Anda di halaman 1dari 41

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Francisca Anggun
No. ID dan Nama Wahana : RSUD KEBUMEN
Topik : Kasus Ilmu Penyakit Saraf
Tanggal (kasus) : 11 Agustus 2016 Presenter : dr. Francisca Anggun
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 320069
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Andika Dwi Cahya
Tempat Presentasi : RSUD KEBUMEN
Obyektif Presentasi : Laki laki usia 55 tahun dengan penurunan kesadaran
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil


Deskripsi : Laki-laki, usia 58 tahun dengan keluhan tidak dapat berkomunikasi
Tujuan : menegakkan diagnosis dan menetapkan manajemen stroke iskemik
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
: diskusi
Data pasien : Nama : Tn. S No CM :
320069

Nama klinik : RSUD KEBUMEN Telp : Terdaftar


sejak : 11
Agustus 2016
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang ke IGD RSUD KEBUMEN dengan keluhan tidak dapat diajak
berkomunikasi sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelummya, pasien mengatakan
kepalanya terasa pusing berdenyut. Kepala terasa pusing berdenyut sudah dirasakan pasien
sejak beberapa hari sebelum masuk rumah sakit. Mual dan muntah disangkal. Selain itu
pasien juga mengeluhkan anggota gerak tubuh sebelah kanan terasa lemas. Rasa kesemutan
pada anggota tubuh disangkal. Bicara pelo sebelumnya disangkal. Pasien saat ini tidak dapat
buang air kecil selama 3 hari, dan pasien tidak dapat buang air besar selama 10 hari.
Demam disangkal, riwayat kejang sebelumnya disangkal.

Pasien memiliki riwayat hipertensi dan tidak pernah berobat ke dokter. Pasien hanya
berobat alternatif. Pasien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya sekitar 8 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Saat itu pasien dirawat di RS karena serangan stroke. Saat itu pasien
juga merasa lemah anggota gerak tubuh sebelah kanan, tidak kesemutan, dan terdapat bicara
pelo. Namun pasien masih dapat berkomunikasi dengan baik. Riwayat sakit gula disangkal,

1
riwayat trauma kepala disangkal.
2. Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan hipertensi (-), pengobatan jantung (-), pengobatan paru (-), kontrol
untuk penyakit stroke (-)
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Riwayat penyakit serupa (-), DM (-), HT (+)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat penyakit serupa (-), DM (+), HT (+)
5. Riwayat pekerjaan :

6. Lain-lain
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : Apatis, GCS = E4M5V4 (13)
Vital signs
TD : 200/120 mmHg
N : 118x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
R : 20x/mnt

S : 36,2 C (aksiller)
Kepala : Normosefali, deformitas (-), rambut beruban, distribusi rata, tidak mudah
dicabut.
Leher: KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2 cmH2O,
deviasi trakea (-).
Dada:
Paru
- Inspeksi : Gerakan dada simetris kanan dan kiri, retraksi (-).

- Palpasi : Gerak napas simetris, vocal fremitus sama kuat di kedua


hemitoraks

- Perkusi : Sonor pada kedua hemitoraks

- Auskultasi : Suara napas vesikuler, perbandingan inspirasi:ekspirasi 3:1,


ronki -/-, wheezing -/-

Jantung

- Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm medial linea


midklavikularis sinistra, thrill (-)

- Perkusi : Batas paru dan jantung kanan di ICS III-V linea sternalis
dekstra dengan suara redup, batas paru dan jantung kiri di ICS
V 1 cm medial linea midklavikularis sinistra dengan suara
redup, batas atas jantung setinggi ICS III linea parasternalis

2
sinistra dengan suara redup

- Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, reguler, splitting (-), S3 (-), S4


(-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, pernapasan tipe abdominotorakal, smiling
umbilicus (-), asites (-),

Palpasi : Supel pada seluruh kuadran abdomen, nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba membesar,
ballotement (-)

Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) 3 kali/menit.

