Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) merupakan gejala kenaikan suhu di
muka bumi. Hal itu terjadi karena jumlah karbon dioksida makin naik, seiring
dengan kemajuan teknologi. Penyebab kenaikan itu, antara lain pemakaian bahan
bakar fosil pada mesin mesin industry dan makin berkurangnya populasi
tumbuhan. Dari segi lain yang menyebabkan terjadinya pemanasan global tersebut
adalah sebagian besar bahwa kegiatan manusialah yang menjadi penyebab utama
meningkatnya pemanasan global yang seringkali dikenal dengan efek rumahkaca.
Efek rumah kaca memanaskan bumi melalui suatu proses yang kompleks yang
berhubungan dengan sinar matahari, gas, dan partikel-partikel yang ada di
atmosfer. Gas-gas yang menahan panas di atmosfer disebut gas rumah kaca.
Peningkatan kandungan karbon dioksida dapat menghasilkan efek rumah kaca.
Efek rumah kaca dapat menyebabkan suuhu di atmosfer naik. Jika kondisi ini
dibiarkan, diperkirakan suhu bumi akan naik sekitar 2-3o pada abab yang akan
datang.
Kegiatan manusia yang menimbulkan pemanasan global adalah pembakaran
minyak bumi, batu bara, dan gas alam dan pembukaan lahan. Sebagian besar
pembakaran berasal dari asap mobil, pabrik, dan pembangkit tenaga listrik.
Pembakaran minyak fosil ini menghasilkan carbon dioxide (CO2), yakni gas
rumah kaca yang menghambat radiasi panas ke angkasa ruang. Pohon-pohon dan
berbagai tanaman menyerap CO2 cari udara selama proses fotosintesis untuk
menghasilkan makanan. Pembukaan lahan dengan menebangi pohon-pohon ikut
meningkatkan jumlah CO2 karena menurunkan penyerapan CO2, dan dekomposisi
dari tumbuhan yang telah mati juga meningkatkan jumlah CO2.
Tak dapat disangkal bahwa kemajuan teknologi dan industri yang tumbuh
pesat belakangan ini telah membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Akan
tetapi disisi lain juga membawa malapetaka, karena lewat aktivitas yang
dilakukannya, industri acapkali melepaskan ke atmosfer berbagai gas dan partikel-

1
partikel buangan seperti debu-debu pabrik, karbon dioksida, beberapa oksida
belerang dan oksida nitrogen. Dalam jangka waktu panjang penambahan zat-zat
tersebut ke atmosfir dapat memberi dampak yang kurang menyenangkan dan
menyebabkan terjadinya hujan asam.
Hujan asam adalah hujan yang bersifat asam dan memiliki pH kurang dari
5,7. Hujan secara alami memang bersifat asam, namun kisaran pH diatas 5,7.
Keasaman hujan biasanya disebabkan oleh karbon dioksida di udara yang bereaksi
dengan uap air menjadi asam lemah bikarbonat. Jenis asam dalam hujan ini
sangat bermanfaat karena dapat melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan
oleh tumbuhan dan binatang. Namun jika keasaman air hujan menjadi sangat
rendah yaitu di bawah pH 5,7 maka akan menimbulkan masalah terhadap
lingkungan. karena keasaman hujan yang seperti ini dapat bersifat korosif dan
dapat menyebabkan berbagai jenis gangguan kesehatan pada makhluk hidup, baik
itu hewan, tumbuhan ataupun manusia.
Hujan asam terjadi apabila kandungan sulfur dioxide (SO2) dan nitrogen
oxides (NO) diudara sangat tinggi. Sulfur dioxide dan nitrogen oxide merupakan
hasil reaksi antara belerang dan nitrogen dengan oksigen diudara. Zat SO2 dan
NO kemudian akan terdifusi ke atmosfir dan bereaksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang kemudian jatuh kebumi bersamaan
dengan air hujan. Itulah yang menyebabkan pH air hujan menjadi rendah sehingga
di sebut hujan asam.
Hujan asam pertama kali yang tercatat dalam sejarah adalah hujan asam yang
terjadi di Manchester, Inggris, yang merupakan pusat dari Revolusi Industri. Pada
tahun 1852, Robert Angus Smith melakukan penelitian dan menemukan fakta
bahwa hujan asam dapat menyebabkan kehancuran alam. Dan dari hasil
penelitiannya itulah Angus Smith menemukan hubungan antara hujan asam
dengan polusi udara. Walaupun hujan asam ditemukan pada tahun 1852, namun
baru pada tahun 1970-an para ilmuwan mulai melakukan penelitian mengenai
fenomena ini. Dan memberi peringatan akan dampak hujan asam kepada
masyarakat dunia.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian pemanasan global (global warming) itu?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya pemanasan global (global warming)?
3. Apa penyebab dan dampak dari pemanasan global (global warming)?
4. Bagaimana cara mengatasi atau menanggulangi permasalahan pemanasan
global (global warming)?
5. Apakah pengertian hujan asam itu?
6. Bagaimana mekanisme terjadinya hujan asam?
7. Apa penyebab dan dampak dari hujan asam?
8. Bagaimana cara mengatasi atau menanggulangi permasalahan hujan
asam?

C. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan penulisan ini adalah :
1. Dapat memahami pengertian pemanasan global (global warming).
2. Memahami mekanisme terjadinya pemanasan global (global warming).
3. Mengetahui penyebab dan dampak dari pemanasan global (global
warming).
4. Mengetahui cara mengatasi atau menanggulangi permasalahan pemanasan
global (global warming).
5. Dapat memahami pengertian hujan asam itu.
6. Memahami mekanisme terjadinya hujan asam.
7. Mengetahui penyebab dan dampak dari hujan asam.
8. Mengetahui cara mengatasi atau menanggulangi permasalahan hujan
asam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemanasan Global (Global Warming)


a. Pengertian
Pemanasan global (global warming) merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan naiknya ataupun meningkatnya suhu di
seluruh permukaan bumi.
Pembahasan terhadap terjadinya pemanasan global pada saat ini banyak
dilakukan karena kenyataan menunjukkan bahwa sudah terjadi peningkatan
temperature bumi, dan banyak yang menghubungkannya dengan pengaruh
peningkatan gas karbon dioksida dan dihubungkan dengan terjadinya
perubahan iklim. Data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suhu bumi
selama satu abad ini sebanyak 0,5 C, akan tetapi, peningkatan ini tidak
stabil. Suhu terendah bumi terjadi pada tahun 1920an dan tahun 1940an, dan
diikuti dengan penurunan suhu pada tahun 1970an, dan sesudah itu terjadi
peningkatan suhu kembali secara signifikan sehingga suhu bumi terpanas
adalah pada tahun 1997. Akibat terjadinya pemanasan ini dapat dilihat dari
perubahan lapisan es di daerah kutub pada periode ini. Penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa struktur lapisan es di daerah kutub ini sangat
berhubungan dengan kadar karbon dioksida di dalam lapisan es pada masing-
masing periode terjadinya pemanasan global. Telah diketahui bahwa karbon
dioksida di atmosfer mampu menghambat panas matahari yang
mengakibatkan peningkatan temperature bumi seperti yang terjadi pada
rumah kaca, sehingga disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect).

b. Mekanisme
Pemanasan global (global warming) ini terjadi sangat cepat yang
disebabkan peningkatan efek rumah kaca (green house effect) dan gas rumah
kaca (GRK).

4
Energi matahari yang masuk ke bumi mengalami 25% dipantulkan oleh
awan atau partikel lain oleh atmosfir, 25% diserap awan, 45% diadsorpsi
permukaan bumi dan 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Efek rumah kaca terjadi ketika gas seperti karbon dioksida mengijinkan
energi dari matahari mempenetrasi atmosfer dan memanaskan permukaan
bumi. Akan tetapi ketika permukaan bumi akan memancarkan energi kembali
ke luar angkasa maka gas karbon dioksida memantulkan energi kembali ke
permukaan bumi seperti terjadi pada rumah kaca. Hal ini terjadi karena gas
karbon dioksida mengabsorbsi sinar matahari pada panjang gelombang dekat
infra merah sehingga hanya sedikit yang teradsorbsi. Bumi hanya dapat
melepaskan sebagian panas yang terperangkap ini melalui penguapan. Uap
air mengabsorbsi panas dan pada saat terjadi penguapan maka energi ini
dilepaskan kembali pada saat terjadi kondensasi. Banyaknya energi yang bisa
terkondensasi sehingga proses ini dapat menetralisasi panas bumi. Akan
tetapi pada saat temperature bumi meningkat maka efisiensi bumi untuk
mengembalikan panas ke luar angkasa melalui proses penguapan menjadi
berkurang sehingga proses pemanasan global terjadi.
Karena di dalam rumah kaca suhunya lebih tinggi dari pada di luar rumah
kaca. Suhu di dalam rumah kaca bisa lebih tinggi dari pada di luar, karena
Cahaya matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali oleh benda
benda di dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa
sinar infra merah, tapi gelombang panas tersebut terperangkap di dalam
ruangan rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara dingin di luar
ruangan rumah kaca tersebut.

5
Kemudian dari pengalaman para petani di atas dikaitkan dengan apa yang
terjadi pada bumi dan atmosfir. Lapisan atmosfir yang terdiri dari, berturut-
turut : troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfir: Lapisan terbawah
(troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca atau
ERK. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi.
Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan
ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan
dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel.
Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 %
diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51%
yang sampai ke permukaan bumi.
Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus
yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul
gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian
dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar
inframerah.
Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul
gas yang antara lain berupa uap air atau H2O, CO2, metan (CH4), dan ozon
(O3). Sinar panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan

6
oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik.
Terjadilah Efek Rumah Kaca. Gas yang menyerap sinar inframerah disebut
Gas Rumah Kaca disingkat dengan GRK.
Gambar di bawah ini merupakan contoh dari efek rumah kaca yang
sudah berubah komposisi gas rumah kacanya.

