Anda di halaman 1dari 41

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. J
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jln. Lintas Timur Rt.03 Kel.Senaung Kec. JALUKO
Muara Jambi
MRS : 25 November 2017

II.2. ANAMNESIS (autoanamnesis)


Keluhan Utama:
Nyeri pada mata kiri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Perjalanan Penyakit:


4 hari sebelum masuk rumah sakit mata kiri pasien terkena pecutan ekor
sapi saat sedang berternak, mata merah, perih, dan berair-air. Keluhan
penderita tidak disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam.
Penderita kemudian mencuci matanya dengan air sumur.
3 hari sebelum masuk rumah sakit mata kiri pasien mulai kabur, mata
merah ada, nyeri ada, pandangan silau dan berair-air ada. Pasien juga
mengeluh nyeri pada kelopak mata dan sukar membuka mata. Nyeri pada
mata kiri dirasakan terus menerus, nyeri tidak bertambah hebat bila pasien
di ruang gelap atau setelah minum banyak. Pasien berobat ke dokter
karena keluhan ini. Pasien diberikan obat tetes mata tetapi pasien tidak
ingat nama obatnya.

2
3

2 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh tampak warna


keputihan pada mata kiri dengan ukuran sebesar bagian hitam tengah bola
mata, penglihatan makin kabur serta mata bertambah nyeri. Pasien
kemudian berobat ke RSUD Mattaher bagian poliklinik mata..

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat memakai kacamata sebelumnya disangkal
Riwayat mata merah sebelumnya disangkal.
Riwayat penglihatan kabur sebelumnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus dalam keluarga disangkal

Status Gizi :
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 171 cm
IMT : 20,51 % (normoweight)

Status Ekonomi:
Cukup

II.3. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
4

Pernafasan : 20 x/menit tipe abdomino-torakal


Suhu : 37oC

Status Oftalmologikus
OD OS

Visus 6/6 1/60


TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan
KBM Ortoforia Ortoforia
GBM

Segmen Anterior
- Alis mata Tenang Tenang
- Kelopak atas Tenang blepharospasme
- Kelopak bawah Tenang blepharospasme
- Bulu mata Tenang Tenang
- Konjungtiva tarsal atas Tenang Hiperemis
- Konjungtiva tarsal bawah Tenang Hiperemis
- Konjungtiva bulbi Tenang Mixed injeksi (+),
- Kornea Jernih Ulkus (+) ukuran 5 mm,
sentral, tepi tidak rata,
berbatas tegas, kedalaman
2/3 stroma, descemetocele
(-), perforasi (-), warna
5

putih kekuningan,
Sensibilitas meningkat,
FT(+) di sekitar ulkus, lesi
satelit (-)

Hipopion (+) <1/3


- Bilik Mata Depan Sedang, jernih

Detail sulit dinilai


- Iris Gambaran baik Detail sulit dinilai
- Pupil Bulat, central, refleks
cahaya (+) Detail sulit dinilai
- Lensa Jernih
Segmen Posterior
- Refleks fundus RFOD (+) Tidak dapat dinilai
- Papil Bulat, batas tegas, Tidak dapat dinilai
warna merah normal,
c/d 0,3 , a:v = 2:3
- Makula Refleks cahaya (+) Tidak dapat dinilai
- Retina Kontur pembuluh darah Tidak dapat dinilai
baik

II.4 DIAGNOSIS KERJA


Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek bakteri
6

II.5 DIAGNOSIS BANDING


Ulkus kornea sentral cum hipopion ocular sinistra et causa suspek jamur
Uveitis anterior
Keratitis

II.6 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :

- Pewarnaan Gram dan KOH dengan bahan pemeriksaan kerokan


kornea
- Kultur resistensi dengan bahan pemeriksaan kerokan kornea
- Irigasi RL - Povidon Iodine 0,5% 2 x 1
- levofloxacin ED 6x1 gtt OS
- Artificial tears ED 6 gtt I OS
- Sulfas Atropin 1% ED2 gtt I OS
- Vitamin C tablet 2x 500 mg
- Pro USG
Nonmedikamentosa :
- Menganjurkan memakai kacamata pelindung
- Hindari paparan sinar matahari secara langsung, udara dan debu
- Menganjurkan untuk menjaga kebersihan mata

II.7 PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
7

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.2

Gambar 3.1. Anatomi Kornea


8

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:10


1) Lapisan epitel
a) Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
b) Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan
barrier.
c) Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
d) Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2) Membran Bowman
a) Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
b) Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3) Jaringan Stroma
a) Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
9

4) Membran Descement
a) Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
b) Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai
tebal 40 m.

5) Endotel
a) Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan
zonula okluden.

Gambar 3.2 Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.10
10

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour


aquous, dan air mata.Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.2

3.2 Definisi Ulkus Kornea


Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.Ulkus kornea merupakan kerusakan pada epitel mata yang
disertai nekrosis stroma yang mendasarinya.Pada kasus-kasus ulkus kornea
terdapat berbagai komplikasi yang berakhir dengan kebutaan. Infeksi pada kornea
biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena, yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau membrane Bowman dan
keratitis profunda atau intertisialis ( disebut juga keratitis parenkimnosa) apabila
sudah mengenai lapisan stroma.Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel
kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke lapisan
stroma kornea, dimana akan meyebabkan terjadinya proliferasi dan menyebabkan
ulkus.2,10

Gambar 3.3 Lapisan Kornea


11

3.3 Epidemiologi

Di Amerika, ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan


dengan insidensi 30.000 kasus per tahun. Sedangkan di California, insidensi
terjadinya ulkus kornea dilaporkan sebesar 27,6/100.000 orang pertahun, dengan
perkiraan sebanyak 75.000 orang yang mengalami ulkus kornea setiap tahunnya.
Faktor predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain trauma, pemakaian lensa
kontak, riwayat operasi kornea, penyakit permukaan okular, pengobatan topikal
lama dan penyakit imunosupresi sistemik.2
Di Indonesia, insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5% dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan
Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di
Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea
pada laki-laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada
perempuan. Prevalensi kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan
pada kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai
prevalensi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja
lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelomopok
Petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan trauma mekanik atau kecelakaan
kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja belum
optimal dilakasanakan di Indonesia.2,5