Ekstremitas
Superior

Kanan Kiri

Tonus : normotonus normotonus

Massa : eutrofi eutrofi

Kekuatan : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Oedem : tidak ada tidak ada

Refleks fisiologis : + +

Refleks patologis : - -

Lain-lain : Akral hangat +/+ , edema -/-, deformitas -/-, jejas -/-.
Palmar eritema (-), ptechie (-), clubbing finger (-), kontraktur (-)

Inferior

Kanan Kiri

Tonus : normotonus normotonus

Massa : eutrofi eutrofi

Kekuatan : tidak dapat dinilai tidak dapat dinilai

Oedem : tidak ada tidak ada

Refleks fisiologis : + +
3
Refleks patologis : - -

Lain-lain : Akral hangat +/+ , edema -/-, deformitas -/-, jejas -/-.
Palmar eritema (-), ptechie (-), clubbing finger (-), kontraktur (-)

Kesan : terdapat lateralisasi ke kanan.

Tanda Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : negatif


Laseque : >70 / >70
Kernig : >135 / >135
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 17,5 g/dL 13,2 17,3 mg/dL

Leukosit 9,5 x 103/uL 3,8 10,6 x 103/uL

Hematokrit 48% 40 52%

Eritrosit 5,6 x 106/uL 4,40 5,90 x 106/uL

Trombosit 350 x 103/uL 150 450 x 103/uL

MCH 31 pg 26 34 pg

MCHC 37 g/dL 32 36 g/dL

MCV 85 fL 80 100 fL

Kimia Klinik

Gula darah sewaktu 121 mg/dL 70 120 mg/dL

Ureum 52 mg/dL 10 50 mg/dL

Kreatinin 1,19 mg/dL 0,6 1,10 mg/dL

Sero Imunologi

HbsAg Negatif Negatif

4
EKG

Kesan : Normal sinus rythm

Rontgen Thorax

Kesan :
- Pulmo dalam batas normal
- Cardiomegali

CT Scan Kepala

5
Kesan :
- Lacunar infark di Pons apeks sinistra
- Infark di lobus parieto-occipitalis dextra dan corona radiate apeks anterior bilateral.

TERAPI (13.00)
IGD :

- O2 3lpm

- IVFD Asering 20 tpm

- inj. Citicolin 2A

- Pasang DC

BANGSAL:

- O2 3lpm

- IVFD Asering 500cc/24 jam

- Nicardipin 0,05/kgBB/menit

- Inj citicolin 500 mg/12 jam,

- Irbesartan 1 x 300 mg (pagi)

- Inj ranitidine 2x1A

6
Daftar Pustaka:
1. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts: Blackwell
Publishing; 2005. P. 25.

2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8th edition. New York:
McGraw-Hill; 2012. P. 2276.

3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3 rd
edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251

4. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P. 89

Hasil pembelajaran :
1. Diagnosis stroke iskemik
2. Membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik
3. Terapi pasien dengan penurunan kesadaran karena stroke
4. Edukasi pada keluarga pasien untuk membawa pasien rutin kontrol berobat untuk darah
tinggi sebagai faktor resiko terjadinya stroke.
SUBJEKTIF :
Pasien datang ke IGD RSUD KEBUMEN dengan keluhan penurunan kesadaran sejak
10 hari SMRS. Tidak dapat diajak berkomunikasi. Lemah anggota tubuh sebelah kanan,
kepala terasa pusing sebelumnya. Kesemutan (-), bicara pelo (-). Riwayat hipertensi tidak
terkontrol (+)

7
OBJEKTIF:
Kesadaran : Apatis, GCS = E4M5V3 (12)
Tanda Vital:
TD : 200/120 mmHg
N : 118x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
R : 20x/mnt

S : 36,2 C (aksiller)

- Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan pupil isokor dan lateralisasi tubuh ke
kanan. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Tidak didapatkan tanda rangsang
meningeal. Refleks fisiologis positif di keempat ektremitas. Refleks patologis tidak
didapatkan pada keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium masih
dalam batas normal dan tidak didapatkan kelainan yang berarti. Pada pemeriksaan CT
Scan kepala didapatkan lacunar infark di Pons apeks sinistra dan infark di lobus parieto-
occipitalis dextra dan corona radiate apeks anterior bilateral.

