BAB I
PENDAHULUAN
Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong
strategis. Minyak bumi dan batubara juga sama dalam bahan galian golongan A,
yang kita tahu dewasa ini bahan galian golongan A sangat dicari oleh investor
investor yang bergerak dibidang pertambangan dan usaha lainnya.
Bahan galian Nikel banyak fungsinya, salah satunya dalam pembuatan baja yang
tahan karat, bisa juga dipakai sebagai alat alat laboratorium Fisika dan Kimia,
serta banyak lagi fungsi lainnya, sehingga menarik sekali untuk dikelola.
Dengan kondisi demikian maka dari pihak Universitas Kutai Kartanegara membuat
salah satu Fakultas Teknik, dan dalam program studinya ada jurusan Geologi
Pertambangan yang dimana ada mata kuliah yang mempelajari Mineral Logam
khususnya mineral mineral berharga salah satunya Nikel. Dengan demikian
sebagai mahasiswa harus mengetahui dan mengerti mengenai bahan galian Nikel
serta diharapkan bisa memanfaatkan bahan galian tersebut dan juga bisa membuka
lapangan kerja baru.
I.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Untuk menerapkan dan mengembangkan teori yang didapatkan pada bangku
kuliah khususnya mata kuliah yang mempelajari tentang Mineral Logam.
2. Menambah pengetahuan tentang Mineral Logam, sehingga bisa tahu baik dari
proses terbentuknya, pengolahan, sampai ke pemasarannya.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dari hasil pembuatan makalah mengenai Bahan Galian Nikel ini, bisa kita lihat dan
simpulkan bagaimana proses awal terbentuknya (Genesa), kondisi geologi, tahap
eksplorasi, tahap eksploitasi, keterdapatan, dan pengolahannya, serta informasi
informasi lainnya.
Manfaat dari bahan galian Nikel ini sangat banyak, sehingga sangat menarik minat
para pengusaha pengusaha untuk membuka pertambangan yang bergerak
dibidang bahan galian Nikel. Didalam proses pertambangan bahan galian Nikel
banyak hal yang harus kita ketahui, salah satunya mengenai dampak
lingkungannya, sehingga pada saat kita melakukan proses penambangan tidak
terjadi pencemaran lingkungan.
Dewasa ini pencemaran lingkungan sangat banyak terjadi, oleh perusahaan
perusahaan yang tidak bertanggung jawab dan tidak mengerti mengenai
lingkungan. Maka tidak terlambat untuk kita menjaga lingkungan agar terbebas
dari pencemaran pencemaran limbah, dan pencemaran lainnya.
%
%Ato %Volum
Elemen Bera Elemen % Elemen %
m e
t
47,7 Alumuniu
Oksigen 60,5 94,24 8,13 Kobalt 0,0023
1 m
27,6
Silikon 20,5 0,51 Besi 5,00 Timbal 0,0016
9
Magnesiu
Titanium 0,62 0,3 0,03 2,09 Arsenik 0,0005
m
Alumuniu
8,07 6,2 0,44 Titanium 0,44 Uranium 0,0004
m
Molibdenu
Besi 5,05 1,9 0,37 Mangan 0,10 0,00025
m
Magnesiu
2,08 1,8 0,28 Kromiun 0,02 Tungsten 0,00015
m
0,01
Kalsium 3,65 1,9 1,04 Vanadium Antimony 0,0001
5
0,01
Sodium 2,75 2,5 1,21 Zink Air Raksa 0,00005
1
0,00
Potassium 2,58 1.4 1,88 Nikel Perak 0,00001
8
0,00 0,000000
Hidrogen 0,14 3,0 Tembaga Emas
5 5
0,00 0,000000
Timah Platinum
4 5
Pengertian bijih adalah endapan bahan galian yang dapat diekstrak (diambil) mineral
berharganya secara ekonomis, dan bijih dalam suatu endapan ini tergantung pada dua faktor
utama, yaitu tingkat terkonsentrasi (kandungan logam berharga pada endapan), letak serta
ukuran (dimensi) endapan tsb.
Untuk mencapai kadar yang ekonomis, mineral-mineral bijih atau komponen bahan galian yang
berharga terkonsentrasi secara alamiah pada kerak bumi sampai tingkat minimum yang tertentu
tergantung pada jenis bijih atau mineralnya. Dalam Tabel 2 dapat dilihat beberapa bijih logam
yang dapat diambil (diekstrak) dari mineral bijihnya, dan pada Tabel 3 dapat dilihat
beberapa gangue mineral yang merupakan mineral-mineral (dalam jumlah sedikit/kecil) yang
terdapat bersamaan dengan mineral bijih dan relatif tidak ekonomis.
