mandibula yang utuh dan rigid
Oklusi yang ideal
Otot-otot pengunyah beserta persarafan serta
Persendian temporomandibular (TMJ) yang utuh.
sekitar tulang, bedah eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan ini
Jadi ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel sel embrional dan
terbentuk dari sel sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya
tumbuh dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan
neoplasma malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus mandibula
dibanding pada maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.8
Gambar 2.2 Lokasi Ameloblastoma yang Paling Sering Terjadi. Lesi terjadi paling sering pada usia
20-30 tahun, pasien dengan usia muda yang bebas karies. 85% ameloblastoma terjadi pada
mandibula dan hanya 15% terjadi pada maksila.
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
8
Gambar 2.3 Kemungkinan Sumber Penyebab Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143
Gambar 2.4 Ameloblastoma Subtipe Klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Ameloblastoma tipe konvensional tidak menimbulkan
keluhan subjektif pada pasien dan baru menimbulkan keluhan subjektif ketika
ukurannya telah membesar. Pembengkakan pada tulang yang tidak menimbulkan
rasa sakit dan ekspasi tulang kortikal bukal dan lingual adalah salah satu ciri khas
dari ameloblastoma tipe ini. Jika tidak diterapi, lesi akan tumbuh lambat
membentuk massa yang masif. 12
Rasa sakit dan parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi
dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam
tipe histologis tapi hal ini tidak mempengaruhi terapi maupun prognosis.12
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka
kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain
tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis. 8
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi
rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca terapi. Oleh karena itu, ameloblastoma
tipe solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin
jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan
seumur hidup diindikasikan untuk tipe ini. 9
13
Gambar 2.5 Adanya Tampilan Multilokular Ameloblastoma besar pada sudut mandibula, dengan
ekspansi ekstensif (panah solid) dan resorpsi gigi yang bersebelahan panah terbuka).
(Sumber: Whaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology. 4 ed. United
Kingdom: Elsevier Health Sciences; 2006.)
Gambar 2.7 Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.7 Gambaran Histopatologis
Sejumlah pola histologis digambarkan dalam ameloblastoma. Beberapa
diantaranya memperlihatkan tipe histologis tunggal, yang lainnya dapat
menunjukkan beberapa pola histologis didalam lesi yang sama. Yang umum untuk
semua tipe ini adalah polarisasi sel-sel sekitar dibentuk seperti sarang yang
berproliferasi kedalam pola yang serupa dengan ameloblas dari organ enamel.
Ameloblastoma terlihat seperti kumpulan sel yang memiliki kemampuan untuk
16
mengeluarkan nukleus dari inti dan membrannya. Proses ini dikenal dengan nama
"Reverse Polarization"16
Secara kasar, ameloblas terdiri dari jaringan kaku yang berwarna keabu-
abuan yang memperlihatkan daerah kistik yang mengandung cairan kuning yang
bening. Ameloblastoma secara dekat menyerupai organ enamel, walaupun kasus-
kasus yang berbeda dapat dibedakan dari kemiripan mereka untuk tahap-tahap
odontogenesis yang berbeda. 16
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi
bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO
membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform,
acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal. 1,5
Gambar 2.10 Tipe Acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Gambar 2.11 Tipe Sel Granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.7.5 Tipe Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal atau primordial ini mirip karsinoma sel basal
pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya
tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor
ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai. Reticulum stellata tidak terdapat
pada bagian pusat sarang. 5
20
Gambar 2.12 Tipe Sel Basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Tipe yang paling umum adalah jenis folikular dan plexiform, tampak seperti
tiang yang tinggi, membentuk lapisan peripheral disekeliling neoplastik. Secara
mikroskopis ameloblastoma tersusun dari jaringan epitelium, terpisah oleh jaringan
fibrous dan dihubungkan oleh jaringan penghubung (jaringan Stroma). 5
Walaupun pola histologis yang berbeda telah memunculkan berbagai nama-
nama untuk menjelaskan lesi tersebut, namun gambaran klinisnya adalah sama. 5
Ameloblastoma terkadang perkembangnnya ditemukan didalam dinding
kista odontogenik. Tergantung pada tahap perkembangan tumor, berbagai istilah
digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan seperti intarluminal, mural dan
amelobalstoma invasif. 5
Istilah amelobastoma intraluminal digunakan ketika ameloblastoma
berkembang kedalam lumen dan tidak menganggu dinding kista.
