Anda di halaman 1dari 32

JURNAL READING

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DALAM


PENATALAKSANAAN HORDEOLUM DI BAGIAN MATA RSUP DR. KARIADI
SEMARANG

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
bagian Ilmu Mata Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Disusun oleh:

LILIS SURIANI

Pembimbing:

Dr. Hasna wati, Sp. M

KEPANITRAAN KLINIK BEDAH RSU CUT NYAK DIEN MEULABOH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH

TAHUN 2017

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas

terselesaikannya refarat conjunctivitis.

Laporan ini disusun dalam rangka untuk dapat lebih mendalami dan memahami

tentang conjunctivitis . Tujuan khususnya adalah sebagai pemenuhan tugas

kepaniteraan SMF mata. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada Dr. Hasna Wati Sp. M selaku pembimbing dalam

refaratini.

Semoga dengan adanya refarat ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan

berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.

Penyusun menyadari bahwa refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan journal

yang lebih baik di masa yang akan datang.

Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Meulaboh , 8 juni 2017

Penyusun

ii
BAB I

DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I

Pendahuluan

BAB II

Definisi

Etiologi

Gejala

Klasifikasi

Kesimpulan

Daftar pustaka

iii
PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah keradangan pada selaput lendir yang mengenai bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Beberapa tipe konjungtivitis dan penyebabnya antara lain adalah oleh bakteri, klamidia,
virus, riketsia, penyebab yang berkaitan dengan penyakit sistemik, jamur, parasit, imunologis,
sebab kimia atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak diketahui dan sekunder oleh karena
dakriosistitis atau kanalikulitis. Diantara penyebab-penyebab tersebut, yang paling sering
diketemukan di masyarakat adalah konjungtivitis disebabkan Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis, kebanyakan strain
adenovirus manusia, herpes simplex virus tipe 1 and 2, and dua picornaviruses. Dua agen yang
ditularkan secara seksual yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Chlamydia
trachomatis and Neisseria gonorrhoeae. 2

Konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri merupakan konjungtivitis yang sering


dijumpai kedua setelah konjungtivitis viral apabila dibandingkan dengan konjungtivitis tipe
lainnya.2

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata
sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya
mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,
berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya,
selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan
dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis
papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa
kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih,
dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati,
karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap

iv
akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder
oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak
nyaman di mata.

Peradangan pada konjungtiva merupakan penyakit mata yang paling sering dijumpai
di seluruh dunia. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh karena lokasi anatomisnya yang
menyebabkan konjungtiva sering terekspos oleh berbagai macam mikroorganisme dan faktor
stress lingkungan lainnya. Beberapa mekanisme berfungsi sebagai pelindung permukaan mata
dari faktor-faktor eksternal, seperti pada lapisan film permukaan, komponen akueus, pompa
kelopak mata, dan air mata. Pertahanan konjungtiva terutama oleh adanya tear film pada
konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan yang toksik kemudian
mengalirkannya melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Disamping itu tear film juga
mengandung beta lysine, lisosim, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman.
Apabila kuman mampu menembus pertahanan tersebut maka terjadilah proses infeksi pada
konjungtiva.2

Boleh dikatakan masyarakat sudah sangat mengenal jenis penyakit ini. Penyakit ini
dapat menyerang semua umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro- organisme
(terutama virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan udara.
Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak
diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi
konjungtivitis bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.3

v
BAB II

ISI

2.1. Anatomi Mata

1. bagian luar mata

vi
2. bagian dalam mata

vii
viii
ix
3. musculus orbitalis

x
4. vaskularisasi

2.2. Struktur Anatomi dari Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali
bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan
berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 6
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel
ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata

xi
bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat
struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
6
berlanjut seperti yang ada pada kornea. konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan
ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior


palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks. 6

xii
Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva

Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4 th edition.
New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

2.2. Struktur Histologis dari konjungtiva

- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:


a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel silindris
dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat retikulum yang
terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini paling berkembang di
forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama

xiii
kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan
reaksi folikuler. 6
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada lapisan
adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut struktur ini sangat
tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan
kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 6

- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet(kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle(ada apda tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz(pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. 6
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 6
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).6
-Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri periferal
dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set pembuluh darah:
arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri kelopak mata;
dan arteri konjungtiva naterior yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior.
Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri
konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea. 6
2.3. Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi


vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.7,8 yang disebabkan oleh mikro-organisme
(virus, bakteri,jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.9

2.4. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :

a. infeksi oleh virus atau bakteri.


b. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

xiv
c. iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
d. pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang.
2.5. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:
1. Hiperemia. Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival, yang
muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke limbus.
Hiperemia tampak pada semua bentuk konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari
pembuluh darah yang hiperemia, lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting
untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain
seperti skleritis atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:
11,12

Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak bersama


dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah limbus).
Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada tepi
limbus).
Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak
bergerak pada episklera di dekat limbus).
Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis bakterial,
dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa
infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari, asap, dan
sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan instabilitas
vaskuler(contoh, acne rosacea). 12

xv
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul
CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.11
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau
konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang, chemosis
mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 12

Gambar 4. Kemosis pada mata


Dikutip dari http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg

4.Epifora (pengeluaran berlebih air mata). Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation)


harus dapat dibedakan dari eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai
reaksi dari badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat

xvi
berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui
dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah
pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sika. 12
5.Pseudoptosis. Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior. 12
6.Hipertrofi folikel. Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp,
pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat paling banyak
pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa
kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan
miotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang
terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus
dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal). 12
.

Gambar 5. gambaran klinis dari folikel


Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on Ophthalmology. 9th
edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang membentuk
substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan eksudat) mencapai membran
basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang menutupi papila seperti kerangka
dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan terakumulasi diantara fibril, membentuk
konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan

xvii
nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.
12
Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan
merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan kelainan
disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali
merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas
terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis
atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang
secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam
8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila
limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis
atopik. 12

Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler


Dikutip dari www.onjoph.com

8.Membran dan pseudomembran. Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau
konjungtivitis toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini
terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan mudah
baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya merupakan koagulum pada
permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan saat
diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang melibatkan seluruh epitel. 11

xviii
Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat
Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

9.Phylctenules. Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri dari
perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika berkembang menjadi
ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit polimorfonuklear. 12

10.Formasi pannus. Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman
dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana menyebabkan
pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh
darah.11,14

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis

Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal.
63-81

11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan dengan

xix
bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan seperti sindroma
okuloglandular Parinaud.

Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81

12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju
nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak
mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis
viral. 12

2.6. Klasifikasi

Menurut penyebab terjadinya, konjungtivitis dibagi menjadi beberapa bagian:

A. Konjungtivitis Karena agen infeksi:


Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini
A. Tanda dan Gejala
- Iritasi mata,

xx
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya melalui tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5

B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

C. Komplikasi dan Sekuel


-Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus kecuali pada
pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada
konjungtivitis pseudomembranosa dan pada kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea
dan perforasi.
-Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N konchii, N
meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera
anterior, dapat timbul iritis toksik.1,3

D. Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika
yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical
dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium
telah diperoleh.

xxi
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara
khusus hygiene perorangan.

E. Perjalanan dan Prognosis


Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.

Konjungtivitis Virus:
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,5-40C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang
khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6

xxii
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa
dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus
preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia
konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau
pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar
mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi
radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak
neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva

xxiii
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
1,3

Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan
secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang
menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus
dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika
terjadi superinfeksi bacterial. 1
c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
1,3

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di
atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3
Terapi

xxiv
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea
mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus
dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap
jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat
pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana
dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa
inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). 5
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik
pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum
pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.

xxv
2. Konjungtivitis Virus Menahun

a). Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak,
putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum
kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas


sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella
dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan
jaringan sel sel embrio manusia. 1

Terapi

xxvi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit. 1

B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik):


Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering
mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan sekitarnya.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan
selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah
mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang
diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit).
Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit
manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh
kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
b. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis
musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin.
Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim
gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5

xxvii
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla
raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3

Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak


eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya
member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid
sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea
ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai
berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di
tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah
ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total. 1,3
c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang
berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi.
Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan. 1,3

xxviii
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-
larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada
kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai
asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan
secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang
permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam
jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus
merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar
alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan

xxix
palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya
adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit,
pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu
biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan
garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik.
Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres
dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri
analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.

xxx
BAB IV
KESIMPULAN
- Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata
- Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan
menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan.
- Konjungtivitis dibagi dalam beberapa bentuk diantaranya adalah:
Konjungtivitis karena infeksi
Konjungtivitis imunologik (alergik)
Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
- Penting artinya untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis karena pengobatan
dengan tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang berbeda pula.
- Pengobatan yang tidak adekuat dari konjungtivitis tipe tertentu seperti trakoma akan dapat
memberikan prognosa yang buruk(mengakibatkan kebutaan).

xxxi
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009


2. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
3. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General
Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.
4. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14. Ilyas, H. Sidarta
Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.15. Putz, R. & Pabst R.
Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000

xxxii

Anda mungkin juga menyukai