c. Faktor-Faktor Penyebab
Beberapa jenis gas yang dapat mengakibatkan pemanasan global
diantaranya adalah karbon dioksida, oksida nitrogen, metana, ozon,
halocarbon, dan klorofluorokarbon. Secara umum penyebab-penyebab
terjadinya pemanasan global yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah
sebagai berikut :

7
1. Meningkatnya emisi Gas Karbon.
Bumi ini pada dasarnya memproduksi gas karbon secara alami, tetapi masih
dalam kadar yang rendah dan masih dapat diatasi oleh bumi itu sendiri.
Tetapi saat ini, tingkat produksi gas tersebut sudah sangat berlebihan. Seiring
dengan meningkatnya kebutuhan pokok dan sekunder manusia maka
meningkat pula kebutuhan mereka terhadap energi yang paling utama adalah
BBM, yang hampir digunakan di seluruh kehidupan. Sumber energi ini
memberi kontribusi besar tehadap naiknya konsentrasi gas rumah kaca,
terutama karbon dioksida. Banyak sekali seperti pabrik, mobil, motor dan
lain-lainnya harta pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi untuk
menghasilkan energi yang sama menghasilkan emisi gas rumah kaca sekitar
581~798 gr karbon dioksida.

2. Bocornya lapisan ozon


Sebelum energi matahari mencapai bumi, energi tersebut akan difilter terlebih
dahulu oleh lapisan ozon yang ada di atmosfer. Tetapi hasil penelitian
menunjukkan telah terjadinya penipisan lapisan ozon. Salah satu penyebab
penipisan ozon ini adalah meningkatnya pemakaian Chloro Flouro Carbon
(CFC). CFC dipakai dalam kehidupan sehari-hari pada lemari es, air
conditioner, bahan pendorong pada penyembur, pembuat buih, dan sebagai
bahan pelarut. CFC tidak berbahaya jika berada di dekat permukaan bumi.
Akan tetapi, CFC menjadi berbahaya jika berada di lapisan atas atmosfer
bumi Karena dapat mengikis lapisan ozon. Terutama CFC-11 dan CFC-12.
Gas cholorine merupakan gas yang tidak reaktif, gas ini dapat mencapai
atmosfer bumi di bagian paling atas dan berinteraksi dengan radiasi ultra
violet sehingga membentuk atom cholorine. Para ilmuan meyakini bahwa
setiap atom cholorine dapt merusak sepuluh dari seribu molekul ozon
sehingga lapisan ozon akan semakin menipis.

8
3. Berkurangnya konverter Gas Karbon
Sebelum era modern, dimana industri belum berkembang,kehidupan di planet
ini sudah memproduksi gas karbon. Tetapi jumlahnya tidak sedahsyat
sekarang. Apalagi masih banyak konverter gas karbon yang tersedia yang
masih mampu mengkonversi semua gas karbon tersebut menjadi gas yang
ramah lingkungan, bahkan dibutuhkan oleh kehidupan, seperti oksigen.
Salah satu konverter tersebut adalah hutan. Hutan merupakan rumah bagi
pohon dan tumbuhan lain yang dianugerahi kemampuan untuk
mengkonsumsi gas karbon tersebut dan menghasilkan gas oksigen. Tetapi
akibat meningkatnya populasi,yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan
akan lahan pemukiman, lahan industri, lahan pertanian, lahan untuk fasilitas
umum seperti jalan dan gedung, menyebabkan jumlah hutan berkurang
drastis. Belum lagi permintaan pasar akan kayu yang semakin melambung
tinggi.

4. Sampah
Sudah tak ada cara untuk mengelak lagi bahwa keberadaan sampah telah
menjadi salah satu problem terbesar masyarakat dunia, jika setiap orang
membuang hingga 2 kg sampah organik atau bukan di setiap harinya maka
dengan jumlah penduduk minimal 10 juta jiwa , maka akan terkumpul 20.000
ton sehari . Sampah yang bisa menjadi kontributor besar bagi gas metana
yang bisa menjadi emisi gas rumah kaca.

d. Dampak yang Ditimbulkan


Dampak lingkungan terhadap pemanasan global
1. Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil
pembangkit listrik.
Penggunaan listrik yang semakin meningkat yang dipasok dari pembangkit
listrik berbahan bakar batubara batubara yang melepaskan sejumlah besar
karbon dioksida ke atmosfer. 40% emisi CO2 dihasilkan oleh produksi listrik
AS, dan 93% diantaranya berasal dari emisi pembakaran batubara pada

9
industri utilitas. Setiap hari pasar semakin banyak dibanjiri gadget
penggunaannya membutuhkan daya listrik, padahal tidak didukung oleh
energi alternatif. Dengan demikian kita akan semakin tergantung pada
pembakaran batu bara untuk memasok kebutuhan listrik di seluruh dunia.