ASSESSMENT :
Penurunan kesadaran dan hemiparesis dextra et causa stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
PLAN:
- Terapi
IGD :

- O2 3lpm

- IVFD Asering 20 tpm

- inj. Citicolin 2A

- Pasang DC

BANGSAL:

- Rawat ruang ICU

- O2 3lpm

- IVFD Asering 500cc/24 jam

- Nicardipin 0,05/kgBB/menit

- Inj citicolin 500 mg/12 jam,

8
- Irbesartan 1 x 300 mg (pagi)

- Inj ranitidine 2x1A

Pendidikan
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien saat ini dan penyebab
kondisi pasien saat ini. Selain itu dijelaskan juga pada keluarga pasien mengenai
rencana pengobatan selanjutnya yang akan diberikan pada pasien.

Konsultasi
Konsultasi pada dokter spesialis saraf untuk penangan lebih lanjut pada pasien stroke
iskemik.

Rujukan
Rujuk kepada dokter spesialis penyakit saraf.
FOLLOW UP:
Kegiatan Periode Hasil yang didapatkan
Observasi keadaan 12 Agustus 2016 S: Pasien masih sulit diajak
umum, tanda-tanda vital, berkomunikasi.
O: GCS = E4M5V4 (13) , TD :
dan keadaan klinis pasien
191/128 mmHg, N: 101x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,4C.
Lateralisasi ke kanan (+).
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.
A: Penurunan kesadaran dan
hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Irbesartan 1 x 300 mg (pagi)
-
Inj. Nicardipin 0,05
mg/KgBB/menit hingga TD
160/90 mmHg.

Observasi keadaan 13 Agustus 2016 S: Pasien tampak bingung.

9
umum, tanda-tanda vital, O: GCS = E4M5V4 (13), TD :
dan keadaan klinis pasien 152/103 mmHg, N: 119x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,2C.
Lateralisasi ke kanan (+).
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.
A: Penurunan kesadaran dan
hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Irbesartan 1 x 300 mg
-
Inj. Nicardipin 0,05
mg/KgBB/menit
-
Fisioterapi
Observasi keadaan 14 Agustus 2016 S: Pasien tampak bingung, lemah
umum, tanda-tanda vital, anggota tubuh kanan
dan keadaan klinis pasien O: GCS = E4M6V4 (14), TD :
145/91 mmHg, N: 114x/mnt,
RR : 22x/mnt, S: 36,5C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Penurunan kesadaran dan


hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Irbesartan 1 x 300 mg
-
Inj. Nicardipin 0,05

10
mg/KgBB/menit
-
Fisioterapi
Observasi keadaan 15 Agustus 2016 S: Pasien masih tampak bingung
umum, tanda-tanda vital, (+)
dan keadaan klinis pasien O: GCS = E4M6V4 (14), TD :
186/116 mmHg, N: 120x/mnt,
RR : 24x/mnt, S: 36,5C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Penurunan kesadaran dan


hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Inj. Nicardipin 0,1
mg/KgBB/menit
-
Irbesartan 1 x 300 mg
-
Inj. Furosemid 1 x 1A
-
Fisioterapi
-
Konsul dr. SpJP, advis :
Bisporolol 1 x 2,5 mg
-
Inj. Nicardipin 0,1
mg/KgBB/menit
Observasi keadaan 16 Agustus 2016 S: Kepala terasa pusing
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
umum, tanda-tanda vital,
200/107 mmHg, N: 105x/mnt,
dan keadaan klinis pasien
RR : 20x/mnt, S: 36,4C.
Lateralisasi ke kanan (+).
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

11
A: Penurunan kesadaran dan
hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Inj. Nicardipin 0,1
mg/KgBB/menit
-
Inj. Furosemid 1 x 1A
-
Irbesartan 1 x 300 mg
-
Adolat 1 x 30 mg
-
ASA 1 x 100 mg
-
Inj. Piracetam 4 x 3 gr
-
Fisioterapi
-
Bisporolol 1 x 2,5 mg
Observasi keadaan 17 Agustus 2016 S: Pusing berdenyut (+), lemas
umum, tanda-tanda vital, (+)
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
dan keadaan klinis pasien
165/102 mmHg, N: 100x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,5C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Penurunan kesadaran dan


hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Inj. Nicardipin 0,1
mg/KgBB/menit
-
Inj. Furosemid 1 x 1A
-
Irbesartan 1 x 300 mg
-
Adolat 1 x 30 mg
-
ASA 1 x 100 mg
-
Inj. Piracetam 4 x 3 gr
12
-
Fisioterapi
-
Bisporolol 1 x 2,5 mg
Observasi keadaan 18 Agustus 2016 S: Pusing berdenyut (+), lemas
umum, tanda-tanda vital, (+)
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
dan keadaan klinis pasien
134/87 mmHg, N: 92x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,2C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Penurunan kesadaran dan


hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - O2 3lpm
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Inj. Nicardipin 0,1
mg/KgBB/menit
-
Irbesartan stop
-
Inj. Furosemid 1 x 1A
-
Adolat stop
-
ASA 1 x 100 mg
-
Furosemid tab 1 x 40 mg
-
Inj. Piracetam 4 x 3 gr
-
Fisioterapi
-
Bisporolol 1 x 2,5 mg
Observasi keadaan 19 Agustus 2016 S: Pusing berdenyut (+), lemas
umum, tanda-tanda vital, (+)
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
dan keadaan klinis pasien
121/88 mmHg, N: 84x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,4C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

13
A: Penurunan kesadaran dan
hemiparesis dextra et causa
stroke iskemik dan Hiprertensi
emergency
P: - Pindah ruangan biasa
-
IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
Inj. Piracetam 4 x 3 gr
-
Aspilet 1 x 85 mg
-
Clopidogrel 1 x1 tab
Observasi keadaan 20 Agustus 2016 S: Pusing (-), lemas (+)
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
umum, tanda-tanda vital,
118/90 mmHg, N: 88x/mnt,
dan keadaan klinis pasien
RR : 20x/mnt, S: 36,5C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Hemiparesis dextra et causa


stroke iskemik dan riwayat
hipertensi emergency
P:- IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
ASA 1 x 100 mg
-
Fisioterapi
Observasi keadaan 21 Agustus 2016 S: Anggota tubuh kanan terasa
umum, tanda-tanda vital, lemas (+)
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
dan keadaan klinis pasien
125/81 mmHg, N: 78x/mnt,
RR : 20x/mnt, S: 36,5C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Hemiparesis dextra et causa


stroke iskemik dan riwayat
14
hipertensi emergency
P: - IVFD Asering 20 tpm
-
inj. Citicolin 2 x 500 mg
-
Inj. Ranitidin 2 x1A
-
ASA 1 x 100 mg
-
Fisioterapi
Observasi keadaan 22 Agustus 2016 S: Tidak ada keluhan
O: GCS = E4M6V5 (15), TD :
umum, tanda-tanda vital,
132/94 mmHg, N: 91x/mnt,
dan keadaan klinis pasien
RR : 20x/mnt, S: 36,2C.
Refleks fisiologis (+), reflex
patologis (-). Thorax dan
abdomen dbn.

Motorik : ,

A: Hemiparesis dextra et causa


stroke iskemik dan riwayat
hipertensi emergency
P: - BLPL home care
-
Amlodipin 1 x 5 mg (malam)
-
Piracetam 2 x 800 mg
-
Neurodex 1 x 1
-
ASA 1 x 100 mg

15
TINJAUAN PUSTAKA

STROKE ISKEMIK

Stroke merupakan penyebab terbesar kecacatan fisik dan penyebab utama kematian di
negara berkembang. Insidens stroke meningkat dengan bertambahnya usia, duapertiga
penderita stroke berusia diatas 65 tahun, dan lebih banyak muncul pada laki-laki dibanding
perempuan. Stroke dapat menyebabkan kehilangannya fungsi neurologis secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak.1,2
Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa tata laksana
stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak, mengoptimalkan pemulihan, dan
mencegah kekambuhan. Strategi pencegahan stroke sangatlah penting. Pencegahan
difokuskan dengan mengobatu factor predisposisi stroke seperti hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes, dan merokok.1
Stroke dapat disebabkan oleh oklusi pada arteri yang menimbulkan iskemi serebri
atau infark serebri, dan dapat juga disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri sehingga
menimbulkan perdarahan intracranial.1,3