Tabel 2. Beberapa mineral bijih yang dapat diekstrak sebagai komoditi logam (Sumber ;
Bateman, 1982).
%
Hyporge Superge
Logam Mineral Bijih Komposisi Loga
n n
m
Emas 1003
AuAuTe2 xx
Emas NativeKalaverit 9 xx
(Au,Ag)Te2 x
Silvanit
Perak 1008
AgAg2S xx
Perak NativeArgentit 7 xx
AgCl x
Seragirit 75
Krisokola 36
PentlanditGarneiri (Fe,Ni)SH2(Ni,Mg)SiO3.H
Nikel 22- x x
t 2O
PirolusitPsilomela
MnO2Mn2O3.xH2O 6345 xx
n xx
Mangan
3Mn2O3.MnSiO3 69 x
Braunit ?
Mn2O3.MnSiO3 62 x
Manganit
Molibdenu MolibdenitWulfen
MoS2PbMoO4 6039 x x
m it
WolframitHuebne
(Fe,Mn)WO4MnWO4 7676 xx
Tungsten rit
CaWO4 80 x
Scheelit
%
Hyporge Superge
Logam Mineral Bijih Komposisi Loga
n n
m
UraninitPitcblend 50-
Combined UO2dan UO3
e 8575
Uranium xx xx
USiO4
Coffinit 60
K2O.2U2O3
Carnotit U2O3
Tabel 3. Beberapa mineral gangue yang umum muncul pada mineral bijih, (Sumber ;
Bateman, 1982).
Kelas Nama Komposisi Hyporgen Supergen
KuarsaSilikat
SiO2SiO2 xx
lain xx
Oksida
Al2O3.2H2O x
Bauksit x
Fe2O3.H2O x
Limonit
KalsitDolomit CaCO3(Ca,Mg)CO3 xx
xx
Karbonat
Siderit FeCO3 x
x
Rodokrosit MnCO3 x
FeldsparGarnet
xx
Silikat Rhodonit x
MnSiO3 x
Klorit
x
Mineral
x
Lempung
Bahan
batuanFlorit CaF2(CaF)Ca4(PO4)3 xx
Batuan merupakan suatu bentuk alami yang disusun oleh satu atau lebih mineral, dan kadang-
kadang oleh material non-kristalin. Kebanyakan batuan merupakan heterogen (terbentuk dari
beberapa tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan homogen. Deret Reaksi
Bowen (deret pembentukan mineral pada batuan) telah dimodifikasi oleh Niggli, V.M.
Goldshmidt, dan H. Schneiderhohn, s
Sedangkan proses pembentukan mineral berdasarkan komposisi kimiawi larutan (konsentrasi
suatu unsur/mineral), temperatur, dan tekanan pada kondisi kristalisasi dari magma induk telah
didesign oleh Niggli seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Temperatur-Konsentrasi-Tekanan (Diagram Niggli)
Jika pembentukan endapan mineral dikelompokkan menurut proses pembentukannya, maka
salah satu pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :
Klasifikasi Lindgren (Modifikasi)
Endapan yang terbentuk melalui proses konsentrasi kimia (Suhu dan Tekanan Bervariasi)A. Dalam
magma, oleh proses differensiasi
Sedangkan secara umum keterdapatan endapan bahan galian dengan mineral-mineral bijihnya
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Keterdapatan dan letak mineral-mineral bijih
Malakah Tentang Nikel
BAB I
PENDAHULUAN
Nikel ditemukan oleh Cronstedt pada tahun 1751 dalam mineral yang disebutnya kupfernickel (nikolit).
Nikel merupakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena pada masa sekarang dan
masa yang akan datang kebutuhan Nikel semakin meningkat disamping dari kebutuhan lainnya yang
persediaannya semakin terbatas, sehingga mendorong minat pengusaha untuk membuka pertambangan Nikel.
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Bentuk
struktur kristalnya FCC. dan juga bersifat magnetis.Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni,
nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan
Perpaduan nikel, krom dan besi menghasilkan baja tahan karat (stainless steel) yang banyak diaplikasikan pada
peralatan dapur (sendok, dan peralatan memasak), ornamen-ornamen rumah dan gedung, serta komponen
industri.
Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong strategis. Minyak bumi dan
batubara juga sama dalam bahan galian golongan A, yang kita tahu dewasa ini bahan galian golongan A sangat
dicari oleh investor investor yang bergerak dibidang pertambangan dan usaha lainnya.
Bahan galian Nikel banyak fungsinya, salah satunya dalam pembuatan baja yang tahan karat, bisa juga dipakai
sebagai alat alat laboratorium Fisika dan Kimia, serta banyak lagi fungsi lainnya, sehingga menarik sekali untuk
dikelola.
Dengan kondisi demikian maka dari pihak Universitas Palangkaraya membuat salah satu Fakultas Teknik, dan
dalam program studinya ada jurusan Teknik Pertambangan yang dimana ada mata kuliah yang mempelajari
Pengantar Teknologi Mineral yang mencakup mineral mineral berharga salah satunya Nikel. Dengan demikian
sebagai mahasiswa harus mengetahui dan mengerti mengenai bahan galian Nikel serta diharapkan bisa
memanfaatkan bahan galian tersebut dan juga bisa membuka lapangan kerja baru.
Untuk menerapkan dan mengembangkan teori yang didapatkan pada bangku kuliah khususnya mata kuliah
Menambah pengetahuan tentang Mineral Logam, sehingga bisa tahu baik dari proses terbentuknya,
Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah Pengantar Teknologi Mineral pada Fakultas
Ni
Pd
nikel, Ni, 28
Deret kimia
logam transisi
10, 4, d
Penampilan
kemilau, metalik
Massa atom
58.6934(2) g/mol
Konfigurasi elektron
2, 8, 16, 2
Fase
padat
8,908 g/cm
Massa jenis cair pada titik lebur
7,81 g/cm
Titik lebur
1728 K
(1455 C, 2651 F)
Titik didih
3186 K
(2913 C, 5275 F)
Kalor peleburan
17,48 kJ/mol
Kalor penguapan
377,5 kJ/mol
Kapasitas kalor
Struktur kristal
Bilangan oksidasi
2, 3
Elektronegativitas
Energi ionisasi
(detil)
Jari-jari atom
135 pm
149 pm
Jari-jari kovalen
121 pm
163 pm
1.6. Lain-lain
Sifat magnetik
ferromagnetic
Resistivitas listrik
(20 C) 69.3 nm
Konduktivitas termal
Ekspansi termal
Kecepatan suara
Modulus Young
200 GPa
Modulus geser
76 GPa
Modulus ruah
180 GPa
Nisbah Poisson
0.31
4.0
Kekerasan Vickers
638 MPa
Kekerasan Brinell
700 MPa
Nomor CAS
7440-02-0
1.7. Isotop
iso
NA
waktu paruh
DM
DE (MeV)
DP
56Ni syn
6.075 d
56Co
0.158, 0.811
59Ni syn
76000 y
59Co
63Ni syn
100.1 y
0.0669 63Cu
2. Sebagai selaput penutup barang-barang yang dibuat dari besi atau baja,
4. Digunakan dalam bentuk paduan untuk pembuatan alat-alat yang dipakai dalam industri mobil dan pesawat
terbang.
5. Nikel juga digunakan sebagai bahan paduan logam yang banyak digunakan diberbagai industri logam.
BAB II
PEMBAHASAN
NIKEL
Gambar 1.1. Bijih Nikel Gambar 1.2. Nikel Istemewa
Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan bagian tenggara, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat
juga di daerah Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate.
Nikel biasanya terbentuk bersama-sama dengan kromit dan platina dalam batuan ultrabasa seperti peridotit, baik
termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat komersil, yaitu: sebagai hasil
konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa serta sebagai endapan nikel-
tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan kalkopirit.
PROTOLITH
Merupakan batuan asal yang berupa batuan ultramafik (harzburgite, peridotit atau dunit). Nikel terdapat (muncul)
bersama-sama dengan struktur mineral silikat dari magnesium-rich olivin atau sebagai hasil (alterasi
serpentinisasi). Olivin tidak stabil pada pelapukan kimiawi amorphous ferric hydroxides, minor amorphous silikat
SAPROLITE
Fragmen-fragmen batuan asal masih ada, tetapi mineral-mineralnya pada umumnya sudah terubah.
