Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu.Stroke masih merupakan penyebab
utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang mengalaminya memiliki
ketergantungan pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke atas dan angka
kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1,2
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu
merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan
penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari
penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan
hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per
tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari
periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat
penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat
peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak
terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-
1984.Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja
D, yang mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu
Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987,
sebesar 25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9%
menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan
intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi
pada pria dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor risiko mayor
meliputi hipertensi arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku
merokok, hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal
lain yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan
obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini dimulai dari
penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang
benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi kecacatan
sebesar 30% pada penderita stroke.1
BAB II

KASUS BANGSAL NEUROLOGI

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.A
Umur : 62 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Alamat : jln. Ibrahin RT 18 Kenali Besar
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 09 Juli 2017

DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Hemiparesis Dextra 09 Juli 2017 Hipertensi grade 09 Juli 2017
tipe flaksid 2
2. Parese N. XII tipe 09 Juli 2017
sentral

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 09 Juli 2017)


1. Keluhan utama : Kelemahan anggota gerak bagian kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : lengan kanan dan tungkai kanan
Onset : Mendadak setelah selesai mandi
Kualitas : kelemahan lengan kanan dan tungkai kanan
Kuantitas : kegiatan sehari-hari dibantu keluarga
Kronologis :
Seorang laki-laki, berusia 62 tahun, dibawa oleh keluarga ke IGD
RSUD Raden Mattaher dengan keluhan lemah anggota gerak bagian
kanan. Sejak 4 jam SMRS, setelah selesai mandi tiba-tiba pasien
merasa anggota geraknya pada bagian sebelah kanan terasa lemah dan
sulit digerakkan dan tidak ada penurunan kesadaran. Bicara pelo (+),
mulut mencong (-), sakit kepala (-), Mual (-), muntah (-), riwayat trauma
kepala (-), kejang (-)
Faktor yang memperberat :-
Faktor yang memperingan :-
Gejala yang menyertai : Bicara pelo

3. Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat mengalami keluhan yang sama (-)
Riwayat Hipertensi (+) sejak 5tahun yang lalu dan pasien tidak
rutin minum obat
Riwayat DM (-)
Riwayat trauma kepala disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat kejang disangkal

4. Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga
Terdapat riwayat Hipertensi dalam keluarga pasien yaitu ayah
kandung pasien
Tidak ada riwayat DM pada keluarga

5. Riwayat sosial ekonomi :


Pasien adalah seorang pensiunan . Pasien tinggal bersama istri dan
anak pasien. Pasien menggunakan BPJS untuk pembiayaan selama pasien
dirawat di RSUD Raden Mattaher Jambi.

III. OBYEKTIF
1. Status Presens (09 Juli 2017)
Kesadaran : Composmentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 88 x/i
Suhu : 37 oC
Respirasi : 24x/i

2. Status Internus
Kepala : Normocephal
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, 3 mm/ 3 mm, refleks
cahaya (+)/(+)
Visus: ka: 6/6, ki: 6/6
THT : Dalam batas normal
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah hiperemis (-)
Leher : JVP 5-2 cm H2O, pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),
kaku kuduk (-)
Dada : Simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-), benjolan (-
)
Jantung :
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
P : Batas jantung dalam batas normal
A : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), mur-mur (-)
Paru :
I : Pergerakan dada simetris
P: Premitus taktil simetris kanan dan kiri
P : Sonor kiri dan kanan
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Perut :
I : Cembung
A : bising usus (+) N
P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)/(-), deformitas (-)/(-)
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Koheren
Perasaan hati : Biasa
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik

4. Status neurologikus
Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (+)

Leher
Sikap : Lurus
Pergerakan : Baik
Kaku kuduk : (-)

Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Normosmia Normosmia
Objektif (dengan bahan) Normosmia Normosmia
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya (+) (+)

N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Sikap bulbus Normal Normal
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Bisa Bisa
Mengunyah Bisa Bisa
Menggigit Bisa Bisa
Reflek kornea + +
Sensibilitas muka Baik Baik
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Sikap bulbus Di tengah Di tengah
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Bisa Bisa
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Romberg test Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Stepping test Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Tes Jari Hidung Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
N IX (Glossofaringeus)
Perasaan lidah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensibilitas faring Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Tidak bisa
Menelan Bisa
Refleks muntah (+)
Berbicara Pelo (+)
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu kanan + +
Mengangkat bahu kiri + +
N XII (Hipoglosus)
Pergerakan lidah Tidak Simetris
Deviasi Deviasi kea rah kanan
Fasikulasi Tidak ada
Atropi Papil Tidak Ada
Disatria +