Istilah ameloblastoma mural digunakan ketika amelobalstoma dijumpai didinding
kista dan masih dibatasi oleh dinding-dinding kista. Pada dua situasi tumor ini
secara komplit dibatasi didalam kista, suatu pendekatan bedah yang lebih
konversatif sering dilakukan. 5
Istilah ameloblastoma invasif digunakan ketika tumor tersebut telah meluas
keluar dinding kista dan kedalam tulang yang berbatasan atau kedalam jaringan
lunak atau ketika tumor berkembang dari epitel lain selain dari epitel kista. Suatu
prosedur bedah yang lebih radikal sering disarankan untuk keadaan ini. 12
21
2.8.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah
oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor. Gambaran multiokular
ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak menunjukkan
garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi
kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat. 6
22
2.8.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat dari
gambaran rontgen. 6
Gambar 2.14 Ameloblastoma Tipe Uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-143.)
Gambar 2.15 (a).Lesi unilokuler di Regio Caninus meluas ke premolar. (b) Hasil CTs, lesi
berada pada lokasi gigi caninus meluas sampai premolar satu dan kedua . (1)
(a) (b)
Gambar 2.16 (a) Gambaran Ameloblastoma multilokular dengan Panoramik Foto,
memperlihatkan kelainan di regio caninus pada pasien anak. (b) Ameloblastoma pada regio molar
rahang bawah .(5)
Gambaran pada rahang bawah biasanya terlihat pada regio molar kedua dan
ketiga, biasanya terdeteksi setelah ameloblastoma mencapai ukuran tertentu. Hal
ini disebabkan karena adanya pengaruh struktur tulang. Selain itu terdapat pula
gambaran seperti busa menyerupai dua ruang besar, radiolusen bulat, jelas dan
tegas, tampak berdampingan dengan salah satu terletak di anterior dan lainnya di
inferior, disertai gambaran difuse pada akar gigi molar. 13
24
(a) (b)
Gambar 2.17 (a) Ameloblastoma Multilokuler menyerupai busa sabun
atau sarang lebah. (b) dan Unilokuler di regio anterior. (1)
3. Dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas
kesekitarnya.
4. Dapat menyerupai kista dentigerus/ sisa kista yang dilapisi epithelial.
25
(a) (b)
Gambar 2.18 (a) Gambaran Multilokular Radiolusen,di posterior mandibula, tampak ekspansi
meluas ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b)
Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus. (1)
4. Dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi
.
Gambar 2.19 (a) Tampak radiolusen meluas diregio molar ketiga, gigi
terdorong hingga dasar ramus, dan menekan kanalis. (b ) Foto
Postero-Anterior memperlihatkan kerusakan tulang, sedemikian besar,
meliputi ramus pada sisi bukal dan lingual. (1)
yang tidak erupsi diduga sebagai suatu kista dentigerous, tetapi pada pemeriksaan
mikroskopis, kandungan rongga tersebut terbukti sebagai ameloblastoma. 14
2.10 Diagnosa
Dari pemeriksaan klinis, radiologis dan patologi anatomi dapat didiagnosa
bahwa tumor tersebut ameloblastoma. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosa
pertumbuhan tumor ini dengan bantuan rontgenogram dan dari data klinis, kelenjar
limfe tidak terlibat. 7
Dalam menentukan diagnosis, dilakukan pengumpulan data yang mencakup
riwayat penyakit, juga riwayat medis dan sosial pasien. Persepsi pasien terhadap
durasi lesi sangat penting karena lesi yang tumbuh lama menunjukan proses
perkembangan atau jinak. 3
Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah tanda proses
inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat menimbulkan gejala
tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit. Gejala lain seperti paresthesia atau
rasa baal dapat berhubungan dengan tekanan pada syaraf karena massa tumor. 12
Perubahan pada lesi seperti pembesaran secara bertahap dapat merupakan
tanda neoplasia, sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif.
Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi yang berada
27
dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa nyeri pada massa yang
sebelumnya asimptomatik dapat merupakan indikasi adanya transformasi menjadi
keganasan. 12
Pemeriksaan untuk menentukan diagnosa:
a. Pemeriksaan klinis
Pada tahap yang sangat awal, riwayat pasien asimtomatis. Tumor tumbuh
secara perlahan selama bertahun-tahun dan ditemukan pada rontgen foto. Pada
tahap berikutnya, tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang
menonjol terasa lunak pada penekanan. Degan pembesarannya, maka tumor
tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas dan memutuskan batasan
tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi menyadari adanya
pembengkakan, biasanya pada bagian bukal mandibula dan dapat mengalami
perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran yang tidak umum pada kista
odontogenik. Sisi yang paling sering dikenai adalah sudut mandibula dengan
pertumbuhan yang meluas karamus dan kedalam badan mandibula. Secara ekstra
oral dapat terlihat adanya pembengkakan wajah dan asimetri wajah. Sisi asimetri
tergantung pada tulang-tulang yang terlibat. Perkembangan tumor tidak
menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan pada saraf atau terjadi komplikasi
infeksi sekunder. Ukuran tumor yang bertambah besar dapat menyebabkan
gangguan pengunyahan dan penelanan. 3
Pada pemeriksaan ekstraoral dan intraoral terdapat beberapa parameter lesi yang
dievaluasi meliputi : 9
- Lokasi
- Ukuran
- Karakter (makula, ulcer, massa)
- Warna, termasuk penilaian homogenitas warna
- Morfologi permukaan (halus, pebbly, granular, verrucous)
- Batas tepi (halus, irregular, tidak jelas, berbatas tegas)
- Konsistensi terhadap palpasi
- Gejala lokal
- Distribusi lesi jika multiple atau konfluen
28
b. Pemeriksaan radiologis
Tampak radiolusen unilokular atau multilokular dengan tepi berbatas tegas.
Tumor ini juga dapat memperlihatkan tepi kortikal yang berlekuk, suatu gambaran
multilokular dan resobsi akar gigi yang berkontak dengan lesi tanpa pergeseran gigi
yang parah dibanding pada kista. Tulang yang terlibat digantikan oleh berbagai
daerah radiolusen yang berbatas jelas dan lesi memberi suatu bentuk seperti sarang
lebah atau gelembung sabun. Kemungkinan juga ada radiolusen berbatas jelas yang
menunjukkan suatu ruang tunggal.8
Pada pasien dengan pembengkakan di rahang, langkah pertama dalam
diagnosis adalah radiografi panoramik. Namun, jika pembengkakan yang keras dan
fixed dengan jaringan yang berdekatan, CT-scan disarankan. Meskipun dosis
radiasi jauh lebih tinggi di CT-scan, perlunya mengidentifikasi kontur lesi, isinya
dan ekstensinya ke dalam, membuatnya lebih dipilih untuk diagnosis. Foto polos
tidak menunjukkan interfaces antara tumor dan soft tissues yang normal, hanya
interface antara tumor dan tulang yang normal yang dapat dilihat. Aksial view
dalam gambar CT-scan dengan kontras dan koronal juga aksial view dalam
magnetic resonance imaging (MRI) jelas menunjukkan kedua jenis interface.