Batas antara zona saprolite dan protolith pada umumnya irregular dan bergradasi.
Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini dicirikan dengan keberadaan pelapukan mengulit bawang
(spheroidal weathering).
Dengan berkembangnya proses pelapukan, unsur Mg di dalam protholith umumnya terlindikan (leached), dan
LIMONIT
Bagian yang kaya dengan oksida besi akibat dari proses pembentukan zona saprolite (oksida besi dominan pada
Suatu lapisan dengan konsentrasi besi yang cukup tinggi, melindungi lapisan endapan laterit di bawahnya
terhadap erosi.
Endapan nikel laterit merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat. Umumnya
terdapat pada daerah dengan iklim tropis sampai dengan subtropis. Pengaruh iklim tropis di Indonesia
mengakibatkan proses pelapukan yang intensif, sehingga beberapa daerah di Indonesia memiliki profil laterit
(produk pelapukan) yang tebal dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil nikel laterit yang
utama. Proses konsentrasi nikel pada endapan nikel laterit dikendalikan oleh beberapa faktor yaitu, batuan
dasar, iklim, topografi, airtanah, stabilitas mineral, mobilitas unsur, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida nikel tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang
terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik
yang sering disebut endapan nikel laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat
terbentuk jika batuan induk yang mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah
larut akan terusir oleh proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar
akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa. Air permukaan yang mengandung CO2 dari
atmosfer dan terkayakan kembali oleh material material organis di permukaan meresap ke bawah permukaan
tanah sampai pada zona pelindihan, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang
kaya akan CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral
mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai
dengan aliran air tanah dan akan memberikan mineral mineral baru pada proses pengendapan kembali
(Hasanudin dkk, 1992). Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik
(peridotit, dunit, serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan
Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari
udara luar dan tumbuh tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi,
nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel partikel silika yang
submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral mineral seperti karat, yaitu hematit
dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan permukaan tanah. Proses laterisasi
adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit pada lingkungan yang
bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur
Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi
akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral mineral
Endapan bijih nikel laterit, yaitu bijih nikel yang terbentuk sebagai hasil pelapukan batuan ultramafik dan
Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia,
Bijih nikel yang kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% belum termanfaatkan dnegan baik. Proses pengolahan
bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan.
Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium
Carbonate ) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15 % yaitu dengan
penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional
sulfur ke dalam pellet. Pengolahan dengan AAC saat ini mempunyai kelemahan perolehan total nikel dan
kobalnya rendah.
2.4. Kegunaan
Dapat meningkatkatkan perolehan total nikel dan kobal dari proses leaching dengan AAC, terhadap bijih nikel
Ekstraksi kobal dari bijih nikel laterit lebih tinggi dibandingkan proses lain,
Pemakaian energi lebih murah karena bahan reduktor yang digunakan adalah batubara,
Proses reduksi/metalisasi dapat dilakukan secara selektif dan dapat dikontrol dengan mudah,
Menghindari oksidasi kembali logam nikel dan kobal dengan dialirkannya gas berkadar oksigen < 1 % selama
proses pendinginan,
Dapat meningkatkan perolehan total nikel dan kobal yang mencapai 75 89,89 % untuk nikel dan 35 47,77 %
untuk kobal dari proses leaching dengan AAC terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang berkadar magnesium
15 %.
2.6.Eksplorasi Nikel
Dalam Eksplorasi Nikel banyak hal yang harus dilakukan, antara lain :
a) Membuat analisis statistic dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan ketebalan overburden, kemudian
b) Membuat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian membuat analisanya.
Lorite dan Logam nikel diambil dari endapan primer yaitu dari batuan ultra basa dan endapan residu yaitu berupa
tanah laterite nikel berupa mineral garnierite, Ni-chlorite dan Nieeolite NiAs. Terlihat adanya perubahan Ekploitasi
a) Hasil bijih yang ada dimasukan kedalam proses penghancuran sehingga mempunyai diameter 20 cm dan
kemudian digiling sampai diameter 2 mm dengan kadar nikel 21 %.
