PENDAHULUAN
insulin (DM tipe 1) atau penurunan sensitivitas jaringan tubuh terhadap insulin
(DM tipe 2) (Guyton and Hall, 2006). Prevalensi DM dari segala kelompok umur
di seluruh dunia adalah 2,8% atau sekitar 171 juta orang pada tahun 2000 dan
diperkirakan meningkat dua kali lipat pada tahun 2030 yaitu 4,4% atau sekitar 366
orang pada tahun 2000 dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta orang pada
khususnya saraf dan pembuluh darah. Sekitar 3,2 juta orang meninggal setiap
1
2
dengan peningkatan risiko kematian oleh DM (Young et al., 2008). Oleh karena
itu, salah satu sasaran terapi DM adalah mencegah komplikasi jangka pendek
2000).
Tujuan terapi pada pasien DM adalah menjaga kadar glukosa darah tetap
terjadinya komplikasi akibat DM (Anonim, 2005). Hal ini dapat ditangani dengan
terapi non-farmakologi (pengaturan pola makan dan olah raga teratur) dan terapi
jangka waktu yang lama sehingga biaya pengobatan DM relatif mahal. Selain itu,
cukup besar. Menurut Andayani (2006), biaya obat-obat antidiabetes dan biaya
mual, muntah, diare, sakit kepala, ataksia, vertigo, leukopenia, anemia aplastik,
asidosis laktat dan hipoglikemia. Oleh karena itu, kini pengobatan tradisional
lebih aman daripada penggunaan obat modern karena memiliki efek samping yang
relatif lebih kecil daripada obat modern (Sari, 2006). Disamping itu, pemanfaatan
Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia.
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga
berbagai penyakit sangat diperlukan. Hal ini sebagai upaya untuk mendapatkan
pengobatan yang mudah didapat, harga yang lebih murah dan efek samping yang
lebih kecil. Salah satu tumbuhan obat yang saat ini banyak digunakan sebagai obat
digunakan oleh masyarakat untuk menyembuhkan luka bakar atau luka terbuka.
Selain itu, secara tradisional A. scandens (L.) Moq juga digunakan untuk
(antidiabetes) dari A. scandens (L.) Moq. belum dilaporkan. Namun kerabat satu
suku dari binahong (A. scandens (L.) Moq.) yaitu Basella alba Linn. dan
1986 dalam Chuang et al., 2007; Palanuvej et al., 2009). Menurut Erdtman
4
penyebaran suatu kandungan kimia yang sama akan terjadi pada tumbuhan-
tumbuhan yang masih memiliki kekerabatan dalam satu suku yang sama.
bahwa A. scandens (L.) Moq. juga memiliki kandungan kimia yang sama sebagai
agen antidiabetes.
scandens (L.) Moq. mengandung flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin. Oleh
karena itu, perlu dilakukan suatu metode identifikasi sebagai data tambahan untuk
memperjelas dan mendukung data dari uji fitokimia yang telah dilakukan. Salah
belakang diatas, maka pada penelitian ini dilakukan uji potensi penurunan kadar
glukosa darah dan penentuan profil KLT-Densitometer dari ekstrak etanol umbi A.
scandens (L.) Moq. dengan etanol 95% dilanjutkan dengan penentuan profil KLT-
Densitometer ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq. dan uji potensi
antidiabetes ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq. secara in vivo pada tikus
dapat menurunkan kadar gula darah tikus putih jantan galur Sprague
(L.) Moq. terhadap kadar gula darah tikus putih jantan galur Sprague
1.4 Hipotesis
Ekstrak etanol 95% umbi Anredera scandens (L.) Moq. memiliki efek
penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley
(L.) Moq. yang memiliki potensi menurunkan kadar glukosa darah sehingga dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Caryophyllales
Marga : Anredera
6
7
2.1.2 Deskripsi
Tumbuhan herba, batang basah, bulat, membelit ke arah kanan, warna merah
keunguan. Daun tunggal, bentuk bulat hingga bulat telur, ukuran 5 - 10 cm 4,5 -
12 cm, warna hijau, lunak, tepi rata, ujung membulat, pangkal berlekuk, tulang
daun menyirip, bertangkai lunak, hijau muda, panjang 0,5 - 2,5 cm. Karangan
bunga majemuk tak terbatas, tandan, panjang 8 - 23 cm, aksiler, karangan tunggal
atau bercabang 2 - 3 karangan, tiap bunga dilindungi daun pelindung atas terletak
di pangkal tenda bunga, bentuk seperti perahu, warna putih kehijauan 0,5 - 1,5
mm lebih rendah dari daun tenda bunga, daun pelindung bawah terletak dipangkal
tangkai bunga, bentuk oval dengan ujung runcing, panjang 0,5 -1,0 mm. Perhiasan
bunga berupa daun tenda bunga 5, warna putih kehijauan 2 2 mm, benangsari 5,
panjang 2,5 - 3 mm, putik 3, warna putih lebih pendek dari benangsari, bakal buah
lunak 1 - 2 mm. Akar tunggang dengan banyak percabangan dan rambut akar,
umbi muncul dari batang dan ketiak daun, selain banyak mengandung amilum,
sering dari umbi muncul tunas baru (Backer and Brink, 1965; Geesink et al.,
Daun, batang dan umbi Anredera scandens (L.) Moq. mengandung senyawa
2.1.4 Kegunaan
menormalkan tekanan darah melancarkan buang air, menjaga daya tahan tubuh,
mencegah penyakit maag dan asam urat, serta menyembuhkan radang usus, wasir
dan diabetes mellitus (DM) (Anonim, 2008). Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
fraksi butanol dari Anredera cordifolia (Ten.) Steenis yang juga termasuk dalam
suku Basellaceae telah dilaporkan memiliki efek antidiabetes pada mencit yang
memiliki aktivitas sebagai antidiabetes antara lain umbi bawang merah (Allium
cepa L.) suku Alliaceae, umbi bawang putih (Allium sativum L.) suku Alliaceae,
seluruh bagian tanaman lada hitam (Piper nigrum L.) suku Piperaceae, rimpang
kunyit (Curcuma longa L.) suku Zingiberaceae, seluruh bagian tanaman jahe
9
(Zingiber officinale Rosc.) suku Zingiberaceae, buah dan daun pare (Momordica
charantia L.) suku Cucurbitaceae, biji kesumba (Bixa orellana L.) suku Bixaceae,
akar wortel (Daucus carota L.) suku Apiaceae dan akar ginseng (Panax ginseng
Menurut Akbar dkk., (2008), ekstrak etanol buah buncis (Phaseolus vulgaris
efektif 4,63 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Setiawan
dkk., (2006) juga melaporkan bahwa suspensi daun lidah buaya (Aloe vera Linn.)
suku Liliaceae memiliki aktivitas antidiabetes dengan dosis efektif 150 mg/kgBB,
250 mg/kgBB dan 350 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur Wistar.
dosis efektif 500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB pada tikus putih jantan galur
Wistar dan mencit jantan galur Bulb/c. Zuhrotun (2007) juga melaporkan ekstrak
etanol biji buah alpukat (Persea americana Mill.) suku Lauraceae memiliki
aktivitas antidiabetes dengan dosis efektif 0,980 g/kgBB pada tikus putih jantan
galur Wistar. Selain itu, Sunarsih dkk., (2007) juga melaporkan infusa umbi
antidiabetes dengan dosis efektif 630 mg/kgBB dan 1360 mg/kgBB pada tikus
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat
terjadi dan bersifat serius. Pada hewan, keadaan ini dapat ditimbulkan dengan
dengan dosis sesuai akan secara efektif merusak sel-sel pulau Langerhans
dan dengan pemberian anti insulin. Juga dilaporkan adanya galur-galur mencit,
tikus, tupai, marmut, babi dan monyet yang memiliki insiden tinggi menderita
Etiologi dari DM tidak terlalu lengkap dimengerti dan banyak faktor yang
dengan penyakit DM ini antara lain obesitas, peningkatan umur, genetik, stres,
(Ganong, 2001).
genetik yang memudahkan timbulnya penyakit ini (Ganong, 2001). Ada beberapa
tipe antibodi dihubungkan dengan DM tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell
ICCA, ICSA dan antibodi terhadap GAD merupakan prediktor yang cukup akurat
untuk DM tipe 1, dimana titer ketiga antibodi tersebut makin menurun sejalan
12
Pada DM tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit) serta pasien akan mengalami ketosis dan asidosis
biasanya timbul setelah usia 40 tahun dan tidak berkaitan dengan hilangnya
antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat serta kurang berat badan
utama yaitu penurunan sensitivitas jaringan target (umumnya pada hati dan otot
skeletal) terhadap aksi dari insulin dan terjadi gangguan sekresi insulin sehingga
resistensi insulin tersebut sel - sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon
insulin secara normal (Anonim, 2005). Oleh karena kelainan metabolisme ini,
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun,
fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh
(Anonim, 2005).
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita (Anonim, 2005).
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah post
prandial >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL juga dapat menjadi patokan
diagnosis DM. Sedangkan untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan
pemeriksaan satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
tidak satu kali lagi kadar gula darah post prandial >200 mg/dL, kadar glukosa
darah puasa 126 mg/dL, atau dari hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam terapi diabetes mellitus (DM) yaitu
pendekatan tanpa obat (terapi non farmakologi) dan pendekatan dengan obat
Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan diet yang baik dan olahraga
yang teratur. Terapi ini merupakan kunci keberhasilan terapi DM untuk menjaga
kadar glukosa darah tetap berada dalam kisaran normal dan mencegah atau
Bila terapi diet dan usaha mengurangi berat badan bagi kegemukan gagal
A. Insulin
pelepasan insulin. Obat hipoglikemik oral ini digunakan untuk pasien yang tidak
insulin oleh sel pulau Langerhans kelenjar pankreas meliputi obat hipoglikemik
oral sulfonilurea dan glinid (meglitinid dan turunan fenilalanin) (Anonim, 2005).
(Katzung, 1995). Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian
glukosa, karena ternyata pada saat glukosa gagal merangsang sekresi insulin
meglitinida dan turunan fenilalanin ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan
peningkatan perubahan glukosa menjadi laktat oleh entrosit, dan penurunan kadar
penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Efeknya ialah
kadar insulin, glukosa dan asam lemak bebas dalam darah menurun. Golongan
17
obat ini juga menurunkan kecepatan glukoneogenesis dalam hati (Herfindal and
oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif
dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita DM.
yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus dan tidak
dinding entrosit yang terletak pada bagian proksimal usus halus (Anonim, 2005).
dengan cara pankreatektomi dan dengan cara kimia. Penentuan kadar gula dapat
dilakukan secara kualitatif terhadap glukosa urin, sedangkan kadar glukosa darah
spektrometri pada gelombang tertentu. Uji efek anti diabetes dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu metode uji dengan perusakan pankreas dan metode uji
toleransi glukosa.
18
A. Aloksan
hipotesis tentang mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain pembentukan
khelat terhadap Zn, interferensi dengan enzim-enzim sel serta deaminasi dan
dekarboksilasi asam amino. Perusakan sel pankreas secara selektif oleh aloksan
B. Streptozotosin
2001). Mekanisme kerja dari STZ sebagai agen diabetogenik adalah dengan
Aksi intraseluler dari STZ menimbulkan perubahan DNA pada sel - sel pulau
19
Langerhans kelenjar pankreas yang terinduksi STZ adalah DNA yang teralkilasi.
Rangkaian DNA yang telah rusak karena teralkilasi dapat mengaktivasi poly
Hewan uji yang telah dipuasakan 20-24 jam diberi larutan glukosa per oral
cuplikan darah sebagai kadar glukosa awal. Pengambilan cuplikan darah diulangi
2.8 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Anonim,
2000). Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi.