Meskipun tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT untuk mendeteksi
komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan proyeksi papiler ke dalam rongga
kistik, MRI sedikit lebih unggul. MRI sangat penting untuk mengetahui gambaran
yang tepat dari suatu ameloblastoma maksilaris yang advanced dan dengan
demikian dapat menentukan prognosis dari operasi.6
i. Radiografi:
30
Dental foto: periapikal dan oklusal foto, Panoramik, PA, lateral dan
submento vertex. 6
ii. CT Scan:
Penampilan pada tomografi pada dasarnya adalah gambaran seperti
lapisan-lapisan tipis, kecuali pada batas luar dan hubungannya
dengan struktur-struktur disekelilingnya tampak lebih jelas dan
akurat .Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi kortex luar dan
perluasan ke jaringan lunak sekitarnya. Pada gambaran resonansi
magnet (MRI), tampak resolusi lebih baik, tentang sifat dan tingkat
invasi tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam penilaian
evaluasi setelah operasi ameloblastoma. 6
i. Insisi Biopsi
Insisi Biopsi meliputi pengambilan sebagian lesi yang relative ekstensif
untuk pemeriksaan histopatologis dan penegakan diagnosis. Insisi biopsi
diindikasikan pada lesi yang lebih besar dari 1-2 cm dan untuk lesi besar yang
berkapsul atau neoplasma yang berpotensi keganasan. 14
31
2.12 Komplikasi
Harus diperhatikan kecenderungan neoplasma yang dapat menyerang
tulang/jaringan yang berdekatan, sehingga terjadi perluasan kejaringan atau organ
penting pada daerah wajah dan leher. Dengan CT dan MRI, dapat menentukan
tingkat tumor secara akurat. 7
Ameloblastoma yang besar dapat membuat hilangnya fungsi rahang dan
kesulitan menelan makanan. Selanjutnya, kurangnya nutrisi dapat menyebabkan
hipoproteinemi. Pasien juga berisiko perdarahan karena ulserasi dan dapat
menunjukkan gejala anemia.2
Dua faktor yang diasumsikan menjadi penyebab hipoproteinemi pada
ameloblastoma kistik yang besar: dinding kista bertindak sebagai membran
semipermeabel; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui lubang
pada dinding kista. Beberapa penulis mengemukakan bahwa kista odontogenik
berkualitas membran semipermeabel dan memiliki kemampuan untuk mentransfer
protein secara positif. Kadar albumin cairan kista odontogenik hampir sama dengan
serum albumin. Hal ini mungkin berdasarkan berat molekul albumin yang lebih
kecil dari globulin; sehingga mudah berpindah melalui membran. Ameloblastoma
bersifat odontogenik juga dan formasi kista sering ditemukan pada pasien dengan
kelainan tersebut. Dalam kondisi ini, mungkin protein diserap melalui dinding kista
dan ditransfer ke dalam rongga kista. 2
2.13 Terapi
Terapi tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang
luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radiasi tampaknya merupakan kontraindikasi
akan bahaya merangsang osteoradionekrosis atau kondisi malignant. Hanya dalam
kasus tertentu di mana operasi mungkin tidak dapat dilakukan karena destruktif,
penggunaan radioterapi dapat disubtansikan. Pada beberapa literatur juga
ditemukan indikasi untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen
sklorosan sebagai pilihan terapi. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi)
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca
operasi. 5
33
Terapi untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Hasilnya kemudian dirujuk untuk
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan biopsi, hal ini akan menentukan terapi
yang selanjutnya dilakukan. Setelah eksisi, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.5
Terapi bedah ameloblastomas dapat dibagi menjadi tiga tahap:10
1. Eksisi tumor
2. Rekonstruksi
3. Rehabilitasi
Pendapat mengenai terapi yang paling memadai untuk ameloblastoma
bervariasi dan mencakup faktor-faktor seperti kemungkinan terapi akhir,
kemungkinan mengendalikan penyakit dengan operasi nanti jika didiagnosis
kambuh, usia pasien, derajat gangguan fungsi dan pertumbuhan dan kemungkinan
pemeriksaan follow-up.1
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan
untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah
operasi. Sebuah ameloblastoma yang dilakukan eksisi, memiliki tingkat rekurensi
sebesar 50%-90%. Hal ini sangat sulit diprediksi tergantung dari jenis
ameloblastoma yang menyerang. Ameloblastoma mempunyai reputasi untuk
mengalami kekambuhan kembali setelah dsingkirkan. Hal ini disebabkan sifat lesi
tersebut menginvasi secara lokal pada penyingkiran yang tidak adekuat. 6
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:6
2.13.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan penyingkiran tumor dengan mengikisnya dari
jaringan normal yang ada disekelilingnya. Lesi unikistik, khususnya yang lebih
kecil hanya memerlukan enukleasi dan seharusnya tidak dirawat secara berlebihan.