3.4 Faktor Resiko


Faktor resiko terjadinya ulkus kornea dapat dibedakan atas dua, yaitu :3
1. Faktor Okular
a. Trauma
Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenik
trauma ocular, seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
b. Infeksi pada adneksa
Blepharitis, Meibomitis, Dry Eye.Dacryocystitis.
c. Nutrisi
12

Defisiensi vitamin A
d. Lensa kontak
Kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
e. Compromised cornea
Viral keratitis, bullous keratoplasty, recurrent erosion syndrome,
Neurotrophic keratitis.
2. Faktor Sistemik
Diabetes mellitus, Stevens Johnson Syndrome, Blepharoconjunctivitis,
Infeksi Gonococcal dengan konjungtivitis, Immunocompromised status.

3.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Perubahan
dalam bentuk dan kejernihan kornea mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya, kelainan sekecil apapun di kornea,
dapat menimbulkan gangguan penglihatan.7
Kornea bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka
proses infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam
kemudian. Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat
dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN) yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.13
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi
pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan
palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
13

menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf


kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya
dilatasi pada pembuluh iris.2
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan
parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif.
Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan
daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke
membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.7
Ketika epithelium kornea yang rusak diinvasi oleh agen-agen
pathogen, perubahan-perubahan pada kornea pada perkembangannya
menjadi ulkus kornea dapat dibedakan menjadi 4 tahap yaitu infiltrasi,
ulserasi aktif, regresi, dan sikatrik.Hasil akhir atau terminal dari ulkus
kornea bergantung pada virulensi dari agen pathogen, mekanisme
pertahanan dari host, dan tatalaksana yang diterima. Perkembangan dari
ulkus kornea atau keratitis dapat mengarah pada salah satu arah dibawah
ini:
1. Ulkus dapat terlokalisasi dan sembuh
2. Penetrasi kedalam menyebabkan perforasi kornea
3. Menyebar cepat menyebabkan seluruh kornea terkelupas atau ulkus kornea
terkelupas.
Patologi dari ulkus kornea terlokalisasi:
A. Tahap progresif infiltrasi
Pada tahap ini dikarakteristikan dengan infiltrasi dari PMN dan/atau
limfosit kedalam epithelium dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis
dapat muncul pada jaringan tergantung dari virulensi agen pathogen dan
kekuatan mekanisme pertahanan dari host tersebut.
B. Tahap ulserasi aktif
Ulserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari
epithelium, membrane bowman dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif ini
14

akan membengkak disebabkan oleh lamella yang terimbibis oleh cairan


dan leukosit diantaranya. Pada tahap ini disekitar dan dasar dari ulserasi
akan memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan mengelupas.Pada tahap ini
akan muncul hiperemia dari jaringan sirkumkorneal yang merupakan hasil
dari akumulasi eksudat purulen dari kornea. Kongesti vaskular pada iris,
badan siliaris dan iritis terjadi akibat dari absorpsi toksin dari ulserasi.
Eksudasi dapat masuk kedalam COA melalui pembuluh iris dan badan
siliaris menyebabkan hipopion. Ulserasi dapat berkembang hanya pada
bagian superfisial ataupuan dapat lebih menembus kedalam hingga
menyebabkan formasi descemetocele hingga perforasi kornea.
C. Tahap regresi
Tahap regersi merupakan tahapan yang diinduksi dari mekanisme
pertahanan dan tatalaksana yang didapatkan yang meningkatkan respon
host. Garis demarkasi kemudian terbentuk di sekitar ulkus, yang terdiri
dari leukosit yang menetralkan dan memakanagen patogen dan debris-
debris nekrosis. Akumulasi dari materi nekrosis ini dapat menyebabkan
ulkus yang semakin besar. Proses ini kemudian diikutidengan
vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan
selular. Ulkus pada tahap ini mulai sembuh beregenerasi.
D. Tahap sikatrik
Pada tahap ini terjadi epitelisasi yang progresif yang membentuk lapisan
penutup yang permanen. Dibawah epitel, terdapat jaringan fibrosa terdiri
dari fibroblas kornea dan sel endotel dari pembuluh darah baru. Stroma
kemudian menebal dan memenuhi bagian bawah epitelium, sehingga
mendorong epitel ke arah anterior.Tahap sikatrik dari proses penyembuhan
berbeda-beda. Pada ulkus sangat superfisal dan hanya meliputi epitel,
penyembuhan akan terjadi tanpa meninggalkan opasitas. Sedangkan jika
ulkus mencakup membran Bowman dan lamela stroma superfisial, sikatrik
yang tebentuk akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi
pada proses penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi
stroma kornea.
15

Gambar 3.4 . Tahap dari Ulkus Kornea Lokal4


Patologi dari ulkus kornea perforasi:
Perforasi pada ulkus kornea muncul jika proses ulserasi menembus hingga
membran descement. Membran ini kemudianakan menonjol keluar sebagai
Descemetocele. Pada tahap ini, batuk, buang air besar, dapat membuat terjadinya
perforasi ulkus kornea. Segera setelah terjadinya perforasi, aquous humorakan
keluar, tekanan intra okular menurun dan diafragma iris-lensa akan
bergerakkearah anterior. Jika perforasinya kecil dan berlawanan dengan jaringan
iris, maka iris dapat prolaps.Leukoma merupakan hasil yang sering terjadi pada
ulkus ini.