20
dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang cocok dengan
1986; Anonim, 2000). Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,
maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga
terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan
lempeng gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan
ditotolkan berupa bercak atau pita. Lempeng KLT selanjutnya diletakkan dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) dan
kira-kira 254 nm) atau jika senyawa itu dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV
gelombang pendek dan/atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara
itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan pereaksi kimia tanpa
Fase diam yang umum digunakan pada KLT adalah silika dan serbuk selulosa
sedangkan fase gerak berupa cairan. Mekanisme dalam KLT adalah partisi dan
adsorbsi. Pada KLT, untuk fase diam yang polar dapat digunakan fase gerak
nonpolar sampai paling polar. Sedangkan untuk fase diam nonpolar biasanya
digunakan fase gerak berupa larutan metanol dan isopropanol. Parameter migrasi
dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi
KLT merupakan metode analisis yang umum telah digunakan sampai batas
merupakan salah satu aplikasi dari KLT. Peran penting KLT dalam identifikasi
tanaman obat ini membuat metode KLT ini masih diimplementasikan di berbagai
farmakope di seluruh dunia. Namun, kini terjadi peningkatan yang luar biasa
kinerja tinggi (KLT-KT) yang ditawarkan untuk analisis herbal (Reich and
Blatter, 2003).
memperoleh pemisahan dan hasil analisis yang lebih baik dibandingkan KLT.
Kelebihannya terletak pada fase diam dimana pada KLT-KT fase diam yang
lempeng teoritis. Oleh karena itu pemisahan pada KLT-KT menjadi lebih efisien
dari KLT (Gandjar dan Rohman, 2007). Selain itu, KLT-KT memiliki kelebihan
lainnya seperti jumlah sampel yang ditotolkan lebih sedikit, jarak pengembangan
lebih pendek dan waktu analisis lebih singkat. Oleh karena itu, KLT-KT
seringkali dapat memberikan hasil yang memadai dengan sedikit usaha dan sedikit
kimia tanaman. Fase gerak atau sistem pelarut yang umum digunakan penapisan
kandungan kimia yang terdapat pada tanaman dapat dilihat pada tabel 2.1 dengan
Tabel 2.1 Sistem Pelarut yang Digunakan dalam Profil KLT Golongan
Kandungan Kimia Tumbuhan (Reich and Blatter, 2003).
Golongan Kandungan
Sistem Pelarut atau Fase Gerak
Kimia Tumbuhan
Alkaloid Toluen, etil asetat, dietil amin atau amonia (70:20:10)
Purin Etil asetat, metanol, air (100:13,5:10)
Etil asetat, metanol, air (100:13,5:10) atau
Derivat Antrasena
n-propanol, etil asetat air, asam asetat (40:40:29:1)
Etil asetat atau metanol dan toluen atau
Minyak Atsiri
heksan pada berbagai konsentrasi, atau diklorometan
Etil asetat, asam formiat, asam asetat, air (100:11:11:26)
Flavonoid atau asam formiat, air, etil asetat pada berbagai
konsentrasi, dengan atau tanpa etil metil keton
Arbutin, Derivat Etil asetat, metanol, air (100:13,5:10)
Hidrokuinon Asam formiat, air, etil asetat (6:6:88)
Kloroform, metanol, air (70:30:4)
Asam asetat, air, 1-butanol (10:40:50) atau
Saponin
amonia, air, etanol, etil asetat (1:9:25:65) atau
etil asetat, air, 1-butanol (25:50:100)
Asam formiat, air dan eti asetat pada berbagai konsentrasi,
dengan atau tanpa asam asetat, atau etil asetat, toluen
Tanin
(2:98) atau asam asetat, eter, heksan, etil asetat
(20:20:20:40)
Air, asetonitril (10:85) atau natrium dihidrogen fosfat
Karbohidrat
1,6%, 1-butanol, aseton (10:40:50)
Asam Amino 1-butanol, air, asam asetat, asam formiat (28:8:9:2)
spesifik atau non-spesifik yang sesuai setelah proses kromatografi (Reich and
identifikasi golongan kandungan kimia tumbuhan dapat dilihat pada tabel 2.2 di
bawah ini.
24
Tabel. 2.2 Pereaksi Warna yang Umum Digunakan dalam Identifikasi Golongan
Kandungan Kimia Tumbuhan (Reich and Blatter, 2003)
Pereaksi Warna Golongan Kandungan Kimia Tumbuhan
Terpenoid, saponin, sterol, iridoid, flavonoid dan
Asam sulfat
sebagian besar komponen-komponen lipofil
Anisaldehid/vanilin dengan Fenol, steroid, glikosida, saponin, karbohidrat (gula),
asam sulfat atau asam fosfat terpen (minyak atsiri)
Fenol, tanin, kumarin, flavonol, kanabinoid, senyawa
Fast blue salt B
amina
Natural products reagent Flavonoid, karbohidrat (gula), antosianin
Alkoloid, flavonoid, opiat, mikotoksin, senosida,
Uap amonia
valepotriat, antrasena
Alkaloid, komponen nitrogen heterosiklik, senyawa
Reagen Dragendorffs
dengan ikatan rangkap terkonjugasi, karotenoid
Anilin-dipenilamin-asam
Gula, glikosida
fosfat
Besi (III) klorida Fenol, flavonoid, tanin, alkaloid ergot, hiperisin.
2.9.2 Densitometer
elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada KLT (Mulya, 1995).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
CATS 1.24).
3. Uji potensi antidiabetes ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq. yang
mengikuti rancangan acak lengkap pola searah. Uji ini dilakukan pada
hewan coba tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi
menit ke-0, 30, 60, 120 setelah pembebanan glukosa. Setelah itu,
25
26
Kadar glukosa darah diukur pada menit ke-0, 30, 60, 90, 120 setelah diberi glukosa monohidrat
Analisis data
Subyek uji yang digunakan berupa hewan tikus putih jantan galur Sprague
Dawley, umur 2 - 3 bulan dengan berat berkisar 110 - 160 gram dan diberikan
makanan pelet dan air ad libitum. Sesudah adaptasi selama satu minggu, hewan
Sampel umbi tanaman A. scandens (L.) Moq. diambil dari wilayah Satria,
Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi umbi A. scandens (L.) Moq. adalah
Bahan yang digunakan untuk KLT adalah lempeng KLT silika gel GF254
(Merck), aquadest, etil asetat p.a (Merck), asam formiat teknis, amonia teknis,
asam asetat p.a (Merck), kloroform p.a (Merck), metanol p.a (Merck) dan toluen
p.a (Merck).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gluco Dr Plus AGM 3000
stamper, sudip, timbangan hewan, alat sonde, bak plastik dan kawat penutup bak,
gelas beker, gelas ukur, pipet ukur, aluminium foil, mikropipet, bejana
Sampel umbi A. scandens (L.) Moq. diperoleh dari wilayah Satria, Klungkung.
dengan cara diangin-anginkan. Umbi yang sudah kering digiling hingga diperoleh
serbuk. Serbuk umbi A. scandens (L.) Moq. lalu dibungkus dan disimpan di
tempat kering.
gram serbuk daun A. scandens (L.) Moq. dimasukkan dan ditimbang dengan
seksama dalam wadah yang telah ditara. Kemudian dikeringkan pada suhu 105oC
selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan kembali setiap 1 jam. Setiap
antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Pekerjaan ini diulang
menggunakan 100 mL etanol 95% pada suhu kamar selama satu hari, lalu
masing menggunakan 100 mL etanol 95% selama satu hari, sehingga total jumlah
etanol yang digunakan adalah sebanyak 300 mL. Maserat yang diperoleh melalui
3.6.5 Uji fitokimia ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq.
Uji fitokimia terhadap ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq.
melarutkan 500 mg ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq. dalam 50
mL etanol 95%.
didapat residu. Hasil positif minyak atsiri ditandai dengan adanya bau khas yang
C. Pemeriksaan alkaloid
dapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N. Larutan yang
dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan
Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan
1966).
31
E. Pemeriksaan saponin
saponin. Pada penambahan 1 tetes HCL 2N, busa tidak hilang (Anonim, 1989).
F. Pemeriksaan tanin
klorida 10 %, jika terjadi warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan
G. Pemeriksaan glikosida
Serbuk simplisia uji dilarutkan dalam pelarut etanol, diuapkan di atas tangas
air. Larutkan sisa dalam 5 mL asam asetat anhidrat P, ditambahkan 10 tetes asam
sulfat P. Terjadinya warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida (reaksi
H. Pemeriksaan flavonoid
tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P,
panaskan hati-hati di atas tangas air dan hindari pemanasan berlebihan. Campur
sisa yang diperoleh dengan 10 mL eter P. Amati dengan sinar UV 366 nm; larutan
ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq. dalam 5 mL metanol. Sebanyak
lempengan KLT silika gel GF254. Lempengan dielusi di dalam bejana pengembang
yang telah dijenuhkan dengan sistem pelarut n-butanol : asam asetat : aquadest
(4:1:5) hingga tanda batas. Setelah elusi, lempengan dikering dalam oven pada
suhu 60oC selama 5 menit. Bercak yang diperoleh dideteksi dibawah sinar UV
366 nm baik sebelum maupun sesudah diuapi amonia. Lihat dan identifikasi
Moq.
Pemilihan fase gerak disesuaikan dengan hasil yang diperoleh dari uji
fitokimia pada umbi A. scandens (L.) Moq. Pemilihan fase gerak yang sesuai
mengacu pada publikasi Reich and Blatter (2003) dan Harbone (1987), seperti
Tabel 3.1 Sistem Fase Gerak yang Digunakan untuk Pembuatan Profil Kandungan
Kimia Umbi Anredera scandens (L.) Moq.
Golongan
Fase Gerak
Senyawa
Flavonoid Etil asetat : Asam Formiat : Asam Asetat : Air (100:11:11:26)
Saponin Kloroform : Metanol : Air (70:30:4)
Tanin Etil asetat : Toluen (2:98)
Triterpenoid Kloroform : Metanol (10:1)
(L.) Moq.
dengan tabel 3.1 selama 30 menit. Ekstrak kental daun Anredera scandens (L.)
lempangan KLT silika gel GF254. Lempengan KLT dimasukkan ke dalam bejana
pengembang yang telah dijenuhkan selama 30 menit dan dielusi sampai tanda
batas. Setelah dielusi, lempengan KLT dikeluarkan dari bejana pengembang dan
dikeringkan dalam oven selama 5 menit pada suhu 500C. Lempengan yang telah
CAMAG TLC Scanner 3. Data puncak yang dihasilkan dari ekstrak etanol umbi
dan diamati reaksi warna yang terjadi. Pereaksi pendeteksi yang digunakan dan
Anredera scandens (L.) Moq. yang digunakan pada penentuan profil KLT-
Tabel 3.2 Jenis Pereaksi Pendeteksi dan Hasil Positif yang Dihasilkan
Golongan
Jenis Pereaksi Semprot Hasil Positif Setelah Disemprot
Senyawa
Flavonoid Vanilin 1% - Asam Sulfat P. Berwarna Merah Lembayung
Saponin Vanilin 1% - Asam Sulfat P. Berwarna Biru atau Ungu
Berwarna Ungu di Bawah Sinar
Tanin Uap Amonia
UV 366 nm
Berwarna Ungu setelah
Triterpenoid Vanilin 1% - Asam Sulfat P. Pemanasan pada Suhu 850C -
900C
(Markham, 1988; Wagner and Bladt, 1996; Harborne, 1987; Robinson, 1991)
digunakan pada tikus jantan galur Sprague Dawley untuk penurunan kadar
glukosa darah adalah 1,89 mg/kg BB. Penetapan ini didasarkan pada konversi dari
- Dosis sehari: 5 mg 3 = 15 mg
70
- Manusia (70 kg) dosis sehari: 15 mg = 21 mg
50
= 1,89 mg/kgBB
35
Larutan stok glibenklamid dibuat dengan kadar 2,835 mg/ 15mL dengan larutan
Dua gram CMC-Na ditimbang lalu dilarutkan dengan aquadest panas sedikit
demi sedikit sampai semua CMC-Na larut. Sisa aquadest ditambahkan sampai
Dosis larutan glukosa monohidrat yang digunakan sesuai hasil orientasi dosis
gula darah awal. Selanjutnya, diberikan perlakuan per oral sebagai berikut:
Kelompok ini tidak diberi perlakuan apapun baik glukosa monohidrat oral,
Kelompok ini diberi larutan glibenklamid dosis 1,89 mg/kg BB secara per
oral.