Pemurnian untuk menghilangkan unsure belerang, silica, karbon, phaspor, chromium, dengan 2 tahap yaitu :
2. Menggunakan bath (pemurnian karbon tinggi) yaitu ferro nikel cair dalam tanggul goyang (shaking conveyor)
dengan dihambusi oksigen untuk membuang berbagai unsur yaitu chromium, karbon, silica, phaspor sehingga
b) Hasil penambangan di Soroako mengandung nikel (saprolitie ore) tapi masih mengandung air 28%, kemudian
direduksi untuk menghilangkan kadar air dan minyak yang diinjeksi dengan aliran listrik yang terputus putus
diatas panas dalam tanur, kemudian diberi belerang, dilebur dan didapatkan nikel kasar dengan kadar 25 % nikel
dan dimurnikan dalam sebuah konvertor sehingga kadar nikelnya menjadi 75% nikel matte.
Secara umum, mineral bijih di alam ini dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu mineral sulfida dan mineral oksida. Begitu
pula dengan bijih nikel, ada sulfida dan ada oksida. Masing-masing mempunyai karakteristik sendiri dan cara
pengolahannya pun juga tidak sama. Dalam bahasan kali ini akan dibatasi pengolahan bijih nikel dari mineral
oksida (Laterit).
Bijih nikel dari mineral oksida (Laterite) ada dua jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan
berbagai variasi kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg
(Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi sedangkan limonit sebaliknya. Bijih
Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dan LGSO (Low
Grade Saprolit Ore), biasanya HGSO mempunyai kadar Ni 2% sedangkan LGSO mempunyai kadar Ni.
Berdasarkan table 1, faktor yang paling penting diperhatikan adalah basisitas (tingkat kebasaan) MgO/SiO2 atau
ada juga yang mengukur berdasarkan SiO2/MgO. Tingkat kebasaan ini menentukan brick/ refractory/bata tahan
api yang harus digunakan di dalam tungku (furnace), jika basisitas tinggi maka refractory yang digunakan juga
sebaiknya mempunyai sifat basa agar slag (terak) tidak bereaksi dengan refractory yang akan menghabiskan
lapisan refractory tersebut. Basisitas juga menentukan viscositas slag, semakin tinggi basisitas maka slag
semakin encer dan mudah untuk dikeluarkan dari furnace. Namun basisitas yang terlalu tinggi juga tidak terlalu
bagus karena difusi Oksigen akan semakin besar sehingga kehilangan Logam karena oksidasi terhadap logam
(Ket: Slag selalu berada di atas metal karena densitynya lebih rendah)
Secara umum proses pengolahan bijih nikel jalur pyrometallurgy dibagi dalam beberapa tahap seperti dalam
diagram berikut:
1. Kominusi
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga bisa terlepas dari bijihnya. Berbeda
dengan pengolahan emas, dalam tahap kominusi untuk nikel ore ini hanya dibutuhkan ukuran maksimal 30 mm
2. Drying
Drying atau pengeringan dibutuhkan untuk mengurangi kadar moisture dalam bijih. Biasanya kadar moisture
dalam bijih sekitar 30-35 % dan diturunkan dalam proses ini dengan rotary dryer menjadi sekitar 23% (tergantung
desain yang dibuat). Dalam rotary dryer ini, pengeringan dilakukan dengan cara mengalirkan gas panas yang
dihasilkan dari pembakaran pulverized coal dan marine fuel dalam Hot Air Generator (HAG) secara Co-Current
3. Calcining
Tujuan utama proses ini adalah menghilangkan air kristal yang ada dalam bijih,air kristal yang biasa dijumpai
adalah serpentine (3MgO.2SiO2.2H2O) dan goethite (Fe2O3.H2O). Proses dekomposisi ini dilakukan dalam
Rotary Kiln dengan tempetatur sampai 850 oC menggunakan pulverized coal secara Counter Current. Reaksi
a. Serpentine
Reaksi ini terjadi pada temperatur 460-650 C dan tergolong reaksi endotermik. Pemanasan lebih lanjut MgO dan
SiO2 akan membentuk forsterite dan enstatite yang merupakan reaksi eksotermik.
b. Goethite
Reaksi ini terjadi pada 260C 330C dan merupakan reaksi endotermik.
Di samping menghilangkan air kristal, pada proses ini juga biasanya didesain sudah terjadi reaksi reduksi dari
NiO dan Fe2O3. Dalam teknologi Krupp rent, semua reduksi dilakukan dalam rotary kiln dan dihasilkan luppen.