2. Emisi karbon dioksida dari pembakaran bensin pada kendaraan.


Kendaraan yang kita pakai adalah sumber penghasil emisi sekitar 33% yang
berdampak terhadap pemanasan global. Dengan pertambahan jumlah
penduduk yang tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan, tentu saja akan
meningkatkan permintaan akan kendaraan yang lebih banyak lagi, yang berarti
penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi dan pabrik yang semakin
besar. Konsumsi terhadap bahan bakar fosil jauh melampaui penemuan
terhadap cara untuk mengurangi dampak emisi. Sudah saatnya kita
meninggalkan budaya konsumtif.

3. Emisi metana dari peternakan dan dasar laut Kutub Utara.


Metana merupakan gas rumah kaca yang sangat kuat setelah CO2. Bila bahan
organik diurai oleh bakteri pada kondisi kekurangan oksigen (dekomposisi
anaerobik) maka metana akan dihasilkan. Proses ini juga terjadi pada usus
hewan herbivora, dan dengan meningkatnya jumlah produksi ternak
terkonsentrasi, tingkat metana yang dilepaskan ke atmosfer akan meningkat.
Sumber metana lainnya adalah metana klatrat, suatu senyawa yang
mengandung sejumlah besar metana yang terperangkap dalam struktur

10
bongkahan es. Apabila metana keluar dari dasar laut Kutub Utara, maka
tingkat pemanasan global akan meningkat secara signifikan.

4. Deforestasi, terutama hutan tropis untuk kayu dan lahan pertanian.


Penggunaan hutan untuk bahan bakar (baik kayu dan arang) merupakan salah
satu penyebab deforestasi. Di seluruh dunia pemakaian produk kayu dan
kertas semakin meningkat, kebutuhan akan lahan ternak semakin meningkat
untuk pemasok daging dan susu, dan penggunaan lahan hutan tropis untuk
komoditas seperti perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama terhadap
deforestasi dunia. Penebangan hutan akan mengakibatkan pelepasan karbon
dalam jumlah besar ke atmosfir.

5. Peningkatan penggunaan pupuk kimia pada lahan pertanian.


Pada pertengahan abad ke-20, penggunaan pupuk kimia (yang sebelumnya
penggunaan pupuk kandang) telah meningkat secara dramatis. Tingginya
tingkat penggunaan pupuk yang kaya nitrogen memiliki efek pada
penyimpanan panas dari lahan pertanian (oksida nitrogen memiliki kapasitas
300 kali lebih panas- per unit volume dari karbon dioksida) dan kelebihan
limpasan pupuk menciptakan 'zona-mati 'di laut. Selain efek ini, tingkat nitrat
yang tinggi dalam air tanah karena pemupukan yang berlebihan berdampak
terhadap kesehatan manusia yang cukup memprihatinkan.

11
Dampak pemanasan global terhadap lingkungan
1. Peningkatan permukaan laut
Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan
yang stabil secara geologi. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan
lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak
es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air
di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 25 cm (4 10
inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan
lebih lanjut 9 88 cm (4 35 inchi) pada abad ke-21. Namun, banyak negara
di seluruh dunia akan mengalami dampak naiknya permukaan air laut, yang
bisa memaksa jutaan orang untuk mencari pemukiman baru.

2. Suhu global cenderung meningkat


Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan
lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama
di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan
mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa
bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang
menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika
snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir
alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman
pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang
lebih hebat.

12
3. Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke
atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies
yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau
lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak
mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
4. Mencairnya Gketser Dunia
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan pada
jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut dunia.
NASA mencatat bahwa sejak tahun 1960 hingga 2005 saja, jumlah gletser-
gletser di berbagai belahan dunia yang hilang tidak kurang dari 8.000 meter
kubik. Para ilmuwan NASA kini telah menyadari bahwa cairnya gletser,
cairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya temperatur bumi secara global,
hingga meningkatnya level air laut merupakan bukti-bukti bahwa planet bumi
sedang terus memanas.
5. Kebakaran hutan besar-besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut
terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan
lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan
kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju
yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju
meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih
mudah terbakar.
6. Situs purbakala cepat rusak
Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan
artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam. Banjir,
suhu yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah

13
berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar
belum lama ini.
7. Ketinggian gunung berkurang
Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan
ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es di puncaknya. Selama ratusan
tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya.
Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat
kembali.
8. Satelit bergerak lebih cepat
Emisi karbon dioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke
ruang angkasa. Udara di bagian terluat atmosfer sangat tipis, tapi dengan
jumah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas
menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan
udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer
menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat..
9. Pelelehan Besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, tapi juga
semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar
tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan
merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas
dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa
menyebabkan keruntuhan batuan.
10. Mekarnya Tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan Kutub Utara memicu problem pada tanaman dan hewan di
dataran yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan saat
matahari terbenam pada biota Kutub Utara. Tanaman di situ yang dulu
terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan
terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar
dibanding dengan tanah di era purba.