Anggota gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan menurun baik
Kekuatan +4 +5
Tonus hipotoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi
R. Fisiologis menurun Normal
R. Patologis (-) (-)
Sensibilitas : normal Normal

Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan menurun baik
Kekuatan +4 +5
Tonus hipotoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Trofi Eutropi Eutropi
R. Fisiologis Menurun Normal
R. Patologis (-) (-)
Sensibilitas : normal Normal

Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

Alat Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal

Koordinasi, gait dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
Romberg Test : Tidak dapat dinilai
Disdiadokokinesis : Tidak dapat dinilai
Dismetri : Tidak dapat dinilai
Ataxia : Tidak dapat dinilai

Pemeriksaan lain :
- Darah rutin : 09 Juli 2017
- WBC : 9,4 103/mm3 (3.5-10.0)
- RBC : 3,96 106/mm3 (3.80-5.80)
- HGB : 12,8 g/dl (11.0-16.5)
- HCT : 36,6 % (35.0-50.0)
- PLT : 225 103/mm3 (150-390)
- PCT : 146 % (.100-.500)

- Kimia darah : 09 Juli 2017


- Ureum : 38 mg/dl (15-39)
- Kreatinin : 1.2 mg/dl (P = 0,6 1,1)
- GDS : 111 mg/dl
09 Juli 2017
- Cholesterol : 193 (>200)
- Trigliserida : 138 (<150)
- HDL : 47 (<34)
- LDL : 119 (<120)

Elektrolit : 09 Juli 2017


- Natrium : 143,61 mmol/L (135-148)
- Kalium : 3,68 mmol/L (3,5 5,3)
- Chlorida : 107,87 mmol/L (98-110)
- Calcium: 1,41 mmol/L (1,12-1,23)

IV. RINGKASAN
S: Seorang laki-laki, berusia 62 tahun, dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD
Raden Mattaher dengan keluhan lemah anggota gerak bagian kanan. Sejak 4
jam SMRS, setelah selesai makan tiba-tiba pasien merasa anggota geraknya
pada bagian sebelah kanan terasa lemah dan sulit digerakkan dan tidak ada
penurunan kesadaran. Bicara pelo (+), mulut mencong (-), sakit kepala (-),
Mual (-), muntah (-), riwayat trauma kepala (-), kejang (-).

O:
Kesadaran : Composmentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 150/ 100 mmHg
Nadi : 88 x/i
Suhu : 37 oC
Respirasi : 24x/i
A:

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
SSS pada pasien ini :

2,5(0) + 2(0) + 2(0) + 0,1(100) + -3(0) 12 = -2

Stroke Non Hemoragik


Algoritma Stroke Gadjah Mada

Diagnosa Klinis:
1. Hemiparesis Dextra tipe flaksid
2. Paresis N. XII tipe sentral
Diagnosa Topis : Hemisferium cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Suspek stroke non hemoragik
Diagnosa Kerja :
1. Hipertensi grade II

P: Tx : O2 2-3 liter/menit
IVFD Nacl 20 gtt/menit
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Ketorolac (prn)
Bcomp 3x 1

Mx : Pantau tanda-tanda vital dan GCS


Ex : Beri penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan pasien,
mengatur pola makan yang sehat, penanganan stress dan istirahat
yang cukup.

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad malam

VI. RIWAYAT PERKEMBANGAN


Rawat hari ke-2 (28 April 2017)
S : Pasien mengeluh lemah anggota gerak kanan
O : TD : 170/90 mmHg T : 36oC N : 80x/i RR : 20x/i
A : Hemiparesis Dextra Tipe flaksid + paresis N. XII ec susp. SNH,
Hipertensi grade II
P :
o IVFD Nacl 20 gtt/i
o Ranitidine inj 2 x 1 amp
o Citicholin inj 2 x 500 mg
o Bcomp 3x1
o fisioterapi

Rawat hari ke-3 (29 April 2017)


S : Pasien mengeluh anggota gerak kanan masih lemah
O : TD : 140/100 mmHg T : 36oC N : 83x/i RR : 20x/i
A : Hemiparesis Dextra tipe flaksid + paresis N. XII ec susp. SNH
Hipertensi grade 2
P :
o IVFD Nacl 20 gtt/i
o Ranitidine inj 2 x 1 amp
o Citicholin inj 2 x 500 mg
o Bcom 3x1
o Fisioterapi

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Stroke non hemoragik terjadi akibat
obstruksi di pembuluh darah. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal.
Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.

