Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIABETES MELLITUS

OLEH:
NI MADE PUTRI RARAS ISWARA
1302105050

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi Diabetes Melitus


Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo
dkk, 2009).

Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang


disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total)
maupun sebagian. (Hadisaputro. Setiawan, 2010)

Salah satu komplikasi diabetes mellitus adalah Peripheral Artery Disease (PAD)
adalah suatu penyakit dimana terganggunya atau tersumbatnya aliran darah dari
atau ke jaringan organ. Sumbatan itu disebabkan oleh plak yang terbentuk di
arteri yang membawa darah ke seluruh anggota tubuh. Plak ini terdiri atas lemak,
kalsium, jaringan fibrosa dan zat lain di dalam darah (Prasetyo, 2003). Menurut
Fran (2004), Peripheral Artery Disease (PAD) adalah semua penyakit yang
menyangkut sindrome arterial non koroner yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi arterial yang mengaliri otak, organ viseral dan keempat
ekstremitas.

2. Etiologi Diabetes Melitus


Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
seksresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat pula factor-faktor risiko tertentu yang berhubungan
dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
- Usia (resistensi cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
- Obesitas
- Riwayat keluarga
PAD umumnya akibat aterosklerosis yaitu terbentuknya plak pada pembuluh darah
yang membentuk blok sehingga mempersempit dan melemahkan pembuluh darah.
Penyebab lain PAD antara lain :
1) Gumpalan atau bekuan darah yang dapat memblokir pembuluh darah.
2) Diabetes dalam jangka panjang, gula darah yang tinggi dapat merusak
pembuluh darah. Penderita DM juga memiliki tekanan darah yang tinggi dan
lemak yang banyak dalam darah sehingga mempercapat perkembangan
aterosklerosis.
3) Infeksi Arteri (arteritis)
4) Cidera, bisa terjadi akibat kecelakaan
5) Hiperlipidemia, perokok, hipertensi, obesitas dan lain-lain.

3. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes Melitus Tipe II
Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton.Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang
kabur. (Brunner and Suddarth, 2010)

Peripheral Artery Disease (PAD)


Mekanisme terjadinya aterosklerosis pada PAD sama seperti yang terjadi
pada arteri koronaria. Proses aterosklerosis lebih sering terjadi pada
percabangan arteri, tempat yang turbulensinya meningkat dan kerusakan
tunika intima. Aterosklerosis pembuluh darah distal lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dan diabetes mellitus. Aterosklerosis menyebabkan
terbatasnya aliran darah arteri sehingga dapat menimbulkan iskemia karena terdapat
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan.

Pada PAD, arteri yang terganggu tidak dapat berespon terhadap stimulus untuk
vasodilatasi. Selain itu, endotel yang mengalami disfungsi pada aterosklerosis tidak
dapat melepaskan substansi vasodilator seperti adenosin serta nitrit oksida dalam
jumlah yang normal. Jika aterosklerosis atau stenosis terjadi sedemikian parah
hingga menyebabkan tidak tercukupinya suplai darah atau oksigen bahkan pada saat
istirahat, akan terjadi kegawatan pada tungkai karena berpotensi besar terjadi
nekrosis jaringan dan ganggren. Iskemia yang terjadi secara intermiten lama
kelamaan dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi otot seperti
denervasi dan drop out. Hilangnya serat-serat otot dapat menyebabkan
penurunan kekuatan serta atropi otot. Selain itu, serat-serat otot yang masih
dapat digunakan sebenarnya juga sudah mengalami abnormalitas
metabolisme oksidatif pada mitokondria.

4. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Kelompok Berdasarkan Pola Makan
- Jenis DM yang menjangkit wilayah dengan penduduk yang berpola
makan danberpola hidup modern dan tradisional.
- Jenis DM yang disebabkan kekurangan makan (malnutrition) ada
didaerahyang kekurangan pangan
Kelompok berdasarkan klinis atau Medis
- Diabetes Mellitus (DM)
1). DM tipe I atau DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
2). DM tipe II atau DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung
Insulin)
3). DMTM (Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi)
4). Diabetes Mellitus yang behubungan atau sindrom tertentu.

- Gangguan Toleransi Glukosa


Gangguan ini terjadi pada kelompok tidak gemuk, gemuk dan
berhubungandengan keadaan atau sindrom tertentu.