3.6. Etiologi2,7,10
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
16

P aeruginosa. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa telah


ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah satu penyebab ulkus kornea.7
Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.Infeksi Jamur :
disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65% disebabkan
oleh jamur.
b. Infeksi virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat
juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
c. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri.Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

2. Noninfeksi
a) Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan
terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Trauma kimia asam adalah trauma pada kornea dan
konjungtiva yang disebabkan karena adanya kontak dengan bahan kimia
asam yang dapat menyebabkan kerusakan permukaan epitel bola mata,
kornea dan segmen anterior yang cukup parah serta kerusakan visus
permanen baik unilateral maupun bilateral. Sebagian besar bahan asam
hanya akan mengadakan penetrasi terbatas pada permukaan mata, namun
17

bila penetrasi lebih dalam dapat membahayakan visus. Asam sulfat


merupakan penyebab paling sering dari seluruh trauma kimia asam. Asam
bereaksi dengan air mata yang melapisi kornea dan mengakibatkan
temperatur meningkat (panas) dan terbakarnya epitel kornea. Semua asam
cenderung untuk mengkoagulasi dan mengendapkan protein. Sel-sel
terkoagulasi pada permukaan berfungsi sebagai penghalang relatif pada
penetrasi asam yang lebih parah. Protein jaringan juga memiliki efek
buffer pada asam, yang berkontribusi pada sifat terlokalisir luka bakar
asam.
Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi
penghancuran kolagen kornea. Trauma basa biasanya lebih berat daripada
trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik
dan lipolifik dimana dapat mengijinkan mereka secara cepat untuk
penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai
retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan koagulasi protein
permukaan, dimana merupakan suatu sawar perlindungan agar asam tidak
penetrasi lebih dalam. Bahan ammonium hidroksida dan akustik soda
dapat menyebabkan kerusakan yang berat karena mereka dapat penetrasi
secara cepat, dan dilaporkan bahwa bahan akustik soda dapat menembus
ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik. Kornea, pada organ ini
dapat terjadi edema kornea karena adanya kerusakan dari epitel,
glikosaminoglikan, keratosit, dan endotel, sehingga aquos humor dari bilik
mata anterior dapat masuk kedalam kornea. Selain itu karena adanya
iskemia limbus suplai nutrisi berkurang sehingga menyebabkan tidak
terjadinya reepitelisai kornea dan pada akhirnya dapat timbul sikatrik pada
kornea.
b) Radiasi atau suhu;
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
18

c) Sindrom Sjorgen;
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
d) Defisiensi vitamin A;
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
e) Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal,
immunosupresif);
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
f) Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g) Pajanan (exposur)
Dapat timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup
dibasahi dan dilindung oleh palpebra.
h) Neurotropik
Ulkus yang terjadi akibat gangguan saraf ke V atau ganglion Gaseri. Pada
keadaan ini kornea atau mata menjadi anestetik dan reflek mengedip
hilang. Benda asing pada kornea bertahan tanpa memberikan keluhan
selain daripada itu kuman dapat berkembang biak tanpa ditahan daya tahan
tubuh. Terjadi pengelupasan epitel dan stroma kornea sehingga menjadi
ulkus kornea.
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
a) SLE
19

SLE adalah gangguan autoimun multisistem dengan komplikasi ocular


disegmen anterior dan posterior, termasuk keratitissicca, episkleritis,
ulkuskornea, uveitis, dan vasculitis retina.
b) Rheumathoid arthritis
RA adalah gangguan vaskulitis sistemik yang paling sering melibatkan
permukaan okular. Pasien dengan RA berat sering hadir dengan ulserasi
progresi findolen dari kornea perifer atau pericentral dengan peradangan
minimal yang pada akhirnya dapat mengakibatkan perforasi kornea.

3.7 Klasifikasi Ulkus Kornea


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

3.7.1. Ulkus Kornea Sentral


a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus :
Ulkus kornea sentral yang disebabkan Streptococcus Beta-Hemolyticus
tidak memiliki ciri khas.Stroma kornea di sekitarnya sering menunjukkan infiltrat
dan sembab,dan biasanya terdapat hipopion berukuran sedang.Kerokan
menampakkan kokus gram-positif dalam bentuk rantai.Ulkus bewarna kuning
keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat
menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia.2,6,7
20

Ulkus Stafilokokus :
Banyak di antaranya pada kornea yang telah biasa terkena kortikosteroid
topikal.Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat
pada kornea sekitar.Ulkus ini sering superficial , dan dasar ulkus teraba pada saat
dilakukan kerokan.Kerokan mengandung kokus gram positif satu-satu ,
berpasangan atau dalam bentuk rantai.Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna
putik kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.2

Gambar 3.5UlkusKornea Bakterialis dengan hipopion(kanan) dengan


Keratitis Bakterialis (kiri)

Ulkus Pseudomonas :
Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di
tempat epitel kornea yang retak.Nyeri yang sangat biasanya menyertainya.Lesi ini
cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang
dihasilkan organism ini.Meskipun pada awalnya superficial, ulkus ini dapat
mengenai seluruh kornea.Umumnya terdapat hipopion besar yang cenderung
membesar dengan berkembangnya ulkus.Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna
hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organism dan patognomonik
untuk infeksi P aeruginosa.Dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau
penggunaan lensa kontak lunak terutama yang dipakai agak lama.Kerokan dari
ulkus mengandung batang gram negative halus panjang yang sering tidak
banyak.2,6,7
21