3.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu
merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta merupakan
penyebab ketidakmampuan pada kebanyakan penduduk negara industri. Dari
penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe stroke (iskemik dan
hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden semua tipe stroke rata-rata per
tahun adalah 135/100.000, menunjukkan adanya peningkatan sebesar 17% dari
periode 5 tahun sebelumnya tetapi bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat
penurunan sebesar 46%. Bila dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat
peningkatan insiden infark serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak
terdapat perubahan insiden perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984.
Agaknya peningkatan insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D,
yang mendapati insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu
Penyakit Saraf FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987,
sebesar 25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9%
menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan
intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan
53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun).
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.4
3.3 Etiologi
Penyebab stroke tersering adalah hipertensi (72%-81%), kemudian disusul
diskrasia darah (20%), hamartoma (10%), dan neoplasma (10%). Tetapi menurut
Widjaja D, hipertensi (24,9%-68,5%), disusul aeurisma (6,2-37,7%), AVM (3-
10%), tumor otak terutama yang tumbuh cepat baik primer atau metastasis (1,5%-
11%), diskrasia darah (1,2%-13%).2
Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lainnya yang menjadi
faktor risiko seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah,
diabetes mellitus, ataupenyakit vaskuler perifer.3
Bagaimana mekanisme hipertensi dapat menyebabkan perdarahan masih
merupakan topik pembicaraan. Perdarahan dapat terjadi akibat ruptur arteriol,
kapiler atau vena. Dengan bertambahnya usia, adanya hipertensi dan
aterosklerosis pembuluh darah akan menjadi berkelok-kelok atau spiral.2
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid
yang memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
aneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.2
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.
Lentikulostriata, a. Thalamoperforating, dan kelompok basilar-paramedian.
Sedang perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus
yang mendapat pendarahan dari cabang a.serebelaris superior dan a. Serebelaris
inferior anterior.2
Diabetes dan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang bermakna
bagi stroke oklusif (iskemik), ternyata tidak meningkatkan risiko perdarahn
intraserebral.2

3.4 Faktor Risiko


Pembagian faktor risiko digolongkan berdasarkan dapat / tidaknya diubah
dan faktor risiko mayor / minor.

1. Pembagian faktor risiko berdasarkan dapat / tidaknya diubah.

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (unmodifiable) :

- Usia

- Jenis kelamin

- Keturunan / herediter

- Ras / etnik

b. Faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) :

- Hipertensi

- Penyakit jantung

- Atrial fibrilasi

- Diabetes mellitus

- Stenosis karotis asimtomatik

- Hiperkolesterolemia

- Merokok

- Intake alkohol yang berlebihan

- Riwayat TIA

33
- Riwayat stroke

- Penggunaan kontraseosi oral

- Obesitas

- Penggunaan narkotik

- Hiperhomosisteinemia

- Antibodi anti fosfolipid

- Hiperurisemia

- Peninggian hematokrit

- Peninggian kadar fibrinogen

Pembagian faktor risiko berdasarkan mayor / minor :

a. Faktor risiko mayor

- Hipertensi

- Diabetes mellitus

- Kelainan jantung

b. Faktor risiko minor

- Hiperkolesterolemia

- Merokok

- Kegemukan

- Hiperkoagulasi

1
- Usia lanjut

- Riwayat TIA

- Hiperurikemia

- Kontrasepsi orel

- Kelainan pembuluh darah

- Riwayat stroke dalam keluarga

3.5 Patogenesis
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri
arteri yang membentuk sirkulus Willisi :arteri karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otakterputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark
ataukematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkinsalah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluhdarah yang memperdarahi otak.
Patologinya dapat berupa, (1)keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri,
sepertiaterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah,atau
peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan statusaliran darah,
misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguanaliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal darijantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4)
ruptur vaskulardidalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akandijabarkan
dibawah ini menjadi:
1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke.
Stadium ini umumnya penderita sudah mempunyaifaktor risiko atau memiliki
gaya hidup yang mengakibatkanpenderita menderita penyakit degeneratif.
2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuklesi patologik
sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguanfungsi otak disini adalah akibat
adanya lesi pada otak. Lesi iniumumnya mengalami pemulihan sampai
akhirnya terdapat lesiyang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang
terjadijuga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu.

2
3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinisditandai dengan
defisit neurologik yang cenderung menetap.Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasidengan lingkungan atau sedapat mungkin
lingkunganberadaptasi dengan keadaan penderita.

Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat


dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsungselama 0 3 /
12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase inilebih ditujukkan untuk
menegakkan diagnosis dan usaha untukmembatasi lesi patologik yang
terbentuk.
2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 haripasca onset.
Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untukprevensi terjadinya
komplikasi, usaha yang sangat fokus padarestorasi/rehabilitasi dini dan
usaha preventif sekunder.
3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari kurangdari 180
hari pasca onset dan kebanyakan penderita sudahtidak dirawat di rumah
sakit serta penatalaksanaan lebihditujukkan untuk usaha preventif
sekunder serta usaha yangfokus pada neuro restorasi / rehabilitasi dan
usahamenghindari komplikasi.
Patogenesis stroke iskemik
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatuatau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapatdisebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatupembuluh otak atau pembuluh organ distal
kemudian bekuandapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin
terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudiandibawa melalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Pangkal arteria karotis interna
(tempat arteria karotis komunisbercabang menjadi arteria karotis interna dan
eksterna)merupakan tempat tersering terbentuknya arteriosklerosis.Sumbatan
aliran di arteria karotis interna sering merupakanpenyebab stroke pada orang
berusia lanjut, yang seringmengalami pembentukan plak arteriosklerosis di
pembuluh darahsehingga terjadi penyempitan atau stenosis.

3
3.6 Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.7
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+
ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan
penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+.7
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian
sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik
(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah
yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.7
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.7
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kanan jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kiri terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.7

4
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.7
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.7
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :7
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah
(saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

3.8 Klasifikasi Stroke Non Hemoragik


Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):

5
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
i. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otakakan menghilang dalam waktu 24 jam.
ii. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
NeurologicalDeficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lamadari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluhdarah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah
yang besardan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar
trombotikterjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalandarah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginyakadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL).
Sedangkanpada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran
darah kepembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan
hipertensi danmerupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisanlemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah
yangmengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

6
3.8Gejala Klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi
tempatgangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
i. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan.
iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral)
dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
i. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
ii. Gangguan mental.
iii. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
iv. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
v. Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
i. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
ii. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
iii. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
i. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
ii. Meningkatnya refleks tendon.
iii. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
iv. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
v. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
vi. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
vii. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara

7
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi).
viii.Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arahbola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak
mata(ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang
pandangpada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
ix. Gangguan pendengaran.
x. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
i. Koma
ii. Hemiparesis kontra lateral.
iii. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
iv. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
i. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagidua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara,mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementarakemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
Aphasiasensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain,namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walausebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari
luasnyakerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak.Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaituVerbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi
dapatmembaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca
huruf,tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan
keduanyadisebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakanotak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angkasetelah terjadinya kerusakan otak.

8
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlahtingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukangerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-
gerakantertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat
dilihatdari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara
penderitatidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuanmelaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan
ruang.
vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibatkerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominanyang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
traumacapitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatanmassa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlahkemampuan.

3.9Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Stroke adalah suatu keadaan emergensi medis. Setiap orang yang diduga
mengalami stroke seharusnya segera dibawa ke fasilitas medis untuk evaluasi dan
terapi. Pertama-tama, dokter akan menanyakan riwayat medis pasien jika terdapat
tanda-tanda bahaya sebelumnya dan melakukan pemeriksaan fisik. Jika seseorang
telah diperiksa seorang dokter tertentu, akan menjadi ideal jika dokter tersebut
ikut berpartisipasi dalam penilaian. Pengetahuan sebelumnya tentang pasien
tersebut dapat meningkatkan ketepatan penilaian.
Hanya karena seseorang mempunyai gangguan bicara atau kelemahan
pada satu sisi tubuh tidaklah sinyal kejadian stroke. Terdapat banyak
kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini. Kondisi lain
yang dapat serupa stroke meliputi:
o Tumor otak
o Abses otak

9
o Sakit kepala migrain
o Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
o Meningitis atau encephalitis
o Overdosis karena obat tertentu
o Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.

Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang sama.
Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan
fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien, melakukan tes
darah dan melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana,
stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut,
pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada
tabel di bawah ini.

10
Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)

B.Pemeriksaan Klinis Neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Tanda-Tanda)

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :

11
a. Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada

12
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

Tabel 3.4 Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS>1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

C. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang
disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk
mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda
dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.