- Diabetes Mellitus pada Kehamilan (Gestional/DM)


Ganggun ini baru terjadi pada seseorang setelah hamil.Sebelumnya
kadarglukosa darah dalam keadaan normal (Tjokroprawiro, 2001).

Kelompok Berdasarkan Resiko Tinggi


- Toleransi glukosa pernah abnormal.
- Kedua orang tua mengidap DM.
- Pernah melahirkan bayi dengan berat badan 4 kg

5. Gejala Diabetes Mellitus


Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :
Gejala Akut
Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:
- Banyak makan (polifagia)
- Banyak minum (polidipsi)
- Banyak kencing (poliuria)
Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila
keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang
disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya:
- Nafsu makan berkurang
- Banyak minum
- Banyak kencing
- Berat badan turun dengan cepat
- Mudah lelah
- Bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita
akan jatuh koma (koma diabetik).
Gejala Kronik
Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun
setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering
dikeluhkan oleh penderita, yaitu:

- Kesemutan
- Kulit terasa panas
- Terasa tebal dikulit
- Kram
- Lelah
- Mudah mengantuk
- Mata kabur Gatal disekitar kemaluan
- Gigi mudah goyah dan mudah lepas
- Kemampuan seksual menurun

6. Pemeriksaan DiagnostikDiabetes Melitus


Uji diagnostik dilakukanuntuk pasien yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes mellitus,
pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan :
Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Gula Darah Puasa (GDP)
Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan
criteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah
plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar gula
darah sewaktu yang di atas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau
lebih meruupakan criteria diagnostik penyakit diabetes mellitus. Jika
kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan
diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) merupakan pemeriksaan yang lebih
sensitive daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan
dalam situasi tertentu .Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan
pemberian larutan karbohidrat sederhana.

Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM.
Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam <
115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.17

Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan


HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah
protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam
sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C
normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka
semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada
penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %. Ketika kadar
glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula
darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu,
rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar
HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar
HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan
dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar
HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka
waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat
pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan
baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak
terkontrol dengan baik.

7. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukoda darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan teraprutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada lima komponen
dalam penatalaksanaan diabetes adalah:
Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
- Memberikan semua unsur makanan esensial, misalnya vitamin dan
mineral.
- Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
- Memberikan kebutuhan energi.
- Mencapai fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan prakris.
- Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meninggi.
Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko
kardiovaskules. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan dapat meningkatkan
lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme
istirahat (resting metabiloc rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada
diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi stres dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar
lemak darah, yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan
kadar kolesterol total serta trigliserida.
Pemantauan
Pemantauan yang harus dilakukan pada pasien diabetes adalah:
- Pemantauan kadar glukosa darah
- Pemantauan hiperglikemia pagi hari
- Pemantauan hemoglobin glikosilasi
- Pemeriksaan urin untuk glukosa
- Pemeriksaan urin unruk keton
Terapi
Terapi yang dapt diberikan kepada pasien diabetes adalah terpai
insulin. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau
bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa
darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis insulin yang
diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa dalam
darah, maka pemantauan kadar glukosa darah sangat penting.

Pendidikan
Pasien diabetes dapat diberika pendidikan tentang penyakitnya dan dan
bagaimana cara menyuntikkan insulin. Pasien harus diajarkan untuk
menyiapkan peralatan, bagaimana cara menyiapkan penyuntikan,
daerah yang bisa disuntik, dan bagaimana teknik menyuntikkan
insulin.

8. Komplikasi
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari iabetes Mellitus
adalah
Komplikasi Akut
- Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga
normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal
jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6
mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 %
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif
lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena,
sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena
(Wahono Soemadji, 2006).

- Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan
meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak
akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi,
sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi
sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut
dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
Hiperglikemia terdiri dari:
1) Diabetes Keto Asidosis (DKA)
Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-
kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin
absolut atau relatif (Soewondo, 2006).
2) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)
Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa
disertai adanya ketosis.Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat,
hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan
atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006).
Komplikasi Kronik
- Penyakit Makrovaskuler
Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009).
Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah
koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang
mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti
mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah
koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006).
- Penyakit Mikrovaskuler,
Mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati Kelainan yang
terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya
mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria
secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular
dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan
pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006).
Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari
retinopati diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian
juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kebutaan.Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan
retina secara rutin (Waspadji, 2006).