Kelompok ini diberi suspensi ekstrak umbi A. scandens (L.) Moq. dengan
Kelompok ini diberi suspensi ekstrak umbi A. scandens (L.) Moq. dengan
Kelompok ini diberi suspensi ekstrak umbi A. scandens (L.) Moq. dengan
2 g/kgBB. Sampel darah diambil pada menit ke-0, menit ke-30, menit ke-60,
menit ke-90 dan menit ke-120 dihitung dari saat pembebanan glukosa.
Pengambilan sampel darah dilakukan dengan memotong sedikit ujung ekor tikus.
yang diambil dari ekor tikus pada strip yang telah dipasangkan pada alat Gluco Dr
Plus AGM 3000 Blood Glucose Monitoring System kemudian ditunggu selama 5
detik, maka kadar glukosa darah akan muncul pada layar monitor alat.
37
E. Analisis data
distribusi data dan Levene test untuk melihat kehomogenan data. Jika distribusi
data normal dan homogen, maka analisis dilanjutkan dengan analisis pola searah
(ANOVA - one way) taraf kepercayaan 95% dan uji LSD untuk mengetahui
Determinasi Tumbuhan
Penggilingan
Serbuk umbi A. scandens (L.) Moq.
Ekstrak etanol
umbi A. scandens (L.) Moq.
Analisis data
BAB IV
Tanaman yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini berasal dari
digunakan untuk penelitian adalah benar jenis Anredera scandens (L.) Moq.
1b, 2b, 3b, 4a, 12b, 13b, 405b, 403b, 404b, 414b, 415b, 451b, 466b, 467b, 468b,
469b, 470e, 541a ... (49. Fam. Basellaceae) 1b. Genus Anredera, 2b. Anredera
1b, 16b, 158a, 159b, 1572a, 1573a, 1574b, 1654b, 1680b, 1681b, 1839a, 1840a,
1b, 2b, 3b, 4b, 7b, 9b, 10b, 11b, 41b, 42b, 43b, 54b, 59b, 61b, 62b, 63a, 64b ...
(Anredera scandens (L.) Moq.) untuk mengetahui besarnya kandungan air dalam
39
40
simplisia. Metode yang digunakan untuk penetapan kadar air adalah metode
gravimetri. Hasil penetapan kadar air yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai Kadar Air Serbuk Umbi A. scandens (L.) Moq.
Nilai Rata-Rata
Simplisia Kadar Air (%)
Kadar Air SD (%)
Pengulangan 1 20,02
Umbi Pengulangan 2 19,89 19,70 0,43
Pengulangan 3 19,21
Nilai kadar air dari serbuk umbi binahong lebih tinggi dari syarat umum nilai
kadar air serbuk simplisia. Menurut Anonim (1994), syarat kadar air untuk suatu
simplisia adalah di bawah 10%. Kadar air yang tinggi dapat memicu reaksi
4.3 Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Umbi Anredera scandens (L.) Moq
kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol umbi binahong (Anredera scandens (L.)
Berdasarkan hasil uji fitokimia pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa ekstrak
flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin. Hal ini sesuai dengan uji fitokimia yang
dari umbi Anredera scandens (L.) Moq. adalah flavonoid, saponin, triterpenoid
Tabel 4.2 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Umbi Anredera scandens (L.) Moq.
No. Uji Fitokimia Pustaka Hasil Kesimpulan
[2] Tidak terdapat
1. Minyak Atsiri Adanya bau khas aromatik Negatif
bau khas
Terbentuk endapan jingga Terbentuk
(pereaksi Dragendorff) [3] endapan hijau
2. Alkaloid Negatif
Terbentuk endapan kuning Terbentuk
(pereaksi Mayer)[3] endapan hijau
Tidak terbentuk
Cincin hijau
Steroid cincin hijau Negatif
kebiruan[2]
Steroid dan kebiruan
3.
Triterpenoid Terbentuk
Cincin Positif
Triterpenoid cincin coklat
coklat/violet[2] triterpenoid
violet
Terbentuk busa
Adanya busa yang bertahan setinggi 2 cm Positif
4. Saponin
>10 menit setinggi 1-10 cm[1] bertahan >10 saponin
menit
Terbentuk
Larutan berwarna biru tua
5. Tanin larutan hijau Positif tanin
atau hijau kehitaman [5]
kehitaman
Terbentuk
Larutan berwarna biru atau
6. Glikosida larutan berwarna Negatif
hijau [1]
oranye
Larutan berfluoresensi Larutan
Positif
kuning intensif di bawah UV berfluoresensi
flavonoid
366 nm [1] kuning intensif
Kemungkinan
Kuning redup
7. Flavonoid Amati fluoresensi bercak flavonol
sebelum diuapi
pada KLT dibawah sinar UV (kadang
dan tanpa
366 nm sebelum dan sesudah berasal dari
perubahan
penguapan dengan amonia [4] dihidro-
setelah diuapi
flavonol)
(1Anonim, 1989; 2Ciulei, 1984; 3Farnsworth,1966; 4Markham, 1988; 5Robinson, 1991)
KLT silika GF254 dengan sistem fase gerak n-butanol : asam asetat : aquadest
(4:1:5 v/v) di bawah sinar ultraviolet (UV) 366 nm baik sebelum atau sesudah
diuapi amonia maka kemungkinan jenis flavonoid yang terdapat dalam ekstrak
42
etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq. adalah flavonol yang mengandung 3-
Moq.
kandungan kimia ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq. dengan KLT dan
dalam ekstrak etanol umbi A. Scandens (L.) Moq. Profil KLT-Densitometer ini
dapat digunakan sebagai data tambahan untuk mendukung dan memperjelas data
(L.) Moq. untuk golongan senyawa flavonoid digunakan fase diam silika gel
GF254 dan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100:11:11:26
v/v). Jumlah sampel yang ditotolkan adalah 10 l. Lempengan KLT yang telah
Scanner 3 pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm sehingga diperoleh profil
sulfat. Reaksi warna yang terjadi diamati pada lempengan KLT yang telah
sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan setelah penyemprotan dengan pereaksi
pendeteksi dapat dilihat pada gambar 4.1. Bercak dengan Rf yang sama ditandai
dengan nomor yang sama dan telah disesuaikan dengan Rf pada profil
20 20
19 19 19
17
15
11
10 10 10
9
8
7
7
Gambar 4.1 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq.
dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat : asam
formiat : asam asetat : air (100:11:11:26 v/v) pada penentuan profil
KLT-Densitometer golongan flavonoid di bawah sinar UV 254 nm
(a), sinar UV 366 nm (b) dan setelah penyemprotan vanilin 1% -
as. sulfat (c)
Keterangan:
Angka pada kromatogram di atas merupakan nomor dari bercak yang disesuaikan dengan nomor
bercak pada tabel 4.3 dan apabila ada angka yang tidak tercantum pada gambar di atas, maka
bercak tersebut tidak tampak.
bawah sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan setelah penyemprotan pereaksi
pendeteksi dapat dilihat pada tabel 4.3. Nilai Rf pada setiap bercak telah
Tabel 4.3 Hasil Pengamatan Warna Bercak Lempengan KLT pada Penentuan
Profil KLT-Densitometer Golongan Senyawa Flavonoid di Bawah
Sinar UV 254 nm, Sinar UV 366 nm dan setelah Penyemprotan
Vanilin 1% - Asam Sulfat
Rf Berdasarkan
Profil Kromatogram Pengamatan Warna Bercak Secara Visual
Bercak dari Densitomer
Sinar Sinar Vanilin 1% -
254 nm 366 nm
UV 254 nm UV 366 nm Asam Sulfat
1 0 0 - - -
2 0,01 - - - -
3 0,03 0,03 - - -
4 0,08 0,08 - - -
5 0,10 - - - -
6 0,12 0,12 - -
7 - 0,15 - Hijau muda Coklat
8 0,18 0,18 - Hijau muda -
9 0,22 0,22 - - Oranye
10 0,29 0,29 Lembayung Merah
Kuning
gelap Lembayung*
11 - 0,34 - - Biru
12 0,45 - - - -
13 0,54 - - -
14 0,55 - - - -
15 - 0,62 - - Biru
16 - 0,65 - - -
17 0,82 - - - Biru
18 - 0,89 - - -
19 0,95 0,95 Lembayung
Hijau muda Oranye
gelap
20 0,98 - Merah
- Hijau
jingga
Keterangan:
* = diduga mengandung golongan senyawa flavonoid
beserta penandaan masing-masing puncak dapat dilihat pada gambar 4.2. Puncak
46
pada kedua profil kromatogram dengan nilai Rf yang sama ditandai dengan nomor
yang sama.
(a)
(b)
Gambar 4.2 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi Anredera Scandens (L.)
Moq. dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat :
asam formiat : asam asetat : air (100:11:11:26 v/v) dengan KLT-
Densitometer pada panjang gelombang 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Keterangan:
Angka pada gambar profil kromatogram hasil Densitometer di atas merupakan nomor dari bercak
yang disesuaikan dengan nomor bercak pada tabel 4.3 dan apabila ada angka yang tidak tercantum
pada gambar di atas, maka bercak tersebut tidak tampak
47
ke-10 (Rf 0,29) menghasilkan bercak berwarna merah lembayung. Hal ini
flavonoid. Spektrum yang dihasilkan dari bercak ke-10 (Rf 0,29) pada panjang
gelombang 254 nm dan panjang gelombang 366 nm dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.2 (a) puncak
ke-10 (Rf 0,29) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
Gambar 4.4 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.2 (b) puncak
ke-10 (Rf 0,29) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
48
Data overlay antara spektrum pada awal, puncak dan akhir bercak ke-10 (Rf
0,29) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) pada spektrum awal ke puncak
bercak dan dari puncak ke akhir bercak pada panjang gelombang 254 nm masing-
masing adalah 0,996 dan 0,992 serta pada panjang gelombang 366 nm masing-
masing adalah 0,975 dan 0,999. Dapat diamati bahwa nilai koefisien (r) overlay
spektrum pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm >0,95. Hal ini
menunjukkan bahwa pemisahan pada bercak ke-10 pada lempengan KLT dapat
Jika diamati, bentuk spektrum bercak ke-10 (Rf 0,29) pada panjang gelombang
254 nm dan 366 nm relatif sama. Dapat diamati pula bahwa spektrum pada
gambar 4.3 dan gambar 4.4 memiliki rentangan serapan spektrum UV pada pita I
antara 300-310 nm (bahu) dan pita II antara 275-285 nm. Menurut Markham
(bahu) dan pada pita II antara 275-295 nm dimiliki oleh flavonoid jenis flavanon
dan dihidroflavonol. Maka rentangan spektrum dari bercak ke-10 berada dalam
Data ini juga didukung oleh hasil dari uji fitokimia yang menunjukkan bahwa
kemungkinan jenis flavonoid dari ekstrak umbi Anredera scandens (L.) Moq.