CT Scan berguna untuk menentukan:


o jenis patologi
o lokasi lesi
o ukuran lesi
o menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang


magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh
lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit,
MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama

13
perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek
pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa
menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic
Resonance Angiogram). Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted
imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat
mendeteksi area abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak
yang berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai
lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak
dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan
untuk mengevaluasi pasien stroke.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna
yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak
dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous
malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi
dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram
konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang
dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna
diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun
angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail,
tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika
benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan
jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-
kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan
untuk dilakukan.

14
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk
menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis
(arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak).
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada
selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang
abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk
adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur.
Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi
atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.

Tabel 3.5 Perbedaan Jenis Stroke Dengan Menggunakan Alat Bantu.

15
Tabel 3.6 Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Tabel 3.7 Karakteristik MRI Pada Stroke Hemoragik Dan Stroke Infark

3.10Pengobatan
Pengobatan terhadap stroke dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 2
a. Medikamentosa
b. Bedah saraf, bila keadaan memungkinkan

16
A. Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa tetap dianjurkan pada pasien stroke, misalnya: 2
1. Menjamin jalan napas
2. Pemberian oksigen
3. Pemberian cukup cairan, elektrolit dan nutrien
4. Pemberian hemostatika
5. Edema serebral yang terjadi di terapi dengan kortikosteroid, diuretik/manitol
6. Menjaga alimentasi tetap baik
7. Pemberian stimulasi SSP, dan antikonvulsan bila perlu
8. Pengendalian tekanan intrakranial
9. Pengobatan terhadap faktor risiko (hipertensi, diabetes melitus, dan lain-lain)
10. Pemeberian antibiotik bila ada infeksi
11. Penanganan segera terhadap komplikasi yang terjadi

Pada kasus perdarahan intraserbral yang disebabkan oleh hipertensi,


penurunan tekanan arteri yang terlalu cepat harus dihindarkan karena autoregulasi
disekitar daerah yang mengalami perdarahan terganggu sehingga perfusi yang
sangat menurun akan menimbulkan iskemia jaringan, maka penurunan tekanan
darah sampai sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg atau tidak boleh lebih
dari 20% MAP semula dengan antihipertensi parenteral atau peroral bila mungkin.
Adanya edema diterapi dengan penggunaan zat hiperosmotik dan
hiperventilasi selain kortikosteroid. Abnormalitas koagulasi harus dikoreksi,
tergantung dari defisit koagulasinya, diberikan transfusi trombosit, vitamin K dan
FFP. Pada pasien dengan PIS sekunder karena pemakaian streptokinase, urokinase
atau tPA dg atau tanpa heparin, diberikan protamin dan asam amino kaproik-
epsilon.

B. Operasi
Pengobatan bedah saraf yang diletakkan secara integrasi dengan terapi
medikamentosa dalam pengelola pasien stroke memerlukan penilaian pasien
setiap saat secara kontinyu, guna mendapatkan hasil terapi yang maksimal.

17
Pertimbangan-pertimbangan tindakan bedah saraf meliputi usia, letak lesi,
tingkat kesadaran pasien, penampang dan besarnya hematoma, saat yang tepat
untuk tindakan operasi dan pemikiran-pemikiran indikasi kontra tindakan
bedah saraf tersebut.2

Jenis-jenis operasi pada stroke hemoragik antara lain:


1. Kraniotomi
Mayoritas ahli bedah saraf masih memilih kraniotomi untuk evakuasi
hematoma. Secara umum, ahli bedah lebih memilih melakukan operasi jika
perdarahan intraserebral terletak pada hemisfer nondominan, keadaan pasien
memburuk, dan jika bekuan terletak pada lobus dan superfisial karena lebih
mudah dan kompresi yang lebih besar mungkin dilakukan dengan resiko yang
lebih kecil. Beberapa ahli bedah memilih kraniotomi luas untuk mempermudah
dekompresi eksternal jika terdapat udem serebri yang luas.
2. Endoskopi
Melalui penelitian Ayer dan kawan-kawan dikatakan bahwa evakuasi
hematoma melalui bantuan endoskopi memberikan hasil lebih baik. pada
laporan observasi lainnya penggunaan endoskopi dengan tuntunan stereotaktik
dan ultrasonografi memberikan hasil memuaskan dengan evakuasi hematoma
lebih sedikit (volume < 30 ml) namun teknik ini belum banyak diaplikasikan
dan validitasnya belum dibuktikan.
3. Aspirasi dengan bantuan USG
Hondo dan Lenan melaporkan keberhasilan penggunaan aspirator USG pada
aspirasi stereotaktik perdarahan intracerebral supratentorium, namun prosedur
ini masih diobservasi.
4. Trombolisis intracavitas
Blauw dan kawan-kawan melalui penelitian prospektif kecil meneliti
pasien perdarahan intraserebral supratentorial dengan memasukkan urokinase
pada kavitas serebri (perdarahan intraserebri) dan setelah menunggu periode
waktu tertentu kemudian melakukan aspirasi. Namun penelitian ini dinyatakan
tidak berpengaruh pada angka mortalitas, walaupun pada beberapa pasien
menunjukkan keberhasilan. Pasien perdarahan intraserebral dengan ruptur