Sedangkan dalam technology Electric Furnace, hanya sekitar 20% NiO tereduksi secara tidak langsung dalam
rotary kiln menjadi Ni dan 80% Fe2O3 menjadi FeO sedangkan sisanya dilakukan dalam electric furnace.
Produk dari rotary kiln ini disebut dengan calcined ore dengan kandungan moisture sekitar 2% dan siap dilebur
4. Smelting
Proses peleburan dalam electric furnace adalah proses utama dalam rangkaian proses ini. Reaksi reduksi 80%
terjadi secara langsung dan 20% secara tidak langsung pada temperature sampai 1650 C. Reaksi reduksi
Beberapa material yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap oksigen juga tereduksi dan menjadi pengotor
dalam logam.
Karbon disupplay dari Antracite (tergantung desain), dan reaksi terjadi pada zona leleh elektroda. CO(g) yang
dihasilkan dari reaksi ini ditambah dengan CO(g) dari reaksi boudoard mereduksi NiO dan FeO serta Fe2O3
Oksida stabil seperti SiO2, Cr2O3 dan P2O5 tidak tereduksi melalui reaksi tidak langsung. Sampai di sini Crude
Yield (recovery) dari nikel pada EAF dapat didekati seperti pada gambar berikut:
Gambar 1.9. Hubungan antara Fe yield dan %Ni dalam Crude FeNi
Gambar 2.0. Diagram fasa biner Fe-Ni
Pada daerah interface (antar muka) Slag-Metal terjadi kesetimbangan sebagai berikut:
Sekali lagi basisitas sangat penting dalam kondisi ini, sebagai contoh proses yang didesain dengan basisitas
0,68 maka:
MgO = 0.68SiO2
1.68SiO2 = 100%
Korelasi antara slag melting point pada SiO2 59.5% dan MgO 40.5% diilustrasikan oleh diagram terner FeO-
MgO-SiO2 dalam gambar 6 (diambil dari Slag Atlas, Verlagstahleisen, M.B.H., Duesseldorf, 1981 and I.J.
5. Refining
Pada proses ini yang paling utama adalah menghilangkan/memperkecil kandungan sulfur dalam crude Fe-Ni dan
sering disebut Desulfurisasi. Dilakukannya proses ini berkaitan dengan kebutuhan proses lanjutan yaitu
digunakannya Fe-Ni sebagai umpan untuk pembuatan Baja dimana baja yang bagus harus mengandung Sulfur
maksimal 20 ppm sedangkan kandungan Sulfur pada Crude Fe-Ni masih sekitar 0,3% sehingga jika kandungan
sulfur tidak diturunkan maka pada proses pembuatan baja membutuhkan kerja keras untuk menurunkan
Proses ini dilakukan pada ladle furnace dengan agent sebagai berikut:
Reaksi ini merupakan reaksi eksotermik sehingga tidak membutuhkan pemanasan lagi pasca smelting.
Proses selanjutnya adalah converting, sebenarnya proses ini masih dalam bagian refining hanya untuk
membedakan antara menurunkan sulfida dengan menurunkan pengotor lain seperti Si, P, Cr dan C sesuai
dengan kebutuhan. Sedangkan prosesnya sama hanya saja reaksi lebih dominan oksidasi dari oksigen.
Si (l) + O2 (g) = SiO2 (l) SiO2 (l) + CaO (l) = CaO . SiO2 (l)
4P (l)+ 5O2 (g)= 2P2O5 (l) CaO (l)+P2O5 (l)= CaO. P2O5 (l)
Proses pemurnian nikel diawali dengan pembakaran bijih nikel, kemudian dicairkan untuk proses reduksi dengan
menggunakan arang dan bahan tambahan lain dalam sebuah dapur tinggi. Dari proses tersebut nikel yang
didapat kurang lebih 99%. Jika hasil yang diinginkan lebih baik (tidak berlubang), proses pemurniannya
dikerjakan dengan jalan elektrolisis di atas sebuah cawan tertutup dalam dapur nyala api. Reduktor yang
Setelah bijih mengalami proses pendahuluan yang meliputi crushing drying, sintering, kemudian bijih diproses
lanjut secara
a.Proses Pyrometallurgy
b.Proses Hydrometallurgy
-Proses Pyrometallurgy
Reduksi yang terjadi pada proses ini hanya sebagian dari besi saja yang dapat diikat menjadi terak, dan
sebagian besar masih dalam bentuk ferro-nikel alloy.Dalam hal ini untuk memisahkan besi dari nikel pada reaksi
peleburan tersebut ditambahkan beberapa bahan yang mengandung belerang (Gypsum atau Pyrite). Karena
perbedaan daya ikat besi dan nikel terhadap oksigen dan belerang, sehingga proses ini didapatkan metal yaitu
paduan Ni3S2 dan FeS dan sebagian besar besi dapat diterakkan.