14
11. Habitat Makhluk Hidup Pindah ke Dataran Lebih Tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebihtinggi demi
menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan
bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke dataran lebih tinggi akibat pemanasan
global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab
es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
12. Korban akibat topan badai yang semakin meningkat.
Tingkat keparahan badai seperti angin topan dan badai semakin meningkat,
dan penelitian yang dipublikasikan dalam Nature mengatakan:
"Para ilmuwan menunjukkan bukti yang kuat bahwa pemanasan global secara
signifikan akan meningkatkan intensitas badai yang paling ekstrim di seluruh
dunia. Kecepatan angin maksimum dari siklon tropis terkuat meningkat secara
signifikan sejak tahun 1981. Hal tersebut diperkirakan didorong oleh suhu air
laut yang semakin meningkat, tidak mungkin mengalami penurunan dalam
waktu dekat. "

Dampak pemanasan global terhadap manusia


1. Gagal panen besar-besaran.
Menurut penelitian terbaru, sekitar 3 miliar orang di seluruh dunia harus
memilih untuk pindah ke wilayah beriklim sedang karena kemungkinan
adanya ancaman kelaparan akibat perubahan iklim dalam 100 tahun.
"Perubahan iklim ini diramalkan memiliki dampak yang paling parah pada
pasokan air. "Kekurangan air di masa depan kemungkinan akan mengancam
produksi pangan, mengurangi sanitasi, menghambat pembangunan ekonomi

15
dan kerusakan ekosistem. Hal ini menyebabkan perubahan suasana lebih
ekstrim antara banjir dan kekeringan.

2. Kepunahan sejumlah besar spesies.


Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Nature, peningkatan suhu
dapat menyebabkan kepunahan lebih dari satu juta spesies. Dan karena kita
tidak bisa hidup sendirian tanpa ragam populasi spesies di Bumi, ini akan
membawa dampak buruk bagi manusia.

3. Hilangnya terumbu karang.


Sebuah laporan tentang terumbu karang dari WWF mengatakan bahwa dalam
skenario terburuk, populasi karang akan runtuh pada tahun 2100 karena suhu
dan keasaman laut meningkat. 'Pemutihan' karang akibat kenaikan suhu laut
yang terus-menerus sangat berbahaya bagi ekosistem laut, dan banyak spesies
lainnya di lautan bergantung pada terumbu karang untuk kelangsungan hidup
mereka.
"Meskipun luasnya lautan 71 persen dari permukaan bumi dengan kedalaman

16
rata-rata hampir 4 km - ada indikasi bahwa hal ini mendekati titik kritis. Bagi
terumbu karang, pemanasan dan pengasaman air mengancam hilangnya
ekosistem global. Jadi diperlukan upaya yang besar untuk menyelamatkan
terumbu karang dari kepunahan.

4. Kebakaran hutan besar-besaran


Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut
terbakar habis. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan
lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan
kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju
yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju
meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih
mudah terbakar.

Dampak pemanasan global terhadap kesehatan


Dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global hampir semuanya negatif.
Secara tidak langsung, pemanasan global ini berpengaruh pada cuaca yang
tidak menentu. Suhu rata-rata permukaan bumi meningkat secara bertahap.
Dari naiknya suhu rata-rata tersebut, tingginya permukaan air laut juga
berpengaruh. Pemanasan yang berpusat di belahan utara bumi, menyebabkan
es di kutub utara mencair. Dengan cairnya es tersebut, debit air laut akan
bertambah dan menyebabkan pulau-pulau rendah akan tenggelam dan hilang.
Hasil pertanian pun tidak luput dari pengaruh pemanasan global. Hujan atau
kemarau yang terlalu panjang, menyebabkan sering terjadi banjir atau

17
kekeringan parah. Penurunan produksi pangan sehingga bisa meningkatkan
risiko bencana kelaparan, peningkatan kerusakan pesisir akibat banjir dan
badai, peningkatan kasus gizi buruk dan diare, serta perubahan pola distribusi
hewan dan serangga sebagai vektor penyakit. Dari segi kesehatan, para ilmuan
memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal
karena stress udara panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah
tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa
penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke
daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen
penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk
pembawa parasit malaria. Persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen
jika temperatur meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat
menyebar seperti malaria, demam berdarah dengue, demam kuning, dan
encephalitis.

e. Cara Mengatasi dan Penanggulangannya

B. Hujan Asam
a. Pengertian
Hujan asam adalah istilah popular yang menggambarkan kehadiran
senyawa asam dalam bentuk basah (air hujan, salju, kabut) dan bentuk kering
(partikel ber-asam dan gas) di atmosfir. Istilah yang paling tepat adalah
penumpukan asam. Hujan asam adalah jenis hujan atau bentuk lainnya yang
bersifat asam karena adanya peningkatan kadar ion hidrogen di dalam air (pH
rendah). Kebanyakan senyawa oksida nitrogen dan oksida belerang yang
terdapat di atmosfer diubah menjadi asam, misalnya belerang dioksida diubah
menjadi asam sulfat, dan nitrogen dioksida diubah menjadi asam nitrat.
Apabila asam ini bergabung dengan buangan asam klorida akan dapat
menyebabkan presipitasi asam yang disebut sebagai hujan asam.