adalah flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan mempunyai atau tak
itu, bila melihat hasil uji fitokimia, rentangan serapan spektrum UV pada pita I
dan pita II (Lampiran 5) serta bentuk spektrumnya (Lampiran 6), bercak ke-10
(L.) Moq. untuk golongan senyawa saponin digunakan fase diam silika gel GF254
dan fase gerak kloroform : metanol : air (70:30:4 v/v). Jumlah sampel yang
secara visual di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Scanner 3 pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm sehingga diperoleh profil
KLT. Pereaksi pendeteksi yang digunakan adalah vanilin 1% - asam sulfat. Reaksi
warna yang terjadi diamati pada lempengan KLT yang telah disemprot dengan
dilihat pada gambar 4.5. Bercak dengan Rf yang sama ditandai dengan nomor
yang sama dan telah disesuaikan dengan Rf pada profil kromatogram yang
17 17 17
16 16
15
14 14
12
11 11
10
5
4 5 4
3 4 3
3
Gambar 4.5 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq.
dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform :
metanol : air (70:30:4 v/v) pada penentuan profil KLT-
Densitometer golongan saponin di bawah sinar UV 254 nm (a),
sinar UV 366 nm (b) dan setelah penyemprotan vanilin 1% - as.
sulfat (c)
Keterangan:
Angka pada kromatogram di atas merupakan nomor dari bercak yang disesuaikan dengan nomor
bercak pada tabel 4.4 dan apabila ada angka yang tidak tercantum pada gambar di atas, maka
bercak tersebut tidak tampak.
di bawah sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan setelah penyemprotan pereaksi
51
pendeteksi dapat dilihat pada tabel 4.4. Nilai Rf pada setiap bercak telah
Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Warna Bercak Lempengan KLT pada Penentuan
Profil KLT-Densitometer Golongan Saponin di Bawah Sinar UV
254 nm, Sinar UV 366 nm dan setelah Penyemprotan Vanilin 1% -
Asam Sulfat
Rf Berdasarkan
Profil Kromatogram Pengamatan Warna Bercak Secara Visual
Bercak dari Densitometer
Sinar Sinar Vanilin 1% -
254 nm 366 nm
UV 254 nm UV 366 nm As. Sulfat
1 0 - - - -
2 - 0,03 - - -
3 0,05 0,05 Lembayung gelap Hijau Kuning
4 0,15 0,15 Lembayung gelap Kuning Ungu*
5 - 0,17 Lembayung gelap Kuning -
6 0,20 0,20 - - Biru*
7 0,23 - - - -
8 - 0,49 - - -
9 - 0,51 - - -
10 0,54 - - Hijau -
11 0,68 0,68 Lembayung gelap Biru -
12 0,72 - - Biru -
13 0,77 - - - -
14 0,80 0,80 Lembayung gelap Merah -
15 0,83 0,83 - Ungu -
16 0,88 0,88 Lembayung gelap Merah -
17 0,94 0,94 Lembayung gelap Merah Hijau
keunguan
Keterangan:
* = diduga mengandung golongan senyawa saponin
puncak. Profil kromatogram yang diperoleh pada panjang gelombang 254 nm dan
366 nm beserta penandaan pada masing-masing puncak dapat dilihat pada gambar
52
4.6. Puncak pada kedua profil kromatogram dengan nilai Rf yang sama ditandai
(a)
(b)
Gambar 4.6 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi Anredera Scandens (L.)
Moq. dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform :
metanol : air (70:30:4 v/v) dengan KLT-Densitometer pada panjang
gelombang 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Keterangan:
Angka pada gambar profil kromatogram hasil Densitometer di atas merupakan nomor dari bercak
yang disesuaikan dengan nomor bercak pada tabel 4.4 dan apabila ada angka yang tidak tercantum
pada gambar di atas, maka bercak tersebut tidak tampak
53
Menurut Wagner and Bladt (1996), terjadinya bercak berwarna biru atau ungu
adanya golongan senyawa saponin. Berdasarkan tabel 4.4, bercak ke-4 (Rf 0,15)
menghasilkan bercak berwarna ungu dan bercak ke-6 (Rf 0,20) menghasilkan
bercak ke-4 (Rf 0,15) dan bercak ke-6 (Rf 0,20) pada panjang gelombang 254
maupun pada panjang gelombang 366 nm dapat dilihat pada gambar 4.7, gambar
Gambar 4.7 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.6 (a) puncak
ke-4 (Rf 0,15) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
Gambar 4.8 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.6 (b) puncak
ke-4 (Rf 0,15) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
54
Data overlay antara spektrum pada awal, puncak dan akhir bercak ke-4 (Rf
0,15) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) pada spektrum awal ke puncak
bercak dan dari puncak ke akhir bercak pada panjang gelombang 254 nm masing-
masing adalah 0,999 dan 0,997 serta pada panjang gelombang 366 nm masing-
masing adalah 0,999 dan 0,994. Dapat diamati bahwa nilai koefisien korelasi
overlay spektrum pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm >0,95. Hal ini
menunjukkan bahwa pemisahan pada bercak ke-4 pada lempengan KLT dapat
Gambar 4.9 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.6 (a) puncak
ke-6 (Rf 0,20) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
Gambar 4.10 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.6 (b) puncak
ke-6 (Rf 0,20) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
55
Data overlay antara spektrum pada awal, puncak dan akhir bercak ke-6 (Rf
0,20) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) pada spektrum awal ke puncak
bercak dan dari puncak ke akhir bercak pada panjang gelombang 254 nm masing-
masing adalah 0,993 dan 0,994 serta pada panjang gelombang 366 nm masing-
masing adalah 0,995 dan 0,994. Dapat diamati bahwa nilai koefisien korelasi
overlay spektrum pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm >0,95. Hal ini
menunjukkan bahwa pemisahan pada bercak ke-6 pada lempengan KLT dapat
Berdasarkan bentuk spektrum pada gambar 4.7, gambar 4.7, gambar 4.9 dan
gambar 4.10, spektrum bercak ke-4 (Rf 0,15) pada panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm memiliki bentuk yang relatif sama begitu pula pada bercak ke-6 (Rf
0,20). Panjang gelombang maksimum dari bercak ke-4 pada adalah 205 nm
sedangkan panjang gelombang maksimum dari bercak ke-6 adalah 204 nm.
Menurut Ishtiaq, et al. (2010) dan Malgalhaes, et al, (2003), panjang gelombang
maksimum dari golongan senyawa saponin adalah 206 nm. Nilai panjang
gelombang maksimum dari bercak ke-4 dan bercak ke-6 mendekati nilai panjang
yang terdapat pada bercak ke-4 (Rf 0,15) dan bercak ke-6 (Rf 0,20) adalah
golongan senyawa saponin. Nilai panjang gelombang maksimum yang tidak tepat
yang dianalisis masih berupa ekstrak sehingga masih terdapat senyawa pengotor
(L.) Moq. untuk golongan senyawa triterpenoid digunakan fase diam silika gel
GF254 dan fase gerak kloroform : metanol (10 : 1 v/v). Jumlah sampel yang
secara visual di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Scanner 3 pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm sehingga diperoleh profil
sulfat. Reaksi warna yang terjadi diamati pada lempengan KLT yang telah
Pengamatan lempengan KLT di bawah sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan
suhu 90oC dapat dilihat pada gambar 4.11. Bercak dengan Rf yang sama ditandai
dengan nomor yang sama dan telah disesuaikan dengan Rf pada profil
16 16 16
15
14
10 10 10
9 9
8
7 7
6 6 6
4
4 4
Keterangan:
Angka pada kromatogram di atas merupakan nomor dari bercak yang disesuaikan dengan nomor
bercak pada tabel 4.5 dan apabila ada angka yang tidak tercantum pada gambar di atas, maka
bercak tersebut tidak tampak.
bawah sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan setelah penyemprotan pereaksi
pendeteksi dapat dilihat pada tabel 4.5. Nilai Rf pada setiap bercak telah
Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Warna Bercak Lempengan KLT pada Penentuan
Profil KLT-Densitometer Golongan Triterpenoid di Bawah Sinar UV
254 nm, Sinar UV 366 nm dan setelah Penyemprotan Vanilin 1% -
Asam Sulfat Disertai Pemanasan dengan Suhu 90oC.
Rf Berdasarkan
Profil Kromatogram PengamatanWarna Bercak Secara Visual
dari Densitometer
Bercak Vanilin 1% - As.
Sinar Sinar Sulfat dengan
254 nm 366 nm
UV 254 nm UV 366 nm Pemanasan Suhu
90oC
1 0 - - - -
2 0,01 - - - -
3 0,05 0,05 - - -
4 0,21 0,21 Lembayung
Biru Biru tua
gelap
5 0,24 - - - -
6 0,26 0,26 Lembayung Merah
Hijau
gelap keunguan
7 0,29 0,29 - Biru -
8 0,34 0,34 Lembayung
Ungu -
gelap
9 0,38 - - Biru Biru tua
10 0,46 0,46 Lembayung
Merah Hijau
gelap
11 0,62 0,62 - - -
12 0,67 - - - -
13 - 0,74 - - -
14 0,79 0,79 - - Ungu*
15 0,84 - - Biru muda -
16 0,93 0,93 Lembayung
Merah Hijau
gelap
Keterangan:
*= diduga mengandung golongan senyawa triterpenoid
beserta penandaan pada masing-masing puncak dapat dilihat pada gambar 4.12.
59
Puncak pada kedua profil kromatogram dengan nilai Rf yang sama ditandai
(a)
(b)
Gambar 4.12 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi Anredera Scandens (L.)
Moq. dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform -
metanol (10:1 v/v) dengan KLT-Densitometer pada panjang
gelombang 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Keterangan:
Angka pada gambar profil kromatogram hasil Densitometer di atas merupakan nomor dari bercak
yang disesuaikan dengan nomor bercak pada tabel 4.5 dan apabila ada angka yang tidak tercantum
pada gambar di atas, maka bercak tersebut tidak tampak
60
pendeteksi vanilin 1% - asam sulfat dan dipanaskan pada suhu 90oC menandakan
(Rf 0,79) menghasilkan bercak berwarna ungu. Hal ini menunjukkan pada bercak
yang dihasilkan bercak ke-14 (Rf 0,79) pada panjang gelombang 254 nm dan
panjang gelombang 366 nm dapat dilihat pada gambar 4.13 dan gambar 4.14.
Gambar 4.13 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.12 (a) puncak
ke-14 (Rf 0,79) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
Gambar 4.14 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.12 (b) puncak
ke-14 (Rf 0,79) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
61
Data overlay antara spektrum pada awal, puncak dan akhir bercak ke-14 (Rf
0,79) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) pada spektrum awal ke puncak
bercak dan dari puncak ke akhir bercak pada panjang gelombang 254 nm masing-
masing adalah 0,964 dan 0,984 serta pada panjang gelombang 366 nm masing-
masing adalah 0,986 dan 0,993. Dapat diamati bahwa nilai koefisien korelasi dari
overlay spektrum pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm >0,95. Hal ini
menunjukkan bahwa pemisahan pada bercak ke-14 pada lempengan KLT dapat
Berdasarkan bentuk spektrum pada gambar 4.12 dan gambar 4.13, spektrum
bercak ke-14 (Rf 0,79) pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm memiliki
bentuk yang relatif sama. Panjang gelombang maksimum dari bercak ke-14 adalah
199 nm. Menurut Jain and Agrawal (2008) dan Merkuria, et al, (2005), panjang
gelombang maksimum dari golongan senyawa triterpenoid adalah 210 nm. Nilai
yang terdapat pada bercak ke-14 (Rf 0,79) adalah golongan senyawa triterpenoid.
Nilai panjang gelombang maksimum yang tidak tepat antara hasil penelitian
senyawa triterpenoid.