6
34
2.13.2 Cryosurgery
Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan temperatur
dingin yang ekstrem ke jaringan yang telah diseleksi menggunakan alat yang
mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery adalah untuk mengeliminasi sel-sel
yang abnormal.11
Efek pendinginan yang ekstrem: konsentrasi cairan intraseluler meningkat,
kadar air intraseluler berkurang, sel mengkerut, membran sel rusak, terbentuk
kristal es di intraseluler maupun di ekstraseluler. 17
Aparatus terdiri atas sebuah kontainer yang terisi dengan gas cair
bertekanan tinggi. Gas cair dapat berupa gas nitrogen dengan temperatur -1960C;
atau gas karbondioksida, gas N2O2, dan gas freon dengan suhu yang berkisar antara
-200C sampai -900C. Probe terhubung dengan kontainer melalui tabung. Probe
diarahkan ke jaringan abnormal. Waktu yang dibutuhkan untuk merusak jaringan
abnormal tergantung dengan suhu, ukuran lesi, dan tipe jaringan. 17
terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi
secara terpisah. 11
Gambar 2.22 Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V.
Mosby Company,1969: 993)
Gambar 2.23 Pola Insisi pada Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).
Gambar 2.24 Tipe Umum dari Reseksi Mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus B.Tanpa
pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery. Philadelphia; W.B.
Saunders Company, 1992: 244)
39
tulang dan 1 pasien dengan reseksi hemimandibular. Dalam 3 tahun follow up,
belum ada kekambuhan dari tumor.6
2.15 Prognosis
Prognosis dalam hal pengobatan tumor ini baik jika kita memperhatikan
angka kematian, tetapi jika kemampuan tumor untuk menyerang secara lokal dan
menghancurkan dengan pertumbuhan yang luas ke dalam jaringan dari wajah dan
rahang diperhatikan, maka harus disimpulkan bahwa itu adalah tumor yang serius
dan satu di antara metode pengobatan yang paling memadai harus dipilih.1
Rekurensi kemungkinan dapat timbul karena tidak sempurnanya tindakan
operasi, yaitu : (1) pada jaringan spongiosa, sebaiknya tindakan yang dilakukan
harus lebih cepat dengan reseksi, dan sebaiknya 1 cm jaringan sehat disekitarnya
harus turut diambil. (2) Jaringan kortikal sebaiknya direseksi secara terpisah, (3)
Mukosa yang melapisi prosesus alveolar, sebaiknya direseksi juga. 5,10
Ameloblastoma memiliki tingkat rekurensi yang tinggi setelah terapi, yakni
23% pada ameloblastoma multikistik dan 14% pada ameloblastoma unikistik.
Rekurensi dapat terjadi karena ameloblastoma memiliki sel satelit yang dapat
43
BAB 3.
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Benjolan pada daerah pipi
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh adanya benjolan di daerah pipi, benjolan muncul
sekitar 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan dirasakan tidak nyeri namun
lama kelamaan benjolan dirasakan semakin nyeri dan meningkat apabila di
tekan. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa tidak enak pada rahang saat
mengunyah. Benjolan tersebut awalnya berukuran kecil akan tetapi lama
kelamaan semakin membesar. Pasien tidak mengalami adanya keluhan
sistemik seperti mual, muntah dan demam. Sebelumnya pasien pernah
mengalami terjadinya pembengkakan pada pipi dan sebagian dari rahang
bawahnya, dengan gejala yang hampir mirip, kemudian pasien menjalani
46
Riwayat Pengobatan:
belum pernah mendapatkan operasi pengangkatan mandibula dan
pemasanagan K.wire 6 tahun yang lalu
Status Lokalis:
Foto Panoramic
51
Pemeriksaan FNAB
52
3.5 Diagnosa
Ameloblastoma residif post mandibulectomy + broken K.wire angulus mandibula
3.7 Planning
Pro eksisi tumor dan aff K. wire
3.8 Prognosis
Ad Vitam: Ad bonam
Ad Functionam: Dubia ad malam
Ad Sanationam: Dubia ad bonam
53
LAPORAN OPERASI
54
FOLLOW UP
26 September 2017
P)
- Mobilisasi duduk bertahap
- Infus RL 1500cc/24jam
- Inj ceftriaxone 2 x 1g
- Inj Antrain 3x1a
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Diet cair personde
- Aff kateter
57
27 September 2017
P)
- Mobilisasi duduk bertahap
- Infus RL 1500cc/24jam
- Inj ceftriaxone 2 x 1g
- Inj Antrain 3x1a
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Diet bubur halus
- Besok bila produksi drain (-) aff drain KRS
59
DAFTAR PUSTAKA
2. Acharya, S., Joshi, A., Tayaar, A. S., & Gopalkrishnan, K. 2011. Extreme
Ameloblastoma of the Mandible with Hypoproteinemia: A Case Report and
Review of Clinicopathological Features. J Clin Exp Dent. 2011;3(4):e343-
7. [on line] http://www.medicinaoral.com/odo/volumenes-
/v3i4/jcedv3i4p343.pdf
5. Belal, M. S., Safar, S. Rajacic, N., Yassin, I. M. Schtz, P. Yassin, S. M., &
Zohaire, N. 1998. Ameloblastoma of the Mandible Treated by
Hemimandibulectomy with Immediate Autogenous Bone Graft
Reconstruction. Dental News, Volume V, Number I, 1998. [onn line].