9. Pencegahan Diabetes Melitus


Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut
ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan
menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut
sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari
terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006).
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap
yaitu:
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes terutama
pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya
tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk
mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih
reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa
pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya
pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat
dicegah karena dapat reversibel. Untuk negara berkembang termasuk
Indonesia upaya ini termasuk mahal.

Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi
itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini
komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik
disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Upaya ini meliputi:
- Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
- Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus
menjadi kegagalan organ
- Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena
kegagalan organ atau jaringan

10. Faktor Resiko


Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
Keturunan
Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita
diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang
mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi
pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi
pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes.
(WHO, 2002).
Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe
2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan
presentase mencapai 40 %.
Usia
Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit
tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia
diatas 45 tahun.
Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang
mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan
otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak
ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
Sindroma Metabolik
Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult
Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah
mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari
160/90mmHg, trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL
<40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang
melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah
terdapat mikroalbuminuria.
Kurang Gerak Badan
Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan.
Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya
diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%.
Faktor Kehamilan
Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat
melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini
terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2
kelak.
Infeksi
Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes
mellitus.Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus
rubella dan virus coxsackie.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Primer Assessment/Primer Survey:
a) Data Subyektif :
Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: nama, umur,jenis
kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dan
hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
Keluhan utama : Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat, apakah
pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
Riwayat penyakit, meliputi waktu mengalami penyakit (hari, tanggal, jam)
Riwayat penyakit sekarang
1) Awitan yang cepat
2) Mengkonsumsi alcohol dalam waktu 36 jam terakhir, diikuti dengan puasa.
3) Tidak nafsu makan dan mual
4) Kelemahan, pusing
5) Letargi
6) Tergoncang
7) Ansietas (cemas)
8) Sakit kepala
9) Perubahan status mental
Riwayat pengobatan
1) Diabetes
2) Insulin: dosis yang ditingkatkan (mudah dibalikkan)
3) Obat penurun gula darah per oral: perpanjangan paruh waktu obat
4) Insufisiensi adrenal
5) Penyakit liver
6) Propranolol, salicylates, sedative
7) Peningkatan latihan fisik
b) Data obyektif:
Airway/C-spine : -
Breathing/pernafasan:Takipneu,Dispneu
Circulation/sirkulasi: takikardi, hipertensi, bradikardi, hipotensi, disritmia, jantung
berdebar, dingin, kulit berkeringat, pucat
Disability : bingung, lelah, koma
2. SecondaryAssessment/Secondary Survey
a. Exposure : kelemahan,pucat
b. Five Intervention:
Monitor EKG : -
Produksi urine : -
NGT : muntah, mual, disfagia,
c. Hasillaboratorium :
Kadar glukosa darah tinggi
Kadar elektrolit: normal
Urinalisis: Glucose tinggi (Positif)
Analisa gas darah: pH normal
Kadar alcohol serum
d. Give Comfort :-
e. Head to toe :
Pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan : dilatasi pupil,
penglihatan kabur
Pemeriksaan jantung : jantung berdebar, takikardi, bradikardi, hipertensi, hipotensi
Pemeriksaan dada dan paru : nafas dangkal, tetapi frekuensi normal, takipneu,
dispneu
Pemeriksaan abdomen : mual, muntah, kontraksi perut, lapar
Kulit : kulit berkeringat dingin, lembab
Neurologis : kebingungan, kejang, hemiplegia atau gejala lain dari stoke, koma,
lelah, bingung, sulit berbicara
f. Inspect the posterior surface (I)
Dikaji jika ada mengalami cedera

3. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes mellitus
ditandai dengan kelambatan luka perifer
2) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang manajemen diabetes
3) PK: Hiperglikemi
4) Nyeri akut berhubungan dengan reflex spasme otot sekunder akibat gangguan visceral
pada jantung ditandai dengan adanya pengungkapan nyeri pada dada, tampak
menggosok bagian yang nyeri, tampak melindungi area yang sakit, berhati-hati saat
bergerak, skala nyeri 0-10, klien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>120/80
mmHg).
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi antara dermal-epidermal
sekunder akibat perubahan metabolik dan endokrin pada diabetes mellitus ditandai
dengan adanya gangguan pada integumen, lesi, ulkus.
6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
sekunder akibat gangguan neuromuscular pada atrofi otot ditandai dengan penurunan
kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak penurunan tonus otot.
7) Risiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi sekunder akibat diabetes
mellitus.
DAFTAR PUSTAKA

Waspadji Sarwono. Penyulit Kronik Dan Pencegahannya. Dalam: Soegondo Sidartawan,


Soewondo Pradana, Subekti Imam. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi
ke-6. Jakarta : FK UI, 2006.

World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate
Hyperglycemia : Report of WHO/IDF Consultation. World Health Organization,
Geneva, Switzerland 2006 : 1-35.
Potter,Patricia A. Dan Anne Griffin Perry.2005.Fundamental of Nursing.Jakarta:EGC
Price,Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson.2006.Pathophysiology edisi
6.Jakarta:EGC
Smletzer, S & Bare,B (2001). Buku Ajar Keperawatan Bedah II, Jakarta :EGC
Soegondo, S.,2006.Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus
Tipe2.Dalam:Sudoyo, A.W., ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi ke
4.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1860-1863.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-maimunaham-5716-3-
babii.pdf(Sitasi 2 Oktober 2013 22:05)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32451/4/Chapter%20II.pdf (Sitasi 2 Oktober
2013 22:10)
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1. PK Hiperglikemi Setelah dilakukan tindakan a. NIC label: Hiperglikemi Management a. NIC label: Hiperglikemi Management
kolaborasi keperawatan selama 1. Monitor kadar glukosa darah pasien
1. Untuk mengetahui kadar glukosa darah terbaru,
x 24 jam, kadar glukosa darah melalui pemeriksaan laboratorium
serta untuk mengetahui apakan terjadi penurunan
px dapat kembali turun.
2. Gunakan prinsip 6 benar dalam kadar glukosa darah atau tidak
pemberian obat
2. Untuk melakukan asuhan keperawatan yang benar
3. Kaji respon px sebelum maupun
3. Untuk mengetahui ada tidaknya efek samping dari
setelah pemberian obat
pemberian obat
4. Dokumentasikan tindakan dan respon
4. Untuk melakuakan asuhan keperawatan yang
pasien
benar

Ketidakefektifanpe Setelah dilakukan tindakan a. NIC label: Circulatory Care : 1. NIC label: Circulatory Care : Arterial
rfusi jaringan keperawatan selama x 24 Arterial Insufficiency Insufficiency
perifer jam, diharapkan nyeri yang 1. Melakukan penilaian 2. Untuk mengetahui tingkat kelancaran aliran
berhubungan dialami pasien terkontrol komperehensif sirkulasi perifer sirkulasi klien
dengan diabetes dengan kriteria hasil : 3. Agar sirkulasi klien lebih lancer
mellitus ditandai a. NOC label:Tissue 2. Mempertahankan hidrasi yang 4. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan,
dengan waktu Perfusion : Peripheral memadai untuk menurunkan sesuai kemampuan
pengisian kapiler> Dengan kriteria hasil: viskositas darah 5. Monitor tingkat ketidaknyamanan atau nyeri
3 detik - Tekanan Darah sistol akibat latihan pada malam hari atau ketika
klien normal b. NIC label: Circulatory Care : beristirahat
- Tekanan Darah Mechanical Assist Device
diastole klien normal
- Pengisian kapiler kaki 1. Memantau output urine setiaphari NIC label: Circulatory Care : Mechanical
klien normal 2. Memantauelektrolit, BUN, dan Assist Device
kreatinin sehari-hari 1. Untuk mengetahui cairan yang dikeluarkan klien
2. Untuk mengetahui kadar cairan dan elektrolit
NIC label: dalam tubuh klien
Vital Signs Monitoring
1. Monitor tekanan darah ketika
pasien berbaring, duduk, berdiri,
dan berdiri sebelum dan sesudah
perubahan posisi
2. Monitor tekanan darah setelah
pasien mendapatkan terapi
pengobatan.