62
(L.) Moq. untuk golongan senyawa tanin digunakan fase diam silika gel GF254 dan
fase gerak etil asetat : toluen (2 : 98 v/v). Jumlah sampel yang ditotolkan adalah
bawah sinar ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Scanner 3 pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm sehingga diperoleh profil
KLT. Pereaksi pendeteksi yang digunakan adalah uap amonia. Reaksi warna yang
terjadi diamati pada lempengan KLT yang telah diuapi dengan uap amonia
254 nm, sinar UV 366 nm dan sinar UV 366 nm setelah diberi uap amonia dapat
dilihat pada gambar 4.15. Bercak dengan Rf yang sama ditandai dengan nomor
yang sama dan telah disesuaikan dengan Rf pada profil kromatogram yang
5 5 5
4 4 4
3 3 3
2 2 2
Keterangan:
Angka pada kromatogram di atas merupakan nomor dari bercak yang disesuaikan dengan nomor
bercak pada tabel 4.6 dan apabila ada angka yang tidak tercantum pada gambar di atas, maka
bercak tersebut tidak tampak.
bawah sinar UV 254 nm, sinar UV 366 nm dan sinar UV 366 nm setelah diuapi
amonia dapat dilihat pada tabel 4.6. Nilai Rf pada setiap bercak telah disesuaikan
Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Warna Bercak Lempengan KLT pada Penentuan
Profil KLT-Densitometer Golongan Tanin di Bawah Sinar UV
254 nm, Sinar UV 366 nm dan Sinar UV 366 nm setelah Diuapi
Amonia
Rf Berdasarkan
Profil Kromatogram Pengamatan Warna Bercak Secara Visual
dari Densitometer
Bercak Penguapan dengan
Sinar UV Sinar UV Amonia dan
254 nm 366 nm
254 nm 366 nm Diamati di Bawah
Sinar UV 366 nm
1 0 0 - - -
2 0,04 0,04 Lembayung
Ungu Ungu
gelap
3 0,10 0,10 Lembayung
Merah Merah
gelap
4 0,18 0,18 Lembayung
Merah Ungu*
gelap
5 0,21 0,21 Lembayung Biru muda
Biru muda terang
gelap terang
6 - 0,34 - - -
7 0,72 - - - -
8 0,78 - - - -
9 0,82 - - - -
Keterangan:
* = diduga mengandung golongan senyawa tanin
beserta penandaan pada masing-masing puncak dapat dilihat pada gambar 4.16.
Puncak pada kedua profil kromatogram dengan nilai Rf yang sama ditandai
(a)
(b)
Gambar 4.16 Profil kromatogram ekstrak etanol umbi Anredera Scandens (L.)
Moq. dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat :
toluen (2 : 98 v/v) dengan KLT-Densitometer pada panjang
gelombang 254 nm (a) dan 366 nm (b)
Keterangan:
Angka pada gambar profil kromatogram hasil Densitometer di atas merupakan nomor dari bercak
yang disesuaikan dengan nomor bercak pada tabel 4.6 dan apabila ada angka yang tidak tercantum
pada gambar di atas, maka bercak tersebut tidak tampak
66
golongan senyawa tanin. Berdasarkan tabel 4.6, bercak ke-4 (Rf 0,18) mengalami
perubahan warna menjadi ungu. Hal ini menunjukkan pada bercak tersebut
dari bercak ke-4 (Rf 0,18) pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dapat
Gambar 4.17 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.16 (a) puncak
ke-4 (Rf 0,18) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
Gambar 4.18 Bentuk spektrum UV in situ kromatogram gambar 4.16 (b) puncak
ke-4 (Rf 0,18) pada awal, tengah dan akhir setelah dipayar.
67
Data overlay antara spektrum pada awal, puncak dan akhir bercak ke-4 (Rf
0,18) menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) pada spektrum awal ke puncak
bercak dan dari puncak ke akhir bercak pada panjang gelombang 254 nm masing-
masing adalah 0,978 dan 0,941 serta pada panjang gelombang 366 nm masing-
masing adalah 0,976 dan 0,941. Dapat diamati bahwa terdapat nilai koefisien
korelasi overlay spektrum pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm <0,95.
Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan pada bercak ke-4 pada lempengan KLT
dapat dikatakan kurang baik karena kemungkinan ada intervensi dari bercak
lainnya.
Berdasarkan bentuk spektrum pada gambar 4.16 dan gambar 4.17, spektrum
bercak ke-4 (Rf 0,18) pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm memiliki
bentuk yang relatif sama. Panjang gelombang maksimum dari bercak ke-4 pada
golongan senyawa tanin adalah 220 nm dan 280 nm. Nilai panjang gelombang
maksimum dari bercak ke-4 mendekati nilai panjang gelombang maksimum pada
pustaka, sehingga kemungkinan golongan senyawa yang terdapat pada bercak ke-
4 (Rf 0,18) adalah golongan senyawa tanin. Nilai panjang gelombang maksimum
yang tidak tepat antara hasil penelitian dengan pustaka kemungkinan dapat
diakibatkan karena sampel yang dianalisis masih berupa ekstrak sehingga masih
terdapat nilai koefisien korelasi dari overlay spektrum senyawa tersebut dengan
68
4.5 Uji Potensi Antidiabetes Ekstrak Etanol Umbi Anredera scandens (L.)
Moq.
4.5.1 Orientasi dosis glukosa monohidrat
Orientasi dosis glukosa monohidrat bertujuan untuk mendapatkan dosis yang
akan digunakan untuk meningkatkan kadar glukosa darah hewan coba hingga
tercapai keadaan diabetes (kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL). Pada orientasi
diberikan glukosa monohidrat secara oral dengan dosis 1 g/kgBB, 2 g/kgBB dan 4
g/kgBB. Hasil orientasi dosis glukosa monohidrat berupa rata-rata kadar glukosa
darah tiap kelompok pada menit ke-0, 30, 60, 120, 240 dan 300 setelah
peningkatan kadar glukosa darah pada tiap kelompok uji dari hasil orientasi dosis
Tabel 4.7 Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Tikus terhadap Waktu Pengukuran
setelah Pembebanan Glukosa pada Orientasi Dosis Glukosa
Waktu Nilai Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Tikus SD (mg/dL)
(menit) I II III IV
0 81,00 18,57 74,25 14,73 74,25 7,63 80,00 10,99
30 83,75 5,38 170,50 54,95 185,25 33,07 215,00 45,68
60 84,50 7,14 100,25 11,87 122,25 14,73 175,75 32,76
120 77,50 6,46 85,00 9,06 81,00 3,56 103,25 23,51
240 73,50 11,39 66,25 19,35 75,25 5,12 87,00 6,68
300 71,75 4,11 76,00 17,98 86,50 4,20 90,25 5,50
Keterangan:
I : Kelompok kontrol normal (pemberian aquadest)
II : Kelompok uji 1 (pemberian glukosa monohidrat 1 g/kgBB)
III : Kelompok uji 2 (pemberian glukosa monohidrat 2 g/kgBB)
IV : Kelompok uji 3 (pemberian glukosa monohidrat 4 g/kgBB)
SD : Standar deviasi
224
210
196
182
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
168
154
140 Kontrol Normal
126
Uji 1
112
98 Uji 2
84 Uji 3
70
56
42
28
14
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Waktu (menit)
Gambar 4.19 Grafik hubungan rata-rata kadar glukosa darah tikus terhadap
waktu pengukuran setelah pembebanan glukosa pada orientasi
dosis glukosa
Dari gambar 4.19 dapat dilihat bahwa seluruh kelompok uji dapat
meningkatkan kadar glukosa darah dan mencapai kedaaan diabetes (kadar glukosa
70
darah puasa 126 mg/dL) pada menit ke-30 setelah pembebanan glukosa
monohidrat.
dilakukan terhadap data kadar glukosa darah hasil orientasi glukosa monohidrat.
Hasil menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen (p>0,05). Oleh karena
data berdistribusi normal dan homogen, maka dapat dilanjutkan dengan uji
bermakna antar kelompok yang diuji (Lampiran 9). Ringkasan nilai probabilitas
antar kelompok pada uji ANOVA dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Uji ANOVA pada Orientasi Dosis Glukosa
Waktu (menit) Probabilitas
Kadar glukosa darah pada saat
0,835
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 30 menit setelah
0,003*
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 60 menit setelah
<0,001*
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 120 menit setelah
0,070
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 240 menit setelah
0,159
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 300 menit setelah
0,067
pembebanan glukosa monohidrat
Keterangan: * = berbeda bermakna pada uji ANOVA (p<0,05)
Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan nilai kadar glukosa yang
bermakna antar kelompok hanya terjadi pada menit ke-30 dan menit ke-60 setelah
pembebanan glukosa monohidrat (p<0,05). Oleh karena itu, uji LSD dapat
dilakukan untuk melihat perbedaan nilai probabilitas tiap kelompok pada menit
ke-30 (Lampiran 10) dan menit ke-60 (Lampiran 11) setelah pembebanan glukosa
71
monohidrat. Ringkasan nilai probabilitas tiap kelompok pada uji LSD dapat
Tabel 4.9 Ringkasan Hasil Uji LSD Menit ke-30 dan Menit ke-60 setelah
Pembebanan Glukosa Monohidrat pada Orientasi Dosis Glukosa
Waktu Kelompok Uji 1 Uji 2 Uji 3
30 menit Kontrol Normal 0,009* 0,003* 0,001*
setelah pembebanan Uji 1 0,607 0,137
glukosa monohidrat Uji 2 0,307
60 menit Kontrol Normal 0,270 0,017* <0,001*
setelah pembebanan Uji 1 0,132 <0,001*
glukosa monohidrat Uji 2 0,002*
Keterangan : * = Berbeda bermakna (p<0,05)
Kontrol normal : Pemberian aquadest
Uji 1 : Pemberian glukosa monohidrat dosis 1 g/kgBB
Uji 2 : Pemberian glukosa monohidrat dosis 2 g/kgBB
Uji 3 : Pemberian glukosa monohidrat dosis 4 g/kgBB
Hasil uji LSD menunjukkan pada menit ke-30 setelah pembebanan glukosa,
seluruh kelompok uji memiliki nilai kadar glukosa darah yang berbeda bermakna
pembebanan glukosa, nilai kadar glukosa darah kelompok uji 1 tidak memiliki
uji 2 dan kelompok uji 3 menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kontrol
(kadar glukosa darah puasa <126 mg/dL) pada menit ke-60 setelah pembebanan
glukosa monohidrat (Tabel 4.7). Hal ini menunjukkan bahwa seluruh dosis
menginduksi keadaan diabetes (kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL) pada
menit ke-30 setelah pembebanan glukosa monohidrat (Gambar 4.19). Oleh karena
72
itu, penentuan dosis glukosa monohidrat pada penelitian ini didasarkan pada data
kadar glukosa darah pada menit ke-30 setelah pembebanan glukosa monohidrat.
sebaran data kadar glukosa darah masing-masing kelompok uji pada menit ke-30
ditandai dari nilai standar deviasi yang semakin kecil. Berdasarkan data pada tabel
4.7, maka dapat ditentukan dosis glukosa monohidrat yang digunakan adalah
dosis pada kelompok uji 2 yaitu 2 g/kgBB karena sebaran data yang dimiliki lebih
baik daripada sebaran data kelompok uji yang lainnya. Selain itu, penelitian uji
aktivitas antidiabetes yang dilakukan Akbar dkk. (2008) dengan metode uji
toleransi glukosa dan subyek uji tikus jantan galur Sprague Dawley juga
Pada penentuan waktu pengukuran kadar glukosa darah, dapat diamati hasil
uji ANOVA dari data orientasi dosis glukosa monohidrat (Tabel 4.8). Hasil uji
ANOVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai kadar glukosa darah
yang bermakna antar kelompok mulai menit ke-120 hingga menit ke-300 setelah
diamati bahwa kadar glukosa darah pada seluruh kelompok uji telah berada dalam
kondisi kadar glukosa darah yang normal mulai menit ke-120 setelah pembebanan
pengukuran yang dilakukan pada pengujian potensi antidiabetes dari ekstrak umbi
73
Anredera scandens (L.) Moq. yaitu pada menit ke-0, 30, 60, 90 dan 120 menit
ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq. Parameter yang teramati dalam
penelitian ini adalah kadar glukosa darah tikus. Hasil uji potensi antidiabetes
dalam bentuk nilai rata-rata kadar glukosa darah tikus setelah pembebanan
glukosa monohidrat terhadap waktu pengukuran dapat dilihat pada tabel 4.10.
