PENDAHULUAN
Latar Belakang
struktur pasar oligopolistik, distribusi marjin tidak adil sehingga nilai tambah
yang diterima petani tidak optimal, (6) Fluktuasi harga tinggi menyebabkab
Resiko harga tinggi, (7) Infrastruktur terbatas menyebabkan efisiensi distribusi
dan pemasaran rendah, (8) Pembiayaan untuk sektor pertanian masih sangat
rendah, (9) Konsentrasi pembangunan pertanian terfokus 5 (lima) komoditas
strategis, (10) Perubahan iklim (PI) menyebabkan anomali iklim sering terjadi,
sehingga fenomena kekeringan, kebanjiran, dan serangan OPT menjadi
berulang.
4. Cabai mendapat perhatian karena harga berfluktuasi cukup besar dan bahkan
mempengaruhi inflasi. Lonjakan harga cabai yang selalu terjadi hampir setiap
tahun, hingga kini belum ada solusi komprehensif dari pemerintah. Beberarapa
langkah operasional masih terbatas pada penyediaan teknologi bibit dan
budidaya, program intensifikasi lahan pekarangan (KRPL/Rumah Hijau Plus-
Plus), melakukan monitoring pasokan dan harga, serta impor Cabai Merah dari
luar negeri terutama dari China. Untuk mengatasi lonjakan harga Cabai Merah
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jendral Hortikultura pada tahun 2011
telah menganggarkan 25 milyar rupiah untuk shading net, benih, pot dan
pelatihan (http://hileud.com). Upaya yang harus dilakukan untuk mengurangi
terjadinya lonjakan harga cabai pada musim hujan dan hari-hari besar tertentu
adalah dengan tetap menyediakan pasokan cabai yang cukup ke pasar melalui
penanaman cabai di sepanjang musim termasuk musim hujan.
5. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis kebijakan yang komprehensif terhadap
faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kurangnya pasokan Cabai Merah dan
fenomena lonjak harga guna menyusun alternatif kebijakan yang tepat sehingga
pasokan cabai dapat terpenuhi setiap saat sesuai dengan dinamika permintaan
pasar. Dengan demikian dapat diharapkan harga cabai yang terjadi di pasar
relatif stabil dan tidak meresahkan masyarakat.
6. Tujuan Penulisan : (1) Melakukan analisis produksi, konsumsi dan
perkembangan harga Cabai Merah; (2) Melakukan analisis pemasaran Cabai
Merah di daerah sentra produksi utama; (3) Simpul-simpul permasalahan dalam
meningkatkan pasokan dan stabilitas harga Cabai Merah; dan (4) Alternatif
kebijakan untuk meningkatkan pasokan dan stabilisasi harga komoditas Cabai
Merah.
Aspek Produksi
7. Tanaman Cabai Merah diusahakan di lahan sawah (sawah irigasi , sawah tadah
hujan) dan lahan kering/tegalan. Pada lahan sawah irigasi cabai umumnya
diusahakan setelah padi, sehingga pola tanamnya dipengaruhi oleh pertanaman
padi yang dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama curah hujan. Budidaya cabai
sangat rentan terhadap iklim terutama curah hujan yang tinggi. Saat ini iklim
cenderung semakin sulit diprediksi (anomali iklim) sehingga mempengaruhi
kinerja pertanaman dan produksi Cabai Merah. Petani Cabai Merah
membutuhkan keahlian khusus, baik dalapam ketermpilan teknis maupun
2
11. Peningkatan produksi dan produktivitas cabai merah secara nyata hanya dapat
dilakukan dengan inovasi teknologi baru dan perencanaan tanam yang tepat.
Terobosan inovasi teknologi baru dapat difokuskan pada penggunaan benih
unggul lokal dan hibrida tersertifikasi, teknologi pemupukan secara lengkap dan
berimbang, penggunaan pupuk organik terstandarisasi dan penggunaan kapur
sebagai unsur pembenah tanah, teknologi pengendalian hama dan penyakit
secara terpadu, serta penanganan pasca panen yang prima. Perencanaan
tanam harus didasarkan pada dinamika permintaan pasar menurut tujuan dan
segmen pasar, serta preferensi konsumen.
Aspek Konsumsi
12. Kebutuhan cabai nasional dalam satu tahun untuk semua kota-kota besar yang
berpenduduk 1 juta atau lebih, sekitar 800.000 ton per tahun 66.000 ton per
bulan. Kebutuhan cabai pada hari-hari besar keagamaan dan musim hajatan
biasanya meningkat sekitar 10 20% dari kebutuhan normal. Produktivitas
tanaman cabai berkisar antara 4-8 ton per Ha atau rata-rata 48ton/ha atau
rata-rata 6 ton/ha, namun bervariasi anta lokasi
(http://arsipberita.com;http:/bisniskeuangan.kompascom;http://diperta.jabarpro
v.co.id). Untuk memenuhi kebutuhan bulanan diperlukan luas areal panen cabai
sekitar 11.000 ha/bulan, sedangkan pada musim hajatan dan hari raya luas
areal panen cabai yang harus tersedia seluas 12.000 13.000 ha/bulan. Luas
areal rata-rata 10 tahun terakhir adalah 194.261 Ha/tahun atau rata-rata 16.188
Ha/bulan melebihi dari kebutuhan. Persoalannya adalah distribusi luas areal
panen yang tidak merata sepanjang tahun dan produktivitas masih rendah.