Gambar 3.6 UlkusKornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus :
Spneumonia merupakan penyebab ulkus kornea bakteri di banyak bagian
dunia.Ulkus ini sering terdapat pada pasien dengan sumbatan duktus
nasolakrimalis.Biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang
lecet.Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas warna
kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral
kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi sementara
batas yang ditinggalkan mulai sembuh.( Efek merambat ini menimbulkan istilah
ulkus serpiginosa akut).Lapis superficial kornea adalah yang pertama terlibat ,
kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus biasanya ada
hipopion.Kerokan dari tepian depan ulkus kornea pneumokokus mengandung
diplokokus berbentuk lancet gram positif.Dakriosistitis yang timbul bersamaan
harus diobati pula.2
b. Ulkus Kornea Fungi
Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit
umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi ). Lesi
utama dan lesi satelit merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur di
bawah lesi kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses
kornea.Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organism oportunis seperti Candida,
Aspergillus, dan lain-lain.Kerokan dari ulkus kornea fungi kecuali yang
disebabkan Candida mengandung unsur-unsur hypha. Kerokan dari ulkus
22

Candida umumnya mengandung pseudohyphae atau bentuk ragi yang


menampakkan kuncup-kuncup khas.2

Gambar 2.7 Ulkus Kornea Fungi (kanan)dengan Keratitis Jamur (kiri)

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus KorneaHerpes Zoster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu.Gejala ini
timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma.Infiltrat dapat berbentuk dendrit
yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.Dendrit herpes zoster
berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi
dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai dengan
infeksi sekunder.2
Ulkus Kornea Herpes simplex :
Ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens.Perjalanan klinik dapat
berlangsung lama karena stroma kornea kurang vaskuler , sehingga
menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi.Infeksi okuler
HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri namun pada
hospes yang secara imunologik tidak kompeten , termasuk pasien yang
diobati dengan kortikosteroid topikal , perjalanan penyakitnya mungkin
menahun dan dapat merusak.Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga
hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler
23

akibat virus namun sekarang bukti menunjukkan infeksi virus aktif dapat
timbul di dalam stroma dan juga sel-sel endotel , selain di jaringan lain dalam
segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel.Kortikosteroid topikal dapat
mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang
terjadinya replikasi virus.Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal
, harus ditambahkan obat anti-viral.Kebanyakan infeksi HSV pada kornea
disebabkan HSV tipe 1 ( penyebab herpes labialis ) namun beberapa kasus
pada bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2 ( penyebab herpes
genitalis ).Lesi kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan.2
Ulkus dendritik terjadi pada epitel kornea memiliki percabangan linear
khas dengan tepian kabur , memiliki bulbus-bulbus terminalis pada
ujungnya.Pemulasan floresein memudahkan melihat dendrit.Ulserasi
geografik sebentuk penyakit menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih
lebar.Tepian ulkus tidak kabur.Sensasi kornea menurun.2

Gambar 3.8 UlkusKornea Dendritik

Gambar 3.9 Ulkus Kornea Herpetik (kanan) dengan Keratitis Herpes (kiri)
24

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat di dalam air
tercemar yang mengandung bakteri.Komplikasi pada pengguna lensa kontak
lunak khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.Infeksi ini juga pada
yang terpapar pada air yang tercemar.Gejala awal adalah rasa sakit yang tidak
sebanding dengan temuan kilniknya yaitu kemerahan dan fotofobia.Tanda klinik
khas adalah ulkus kornea indolen , cincin stroma dan infiltrate
perineural.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan.Biopsi
kornea mungkin diperlukan.Sediaan histopatologik menampakkan adanya kista
atau trofozoit.2,6,7

Gambar 3.10 Ulkus Kornea Acanthamoeba (kanan dan tengah) dengan


Keratitis Acanthamoeba (kiri)

3.7.2. Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit.Ulkus
ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok.Namun ulkus ini bukan proses infeksi dan
kerokan tidak mengandung bakteri penyebab.Ulkus timbul akibat sensitisasi
terhadap produk bakteri di mana antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan
antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea.Infiltrat mulai berupa infiltrat
linear atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada
akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi.Proses ini sembuh sendiri
25

umumnya setelah 7 sampai 10 hari namun yang menyertai blefarokonjungtivitis


stafilokok umumnya kambuh.2,3

Gambar 3.11 Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Penyebab ulkus Mooren belum diketahui namun diduga autoimun.Paling
sering terdapat pada usia tua namun tidak berhubungan dengan penyakit sistemik
yang sering diderita orang tua.Ulkus ini tidak responsif terhadap antibiotik atau
kortikosteroid.2,3

Gambar 3.12 Mooren's Ulcer (A : Gambaran awal ulkus Mooren, B :


Gambaran lanjut Ulkus Mooren, C: Ulkus Mooren dengan penyebaran lesi
ke tengah)
26

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus.Di kornea terdapat ulkus
yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal
atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Perjalanan
penyakitnya menahun.2,8

Gambar 3.13 Ulcer Ring

3.8 Manifestasi Klinis


Gejala ulkus kornea yang didapat dari anamnesa pada umumnya adalah
penurunan ketajaman penglihatan, fotofobia, sensasi adanya benda asing pada
mata, rasa sakit, mata merah, mata bengkak, dan discharge. Penurunan tajam
penglihatan disebabkan terganggunya fungsi pembiasan cahaya oleh kornea
terutama jika lesi terletak ditengah. Fotofobia terjadi akibat kontraksi iris yang
meradang.Pada sebagian besar penyakit kornea terdapat fotofobia yang berat,
fotofobia ringan hanya terdapat pada keratitis herpes karena hipestesi yang
terjadi.Fotofobia merupakan salah satu tanda diagnostic penyakit kornea.Rasa
sakit dikarenakan kornea memiliki banyak serabut nyeri.Rasa sakit ini diperhebat
oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Discharge biasanya tidak disertai kotoran mata, kecuali pada
ulkus bakteri purulen.Perlu juga ditanyakan adanya riwayat penggunaan lensa
kontak, trauma, operasi atau luka pada mata dan adanya penyakit sistemik atau
penyakit mata serta penggunaan obat-obat topikal pada mata seperti
kortikosteroid. Tingkat keparahan gejala tergantung pada jenis organism
penyebab, kondisi pasien, dan durasi gejala.2,4,5,8
27