Gambaran rata-rata kadar glukosa darah pada tiap kelompok uji dari hasil uji
Tabel 4.10 Rata-Rata Kadar Glukosa Darah Tikus terhadap Waktu Pengukuran
setelah Pembebanan Glukosa pada Pengujian Potensi Antidiabetes
Ekstrak Etanol Umbi Anredera scandens (L.) Moq.
Waktu (menit)
Kelompok
0 30 60 90 120
I 88,50 10,15 87,50 8,34 83,67 8,91 79,67 7,50 78,17 12,78
II 77,33 13,20 137,00 19,22 88,17 19,75 63,00 18,25 50,00 8,58
III 88,83 8,38 170,33 15,11 140,17 12,20 106,83 8,61 93,33 8,26
IV 84,17 9,83 173,67 35,42 139,83 18,59 104,17 12,72 91,33 9,31
V 93,00 6,51 160,33 13,29 134,50 25,13 121,00 23,38 105,00 11,26
VI 98,33 9,69 168,33 25,79 133,50 22,18 106,83 12,17 102,17 12,97
Keterangan:
I : Kelompok kontrol normal (pemberian CMC-Na 1% tanpa pembebanan glukosa)
II : Kelompok kontrol positif (pemberian glibenklamid)
III : Kelompok kontrol negatif (pemberian CMC-Na 1% dengan pembebanan glukosa)
IV : Kelompok perlakuan 1 (pemberian ekstrak umbi binahong dosis 250 mg/kgBB)
V : Kelompok perlakuan 2 (pemberian ekstrak umbi binahong dosis 500 mg/kgBB)
VI : Kelompok perlakuan 3 (pemberian ekstrak umbi binahong dosis 1000 mg/kgBB)
74
182
168
Kadar Glukosa Darah (mg/dL) 154
140
Kontrol Normal
126
112 Kontrol Positif
98 Kontrol Negatif
84 Perlakuan 1
70 Perlakuan 2
56
Perlakuan 3
42
28
14
0
0 30 60 90 120
Waktu (menit)
Gambar 4.20 Grafik hubungan rata-rata kadar glukosa darah tikus terhadap
waktu pengukuran setelah pembebanan glukosa pada pengujian
potensi antidiabetes ekstrak etanol umbi A. scandens (L.) Moq.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar glukosa darah kelompok kontrol
normal tetap stabil pada tiap waktu pengukuran kadar glukosa darah dan tidak
melampaui batas kadar glukosa darah puasa untuk keadaan diabetes (126 mg/dL)
pembawa untuk beberapa bahan uji pada penelitian ini tidak mempengaruhi kadar
bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol positif,
normal. Pada menit ke-60 setelah pembebanan glukosa terlihat adanya penurunan
kadar glukosa darah yang lebih besar pada kelompok kontrol positif daripada
kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan. Begitu juga pada menit ke-90
75
dan ke-120 setelah pembebanan glukosa monohidrat tetap terjadi penurunan kadar
glukosa darah yang cukup besar pada kelompok kontrol positif namun nilai kadar
glukosa darah pada kelompok perlakuan tidak terlalu berbeda jauh dibandingkan
(Lampiran 12) dan uji homogenitas Levene (Lampiran 13). Hasil menunjukkan
data terdistribusi normal dan homogen (p>0,05). Selanjutnya dapat dilakukan uji
sehingga dapat diketahui adanya perbedaaan yang bermakna antar kelompok yang
diuji (Lampiran 14). Ringkasan nilai probabilitas antar kelompok pada uji
Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Uji ANOVA pada Pengujian Potensi Antidiabetes
Ekstrak Etanol Umbi Anredera scandens (L.) Moq.
Waktu (menit) Probabilitas
Kadar glukosa darah 30 menit setelah
<0,001*
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 60 menit setelah
<0,001*
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 90 menit setelah
<0,001*
pembebanan glukosa monohidrat
Kadar glukosa darah 120 menit setelah
<0,001*
pembebanan glukosa monohidrat
Keterangan: * = berbeda bermakna pada uji ANOVA (p<0,05)
Hasil uji ANOVA menunjukkan baik pada pada menit ke-30, 60, 90 maupun
kelompok yang diuji (p<0,05). Oleh karena itu dapat dilanjutkan dengan uji LSD.
76
B. Uji LSD
(Lampiran 15), 60 (Lampiran 16), 90 (Lampiran 17) dan 120 (Lampiran 18)
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji LSD Pengujian Potensi Antidiabetes Ekstrak
Etanol Umbi Anredera scandens (L.) Moq.
Kontrol Kontrol Perlakuan Perlakuan Perlakuan
Waktu Kelompok
Positif Negatif 1 2 3
30 menit Kontrol Normal <0,001* <0,001* <0,001* <0,001* <0,001*
setelah Kontrol Positif 0,012* 0,006* 0,069 0,017*
pembebanan Kontrol Negatif 0,790 0,426 0,873
glukosa Perlakuan 1 0,290 0,670
monohidrat Perlakuan 2 0,523
60 menit Kontrol Normal 0,682 <0,001* <0,001* <0,001* <0,001*
setelah Kontrol Positif <0,001* <0,001* <0,001* <0,001*
pembebanan Kontrol Negatif 0,976 0,606 0,544
glukosa Perlakuan 1 0,627 0,564
monohidrat Perlakuan 2 0,927
90 menit Kontrol Normal 0,061 0,003* 0,008* <0,001* 0,003*
setelah Kontrol Positif <0,001* <0,001* <0,001* <0,001*
pembebanan Kontrol Negatif 0,758 0,108 1,000
glukosa Perlakuan 1 0,059 0,758
monohidrat Perlakuan 2 0,108
120 menit Kontrol Normal <0,001* 0,020* 0,041* <0,001* 0,001*
setelah Kontrol Positif <0,001* <0,001* <0,001* <0,001*
pembebanan Kontrol Negatif 0,748 0,069 0,163
glukosa Perlakuan 1 0,035 0,090
monohidrat Perlakuan 2 0,650
Keterangan : * = Berbeda bermakna (p<0,05)
kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif mengalami peningkatan dan tetap
berada dalam keadaan diabetes (kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL) hingga
menit ke-60 (Gambar 4.20). Hal ini juga didukung oleh hasil uji LSD (Tabel 4.12)
dimana nilai kadar glukosa darah kelompok kontrol negatif berbeda bermakna
dibandingkan dengan kontrol normal (p<0,05) pada menit ke-30 hingga menit ke-
darah kelompok kontrol negatif mengalami penurunan dan mendekati nilai kadar
glukosa darah kelompok kontrol normal hingga menit ke-120 setelah pembebanan
glukosa monohidrat (Tabel 4.12). Hal ini sejalan dengan penelitian Adnyana dkk.
(2004) dimana dengan metode toleransi glukosa, kadar glukosa darah kelompok
yang hanya diberi larutan glukosa akan kembali normal pada menit ke-120.
Namun menurut hasil uji LSD, nilai kadar glukosa darah kelompok kontrol
normal (p<0,05) pada menit ke-90 hingga menit ke-120 setelah pembebanan
Berdasarkan gambar 4.20, dapat diamati bahwa nilai kadar glukosa darah
kelompok kontrol positif pada menit ke-30 lebih rendah dibandingkan kontrol
negatif dan berdasarkan hasil uji LSD (tabel 4.12) menunjukkan perbedaan yang
kontrol positif telah dapat menekan kenaikan kadar glukosa darah pada menit ke-
menurunkan kadar glukosa darah hingga keadaan normal. Hal ini dapat dilihat
78
dari kadar glukosa darah puasa nya yang masih 126 mg/dL dan didukung hasil
uji LSD yang masih menunjukkan perbedaan bermakna dengan kontrol normal
(p<0,05). Pada menit ke-60 hingga menit ke-90 setelah pembebanan glukosa
monohidrat, nilai kadar glukosa darah kelompok kontrol positif telah dapat
mendekati kadar glukosa darah kelompok kontrol normal (Gambar 4.20) dimana
hal ini didukung dengan hasil uji LSD yang menunjukkan perbedaan yang
kelompok kontrol positif terlihat masih dapat menurunkan kadar glukosa darah
dan lebih rendah dibandingkan kadar glukosa darah kontrol normal hingga
menimbulkan keadaan hipolikemia atau kadar glukosa darah <60 mg/dL. (Gambar
4.20) dan data ini didukung dengan hasil uji LSD yang menunjukkan perbedaan
yang bermakna dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol normal (p<0,05).
scandens (L.) Moq, baik pada menit ke 30 dan ke-60 setelah pembebanan glukosa
menit ke 30 setelah pembebanan glukosa monohidrat menurut hasil uji LSD, nilai
kadar glukosa darah kelompok perlakuan 1 (dosis ekstrak 250 mg/kgBB) dan
waktu pengukuran tersebut, kelompok kontrol positif juga masih dalam keadaan
dapat menurunkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada menit ke-60 setelah
telah dapat menurunkan kadar glukosa darah secara bermakna hingga ke keadaan
4.12). Berdasarkan hal tersebut dapat diamati seluruh kelompok perlakuan yang
mendapat ekstrak etanol umbi Anredera scandens (L.) Moq efektivitasnya tidak
darah hingga ke keadaan normal pada menit ke-60 setelah pembebanan glukosa
monohidrat. Hal ini juga didukung hasil uji LSD dimana nilai kadar glukosa
kelompok kontrol negatif (p>0,05). Pada menit ke-90 hingga menit ke-120,
diabetes lagi (Gambar 4.20). Namun hasil uji LSD menunjukkan bahwa nilai
mg/kgBB) dan perlakuan 3 (dosis ekstrak 1000 mg/kgBB) tidak memiliki efek
antidiabetes. Hal ini dapat diamati dari nilai kadar glukosa darah seluruh
dan tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negatif (p>0,05) pada
(L.) Moq. dalam menurunkan kadar glukosa pada penelitian ini belum diketahui
pasti. Namun, jika melihat hasil uji fitokimia yang tercantum pada tabel 4.2,
scandens (L.) Moq., seperti saponin dan flavonoid telah banyak dilaporkan
lain yang termasuk ke dalam suku Basellaceae, juga telah ada yang dilaporkan
memiliki aktivitas sebagai antidiabetes yaitu Basella alba Linn (Palanuvej et al.,
2009) dan Anredera cordifolia (Ten.) (Chuang et al., 2007). Beberapa faktor yang
hasil data rata-rata kadar glukosa darah dengan standar deviasi (SD) yang
besar dimana hal ini menandakan bahwa sebaran data yang dihasilkan
memiliki variasi yang besar. Data dengan SD yang besar cenderung dapat
hewan coba yang mengalami stres pada saat perlakuan Selain itu, efek
sementara.
Moq. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.20 dimana kadar glukosa rata-rata
pada menit ke-90 dan menit ke-120 dari kelompok perlakuan dosis ekstrak
500 mg/kgBB dan 1000 mg/kgBB relatif lebih besar dari kontrol negatif.
dimana pati dapat tersari dalam etanol yang bersifat polar. Pati merupakan
jenis karbohidrat yang banyak ditemukan pada berbagai jenis tanaman dan
darah bervariasi darah tergantung dari berbagai faktor, salah satunya struktur
dari pati tersebut (Soumyanath, 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengujian adanya kandungan pati pada umbi Anredera scandens (L.) Moq.