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management Pain Management


berhubungan keperawatan selama 2 x 24 a. Lakukan pengkajian nyeri yang a. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
dengan agen jam, diharapkan terjadi komprehensif, meliputi : lokasi, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
cedera biologis penurunan skala nyeri dari 4 karakteristik, awitan dan durasi, intensitas atau keparahan nyeri, faktor
(mikroorganisme) menjadi 2 (1-10). frekuensi, kualitas, intensitas atau presipitasi nyeri.
dan kimia (alcohol NOC label: Pain Level keparahan nyeri, faktor presipitasi b. Untuk mengetahui isyarat nonverbal
dan lemak) a. Skala nyeri pasien nyeri. ketidaknyamanan pasien
ditandai dengan berkurang dari 4 menjadi b. Observasi isyarat nonverbal c. Agar pasien mengetahui informasi tentang
perubahan 2 dari rentangan (1-10). ketidaknyamanan pasien nyeri, penyebab nyeri, berapa lama akan
frekuensi jantung b. Pasien melaporkan c. Berikan informasi tentang nyeri, berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan
dan melaporkan bahwa nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama akan akibat prosedur.
nyeri secara ketika menarik napas berlangsung, dan antisipasi d. Untuk membantu pasien mengidentifikasi
verbal. setelah melakukan ketidaknyamanan akibat prosedur. tindakan kenyamanan yang efektif di masa
manajemen nyeri d. Bantu pasien mengidentifikasi lalu.
c. Menyatakan rasa tindakan kenyamanan yang efektif e. Agar pasien mampu melakukan teknik terapi
nyaman setelah nyeri di masa lalu. non farmakologis untuk mengatasi nyeri
berkurang e. Ajarkan pasien penggunaan teknik secara mandiri.
terapi nonfarmakologis. f. Agar pasien lebih berfokus pada aktivitas,
NOC label : Pain Control f. Bantu klien untuk lebih berfokus bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman
a. Pasien mampu pada aktivitas, bukan pada nyeri dengan melakukan pengalihan melaui
mengontrol dan dan rasa tidak nyaman dengan televise, radio, tape, dan interaksi dengan
menangani nyeri melakukan pengalihan melaui pengunjung.
(mampu menggunakan televise, radio, tape, dan interaksi g. Untuk mengoptimalkan respon pasien
tehnik nonfarmakologi dengan pengunjung terhadap analgesic dengan menggunakan
untuk mengurangi nyeri, g. Gunakan pendekatan yang positif pendekatan positif
mencari bantuan) untuk mengoptimalkan respon h. Untuk dapat berkolaborasi dengan dokter .
b. Mampu mengenali nyeri pasien terhadap analgesic. Analgesic Administration
(skala, intensitas, h. Kolaborasi dengan dokter . a. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
frekuensi dan tanda Analgesic Administration kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
nyeri) a. Tentukan lokasi, karakteristik, obat.
NOC label: Vital Signs kualitas, dan derajat nyeri sebelum b. Untuk mengecek intruksi dokter tentang jenis
a. Tanda vital dalam pemberian obat. obat, dosis, dan frekuensi pemberian obat
rentang normal ( T = b. Cek instruksi dokter tentang jenis pasien.
36,5o C 37,5o C , TD = obat, dosis, dan frekuensi c. Untuk mengetahui riwayat alergi pasien.
120/80 mmHg, RR = 16- pemberian obat. d. Untuk menentukan analgesic yang diperlukan
20 x/menit, N = 60- c. Cek riwayat alergi. atau kombinasi ketika pemberian lebih dari
75x/menit) d. Pilih analgesic yang diperlukan atau satu.
kombinasi dari analgesic ketika e. Untuk menentukan piilihan analgesic
pemberian lebih dari satu. tergantung tipe dan beratnya nyeri pasien.
e. Tentukan pilihan analgesic f. Untuk menentukan pilihan, rute pemberian,
tergantung tipe dan beratnya nyeri. dan dosis optimal pada pasien.
f. Tentukan analgesic pilihan, rute g. Untuk memantau vital signs sebelum dan
pemberian, dan dosis optimal. sesudah pemberian analgesic pertama kali.
g. Monitor vital signs sebelum dan h. Agar analgesic dapat diberikan tepat waktu
sesudah pemberian analgesic terutama saat nyeri hebat.
pertama kali. i. Untuk dapat mengevaluasi efektivitas
h. Berikan analgesic tepat waktu analgesic, tanda dan gejala (efek samping).
terutama saat nyeri hebat.
i. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda
dan gejala (efek samping).
Vital Signs Monitoring Vital Signs Monitoring
a. Monitor tekanan a. Untuk memantau kondisi klien atau
darah,nadi,suhu,dan pernafasan mengindentifikasi masalah dan mengevaluasi
setelah dan sebelum melakukan respons klien terhadap intervensi.
aktivitas b. Untuk mengetahui ada tanda dan gejala
b. Memonitor tanda dan gejala dari pasien mengidap penyakit hipertermi
hypothermia daan hyperthermia c. Untuk mengetahui adanya pernafasan
c. Monitor pernafasan yang abnormal abnormal yang dialami pasien.
d. Monitor frekuensi pernafasan d. Untuk mengetahui apabila pasien ada
c. NIC label: relaxation therapy gangguan nafas
1. Menjelaskan rasional dan
keuntungan dari relaksasi, batasan
dan tipe dari relaksasi yang ada, Distraction
seperti: musik, meditasi, bernafas
1. mengalihkan perhatian klien agar tidak fokus
ritmis, dan relaksasi otot progresif.
pada cemas yang dirasakan
2. Menggunakan intervensi relaksasi
2. pemberian informasi dapat mengurangi
yang mungkin berhasil diwaktu
tingkat kecemasan klien
yang lampau 3. Memberikan kebebasan klien untuk memilih
3. Ajak pasien untuk relaksasi dan aktivitas yang akan dilakukan
merasakan sensasi yang terjadi. 4. Menyesuaikan teknik distraksi agar tidak
memperburuk kondisi klien
5. Dukungan keluarga dapat meningkatkan rasa
Distraction nyaman klien