Pada pemeriksaan fisik, penurunan tajam penglihatan bergantung pada


lokasi ulkus kornea.Terdapat inflamasi pada palpebra dan konjungtiva.Reaksi
konjungtiva biasanya tidak spesifik. Discharge purulen tampak pada sakus
konjungtiva dan diatas permukaan ulkus. Secara khas terdapat pericorneal
vascular injection.Infiltrasi stroma menghasilkan kekeruhan berwarna putih pada
kornea.Spasme muskulus siliaris dan inflamasi pada iris menyebabkan miosis
pupil. Ulkus seringkali berbentuk bulat atau oval dengan batas yang jelas, dasar
ulkus kasar, dan berwarna kelabu.1,2,4,5
Pada ulkus aktif dengan pemeriksaan Slitlamp akan tampak sejumlah sel
atau flare dan debris pada lapisan prekorneal, menghilangnya epitel kornea di
daerah ulkus, edema stoma, lipatan descement, descemetokel dan perforasi. Juga
ditemukan dilatasi pembuluh iris yang merupakan fenomena reflex yang
disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Gangguan vaskularisasi iris
menimbulkan reaksi jaringan uvea berupa hipopion, hifema, dan sinekia
posterior.1,2,4,5
Dengan pemeriksaan Slitlamp dapat ditentukan derajat keparahan ulkus
kornea seperti tampak pada table. Pembagian derajat ini dapat digunakan sebagai
acuan untuk menentukan terapi.5

Tabel 3.1 Derajat Ulkus Kornea


Karakteristik Ringan Sedang Berat
Ukuran Ulkus (mm) <2 2-5 >5
Kedalaman Ulkus (%) < 20 20-50 > 50
Infiltrat Dense, Dense, meluas ke Dense, meluas lebih
superfisial, mid stroma dalam dari mid
terbatas pada stroma hingga
dasar ulkus mencapai sclera
Sklera Tidak terlibat Tidak terlibat Mungkin terlibat
28

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :5


Gejala Subjektif
- Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
- Sekret mukopurulen
- Merasa ada benda asing di mata
- Pandangan kabur
- Mata berair
- Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
- Silau
- Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
- Injeksi siliar
- Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
- Hipopion

3.9 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh.Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.2,6,10,11
29

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi


siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :2,6,10,12
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 3.12.UlkusKornea dengan Fluoresensi


Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Pewarnaan Gram Ulkus Kornea Fungi


30

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


herpes simpleks herpes zoster

Pewarnaan gram ulkus kornea Pewarnaan gram ulkus kornea


bakteri akantamoeba

3.10 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pada ulkus
dan infiltrat pengobatan awal jika dianggap suatu akibat dari infeksi bakteri jika
tidak ada indeks yang tinggi terhadap kecurigaan akan penyebab dari infeksi lain,
maka pengobatan awal yang diberikan adalah dengan antibiotik broad spektrum
Penatalaksanaan berdasarkan agen penyebabnya:11
1. Bakteri
a) Cycloplegic tetes untuk membuat rasa nyaman pada keluhan matanya dan
mencegah terjadinya sinekia ( contohnya :Scopol-Amine 0,25% 3 kali
sehari). Gunakan Atropine 1% bila ditemukan hipopion
b) Antibiotik topikal diberikan sesuai dengan algoritma ;
- Risiko rendah untuk mengalami kehilangan penglihatan
Pada pasien yang tidak menggunakan lensa kontak : dapat
diberikan antibiotik topikal yang broad spectrum golongan
fluoroquinolone (seperti moxifloxacin, gatifloxaxin,
besifloxacin, levofloxaxin) tetes tiap 1-2 jam
Pada pasien yang menggunakan lensa kontak dapat diberikan
antibiotik topikal yang broad spectrum golongan
fluoroquinolone (seperti moxifloxacin, gatifloxaxin,
31

besifloxacin, levofloxaxin) tetes tiap 1-2 jam ; dapat


ditambahkan tobramycin atau cifrofloxacin salap 4 kali sehari
- Risiko sedang untuk mengalami kehilangan penglihatan
Ukuran medium (1-0,5 mm) dari diameter infiltrat peripheral, atau ada
infiltrat yang lebih kecil yang terhubung dengan defek epitel, reaksi
sedang dari bilik depan, sekret yang sedang. Golongan fluoroquinolone
(seperti moxifloxacin, gatifloxaxin, besifloxacin, levofloxaxin) tiap 1
jam. Mulai dengan dosis tiap 5 menit selama 5 dosis dan kemudian tiap
30 menit sampai tengah malam tiap 1 jam.Moxifloxacin lebih baik pada
infeksi oleh gram positif.Gatifloxacin dan cifrofloxacin lebih baik
digunakan pada infeksi pseudomonas dan serratia.
- Risiko yang mengancam penglihatan
Fortified Antibiotik digunakan pada keadaan ukuran ulkus lebih 1-2
mm, pada visual axis, atau pada keadaan yang tidak responsif dengan
pengobatan awal. Fortified tobramycin atau Gentamicin (15mg/ml)
tiap 1 jam, atau fortified cefazolin,(50mg/ml) atau vancomycin
(25mg/ml) tiap 1 jam. Vancomycin tetes digunakan pada pasien yang
mempunyai risiko resisten terhadap antibiotic dan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi awal.
c) Kortikosteroid topikal ditambahkan setelah diketahui bahwa penyebabnya
adalah bakteri. Infeksi keratitis mungkin akan menjadi lebih buruk dengan
pemberian topikal steroid khususnya ketika penyebabnya adalah infeksi
oleh jamur, mikobakteria yang atipikal, atau pseudomonas
d) Antimetalloproteinase (seperti doksisiklin 100mg per oral 2 kali sehari
mungkin dapat membantu untuk mengurangi kerusakan pada jaringan
penghubung dan mencegah terjadinya perforasi pada kornea
e) Tidak menggunakan lensa kontak
f) Obat pereda nyeri oral bila dibutuhkan
g) Oral fluoroquinolon ( ciprofloxacin 500mg per oral 2 kali sehari;
moxifloxacin 400mg per oral 1 kali sehari mempunyai penetrasi yang baik
pada kornea.
32