Menjelang akhir 2010 dan awal 2011 harga cabai melonjak lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp. 100.000/kg,
padahal pada tahun-tahun sebelumnya hanya mencapai Rp. 60.000 - 70.000/kg.
Pada musim normal harga cabai hanya berkisar antara Rp. 10.000 15.000/kg.
13. Tingkat konsumsi Cabai Merah perhari di beberapa provinsi dapat disimak pada
tabel berikut :
Konsumsi (ton/hari) Total
No. Provinsi
Cabai Merah Cabai Hijau Cabai Rawit (ton/hari)
1. DKI Jakarta 42,20 6,80 16,10 65,30
2. Jawa Barat 81,00 20,50 97,70 199,20
3. Jawa Tengah 55,20 17,10 98,30 170,60
4. Yogyakarta 35,40 2,00 9,70 47,10
5. Jawa Timur 30,50 6,20 157,4 194,10
14. Konsumsi Cabai Merah per kapita dalam bentuk konsumsi langsung dan
konsumsi total termasuk konsumsi untuk pengolahan yang dikelola rumah
tangga secara agregat nasional, konsumsi Cabai Merah untuk rumah tangga
tani (RTT) pada bulan-bulan biasa sekitar 0.15 kilogram per kapita per minggu,
bulan puasa dan lebaran sebesar 0.19 kilogram per kapita per minggu, dan
Natal dan tahun baru mencapai 0.16 kilogram per minggu.
16. Secara spasial rata-rata harga cabai merah pada tahun 2011, harga tertinggi
dijumpai di Kabupaten Solok, sumatera Barat Rp. 25990,-/Kg dan terendah di
Kabupaten Brebes Rp. 8233,-/Kg (daerah sentra produksi utama). Sementara
itu, rata-rata perbedaan harga musim panen raya dengan musim panen paceklik
cukup tinggi yaitu hanya sebesar Rp. 4049/Kg panen raya dan mencapai sebesar
Rp. 35269/Kg pada musim paceklik. Fenomena kesenjangan harga yang sangat
tinggi terjadi disemua daerah-daerah sentra produksi. Hal ini menunjukkan
bahwa fluktuasi harga yang tinggi pada komoditas cabai merah terutama
disebabkan fluktuasi produksi antar waktu (bulan dan musim).
17. Pembentukan harga Cabai Merah : (1) Harga Cabai Merah ditentukan oleh sisi
pasokan/suplai dan permintaan/kebutuhan; (2) Pada saat pasokan kurang dari
permintaan maka harga meningkat cepat, sebaliknya pada saat pasokan lebih
besar dari permintaan maka harga anjlok (harga cabai sangat elastis terhadap
pasokan); (3) Permintaan/kebutuhan cenderung ajeg setiap waktu, hanya pada
waktu waktu tertentu yaitu pada hari raya/hari besar keagamaan permintaan
meningkat sekitar 10 -20 persen; (4) Sementara pasokan bersifat musiman,
penanaman cabai bersamaan setelah padi menyebabkan panen raya cabai
cenderung bersamaan; (5) Sangat mendesak mengembangkan kebijakan
perencanaan produksi dan manajemen pola produksi cabai nasional.
5
18. Rata-rata harga cabai merah di tingkat produsen pada tahun 2009 di negara
Australia, Cina, Indonesia dan Malaysia menunjukkan harga tertinggi di jumpai
di Negara Australia dengan harga Rp.19.860/Kg dan terendah di Cina dengan
harga Rp. 1.978/Kg. Sedangkan harga cabai merah di Indonesia mencapai Rp.
18.123/Kg atau sedikit lebih rencah dari pada Australia. Namun rata-rata harga
di Indonesia masih jauh lebih lebih tinggi dibanding rata-rata harga cabai
Malaysia yaitu Rp. 10.329/Kg. (Sumber: FAOSTAT | FAO Statistics Division 2012 |
01 June 2012).
19. Pola alokasi penggunaan hasil panen Cabai Merah oleh petani secara berturut-
turut adalah sebagai berikut : (a) Alokasi penggunaan Cabai Merah langsung
dijual segera setelah panen (75.71 %), (b) Alokasi penggunaan Cabai Merah
stok untuk konsumsi (8.07 %), (c) Alokasi penggunaan Cabai Merah untuk
penggunaan lainnya (6.83 %), (d) Alokasi Cabai Merah disimpan untuk
kebutuhan benih (5.69 %), (e) Alokasi penggunaan Cabai Merah disimpan untuk
keperluan keluarga (2.58 %); dan (f) Alokasi penggunaan untuk disimpan
kemudian untuk dijial (1.32 %).