18
menuju ke ventrikel drainase ventrikular eksternal mungkin berguna. Namun
cara ini belum melalui penelitian prospektif luas dan patut dicatat bahwa
melalui penelitian observasi menunjukkan prognosis buruk.
Perdarahan intraserebral dan subarakhnoid biasanya dikaitkan dengan
adanya malformasi arterivenous (AVM). Jika lesi dapat terlihat maka evakuasi
perdarahan harus dilakukan sehingga perdarahan tidak terkontrol dari AVM
dapat diatasi. Apabila perdarahan intraserebral di terapi secara konservatif
biasanya ahli bedah saraf memilih menunggu 6-8 minggu dahulu karena
operasi dapat mencetuskan AVM yang terletak pada dinding perdarahan
intraserebral. Pilihan penanganan operatif pada AVM antara lain:
pengangkatan endovaskular, eksisi, stereotaxic radiosurgery, dan kombinasi
diantaranya.
1. Eksisi langsung AVM semakin berkembang dengan adanya mikroskop
operasisehingga menurunkan resiko kecacatan dan kematian. Komplikasi
mayor eksisi langsung seperti kehilangan jaringan otak normal beserta
fungsi neurologisnya yang dikenal dengan breakthrough phenomenon.
2. Pengangkatan endovaskular menggunakan teknik embolisasi dapat
dilakukan sebelum ataupun saat berlangsungnya operasi. Penanganan ini
berguna untuk lesi yang tidak dapat terjangkau melalui operasi ataupun
tambahan pengangkatan pada operasi. Komplikasi yang dapat berkembang
yaitu perdarahan,iskemik, dan angionekrosis karena toksisitas materi
emboli.
3. Radioterapi, teknik ini menggunakan energi tinggi x-ray, gamma, dan
proton menginduksi deposisi kolagen subendotelial dan substansi hialin
yang menyempitkan lumen pembuluh darah kecil dan mengerutkan AVM
dalam beberapa bulan setelah terapi. komplikasi cara ini berupa
radionekrosis jaringan otak normal, perdarahan, hidrosefalus, kejang post
terapi, kehilangan regulasi temperatur, defisit fungsi kongnitif.

Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik


a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen

19
activator). Ini hanya boleh diberikan dengan waktu onset < 3 jam dan hasil
ct-scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya, yaitu:
1. Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2. Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombolisis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3. Konversi hemoragis, masalah ini dapat dilihat di ct scan, 3 faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi
akut, ini tak boleh diberi antikoagulan selama 43-72 jam pertama,
bila ada hipertensi diberikan obat anti hipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.

Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut


a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% diberikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam waktu 1
jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil ct scan tidak memperlihatka
infark yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemik miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respon cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau aniodaron 200 mg drip dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infark dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan
hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut:
1. Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemi miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

20
2. Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit di mana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedipin
sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karenan penurunan
darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih
sulit di turunkan maka harus diberikan nifedipin intravena, 50 mg
/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200mg/ml) dengan kecepatan 3
ml/jam (10mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang
diinginkan. Alternatif lain yang dapat diberikan nitrogliserin drip 10-
20 mg/menit, bila dijumpai tekanan darah yang rendah pada stroke
maka harus di naikkan dengan dopamin atau dobutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unti rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infark yang masif, kesadaran
menurun,gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infark yang luas
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada ct
scan
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam,
sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi:
1. Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2. TIA atau infark karena stenosis arteri karotis
3. Stroke dalam evolusi
4. Diseksi arteri
5. Trombosis sinus dura
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infark yang luas.
Pasien stroke non hemoragik dengan infark miokard baru, fibrilasi
atrium, penyakit katu jantung atau trombus intrakardiak harus
diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.