h) Antibiotik sistemik juga diperlukan pada infeksi karena Neisseria dan


Haemophilus (seperti Ceftriaxon 1gr iv jika hanya kornea yang terlibat,
atau im 2 kali sehari jika konjungtiva juga terlibat.
2. Fungal (Jamur)
Infiltrat dan ulkus pada kornea yang belum diketahui penyebabnya apakah
bakteri atau tidak sebaiknya dipastikan terlebih dahulu karena akanada
kemungkinan bahwa disebabkan oleh jamur maka sebaiknya dilakukan kultur
untuk memastikannya.
- Rawat inap mungkin dibutuhkan hanya jika pasien setuju untuk
dirawat, Jelaskan bahwa mungkin akan membutuhkan waktu seminggu
lamanya untuk mencapai pemulihan.
- Natamycin tetes 5% (khususnya untuk filamentous fungi), dosis awal
tiap 1-2 jam sekali, kemudian dihentikan bertahap selama 4-6 minggu.
Sebagai alternatif lain dapat digunakan voriconazole 1% tiap 1 jam
sekali
- Cycloplegic (seperti scopolamine 0,25% 3 kali sehari. Gunakan
atropine 1% bila ditemukann hipopion
- Topikal steroid tidak digunakan. Bila pasien pada saat itu lagi
mengkonsumsi steroid, harus di turunkan dengan cepat dan bertahap
- Pertimbangkan untuk menambahkan agen atifungal oral (seperti
fluconazole 200-400mg per oral loading dose, kemudian 100-200mg
per hari, atau voriconazole 200 mg per oral 2 kali sehari. Fluconazole
dan voriconazole juga sering digunakan pada ulkus kornea yang dalam
atau curiga endoftalmitis jamur.
- Pertimbangkan debridement pada epitel untuk memudahkan penetrasi
darin obat antifungal yang diberikan. Topikal antifungal mempunyai
penetrasi yang kurang baik terhadap kornea, khususnya pada epitel
yang intak
33

3. Acanthamoeba
- Tetes Polyxexamethylene Biguanide 0,02% tiap 1 jam (PHMB).
Chlorehexidine 0,02% dapat digunakan sebagai alternative untuk
(PHMB)
- Tetes Propamidine ishetionate 0,1% tiap 1 jam. Salap
Dibromopropamidine isethionate 0,15% bila perlu
- Pertimbangka polymxin B/neomycin/tetes gramicidin tiap 1 jam
- Intraconazole 400mg per oral sebagai loading dose, kemudian 100-200
mg per oral 1 kali sehari, ketokonazole 200mg per oral 1 kali sehari,
atau voriconazole 200mg per oral 1-2 kali sehari.
- Hentikan penggunaan lensa kontak pada kedua mata
- Cycoplegic (seperti scopolamine 0,25% 3 kali sehari)
- Agen Anti inflamasi nonsteroid oral (seperti naproxen 250-500mg per
oral 2 kali sehari .
4. Virus
Herpes Simpleks Virus
Mengenai kelopak mata/kulit :
- Salap acyclovir topikal, 5 kali sehari atau juga dapat dengan
mengggunakan salap erytromicin atau bacitracin 2 kali sehari. Jel
ganciclovir 0,15% (yang tersedia sekarang di USA) diberikan 5 kali
sehari
- Kompres hangat atau dingin pada lesi 3 kali sehari bila diperlukan
- Melibatkan tepi kelopak mata : tambahkan ganciclovir 0,15% optalmik
jel atau trifluridine 1% tetes 5 kali sehari pada mata. Salap vidarabine
3% 5 kali sehari untuk anak-anak, ini tersedia di Kanada, Eropa, dan
USA. Pengobatan ini dilanjutkan selama 7-14 hari sampai gejala
menghilang.
Mengenai lapisan epitel kornea :
- Ganciclovir 0,15% jel 5 kali sehari, trifluridine 1% tetes 9 kali sehari,
atau salap vidarabine 3% 5 kali sehari. Agen antiviral oral (seperti
acyclovir 400 mg per oral 5 kali sehari selama 7-10 hari mungkin
34

digunakan untuk menghindari ketoksikan dari antiviral topical tetes


atau ketika tetes tidak dapat diberikan karena masalah komplikasi,
khusunya pada anak-anak
- Pertimbangkan pemberian agen cycloplegic (seperti scopolamine
0,25% 2 kali sehari) jika terjadi reaksi pada bilik depan mata atau
munculnya fotophobia
- Pertimbangkan untuk dilakukan debridement pada infeksi epitel
sebagai tambahan bagi agen antiviral
- Pada defek epitel yang tidak sembuh setelah 1-2 minggu, gagal
sembuh, keracunan antivirus topikal, ulkus neurotropik atau keratitis
acanthamoeba harus dicurigai. Pada keadaan ini hentikan penggunaan
agen antiviral topikal dan jangan teruskan penggunaan air mata buatan
ataupun penggunaan salap antibiotik (seperti erytromicin)
Mengenai lapisan stroma epitel kornea :
- Pertimbangkan pengobatan dengan cycloplegik (seperti scopolamine
0,25% 2 kali sehari
- Steroid topikal (seperti prednisolone asetat 1% 1 kali sehari)
- Antiviral profilaksis : Ganciclovir 0,15%jel 3-5 kali sehari, trifluridine
1% 3 kali sehari, sebagai pengobatan tambahannya mungkin dapat
diberikan antibiotic (seperti erytromicin salap) penekan akuos untuk
meningkatkan IOP.
Herpes Zoster Virus
Mengenai kulit
1. Pada orang dewasa berikan agen antiviral( acyclovir 800 mg per
oral 5 kali perhari; famcyclovir 500 mg per oral 3 kali sehari; atau
valacyclovir 1000mg per oral 3 kali sehari) selama 7-10 hari,
berikan bacitracin atau erytromicin salap pada lesi kulit 2 kali
sehari, dan kompres hangat 3 kali sehari pada kulit periokular
2. Orang dewasa dengan munculnya rash pada kulit dengan durasi
lebih dari 1 minggu atau tanpa lesi kulit yang aktif berikan
35