1.Mengarahkan klien untuk memilih


teknik distraksi yang akan
dilaksanakan
2.Menjelaskan pada klien
keuntungan melakukan aktivitas
yang disukai
3.Mempertimbangkan teknik
distraksi seperti bermain,
membaca cerita dan menyanyi.
4.Sarankan teknik yang sesuai
dengan kondisi klien
5.Melibatkan keluarga dalam
tindakan
6.Evaluasi dan doku-mentasi respon
klien terhadap teknik dis-traksi
Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan NIC Label : a. Untuk mengetahui tindakan yang tepat dilakukan.
kulit berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam, Skin Care : Topical Treatment
dengan perubahan kerusakan integritas kulitklien a. Kaji keadan kulit pasien (derajat kerusakan b. Untuk mengetahui perkembangan perubahan
pigmentasi ditandai dapat berkurang, dengan criteria integritas) pigmentasi.
dengan gangguan hasil: b. Bersihkan kulit pasien dengan sabun
permukaan kulit. antibakteri c. Untuk mengetahui berhasil atau tidak terapi yang telah
NOC Label: Tissue Integrity : dilakukan
c. Aplikasikan antibiotic topikal pada area
Skin & Mucous Membran
yang mengalami kerusakan integritas
a. Klien mengatakan tidak
d. Aplikasikan antiinflamsi topikal pada area
merasakan panas lagi pada
yang mengalami kerusakan integritas
kulitnya yang terinfeksi
e. Dokumentasikan derajat kerusakan
b. Tidak terlihat adanya
integritas sebelum dan sesudah
kemerahan pada kulit klien
dilakukannya terapi serta terapi yang telah
yang terinfeksi
dilakukan
c. Integritas kulit klien dapat
f. Memonitor warna dan kelembapan kulit
membaik dibanding keadaan
a. NIC label : Skin Surveillance
sebelumnya
a. Lesi pada kulit pasien dapat 1. Inspeksi kulit dari tanda kemerahan,
teratasi edema, atau drainase.
b. Rasa sakit akibat vesikel 2. Melakukan monitoring kulit dari
(bintik-bintik yang berisi
ruam dan lecet.
cairan) berkurang.
3. Monitor infeksi, terutama pada area
yang edema.

Anda mungkin juga menyukai