18
Hujan asam dapat juga diartikan sebagai segala macam hujan dengan pH
di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam (pH sedikit di bawah 6)
karena karbondioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki
bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat
karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan binatang. Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert
Angus Smith pada tahun 1972. Ia menguraikan tentang keadaan di
Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris.

b. Mekanisme
Proses mengubah gas menjadi asam dan mencucinya dari atmosfir sudah
ada sejak manusia belum menggunakan segala jenis mesin industri. Sebutir
air yang terdapat di awan dapat mengikat partikel yang bergerak bebas di
atmosfir atau gas-gas yang langsung dapat larut sehingga atmosfir akan
bersih dari gas-gas pengotor tersebut. Senyawa sulfur dan nitrogen yang
merupakan salah satu pengotor atmosfir, umumnya dihasilkan oleh aktivitas
alam. Misalnya, ledakan gunung berapi dan aktivitas bakteri di permukaan
tanah. Meningkatnya aktivitas perekonomian manusia dan majunya
industrialisasi, memacu peningkatan reaksi hujan asam ini. Namun, tidak
semua gas dapat dibawa turun oleh hujan.
Reaksi awal terjadi di troposfir. Sinar matahari dengan energi tertentu
atau biasa disebut foton cahaya, menyinari molekul ozon (O3). Proses ini
biasanya terjadi di sekitar lapisan stratosfir atau di sekitar lapisan troposfir.
Pada lapisan ini, molekul ozon telah bercampur dengan senyawa nitrogen dan
polutan karbon. Hasil reaksi ini menghasilkan molekul oksigen (O2) dan atom
oksigen yang sangat reaktif. Atom oksigen ini kemudian bergabung dengan
molekul air membentuk dua radikal hidroksil (HO). Radikal ini kemudian
bereaksi dengan nitrogen dioksida membentuk asam nitrat (HNO3).
NO2 + OH- HNO3
Dalam bentuk fasa gas, belerang dioksida bereaksi dengan radikal
hidrogen melalui intermolekul di dalam atmosfir dan diikuti reaksi dengan

19
reaksi oksidasi menghasilkan belerang trioksida dan hydrogen oksida dalam
bentuk radikal, selanjutnya oleh kehadiran uap air akan diubah secara cepat
menjadi asam sulfat.
SO2 + OH- HOSO2-
HOSO2- + O2 HO2- + SO3
SO3 (g) + H2O (l) H2SO4 (l)
Konsentrasi radikal hidroksil di atmosfir tidak lebih dari 1 ppt (satu
bagian per satu triliun), namun radikal ini tidak pernah habis di atmosfir
bumi, karena beberapa proses oksidasi di dalam radikal ini selalu
menghasilkan radikal lainnya.
Asam sulfat dan asam nitrat yang dibentuk dari gas polutan (hasil polusi)
ini, dengan mudah mencapai awan. Asam-asam tersebut sebahagian
tercampur langsung dengan awan. Sebahagian lagi terbentuk setelah fasa
reaksi kondensasi membentuk butir-butir kecil dengan diameter 0,1 sampai
beberapa micrometer. Asam-asam ini memiliki derajat keasaman yang biasa
disimbolkan dengan pH.

20
c. Faktor-Faktor Penyebab
Beberapa faktor hujan asam sebagai berikut:

1. Pada dasarnya hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, Sulfur


Dioxide (SO2) dan nitrogen oxides (NOx) yang keduanya dihasilkan
melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer
di seluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi
maupun kebakaran hutan secara alami sedangkan 50% lainnya berasal
dari kegiatan manusia, misalnya akibat pembakaran BBF, peleburan
logam dan pembangkit listrik. Minyak bumi mengadung belerang antara
0,1% sampai 3% dan batubara 0,4% sampai 5%. Waktu BBF di bakar,
belerang tersebut beroksidasi menjadi belerang dioksida (SO2) dan lepas
di udara. Oksida belerang itu selanjutnya berubah menjadi asam sulfat.

2. NOx juga berasal dari aktifitas jasad renik yang menggunakan senyawa
organik yang mengandung N. Oksida N merupakan hasil samping
aktifitas jasad renik itu. Di dalam tanah pupuk N yang tidak terserap
tumbuhan juga mengalami kimi-fisik dan biologik sehingga
menghasilkan N karena itu semakin banyak menggunakan pupuk N,
makin tinggi pula produksi oksida tersebut.

3. Hujan asam juga dapat terbentuk melalui proses kimia dimana gas
sulfur dioxide atau sulfur dan nitrogen mengendap pada logam serta
mengering bersama debu atau partikel lainnya.

d. Dampak Hujan Asam Pada Makhluk Hidup

Hujan asam akan mengganggu keseimbangan ekosistem karena


memberikan dampak buruk bagi lingkungan biotik dan abiotik,
diantaranya :

Danau

Zat asam yang berlebihan pada danau dapat mengakibatkan sedikitnya


spesies yang bertahan terutama plankton dan invertebrate. Jika Ph air

21
danau kurang dari 5 maka lebih dari 75% spesies ikan akan hilang. Ini
disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan
berdampak pada keberlangsungan suatu ekosistem. Tidak semua danau
yang terkena hujan asam akan menjadi pengasaman, dimana telah
ditemukan jenis batuan dan tanah yang dapat membantu menetralkan
keasaman.