82
BAB V
5.1 Kesimpulan
Densitometer menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil
bahwa bercak ke-10 (Rf 0,29) dengan maks 282 nm yang berwarna merah
Densitometer menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase fase gerak
(Rf 0,15) dengan maks 205 nm dan bercak ke-6 (Rf 0,20) dengan maks
204 nm yang berwarna ungu dan biru setelah dideteksi dengan vanilin 1%
profil KLT-Densitometer menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase
(Rf 0,79) dengan maks 199 nm yang berwarna ungu setelah dideteksi
Densitometer menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil
asetat : toluen (2:98 v/v) menunjukkan bahwa bercak ke-4 (Rf 0,18)
82
83
dengan maks 195 nm yang berwarna ungu setelah dideteksi dengan uap
monohidrat.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian uji bioaktivitas yang lain dari ekstrak umbi
2. Perlu dilakukan uji toksisitas dari ekstrak etanol umbi Anredera scandens
(L.) Moq. untuk mengetahui dosis toksik dari ekstrak etanol umbi
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Z., H. Anggraini dan N. Yuniarti. 2008. Pengujian Efek Anti Diabetes
Mellitus Tipe II dari Ekstrak Etanolik Buah Buncis (Phaseolus vulgaris L.)
terhadap Tikus Jantan Galur Sprague Dawley. Prosiding Kongres Ilmiah
XVI ISFI, hal. 208-218.
Anonim. 2008. Binahong Herba Alami. (serial online), (cited 2009 Dec, 28).
Available from: http://uk.groups.yahoo.com/group/binahong.
Chuang, M. T., Y. S. Lin and W. C. Hou. 2007. Acordin, The Mayor rhizome
Protein of Madeira-Vine, with Trypsin Inhibitory and Stimulatory Actvities
in Nitric Oxide Productions. Peptide 28, p. 1311-1316.
85
Geesink, R., A.J.M. Leewenberg, C.E. Risdale and J.F. Veldkamp. 1981.
Thonners Analytical Key to The Families of Flowering Plants, Leyden
Botanical Series Vol. 5. London : Leyden University Press.
Hagerman, A.E. 2002. Tannin Chemistry. (serial online), (cited 2010, Apr, 25).
Available from : http://www.users.muohio.edu/Hagermae/tannin.pdf.
Ishtiaq, M., Q. He, S. Feng , Y. Wang, P.G. Xiao, Y. Cheng and H. Ahmed. 2010.
Determination of Taxonomic Status of Chinese Species of Genus Clematics
by Using High Performance Liquid Chromatography-Mass Spectrometry
(HPLC-MS) Technique. Pak. J. Bot., Vol. 42(2): p. 691-702.
86
Jain, P.K. and R.K. Agrawal. 2008. High Performance Liquid Chromatographic
Analysis of Asiaticoside in Centella asiatica (L.) Urban. Chiang Mi J. Sci.,
Vol. 35 (3): p. 521 - 525.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Buku 2. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Magalhaes, A.F., A.M. Goulart, C.C. Santos, D.R. Serrano, E.M.Z. Magalhaes,
E.G. Magalhaes and L.A. Malgahaes. 2003. Saponins from Swartzia
langsdorffii: Biological Activities. Mem Inst Oswaldo Cruz Rio de Janeiro,
Vol. 98(5): p. 713-718.
Setiawan, M. W., F. Wijaya dan P. Liben. 2006. Uji Antidiabetes Daun Lidah
Buaya pada Tikus Putih Diabetes Aloksan. Jurnal Obat Bahan Alam, Vol. 5
(2): hal. 79-86.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting. Edisi VI. Jakarta:
Gramedia.
WHO. 2003. Traditional Medicine. (serial online). (cited 2009 Nov. 22).
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en.
Wild, S., G. Roglic, A. Green, R. Sicree and H. King. 2004. Global Prevalence of
Diabetes. Diabetes Care Vol. 27: p. 1047-1053.
Zuhrotun, Ade. 2007. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat
(Persea americana Mill.) Bentuk Bulat. Jatinangor: Universitas Padjajaran.
88
KLASIFIKASI
Divisi : Magnoliophyta
Klasis : Magnoliopsida
Bangsa : Caryophyllales
Suku : Basellaceae (Jones and Luchsinger, 1987)
Marga : Anredera
Jenis : Anredera scandens (L.) Moq (Backer and Van Den Brink,
1963; Steenis dkk., 2005)
KEPUSTAKAAN
Backer, C.A. and R.B.K. Van Den Brink 1963. Flora of Java. Vol I. N.V.P.
Published under the Auspices of the Ruksherbarium, Leyden Noordhoff,
Groningen, The Netherlands
Geesink, R., A.J.M. Leeuwenberg, C.E. Ridsdale and J.F. Veldkamp. 1981.
Thonners Analytical Key to The Families of Flowering Plants. Leyden
Botanical Series Vol.5. Leyden University Press, The Hague Boston:
London.
Jones, S.B. and A.E. Luchsinger. 1987. Plant Systematics. Second Edition.
McGraw Hill Book Company: Printed in Singapore
Steenis, C.G.G.J.V., G.D.H.S. Bloembergen dan P.J. Eyma. 2005. Flora. Cetakan
ke 10. PT Pradya Paramita: Jakarta.
1. Kandang
Ukuran kandang 604015 cm. Tiap kandang berisi 5 ekor tikus. Penutup
2. Makanan
Selama pemeliharaan, tikus diberi makanan Pelet ABS pada pagi hari dan sore
3. Minum
4. Tempat Pemeliharaan
tempat pemeliharaan diatur agar tidak terlalu terang karena retina tikus sensitif
terhadap cahaya. Suhu ruangan juga dijaga agar tidak terjadi perubahan suhu
secara tiba-tiba.
Sebelum hewan coba diberi perlakuan, hewan coba dipuasakan terlebih dahulu
selama 18 jam. Agar tidak terjadi kanibalisme antar tikus tiap kelompoknya maka
pada saat dipuasakan, kandang diberikan sekat-sekat antara satu tikus dengan
tikus yang lainnya. Selama dipuasakan, hewan coba tetap diberikan minum air ad
libitum.
91
pada kontrol negatif, glibenklamid pada kontrol positif dan ekstrak etanol umbi
jarum kanula (sonde) untuk menjamin bahan uji yang diberikan sudah sesuai
dengan dosis. Selama pemberian bahan uji, hewan coba diusahakan agar tetap
tenang dan tidak dalam keadaan tertekan agar selama pemberian bahan uji hewan
Setelah perlakuan, darah dari tikus diambil untuk menentukan kadar glukosa
darahnya. Darah tikus diambil sekitar 1-2 tetes pada setiap variasi waktu yang
telah ditentukan dengan cara memotong sedikit ekornya. Pengambilan darah ini
tidak melebihi persyaratan pengambilan darah berulang dari tikus yaitu kurang
dari 1 % berat tubuhnya karena darah yang diambil dari tikus tidak terlalu banyak
Pada penelitian ini, tikus tidak dieuthanasia karena keadaan diabetes yang
seperti yang dilakukan selama adaptasi. Oleh karena itu, setelah penelitian
(Markham, 1988)
95
Sebelum_Pem
bebanan
N 16
Mean 73,44
Normal Parameters(a,b)
Std. Deviation 12,055
Most Extreme Absolute ,166
Differences Positive ,166
Negative -,089
Kolmogorov-Smirnov Z ,663
Asymp. Sig. (2-tailed) ,771
a Test distribution is Normal.
b Calculated from data.
96
Orientasi_glukosa
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3,176 3 12 ,063
97
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Sebelum Between Groups 577,688 3 192,563 1,442 ,279
Within Groups 1602,250 12 133,521
Total 2179,938 15
t0 Between Groups 158,250 3 52,750 ,285 ,835
Within Groups 2221,500 12 185,125
Total 2379,750 15
t30 Between Groups 38137,250 3 12712,417 8,164 ,003
Within Groups 18686,500 12 1557,208
Total 56823,750 15
t60 Between Groups 19046,188 3 6348,729 17,138 ,000
Within Groups 4445,250 12 370,438
Total 23491,438 15
t120 Between Groups 1575,688 3 525,229 3,048 ,070
Within Groups 2067,750 12 172,313
Total 3643,438 15
t240 Between Groups 887,500 3 295,833 2,059 ,159
Within Groups 1724,500 12 143,708
Total 2612,000 15
t300 Between Groups 905,250 3 301,750 3,109 ,067
Within Groups 1164,500 12 97,042
Total 2069,750 15
98
Lampiran 10. Uji LSD menit Ke-30 setelah Pembebanan Glukosa pada Orientasi
Dosis Glukosa Monohidrat
Multiple Comparisons
t30
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
Kontrol Normal Dosis 1 g/kgBB -86.750 27.903 .009 -147.55 -25.95
Dosis 2 g/kgBB -101.500* 27.903 .003 -162.30 -40.70
*
Dosis 4 g/kgBB -131.250 27.903 .001 -192.05 -70.45
*
Dosis 1 g/kgBB Kontrol Normal 86.750 27.903 .009 25.95 147.55
Dosis 2 g/kgBB -14.750 27.903 .607 -75.55 46.05
Dosis 4 g/kgBB -44.500 27.903 .137 -105.30 16.30
*
Dosis 2 g/kgBB Kontrol Normal 101.500 27.903 .003 40.70 162.30
Dosis 1 g/kgBB 14.750 27.903 .607 -46.05 75.55
Dosis 4 g/kgBB -29.750 27.903 .307 -90.55 31.05
*
Dosis 4 g/kgBB Kontrol Normal 131.250 27.903 .001 70.45 192.05
Dosis 1 g/kgBB 44.500 27.903 .137 -16.30 105.30
Dosis 2 g/kgBB 29.750 27.903 .307 -31.05 90.55
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
99
Lampiran 11. Uji LSD Menit ke-60 setelah Pembebanan Glukosa pada Orientasi
Dosis Glukosa Monohidrat
Multiple Comparisons
t60
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol Normal Dosis 1 g/kgBB -15.750 13.610 .270 -45.40 13.90
*
Dosis 2 g/kgBB -37.750 13.610 .017 -67.40 -8.10
*
Dosis 4 g/kgBB -91.250 13.610 .000 -120.90 -61.60
Dosis 1 g/kgBB Kontrol Normal 15.750 13.610 .270 -13.90 45.40
Dosis 2 g/kgBB -22.000 13.610 .132 -51.65 7.65
*
Dosis 4 g/kgBB -75.500 13.610 .000 -105.15 -45.85
Dosis 2 g/kgBB Kontrol Normal 37.750* 13.610 .017 8.10 67.40
Dosis 1 g/kgBB 22.000 13.610 .132 -7.65 51.65
*
Dosis 4 g/kgBB -53.500 13.610 .002 -83.15 -23.85
*