A. DEFINISI
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem
saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik atau menit). Gejala ini

16
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, berasal dari gangguan aliran
darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor
otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi.4,5
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis. 6 Arteri
karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke
rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus,
mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media.7 Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi
pada regio sentral dan lateral hemisfer. Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi
pada korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus.
Arteri serebri media memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan
temporalis.8
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di
arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna
vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula
oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri basilaris dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang arteri serebri posterior.7 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada
batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons.
Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria,
pleksus koroid dan batang otak bagian atas. 7

B. EPIDEMIOLOGI
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit
jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara berkembang juga
menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga
penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta
korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12
bulan.9

17
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per 100.000
penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya sekitar 500-600 per
100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik dalam
kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia sebesar : 15,9%
(usia 45 55 tahun), 26,8% usia 55 65 tahun, dan 23,5% usia > 65 tahun. Sedangkan
insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3%
semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan
dengan profil usia < 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia >
65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat
menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian
hari.9,10
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional yang
pertama, dan sebanyak 15 30 % penderita stroke mengalami kecacatan yang permanen.
Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua stroke disebabkan oleh
stroke iskemik atau infark.9,10

C. ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya oleh
trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke
dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau
pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai
mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.11

D. FAKTOR RESIKO

18
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat
di modifikasi.12

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun.12
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang meninggal krena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada perempuan.12
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke.13

4. Rasa atau etnik


Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara
di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya
Yogyakarta).12

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.12

2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali ini
sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang
dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena

19
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.12,14
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung
dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.12
4. Diabetes mellitus
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat
tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun, ada
factor penyebab ain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40%
penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di
perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam
3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis
penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga
lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya,
VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
20
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang ada
pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga
mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.12

E. KLASIFIKASI

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat di
bagi dalam :

1. Stroke non hemoragik, yang mencakup16 :


a. TIA (Transient Ischemic Attack)
b. Stroke in-evolution
c. Stroke trombotik
d. Stroke embolik
e. Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,
abses, granuloma.
2. Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lacunar

Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom


stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama.
Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau
hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri
media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam
pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan
disebut lacuna.

Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman


pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :

-
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
21
-
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna

-
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus

-
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal.17

b. Stroke trombotik pembuluh besar

Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.17,18

Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara
hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

c. Stroke embolik

Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan
efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.18

d. Stroke kriptogenik

Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa


penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan
evaluasi klinis yang ekstensif.

F. PATOFISIOLOGI

Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
22
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.17,18

Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada
orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh
darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat
arteri karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan
tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.18

Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan piamater
meninges.19

a. Stroke Trombotik

Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau,
yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan
basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya
cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung
memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.

Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar
tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak
ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala,
seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak
memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik
dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal.
Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.17,19

Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
23
tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena
penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria
atau keduanya.17

b. Stroke Embolik

Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal embolus.
Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat
embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum
sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus
embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis.
Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila
diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila pasien baru
mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya sumbatan mendadak
pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding
rongga jantung atau katup mitralis. Karena biasanya adalah bekuan yang sangat kecil,
fragmen-fragmen embolus dari jantung mencapai otak melalui arteri karotis atau
vertebralis. Dengan demikian, gejala klinis yang ditimbulkannya bergantung pada
bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri sebelum tersangkut.17

Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark
beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn
tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan
perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.17

c. Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik


24
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark)
tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya
tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari
normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit.

Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:

1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau
lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan
ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik
dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF
antara 20% dan 50% normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel
neuron di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel.
Terdapat bukti bahwa waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat
bervariasi dari 12 sampai 24 jam.

2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

-
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan
untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
-
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak
-
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan
melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-aspartat
(NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat oksida
sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi
melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.