Tumbuhan dan Hewan

Hujan asam yang larut bersama nutrisi di tanah dapat menjadi racun bagi
tumbuhan pada saat nutrisi tersebut diserap dan hendak di jadikan
sumber makanan melalui proses fotosintesis sehingga hal ini akan
menghambat pertumbuhan dan mempercepat daun berguguran,
selebihnya pohon-pohon akan terserang penyakit, kekeringan dan mati.
Spesies hewan tanah pun memiliki ambang toleransi terhadap hujan
asam sehingga mereka dapat mati karena perubahan lingkungan yang
ekstrim. Hutan juga mempunyai kemampuan unuk menetralisir hujan
asam dengan jenis batuan dan tanah yang dapat mengurangi tingkat
keasaman.

Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya


aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan
mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan air terhambat. Hal ini
menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya
tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal
ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti
bahwa keragaman hayati tanaman juga semakin menurun.

Sebagaimana tumbuhan, hewan juga memiliki ambang toleransi terhadap


hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati
saat pH tanah meningkat karena sifat hewan mikroskopis adalah sangat
sangat spesifik dan rentan terhadap perubahan lingkungan yang ekstrim.
Spesies hewan yang lain juga akan terancam karena jumlah produsen
(tumbuhan) semakin sedikit. Berbagai penyakit juga akan terjadi pada
hewan karena kulitnya terkena air dengan keasaman tinggi. Hal ini jelas
akan menyebabkan kepunahan spesies.

22
Kesehatan manusia

Dampak deposisi asam terhadap kesehatan telah banyak diteliti, namun


belum ada yang nyata berhubungan langsung dengan pencemaran udara
khususnya oleh senyawa Nox dan SO2. Kesulitan yang dihadapi
dikarenakan banyaknya faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang,
termasuk faktor kepekaan seseorang trhadap pencemaran yang terjadi.
Misalnya balita, orang berusia lanjut, orang dengan status gizi buruk
relatif lebih rentan terhadap pencemaran udara dibandingkan dengan
orang yang sehat.

Berdasarkan hasil penelitian, Sulphur Dioxide yang dihasilkan oleh hujan


asam juga dapat bereaksi secara kimia didalam udara, dengan
terbentuknya partikel halus sulphate, yang mana partikel halus ini dapat
mengikat di paru- paru pada saat proses pernafasan berlangsung. Hal ini
dapat menyebabkan berbagai penyakit pernafasan. Selain itu senyawa
sulfat dan nitrat yang mengalami kontak langsung dengan kulit dapat
menyebabkan terjadinya kanker kulit. Karena senyawa sulfat dan nitrat
mengalami kontak langsung dengan kulit.

Korosi

Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa


material seperti batu kapur, pasir besi, marmer, batu pada diding beton
serta logam. Oleh karena itu kita harus melakukan upaya untuk mencegah
timbulnya hujam asam yang dapat pula merusak bangunan tua serta
monument seperti candi dan patung.

Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium


karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti
halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.

Dampak pada ekosistem perairan :

Ion hidrogen (H+) dapat mengganggu pengaturan keseimbangan ion pada


organisme akuatik.

23
Meningkatkan kadar logam dalam ekosistem air sehingga menurunkan
kualitasnya.

Siklus makanan pada ekosistem air terganggu (karena menurunnya kadar


P dalam air).

Mengganggu produktivitas primer di ekosistem air (hilangnya tumbuhan


air dan mikro alga yang sensitif).

Ikan dan beberapa jenis zooplankton akan punah dan beberapa jenis
avertebrata pemangsa akan tumbuh. Sehingga hujan asam akan
mengubah status tropik pada rantai makanan.

Dampak pada ekosistem darat :

Kerusakan pada tanaman akibat hujan asam terjadi dengan


ditemukannya bintik-bintik kuning pada daun, yang menjadi efek
bleaching larutan asam terhadap klorofil .

SOx dapat mengganggu sistem pernafasan karena menyerang


selaput lendir pada hidung, tenggorokan, saluran pernafasan
sampai ke paru-paru.

Gas NOx akan menyebabkan paru-paru bengkak sehingga


mengganggu tranportasi oksigen dalam darah.

Bangunan yang berupa gedung, jembatan, patung dan sebagainya


banyak mengalami pengkaratan akibat hujan asam.

Cat pada bangunan seringkali terdekomposisi oleh gas SOx dan


warnanya berubah menjadi kehitaman.

e. Upaya Pencegahan dari Hujan Asam

Usaha untuk mengendalikan hujan asam ialah menggunakan bahan bakar


yang mengandung sedikit zat pencemar, menghindari terbentuknya zat
pencemar saat terjadinya pembakaran, menangkap zat pencemar dari gas
buangan dan penghematan energi.