http://www.dentalnews.com/documents/magazine/upload/98_v1_1.pdf
7. Kahairi, A., Ahmad, R. L., Islah, W., & Norra, H. 2008. Management of
Large Mandibular Ameloblastoma - A Case Report and Literature Reviews.
Archives of Orofacial Sciences (2008), 3(2): 52-55. [on line].
http://dental.usm.my/ver2/images/stories/AOS/Vol_3/Issue2/5255_kahairi.
pdf
8. Medeiros, M., Porto, G. G., Filbo, J. R., Portela, L., & Vasconcellos, R. H.
2008. Ameloblastoma in the Mandible. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology 74 (3) May/June 2008. [on line].
http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n3/en_29.pdf
60
11. Montoro, J. R., Tavares, M. G., Melo, D. H., Franco, R., Filbo, F. V.,
Xavier, S. P., Trivellato, A. E., & Lucas, A. S. 2008. Mandibular
Ameloblastoma Treated by Bone Resection and Imediate Reconstruction.
Brazilian Journal of Otorhinolaryngology 74 (1) January/February 2008.
[on line]. http://www.scielo.br/pdf/rboto/v74n1/en_a26v74n1.pdf
12. Oliveira, L. R., Matos, B. H., Dominguete, P. R., & Zorgetto, V. A., & Silva,
A. R. 2011. Ameloblastoma: Report of Two Cases and a Brief Literature
Review. In, J. Odontostomat. 5(3):293-299, 2011. [on line].
http://ircmj.com/?page=download&file_id=302
13. Oteri, G., Ponte, F. S., Pisano, M. & Cicciu, M. 2012. Five Years Follow-
Up of Implant-Prosthetic Rehabilitation on a Patient after Mandibular
Ameloblastoma Removal and Ridge Reconstruction by Fibula Graft and
Bone Distraction. Dental Research Journal / Mar 2012 / Vol 9 / Issue 2. [on
line]. http://drj.mui.ac.ir/index.php/drj/article/download/971/187
14. Scariot, R., Silva, R. V., Felix, W., Costa, D. J., & Rebellato, N. L. 2012.
Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal, 14: 33-6, 2012. [on
line]. http://www.sbdmj.com/121/121-05.pdf
15. Siar, C. H., Nakano, K., Chelvanayagam, P. I., Nagatsuka, H., & Kawakami,
T. 2010. An Unsuspected Ameloblastoma in the Subpontic Region of the
Mandible with Consideration of Pathogenesis from the Radiographic
Course. Eur J Med Res (2010) 15: 135-138. [on line].
http://www.eurjmedres.com/content/pdf/2047-783X-15-3-135.pdf
16. Varkhede, A., Tupkari, J. V., Mandale, M. S., & Sardar, M. 2010. Plexiform
Ameloblastoma of Mandible - Case Report. J Clin Exp Dent.
2010;2(3):e146-8. [on line]. http://www.medicinaoral.com/odo-
/volumenes/v2i3/jcedv2i3p146.pdf
17. Cury, M.M., Dib, L.L., & Pinto, D. 1997. Management of Solid
Ameloblastoma of the Jaws With Liquid Nitrogen Spray Cryosurgery. Oral
Surg Oral Med. Oral Pathol Oral Radiol Endod 1997 Oct; 84(4): 339-44).
61
18. Grays Anatomy of the Human Body. The Mandible (Lower Jaw)(Inferior
Maxillary Bone). Anatomical and Anthropological Society of the
University of Aberdeen, 1905, and Journal of Anatomy and Physiology,
vol. xliv.