25
-
NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan kematian
neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO mungkin akan
bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat stroke.
-
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.17

G. MANIFESTASI KLINIK

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar kasus
terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa
menit.9,10

Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun.
Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi
mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup
besar.9,10

Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan memberikan
gejala klinis tertentu.11

a. Gangguan pada sistem karotis

Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala
:

1. Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi.
2. Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3. Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)

26
4. Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
5. Mata selalu melirik ke satu sisi
6. Kesadaran menurun
7. Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:

1. Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa


2. Ngompol (inkontinensia urin)
3. Penurunan kesadaran
4. Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala :

1. Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical blindness.
2. Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi
tubuh.
3. Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.

b. Gangguan pada sistem vertebrobasilaris

Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan


penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital, gangguan
nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik, gangguan koordinasi,
drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10

Selain itu juga dapat menyebabkan :

-
Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan sempoyongan
-
Kehilangan keseimbangan
-
Vertigo
-
Nistagmus.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai

27
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai
sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka
lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti
terdapat lesi pada kapsula interna.9

Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi
gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9

H. DIAGNOSIS

Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-


gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang
sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11

1. Anamnesis

Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau
berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara
faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan
obesitas.10,12

2. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital. Pemeriksaan


neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis, tanda-tanda
perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang meninges.10,12

Alat bantu skoring : Skor Hasanuddin

Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa


stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke iskemik skornya kurang
atau sama dengan 15. 9

28
Kesadaran Menurun

-
Menit - 1 jam = 10
-
1 jam - 24 jam = 7,5
-
Sesaat tapi pulih kembali = 6
-
24 jam = 1
-
Tidak beraktifitas = 1

Sakit Kepala

-
Sangat hebat = 10
-
Hebat = 7,5
-
Ringan = 1
-
Tidak ada = 0

Muntah Proyektil

-
Menit - 1 jam = 10
-
1 jam - 24 jam = 7,5
-
> 24 jam = 1
-
Tidak ada = 0

Tekanan Darah Saat Serangan

-
> 220/110 = 7,5
-
< 220/110 = 1

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan


etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan
kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :

1. Gula darah

Tabel 7.1. Kadar glukosa darah.9

Kriteria diagnostik DM

Bukan DMBelum pasti DMDM (mg/dl)


(mg/dl) (mg/dl)

Kadar glukosa darah

29
sewaktu

Plasma Vena <110 110 199 >200

Darah kapiler <90 90 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110 125 >126

Darah <90 90 109 >110

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30%
dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah
otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter
pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping
itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5

2. Profil lipid

Tabel 7.2. Kadar Lipid Serum Normal.20

Kolesterol Total (mg/dl)

Optimal < 200

Diinginkan 200 239

Tinggi 240

LDL

Optimal < 100

Mendekati optimal 100 129

Diinginkan 130 159

Tinggi 160 189

Sangat tinggi 190

HDL

Rendah < 40
30
Tinggi 60

Trigliserida

Optimal < 150

Diinginkan 150 199

Tinggi 200 449

Sangat tinggi 500

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL


merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko
aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada
dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar
HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di
turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan
terjadinya aterosklerosis dan stroke.20

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik


pencitraan diantaranya yaitu :

1. CT scan

Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi.
Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim
otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.12

31
Gambar 7.1. CT scan stroke iskemik

2. MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik


rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang
peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.15

3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan


gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.18

4. Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan
pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18

Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi :

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A berimplikasi bahwa
lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan embolisasi.9,11

2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).

Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang beransur-ansur

32
dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang sedang
menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh fibrin dan trombosit.9,11

3. Stroke In Evolution

Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran darah
yang makin berat.11

4. Completed Stroke

Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu.9,11

I. DIAGNOSIS BANDING 11,12

1. Stroke Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolik
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegik
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel.

J. PENATALAKSANAAN
Stroke adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah terhentinya
aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas terpenting dokter
sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan non konvulsif adalah menentukan
apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark. Terapi darurat untuk kedua tipe stroke
tersebut berbeda, karena terapi untuk pembentukan trombus dapat memicu perdarahan
pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan :
33
1. Mencegah cedera otak akut dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik non infark.
2. Membalikkan cedera saraf sedapat mungkin,
3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel dari daerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.7

Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.

a. Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari
apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7

Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati dan
agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam fungsi
otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap
cukup, tidak justru berkurang.

Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu :3

1. Breathing. Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-
paru cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.3

2. Brain. Posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Udem otak dan kejang harus
dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang
mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.3

3. Blood. Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. Tekanan darah
dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai menurunkan
perfusi otak. Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Kadar
gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis, lebih-lebih
pada penderita dengan diabetes mellitus lama. Keseimbangan elektrolit
dijaga.3,10

4. Bowel. Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh
diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak
sadar, dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
34
5. Bladder. Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti, disertai
latihan buli-buli.10

Penatalaksanaan keadaan khusus :

1. Hipertensi

Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut hanya bila terdapat salah satu di
bawah ini :

-
Tekanan sitolik >220 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
-
Tekanan diastolik >120 mmHg pada dua kali pengukuran selang 30 menit
-
Tekanan darah arterial rata-rata >130-140 mmHg pada dua kali pengukuran
selang 30 menit
-
Disertai infark miokard akut/gagal jantung
Penurunan tekanan darah maksimal 20% kecuali pada kondisi keempat,
diturunkan sampai batas hipertensi ringan.
Obat yang direkomendasikan: golongan beta bloker, ACE inhibitor, dan
antagonis kalsium.10
2. Hipotensi
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
3. Hiperglikemi
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
4. Hipoglikemi
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati.10
5. Hiponatremi
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10

b. Penatalaksanaan spesifik :
1. Fase Akut
Pada fase akut dapat diberikan :
-
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
-
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
35
-
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
2. Fase Pasca Akut
Pada fase paska akut dapat diberikan:
-
Pentoksifilin tablet: 2 x 400 mg
-
ASA dosis rendah 80-325 mg/hari
-
Neuroprotektor.10
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititikberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya strok.9
Rehabilitasi :
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin kecacatan
penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi.
Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi, dan pernafasan
penderita stabil.9
Tujuan rehabilitasi ialah :
-
Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
-
Adaptasi mental, sosial dari penderita stroke, sehingga hubungan interpersonal
menjadi normal
-
Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.9
Prinsip dasar rehabilitasi :
-
Mulai sedini mungkin
-
Sistematis
-
Ditingkatkan secara bertahap
-
Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.9

c. Terapi Preventif :
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru. Ini dapat
dicapai dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor risiko
strok :
1. Pengobatan hipertensi
2. Mengobati diabetes mellitus
3. Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
4. Berolahraga teratur.

K. PENCEGAHAN

36
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya yang dilakukan
untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

a. Pencegahan Primordial

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke


bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang
bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat
menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan
billboard.

b. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat
bebas stroke, antara lain:

-
Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

-
Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

-
Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.

-
Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

c. Pencegahan Sekunder

37
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

- Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai


obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320
mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit
jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi
koagulopati yang lain.

- Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi


trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).

- Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat
antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

d. Pencegahan Tertier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar
kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan pada
orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat
dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan
diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara
dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga

L. PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke dan
komplikasi yang timbul.12
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran status
neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi otak. Sekitar 10%

38
pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk
pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.9

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4 th edition. Massachusetts: Blackwell


Publishing; 2005. P. 25.

2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition. New York:
McGraw-Hill; 2012. P. 2276.

3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor Yudha EK. 3 rd
edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251

4. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007. P. 89

5. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38 (4) : 247.
Diunduh dari www.kalbemed.com pada tanggal 8 Desember 2014.

6. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51. Diunduh dari pubmed pada tanggal 9
Desember 2014

39
7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd edition. Editor: Harsono.
Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005. P. 81-3. Diunduh dari pubmed pada
tanggal 9 Desember 2014
8. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit
Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20. Diunduh dari pubmed pada tanggal
9 Desember 2014.
9. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd edition. New York:
McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
10. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based Study of
Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical Neurosciences 8; 2000.
P. 245-9.
11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2

12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2. EGC.
Jakarta. 2006: 1110-19

15. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT Bhuana Ilmu
Populer. Jakarta. 2011: 29-30.

16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1. EGC.
Jakarta. 2006: 580-81.

17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis proses-
proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.

18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume
2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.

19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in harrisons neurology in
clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw Hill; 2013. P. 261.

40
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010. diunduh dari
http://repository.usu.ac.id pada tanggal 10 desember 2014

41

Anda mungkin juga menyukai