24
Bahan Bakar Dengan Kandungan Belerang Rendah

Kandungan belerang dalam bahan bakar bervariasi. Masalahnya ialah


sampai saat ini Indonesia sangat tergantung dengan minyak bumi dan
batubara, sedangkan minyak bumi merupakan sumber bahan bakar
dengan kandungan belerang yang tinggi. Penggunaan gas asalm akan
mengurangi emisi zat pembentuk asam, akan tetapi kebocoran gas ini
dapat menambah emisi metan.

Usaha lain yaitu dengan menggunakan bahan bakar non belerang


misalnya metanol, etanol, dan hidrogen. Akan tetapi penggantian jenis
bahan bakar ini haruslah dilakukan dengan hati-hati, jika tidak akan
menimbulkan masalah yang lain. Misalnya pembakaran metanol
menghasilkan dua sampai lima kali formaldehide daripada pembakaran
bensin. Zat ini mempunyai sifat karsinogenik (pemicu kanker).

Mengurangi Kandungan Belerang Seelum Pembakaran

Kadar belerang dalam bahan bakar dapat dikurangi dengan menggunakan


teknologi tertentu. Dalam proses produksi, misalnya batubara. Batubara
biasanya dicuci untuk membersihkan batubara dari pasir, tanah, dan
kotoran lain serta mengurangi kadar belerang yang berupa pirit (belerang
dalam bentuk besi sulfida smpai 50-90 %).

Pengendalian Pencemaran Selama Pembakaran

Beberapa teknologi untuk mengurangi emisi SO2 dan Nox pada waktu
pembakaran telah dikembangkan. Salah satu teknologi ialah Lime
Injection In Multiple Burners (LIMB). Dengan teknologi ini, emisi SO 2
dapat dikurangi sampai 80% dan Nox 50%.

Caranya dengan menginjeksikan kapur dalam dapur pembakaran dan


suhu pembakaran diturunkan dengan alat pembakar khusus. Kapur akan
bereaksi dengan belerang dan membentuk gipsum (kalsium sulfat
dihidrat). Penurunan suhu mengakibatkan penurunan pembentukan Nox
baik dari nitrogen yang ada dalam bahan bakar maupun dari nitrogen
udara.

Pemisahan polutan dapat dilakukan menggunakan pemyerp batu kapur


atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam fasilitas
FGD. Ke dalam alat ini kemudian disemprotkan udara sehingga SO2 dalam

25
gas buang teroksidasi oleh oksigen menjadi SO3. Gas buang selanjutnya
didinginkan dengan air, sehingga SO3 beraksi dengan air (H2O)
membentuk asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat selanjutnya direaksikan
dengan Ca(OH)2 sehinggan diperoleh hasil pemisahan berupa gipsum
(gypsum). Gas buang yang keluar dari sistem FGD sudah terbebas dari
oksida sulfur. Hasil samping proses FGD disebut gipsum sintetis karena
memiliki senyawa kimia yang sama dengan gipsum alam.

Pengendalian Setelah Pembakaran

Zat pencemar juga dapat dikurangi dengan gas ilmiah hasil pembakaran.
Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah Fle Gas Desulfurization (FGD).
Prinsip teknologi ini ialah untuk mengikat SO2 di dalam gas limbah di
cerobong asap dengan absorben, yang disebut scubbing. Dengan cara ini
70-95% SO2 yang terbentuk dapat diikat. Kerugian dari cara ini ialah
terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu dapat pula diubah menjadi
gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri. Cara lain ialah
dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga limbah
yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai pupuk.

Selain dapat mengurangi sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum


yang dihasilkan melalui proses FGD ternyata juga memiliki nilai ekonomi
karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk
bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil dalam bentuk
papan gipsum (gypsum boards), dinding penyekat atau pemisah ruangan
(partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).

Produksi gipsum sintetis merupakan suatu terobosan yang mapu


mengubah bahan buangan yang mencemari lingkungan menjadi suatu
produk baru yang bernilai ekonomi. Sebaga bahan wall board, gipsum
sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan.
Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam.
Mengingat dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat
nanti, setiap PLTU batubara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum
sintetis.

Mengaplikasikan Prinsip 3R (Reuse, Recycle, Reduce)

26
Hendaknya prinsip ini djadikan landasan saat memproduksi suatu barang,
dimana produk itu harus dapat digunakan kembali atau dapat didaur
ulang sehingga jumlah sampah atau limbah yang dihasilkan dapat
dikurangi. Teknologi yang digunaan juga harus diperhatikan, teknologi
yang berpotensi mengeluarkan emisi hendaknya diganti dengan teknologi
yang lebih baik dan bersifat ramah lingkungan. Hal ini juga bekaitan
dengan perubahan gaya hidup, kita sering kali berlomba membeli
kendaraan pribadi, padahal tranportasi inilah yang merupakan penyebab
tertinggi pencemaran udara. Oleh karena itu kita harus memenuhi kadar
baku mutu emisi, baik di industri maupun transportasi.

27

Anda mungkin juga menyukai