20. Gambar : Sistem Distribusi dan Pemasaran Komoditas Cabai Merah dari
Daerah Sentra Produksi di Indonesia.
30 %
Pedagan
57% g Besar
Petani Peda- Pedagang 15% Supermark
Bandung,
gang Besar/ 60% et/Hyper
Jabode-
16% pengu- Supplier market
56% tabek 12.5%
Keltan mpul
5% 85%
Lainnya Pedagang
30% Pedagang di pengecer
10% 87.5%
44% Luar
Wilayah/
Luar Pulau
87%
Pedagang Perusahaan
Pengecer di pasar Industri
kabupaten Pengolahan Konsumen
13%
Simpul-Simpul Permasalahan
26. Permasalahan aspek produksi : (1) Cuaca yang tidak menentu (cabai rentan
terhadap hujan dan angin); (2) Luas lahan pertanian yang terus menurun; (3)
Pola tanam yang hampir seragam (link dengan UU Sistem Budidaya Tanaman).
Karakter produk pertanian yang perishable. Masih kecilnya pangsa cabai olahan
(kering dan giling) sehingga petani kurang termotivasi untuk melakukan
pengolahan pasca panen. Budaya cabai sebagai penghasilan harian sehingga
pola yang muncul adalah panen dan langsung jual untuk menutup kebutuhan.
27. Permasalahan aspek pemasaran Cabai Merah di daerah-daerah sentra produksi
adalah : (1) Harga komoditas Cabai Merah sangat berfluktuasi antar musim dan
antar waktu dan sering jatuh pada saat musim panen raya; (2) Tingginya
ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul atau pengepul
menyebabkan rendahnya posisi tawar petani; (4) Rendahnya kemampuan petani
dan pelaku agribisnis Cabai Merah dalam memanfaatkan peluang pasar dan
memperluas akses pasar; (5) Kurangnya infrastruktur pemasaran (penyimpanan,
pengangkutan, alat penanganan pasca panen, pasar) yang memadai; (6) Masih
ditemuinya penjualan hasil dengan sistem ijon; (7) persaingan yang makin ketat
dengan produk-produk Cabai Merah negara pesainga utama; dan (8) Tingginya
biaya distribusi produk Cabai Merah menyebabkan produk Cabai Merah
Indonesia sulit bersaing di pasar domestik dan luar negeri.
28. Sementara itu berdasarkan data ekspor impor komoditas Cabai Merah
menunjukkan bahwa volume dan nilai ekspornya jauh lebih rendah dibandingkan
dengan volume dan nilai impornya. Kesenjangan antara ekspor dan impor dari
tahun ke tahun semakin besar. Disamping itu, pasar domestik kita semakin
dibanjiri oleh produk Cabai Merah impor terutama untuk industri pengolahan
berbahan baku Cabai Merah. Hal ini mengindikasikan bahwa produk Cabai Merah
Indonesia memiliki daya saing yang rendah sehingga tidak mampu bersaing baik
di pasar ekspor maupun pasar domestik.
29. Tingginya impor komoditas hortikultura ini mungkin disebabkan karena: (1)
Komoditas impor memiliki mutu yang lebih baik daripada komoditas lokal karena
iklim yang kurang sesuai di Indonesia (komoditas subtropis seperti apel, anggur,
jeruk tertentu, dan beberapa jenis sayuran dan tanaman hias); (2) Komoditas
lokal memiliki mutu yang tidak kalah dari komoditas impor tetapi tidak mampu
bersaing akibat ekonomi biaya tinggi (kebun terpencar, transportasi mahal,
infrastruktur tidak mendukung, banyaknya pungli), serta penanganan pra dan
pascapanen yang belum optimal sehingga menurunkan mutu produk; dan (3)
Banyak komoditas lokal unggul yang bermutu tinggi (terutama komoditas buah)
tetapi belum berkembang secara luas sehingga buah tersebut di pasar
jumlahnya sangat terbatas atau mungkin tidak ada.
Implikasi Kebijakan
36. Langkah stabilisasi pasokan Cabai Merah: (1) Manajemen Produksi: (a)
perencanaan pola tanam antar wilayah, (b) membagi kuota tanam cabai antar
daerah sesuai dengan potensinya, (c) pemantauan luas tambah tanam, produksi
dan harga bulanan; dan (d) Perpanjangan masa panen dengan pengaturan
pemupukan; (2) Perbaikan Teknis Budidaya: (a) Melaksanakan protected
culture, yaitu: Pemberian naungan (dengan mulsa, shading net dan screen
9
10