bacitracin atau erytromicin salap pada lesi kulit 2 kali sehari dan
kompres hangat 3 kali sehari pada kulit periokular
3. Pada anak-anak: diskusikan dengan dokter spesialis anak dan
pertimbangkan dosis acyclovir yang digunakan (jika usia >12
tahun berikan 30 mg/kg/hari dibagi 3 dosis), (jika usia < 12 tahun
berikan 60mg/kg/hari dibagi 3 dosis) selama 7 hari
Mengenai Okular
1. Melibatkan konjungtiva: kompres dengan air dingin dan
erytromicin salap 2 kali sehari
2. SPK: lubrikan yang bebas dari pengawet airmata buatan tiap 1-2
jam dan salap 1 kali sehari
3. Pada uveitis (dengan atau tanpa imunne stromal keratitis): berikan
steroid topikal (seperti prednisolone asetat 1%) 1 kali sehari dam
cycloplegic (seperti scopolamine 0,25% 2 kali sehari)
4. Neurotropik keratitis: Terapi defek epitel yang sedang dengan
menggunakan erytromicin dsalap 4-8 kali sehari
5. Meningkatkan IOP: jika respon terhadap steroid atau inflamasi
sekunder. Jika muncul gejala uveitis, tingkatkan frekuensi
pemberian steroid selam beberapa hari dan gunakan penekan akuos
topikal (seperti timolol 0,5% 2 kali sehari, brimonidine 0,2% 3 kali
sehari, atau dorzolamide 2% 3 kali sehari)
Varicela Zoster Virus
1. Jika mengenai konjungtiva dan atau lesi pada lapisan epitel kornea.
Kompres dingin dan berikan erytromicin salap 3 kali sehari pada
mata dan lesi periorbital
2. Keratitis stromal dengan uveitis: gunakan steroid topical (seperti
prednisolone asetat 1% sekali sehari), cycloplegic (seperti
scopolamine 0,25% 2 kali sehari) dan erytromicin salap tiap 1 jam
36

Penatalaksanaan Bedah:
i. Kauterisasi.
- Dengan zat kimia: Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat.
- Dengan panas (heat cauterisasion): memakai elektrokauter atau
thermophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.

ii. Pengerokan epitel yang sakit.


Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama
dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka
cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
- Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan
berikan sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera
berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya
disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan:
1. Iridektomi dari iris yang prolaps
2. Iris reposisi
3. Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
4. Beri sulfas atropin, antibiotik dan balut yang kuat.
- Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama,
kita obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai
akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens.Antibiotik diberikan juga
secara sistemik.2,9
37

iii. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti:
1) Dengan pengobatan tidak sembuh;
2) Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
3) Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perfo-rasi.
Ada dua jenis keratoplasti yaitu: 7,9
1. Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuh-nya. Karena sel
endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah donor
meninggal dan segera dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan <48
jam. Tudung korneo sklera yang disimpan dalam media nutrien boleh
dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan dalam
media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.Telah dilakukan
penelitian ten-tang pendonoran jaringan kornea manusia dari sisik ikan
(Biocornea). Penelitian dilaku-kan pada kelinci dan menunjukkan hasil
bahwa. Biocornea sebagai pengganti yang baik memiliki biokompa-
tibilitas tinggi dan fungsi pendukungan setelah evaluasi jangka panjang.
2. Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea. Untuk
keratoplasti lamelar, kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan
dalam lemari es selama beberapa minggu.
Selama dekade terakhir, tatalaksana bedah untuk penyakit endotel
telah berkembang dengan cepat ke arah keratoplasti endotel, atau
transplantasi jaringan selektif. Keratoplasti endotel menawar-kan
keuntungan yang berbeda dalam hal hasil visual dan sayatan lebih
kecil.Sebuah penelitian terkini menyatakan bahwa pemberian terapi
tambahan berupa fototerapi laser argon sangat berguna dalam pengobatan
ulkus kornea.
38

3.11Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera
berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata.Sering kali
luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan
mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.6,10,12
a) Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
b) Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
c) Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
d) Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
e) Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau dengan kain yang bersih

3.12. Indikasi Ulkus Kornea Dirawat Inap


Pasien-pasien dengan ulkus kornea harus diberlakukan rawat inap apabila
:9,11
1. Infeksi yang mengancam penglihatan
2. Curiga akibat penyalahgunaan obat anastesi topikal
3. Tinggi kemungkinan gagal dengan menggunakan obat tetes sehingga
perlu di follow up setiap hari
4. Membutuhkan antibiotik intravena (pada perforasi kornea, sclera
extension oleh karena infeksi konjungtivitis gonococcal yang sudah
melibatkan kornea
5. Ulkus Sentral
6. Luas ulkus > 5mm
7. Ulkus dengan ancaman perforasi (descemetocele seperti mata ikan)
8. Ulkus dengan hipopion
39

3.13 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:2,5
a) Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu yang sangat singkat
b) Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoftalmitis dan
panoftalmitis
c) Prolaps iris
d) Sikatriks kornea
e) Katarak
f) Glaukoma sekunder