Dosis 4 g/kgBB Kontrol Normal 91.250 13.610 .000 61.60 120.90
*
Dosis 1 g/kgBB 75.500 13.610 .000 45.85 105.15
*
Dosis 2 g/kgBB 53.500 13.610 .002 23.85 83.15
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
100
uji_potensi_antidiabetes
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
.568 5 30 .724
102
ANOVA
Total 5417.222 35
t0 Between Groups 1562.472 5 312.494 3.231 .019
Within Groups 2901.833 30 96.728
Total 4464.306 35
t30 Between Groups 32942.139 5 6588.428 14.303 .000
Within Groups 13818.833 30 460.628
Total 46760.972 35
t60 Between Groups 21156.139 5 4231.228 11.943 .000
Within Groups 10628.833 30 354.294
Total 31784.972 35
t90 Between Groups 13662.917 5 2732.583 12.421 .000
Within Groups 6599.833 30 219.994
Total 20262.750 35
t120 Between Groups 12355.667 5 2471.133 21.586 .000
Within Groups 3434.333 30 114.478
Total 15790.000 35
103
Lampiran 15. Uji LSD Menit ke-30 setelah Pembebanan Glukosa pada Uji
Potensi Antidiabetes
Multiple Comparisons
t30
LSD
95% Confidence
Interval
Mean
Difference Lower Upper
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound
*
Kontrol Normal Kontrol Positif -49.500 12.391 .000 -74.81 -24.19
Kontrol Negatif -82.833* 12.391 .000 -108.14 -57.53
*
Binahong 250 mg/kgBB -86.167 12.391 .000 -111.47 -60.86
Binahong 500 mg/kgBB -72.833* 12.391 .000 -98.14 -47.53
*
Binahong 1000 mg/kgBB -80.833 12.391 .000 -106.14 -55.53
*
Kontrol Positif Kontrol Normal 49.500 12.391 .000 24.19 74.81
*
Kontrol Negatif -33.333 12.391 .012 -58.64 -8.03
*
Binahong 250 mg/kgBB -36.667 12.391 .006 -61.97 -11.36
Binahong 500 mg/kgBB -23.333 12.391 .069 -48.64 1.97
*
Binahong 1000 mg/kgBB -31.333 12.391 .017 -56.64 -6.03
*
Kontrol Negatif Kontrol Normal 82.833 12.391 .000 57.53 108.14
*
Kontrol Positif 33.333 12.391 .012 8.03 58.64
Binahong 250 mg/kgBB -3.333 12.391 .790 -28.64 21.97
Binahong 500 mg/kgBB 10.000 12.391 .426 -15.31 35.31
Binahong 1000 mg/kgBB 2.000 12.391 .873 -23.31 27.31
Binahong 250 Kontrol Normal 86.167* 12.391 .000 60.86 111.47
mg/kgBB Kontrol Positif 36.667* 12.391 .006 11.36 61.97
Kontrol Negatif 3.333 12.391 .790 -21.97 28.64
Binahong 500 mg/kgBB 13.333 12.391 .290 -11.97 38.64
Binahong 1000 mg/kgBB 5.333 12.391 .670 -19.97 30.64
*
Binahong 500 Kontrol Normal 72.833 12.391 .000 47.53 98.14
mg/kgBB Kontrol Positif 23.333 12.391 .069 -1.97 48.64
Kontrol Negatif -10.000 12.391 .426 -35.31 15.31
Binahong 250 mg/kgBB -13.333 12.391 .290 -38.64 11.97
Binahong 1000 mg/kgBB -8.000 12.391 .523 -33.31 17.31
*
Binahong 1000 Kontrol Normal 80.833 12.391 .000 55.53 106.14
mg/kgBB Kontrol Positif 31.333
*
12.391 .017 6.03 56.64
Kontrol Negatif -2.000 12.391 .873 -27.31 23.31
Binahong 250 mg/kgBB -5.333 12.391 .670 -30.64 19.97
Binahong 500 mg/kgBB 8.000 12.391 .523 -17.31 33.31
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
104
Lampiran 16. Uji LSD Menit ke-60 setelah Pembebanan Glukosa pada Uji
Potensi Antidiabetes
Multiple Comparisons
t60
LSD
95% Confidence
Interval
Mean
Difference Std. Lower Upper
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
Kontrol Normal Kontrol Positif -4.500 10.867 .682 -26.69 17.69
*
Kontrol Negatif -56.500 10.867 .000 -78.69 -34.31
*
Binahong 250 mg/kgBB -56.167 10.867 .000 -78.36 -33.97
*
Binahong 500 mg/kgBB -50.833 10.867 .000 -73.03 -28.64
Binahong 1000 mg/kgBB -49.833* 10.867 .000 -72.03 -27.64
Kontrol Positif Kontrol Normal 4.500 10.867 .682 -17.69 26.69
Kontrol Negatif -52.000* 10.867 .000 -74.19 -29.81
*
Binahong 250 mg/kgBB -51.667 10.867 .000 -73.86 -29.47
*
Binahong 500 mg/kgBB -46.333 10.867 .000 -68.53 -24.14
*
Binahong 1000 mg/kgBB -45.333 10.867 .000 -67.53 -23.14
*
Kontrol Negatif Kontrol Normal 56.500 10.867 .000 34.31 78.69
Kontrol Positif 52.000* 10.867 .000 29.81 74.19
Binahong 250 mg/kgBB .333 10.867 .976 -21.86 22.53
Binahong 500 mg/kgBB 5.667 10.867 .606 -16.53 27.86
Binahong 1000 mg/kgBB 6.667 10.867 .544 -15.53 28.86
*
Binahong 250 Kontrol Normal 56.167 10.867 .000 33.97 78.36
mg/kgBB Kontrol Positif 51.667
*
10.867 .000 29.47 73.86
Kontrol Negatif -.333 10.867 .976 -22.53 21.86
Binahong 500 mg/kgBB 5.333 10.867 .627 -16.86 27.53
Binahong 1000 mg/kgBB 6.333 10.867 .564 -15.86 28.53
*
Binahong 500 Kontrol Normal 50.833 10.867 .000 28.64 73.03
mg/kgBB Kontrol Positif 46.333
*
10.867 .000 24.14 68.53
Kontrol Negatif -5.667 10.867 .606 -27.86 16.53
Binahong 250 mg/kgBB -5.333 10.867 .627 -27.53 16.86
Binahong 1000 mg/kgBB 1.000 10.867 .927 -21.19 23.19
Binahong 1000 Kontrol Normal 49.833* 10.867 .000 27.64 72.03
mg/kgBB Kontrol Positif 45.333 *
10.867 .000 23.14 67.53
Kontrol Negatif -6.667 10.867 .544 -28.86 15.53
Binahong 250 mg/kgBB -6.333 10.867 .564 -28.53 15.86
Binahong 500 mg/kgBB -1.000 10.867 .927 -23.19 21.19
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
105
Lampiran 17. Uji LSD Menit ke-90 setelah Pembebanan Glukosa pada Uji
Potensi Antidiabetes
Multiple Comparisons
t90
LSD
95% Confidence Interval
Mean
Difference Std. Lower Upper
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
Kontrol Normal Kontrol Positif 16.667 8.563 .061 -.82 34.16
*
Kontrol Negatif -27.167 8.563 .003 -44.66 -9.68
*
Binahong 250 mg/kgBB -24.500 8.563 .008 -41.99 -7.01
*
Binahong 500 mg/kgBB -41.333 8.563 .000 -58.82 -23.84
*
Binahong 1000 -27.167 8.563 .003 -44.66 -9.68
mg/kgBB
Kontrol Positif Kontrol Normal -16.667 8.563 .061 -34.16 .82
*
Kontrol Negatif -43.833 8.563 .000 -61.32 -26.34
*
Binahong 250 mg/kgBB -41.167 8.563 .000 -58.66 -23.68
*
Binahong 500 mg/kgBB -58.000 8.563 .000 -75.49 -40.51
*
Binahong 1000 -43.833 8.563 .000 -61.32 -26.34
mg/kgBB
Kontrol Negatif Kontrol Normal 27.167* 8.563 .003 9.68 44.66
Kontrol Positif 43.833* 8.563 .000 26.34 61.32
Binahong 250 mg/kgBB 2.667 8.563 .758 -14.82 20.16
Binahong 500 mg/kgBB -14.167 8.563 .108 -31.66 3.32
Binahong 1000 .000 8.563 1.000 -17.49 17.49
mg/kgBB
Binahong 250 Kontrol Normal 24.500* 8.563 .008 7.01 41.99
mg/kgBB Kontrol Positif 41.167 *
8.563 .000 23.68 58.66
Kontrol Negatif -2.667 8.563 .758 -20.16 14.82
Binahong 500 mg/kgBB -16.833 8.563 .059 -34.32 .66
Binahong 1000 -2.667 8.563 .758 -20.16 14.82
mg/kgBB
Binahong 500 Kontrol Normal 41.333* 8.563 .000 23.84 58.82
mg/kgBB Kontrol Positif 58.000 *
8.563 .000 40.51 75.49
Kontrol Negatif 14.167 8.563 .108 -3.32 31.66
Binahong 250 mg/kgBB 16.833 8.563 .059 -.66 34.32
Binahong 1000 14.167 8.563 .108 -3.32 31.66
mg/kgBB
Binahong 1000 Kontrol Normal 27.167* 8.563 .003 9.68 44.66
mg/kgBB Kontrol Positif 43.833* 8.563 .000 26.34 61.32
Kontrol Negatif .000 8.563 1.000 -17.49 17.49
Binahong 250 mg/kgBB 2.667 8.563 .758 -14.82 20.16
Binahong 500 mg/kgBB -14.167 8.563 .108 -31.66 3.32
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
106
Lampiran 18. Uji LSD Menit ke-120 setelah Pembebanan Glukosa pada Uji
Potensi Antidiabetes
Multiple Comparisons
t120
LSD
95% Confidence Interval
Mean
Difference Std. Lower Upper
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) Error Sig. Bound Bound
Kontrol Normal Kontrol Positif 28.167* 6.177 .000 15.55 40.78
*
Kontrol Negatif -15.167 6.177 .020 -27.78 -2.55
Binahong 250 mg/kgBB -13.167* 6.177 .041 -25.78 -.55
*
Binahong 500 mg/kgBB -26.833 6.177 .000 -39.45 -14.22
*
Binahong 1000 mg/kgBB -24.000 6.177 .001 -36.62 -11.38
*
Kontrol Positif Kontrol Normal -28.167 6.177 .000 -40.78 -15.55
*
Kontrol Negatif -43.333 6.177 .000 -55.95 -30.72
*
Binahong 250 mg/kgBB -41.333 6.177 .000 -53.95 -28.72
Binahong 500 mg/kgBB -55.000* 6.177 .000 -67.62 -42.38
Binahong 1000 mg/kgBB -52.167* 6.177 .000 -64.78 -39.55
*
Kontrol Negatif Kontrol Normal 15.167 6.177 .020 2.55 27.78
*
Kontrol Positif 43.333 6.177 .000 30.72 55.95
Binahong 250 mg/kgBB 2.000 6.177 .748 -10.62 14.62
Binahong 500 mg/kgBB -11.667 6.177 .069 -24.28 .95
Binahong 1000 mg/kgBB -8.833 6.177 .163 -21.45 3.78
Binahong 250 Kontrol Normal 13.167* 6.177 .041 .55 25.78
mg/kgBB Kontrol Positif 41.333
*
6.177 .000 28.72 53.95
Kontrol Negatif -2.000 6.177 .748 -14.62 10.62
*
Binahong 500 mg/kgBB -13.667 6.177 .035 -26.28 -1.05
Binahong 1000 mg/kgBB -10.833 6.177 .090 -23.45 1.78
Binahong 500 Kontrol Normal 26.833* 6.177 .000 14.22 39.45
mg/kgBB Kontrol Positif 55.000* 6.177 .000 42.38 67.62
Kontrol Negatif 11.667 6.177 .069 -.95 24.28
*
Binahong 250 mg/kgBB 13.667 6.177 .035 1.05 26.28
Binahong 1000 mg/kgBB 2.833 6.177 .650 -9.78 15.45
*
Binahong 1000 Kontrol Normal 24.000 6.177 .001 11.38 36.62
mg/kgBB Kontrol Positif 52.167
*
6.177 .000 39.55 64.78
Kontrol Negatif 8.833 6.177 .163 -3.78 21.45
Binahong 250 mg/kgBB 10.833 6.177 .090 -1.78 23.45
Binahong 500 mg/kgBB -2.833 6.177 .650 -15.45 9.78
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.