21
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan
nafas yang adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien menelan
dengan aman dan jaga psaien agar tetap mendapat hidarasi dan
nutrisi. Menelan harus dinilai dan jika terdapat kesulitan cairan harus
diberikan melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat
telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit
serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga
kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan
trombolitik.
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan
darah dan digunakan pada keadaan dimana terdapat
kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang termasuk
golongan ini yaitu heparin dan kumarin
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat
agresi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya
pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada
sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
3. Trombolitika juga disebut fibrinolitika berkhasiat melarutkan
trombus diberikan 3 jam setelah infark otak, jika lebih dari itu
dapat menyebabkan perdarahan otak, obat yang termasuk
golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase.
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan
komplikasi yang muncul sesuai kebutuhan. Sehingga besar pasien stroke
perlu melakukan pengontrolan perkembangan kesehatan di rumah sakit
kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitas sendiri di
rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi.

3.11 Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah

22
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.4
Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%,
meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang diameternya
>3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran maka mortalitasnya 63%. Pada beberapa literatur
menyebutkan, pada pasien dengan ukuran perdarahan kurang dari 1 lobus maka
disebut perdarahan kecil, dan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari 1 lobus.
Pada pasien dengan GCS saat masuk >9, perdarahan kecil dan tekanan nadi < 40
mmHg, maka probabilitas hidupnya 98%. Tapi pada pasien dengan GCS saat
masuk 3 atau koma, perdarahan besar dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya 8%.

3.12Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup
dan mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupun kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
o Mengatur pola makan yang sehat
o Melakukan olah raga yang teratur
o Menghentikan rokok
o Menghindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
o Memelihara berat badan yang layak
o Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
o Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
o Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
o Pemakaian antiplatelet

23
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah
pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor
risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,
dislipidemia, dan sebagainya.1

24
BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan data yang di dapat pada pasien ini, Tn.A 62 tahun disimpulkan
bahwa pasien tersebut menderita Hemiparesis Dextra tipe flaksid + Paresis N XII
tipe sentral ec stroke non hemoragik. Sesuai dengan anamnesis didapat gejala
klinis berupa tidak bisa menggerakkan anggota gerak bagian atas dan bawah
sebelah kanan sejak 4 jam SMRS yang terjadi secara tiba-tiba saat pasien selesai
mandi. Pasien tiba-tiba berbicara pelo. Mual, muntah, pingsan dan sakit kepala
tidak ada. Hal ini sesuai dengan definisi stroke dimana terjadi defisit neurologi
(dalam hal ini motorik) yang terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak dan timbul secara mendadak atau cepat , gejala
dan tanda-tanda sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu.
Pada pasien didapatkan faktor risiko dapat dikontrol, yaitu hipertensi grade
II tidak terkontrol. Pada pasien dapat dipikirkan suatu stroke non hemoragik,
dimana terjadi secara mendadak, tidak didapatkan keluhan nyeri kepala,
penurunan kesadaran dan tidak didapatkan adanya muntah.
Pada pasien dipikirkan stroke non hemoragik yang diakibatkan oleh karena
penyumbatan pembuluh darah yang sudah lama dideritanya. Pada stroke non
hemoragik, Aterosklerosis merupakan kerusakan dinding arteri akibat
depositlemak/plak sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan
yangmenyebabkan berkurangnya fungsi pada jaringan yang disuplai oleh
arteritersebut. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan membentuk bekuan
darah yang disebut trombus. Pada proses ini akan terjadi penurunan aliran darah
lebih lanjut. Pada beberapa kasus thrombus akan membesar dan menutup lumen
arteri atau trombus dapat terlepas dan membentuk emboliyang akan mengikuti
aliran darah dan menyumbat arteri di daerah yang lain. Hal ini dapat
menyebabkan aliran darah ke otak menjadi sempit sehingga aliran darah ke otak
terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien adalah sakit sedang
dengan kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital pasien ini didapatkan
Tekanan darah : 150/100 mmHg

25
Nadi : 88 x/i
Suhu : 37 oC
Respirasi : 24x/i
Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan deviasi lidah ke kanan dan
disartria Pada pemeriksaan motorik, pada lengan dan tungkai kanan tidak dapat
digerakkan, kekuatan 4, eutrofi, refleks fisiologis menurun dan refleks patologis (-
). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kelemahan anggota gerak kanan
dibandingkan kiri (Lateralisasi ke kanan). Pada pemeriksaan sensibilitas dalam
batas normal.
Pada penilaian dengan SSS (Siriraj Stroke Score) didapatkan:
SSS = (2,5xkesadaran) + (2xmuntah) + (2xsakit kepala) + (10%xtekanan
darah diastole) (3xatheroma) 12
SSS = (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x100) - (3x1) 12
= 0+0+0+10-3 12 = -5