3.12. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul.6 Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lebih lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapatkan pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.Penyembuhan
yang lama juga mungkin dipengaruhi oleh kepatuhan penggunaan obat. Dalam hal
ini, apabila tidak ada kepatuhan penggunaan obat yang terjadi pada penggunaan
antibiotik maka akan menimbulkan resistensi.2,10
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode ; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh dari konjungtiva. Ulkus superfisialis yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblast dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.2,10
40

BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berumur 55 tahun, bekerja sebagai petani dengan tempat


tinggal di luar kota. Datang ke RSUD Mattaher dengan keluhan utama nyeri pada
mata kiri sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penderita juga mengeluhkan mata penderita nyeri, silau, serta merah dan
berair-air. Penderita juga mengeluh nyeri pada kelopak mata dan sukar membuka
mata. Nyeri pada mata kiri dirasakan terus menerus, nyeri tidak bertambah hebat
bila penderita di ruang gelap atau setelah minum banyak. Keluhan ini tidak
disertai adanya sakit kepala, muntah, ataupun demam. Penderita mengeluh tampak
warna keputihan pada mata kiri dengan ukuran sebesar bagian hitam tengah bola
mata, penglihatan makin kabur serta mata bertambah nyeri.
Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu adanya penurunan
penglihatan disertai dengan nyeri dan mata merah, maka dapat dipikirkan
kemungkinan adanya ulkus kornea, keratitis, glaukoma akut, uveitis anterior,
endofthalmitis, dan panofthalmitis.
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, terdapat riwayat trauma pada
mata dan mata penderita yang mengalami trauma tersebut menjadi kabur, merah,
nyeri, berair-air. Penderita juga mengeluh adanya bintik putih pada mata yang
timbul setelah trauma dua hari kemudian. Diagnosis yang sangat memungkinkan
pada kasus ini adalah ulkus kornea dan keratitis.
Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada
penderita ini tidak ada riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba dan nyeri
kepala hebat yang menyertainya, ataupun keluhan adanya penglihatan pelangi
atau halo ketika melihat lampu.
Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini
juga dapat disingkirkan karena pada penderita ini ditemukan adanya infiltrat dan
gambaran tukak di kornea yang menunjukkan bahwa ini adalah bukan suatu murni
uveitis anterior. Kelainan pada kornea seperti ini menunjukkan adanya suatu
inflamasi dan infeksi pada kornea. Kemungkinan uveitis anterior sebagai
41

komplikasi diagnosis utama dapat dipertimbangkan karena infeksi pada kornea


dapat menyebar ke uvea anterior. Adanya hipopion pada mata kiri penderita ini
menunjukkan terjadi peradangan pada uvea anterior yaitu badan silier dan iris.
Kemungkinan terjadinya endofthalmitis dapat dipertimbangkan karena
terdapat faktor penyebab yaitu tukak pada kornea, akan tetapi menjadikan
endofthalmitis sebagai diagnosis utama pasti tidak dapat dilakukan karena segmen
posterior tidak dapat dinilai. Selain itu, biasanya endofthalmitis ditandai dengan
demam.
Kemungkinan diagnosis panofthalmitis juga dapat disingkirkan karena
pada penderita ini tidak ditemukan gejala-gejala panothalmitis seperti nyeri pada
pergerakan bola mata, bola mata yang menonjol (eksoftalmos), dan penderita
yang kelihatan sakit, menggigil, demam, ataupun sakit kepala berat. Selain itu,
diagnosis pasti panofthalmitis tidak dapat ditegakkan karena segmen posterior
tidak dapat dinilai.
Diagnosis yang sangat memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea.
Diagnosis keratitis dapat disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya
terdapat infiltrasi sel radang pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan pada
kornea akan tetapi terdapat juga gambaran tukak pada kornea.
Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena ditemukan adanya
penurunan visus disertai dengan mata yang merah, silau, berair, dan adanya secret.
Adanya riwayat trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan suatu
ulkus. Pada pemeriksaan oftalmologis, ditemukan adanya mix injeksi serta ulkus
ukuran diameter 5 mm.
Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak
ulkus yang sentral mengandung sekret kental dengan dasar yang keruh,
memberikan kemungkinan penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau
jamur. Karena itu dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea
dengan cara scrapping dan dengan KOH 10%.
42

Pemberian antibakteri spektrum luas juga dilakukan karena mungkin saja


infeksi disebabkan oleh bakteri. Pengobatan dengan antibiotik atau antifungi
selanjutnya sesuai dengan hasil kultur.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah irigasi dengan RL dan Povidon
Iodine 0,5% dengan tujuan untuk membersihkan mata dari sekret dan kotoran
mata dan benda asing. Obat lain yang diberikan adalah levofloxacin sebagai
antibakteri. Sulfas Atropin 1% dimaksudkan untuk menekan peradangan dan
untuk melepaskan dan mencegah terjadinya sinekia anterior, karena sulfas atropin
memiliki efek sikloplegik yang menyebabkan pupil midriasis, sehingga mencegah
perlengkatan iris pada kornea. Artificial tears diberikan sebagai air mata buatan
agar terjadi penyerapan obat tetes mata dengan baik. Vitamin C diberikan untuk
reepitelisasi kornea. USG dilakukan untuk mengetahui keadaan corpus vitreus
karena funduskopi tidak dapat dilakukan akibat kekeruhan pada kornea.
Kekeruhan korpus vitreus berupa abses menunjukkan telah terjadi endothalmitis
atau panofthalmitis. Keratoplasti dilakukan setelah kornea steril dan tanda-tanda
inflamasi menghilang.
Prognosis penderita ini, quo ad vitam bonam, karena tanda-tanda vitalnya
masih dalam batas normal, sedangkan quo ad functionam dubia ad malam karena
walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh,
namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan
tajam penglihatan.

Anda mungkin juga menyukai