SSS <-1 = Stroke non hemoragik

Algoritma Stroke Gadjah Mada


Penurunan kesadaran :-
Nyeri kepala :-
Refleks Babinsky :-
Kesimpulan : 2 tanda negatif menunjukkan stroke iskemik atau
stroke infark

Pemeriksaan penunjang ct scan perlu dilakukan karena merupakan gold


standar pada penderita stroke. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan
untuk mencari faktor risiko adalah :
- Pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui dakah hematokrit meningkat dan
fibrinogen tinggi.
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adakah DM,
hiperkolesterolemia dan berguna juga untuk penatalaksanaannya.
- EKG untuk mengetahui kelainan jantung berupa LVH (left ventricel
hypertrofi), atrial fibrilasi.

26
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini diantaranya adalah:
1. Diberikan O2 kanul 3L/menit untuk membantu perfusi oksigen ke otak,
meminimalkan otak yang telah infark dan menyelamatkan daerah yang
iskemi agar tidak menjadi infark.
2. Infus diberikan larutan Nacl 20 tts/menit, karena pemberian cairan
infus yang hipotonis akan memperberat edema otak, seperti
penggunaan Dekstrose 5%. Pemberian cairan pada pasien ini yang
perlu diperhatikan adalah keseimbangan kebutuhan cairannya, jadi bisa
saja kita menggunakan asering. .
3. Pemberian citicholin sebagai neuroprotektan. Citicholin merupakan
prekursor pembentukan phospatidylcholine yang merupakan
komponen penting dalam pembentukan membran sel. Citicholin
menghambat kerusakan membran dan mengurangi pembentukan
radikal bebas dengan menambah jumlah phospatidylcholine.
Peningkatan jumlah phospatidylcholine ini juga memproteksi neuron
dan menstabilkan dinding sel serta membantu penyembuhan dari
iskemi. Jadi penggunaan citicholine disini sebagai stabilisator
membran sel, yang memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif.
4. Ranitidin sebagai antagonis H2 digunakan untuk mencegah terjadinya
stress ulcer, karena pada pasien ini diberikan beberapa obat yang dapat
merangsang stress ulcer.

Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Untuk


prognosis ad functionam adalah dubia ad malam karena bagian otak yang sudah
mengalami infark akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi otak pada
bagian tersebut. Kemungkinan fungsi motorik yang sudah terganggu akan dapat
kembali normal dalam jangka waktu yang lama atau bahkan dapat juga fungsi
motorik pasien tidak dapat kembali normal, karena pertimbangan faktor risiko
seperti hipertensi pada pasien yang dapat memperluas daerah infark.

27
BAB V
KESIMPULAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular.
Untuk mengetahui jenis stroke , selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan neurologis, digunakan pula skoring yaitu, Allen Score, Siriraj
Hospital Score dan Gajah Mada Score. Pemeriksaan CT scan merupakan gold
standar pada penderita stroke untuk menentukan jenis stroke, iskemik ataukah
perdarahan.
Stroke iskemik disebabkan adanya kejadian yang menyebabkan aliran
darah menjadi menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di
otak, misalnya karena terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah
ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi.
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar di bagi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan sekitar dua per tiga stroke
iskemik disebabkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Walaupun
demikian, untuk membedakan secara klinis patogenesis mana yang terjadi pada
sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah bahkan seringkali tidak dapat dibedakan
sama sekali.
Kemampuan mendiagnosis serta melakukan deteksi dini tanda dan gejala
stroke sangatlah diperlukan. Yang tidak kalah pentingnya adalah penatalaksanaan
stroke untuk mencegah perluasan dari lesi dan komplikasi dari stroke. Prinsip
dasar penatalaksanaan stroke akut adalah upaya memulihkan tekanan perifer otak,
mencegah kematian sel otak, mengoptimalkan metabolisme dan mencegah
terjadinya proses patologis yang mengiringi serangan otak tersebut.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.


Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Hadinoto S, Setiawan, Soetedjo. Stroke Pengelolaan Mutakhir. Semarang:
Universitas Diponegoro, 1992.
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3.
Neurological Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview (diakses april
2017).
5. Sotirios, AT. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York: Thieme Stuttgart, 2000.
6. Misbach, Jusuf. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
7. Silbernagl S, Florian, Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diunduh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html (diakses April
2017).
9. Setyopranoto, Ismail. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing
Medical Education. FK UGM. Yogyakarta; 2011; 247-50.

29

Anda mungkin juga menyukai