Metal yang dihasilkan ini masih mengandung lebih dari 60 % Fe dan selanjatnya metal yang masih dalam
keadaan cair terus diprosos lagi dalam konvertor. Proses-proses konvertor diberikan bahan tambah silikon untuk
menterakkan oksida besi.Terak hasil konvertor ini masih mengandung nikel yang cukup tinggi,sehingga terak ini
biasanya di proses ulang pada peleburan(Resmelting).Proses selanjutnya metal di panggang untuk memisahkan
belerang.
Nikel oxide yang didapat dari pemanggangan selanjutnya di reduksi dengan bahan tambah arang (charcoal),
7 atm (gauge)Tembaga, nikel dan cobalt terlarut kedalam larutan ammonia, reaksi yang terjadi :
Pada gambar 2.8 ditunjukkan diagram proses pemurnian bijih nikel dengan metoda pyrometallurgy.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari hasil pembuatan makalah mengenai Bahan Galian Nikel ini, bisa kita lihat dan simpulkan bagaimana proses
awal terbentuknya (Genesa), kondisi geologi, tahap eksplorasi, tahap eksploitasi, keterdapatan, dan
Manfaat dari bahan galian Nikel ini sangat banyak, sehingga sangat menarik minat para pengusaha
pengusaha untuk membuka pertambangan yang bergerak dibidang bahan galian Nikel. Didalam proses
pertambangan bahan galian Nikel banyak hal yang harus kita ketahui, salah satunya mengenai dampak
lingkungannya, sehingga pada saat kita melakukan proses penambangan tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Dewasa ini pencemaran lingkungan sangat banyak terjadi, oleh perusahaan perusahaan yang tidak
bertanggung jawab dan tidak mengerti mengenai lingkungan. Maka tidak terlambat untuk kita menjaga
lingkungan agar terbebas dari pencemaran pencemaran limbah, dan pencemaran lainnya.
Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan induk ini
akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada
waktu proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit
menjadi batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit Peridotit
Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang menghasilkan serpentin dan peridotit
lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang
kontinu, akan menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang
mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi.
Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah
sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah
meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara zone limonit dan zone
saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh
transportasi larutan secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul
dengan Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus
sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur-unsur
tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan
pori-pori batuan.
Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan
diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celah-celah atau rekahan-rekahan pada
batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan
dengan zona batuan segar yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering).
Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-unsur Mg dan
Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zone saprolit, sehingga memungkinkan
penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zone saprolit akan bertambah ke dalam,
demikian juga dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 50%-berat dan
SiO2 antara 35 40%-berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di zone
saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi
sedikit zone saprolit atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zone limonit.
Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan
sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan koloid. Bahan-bahan seperti Fe, Ni,
dan Co akan membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut
dengan zona saprolit, berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zone ini
selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat
naik hingga 7%-berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga
mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai
Garnierit dan Krisopras.
Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai Ferri-Hidroksida,
membentuk mineral-mineral seperti Goethit, Limonit, dan Hematit yang dekat permukaan.
Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah,
menuju bed rock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan
terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa
larutan pada kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika.
Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif, yaitu di daerah
dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan proses yang terjadi
pada pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang
tidak merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Endapan
Proses dan kondisi yang mengendalikan proses lateritisasi batuan ultramafik sangat beragam
dengan ukuran yang berbeda sehingga membentuk sifat profil yang beragam antara satu tempat
ke tempat lain, dalam komposisi kimia dan mineral, dan dalam perkembangan relatif tiap zona
profil. Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya
mempengaruhi pembentukan endapan adalah:
1. Iklim
Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan sub tropis, di mana
curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting dalam proses pelapukan dan
pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah
hujan yang tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan terpecah-
pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi.
Secara spesifik, curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang
mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan. Sebagai
tambahan, keefektifan curah hujan juga penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara) yang lebih
tinggi menambah energi kinetik proses pelapukan.
2. Topografi
Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi air serta reagen-
reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan bijih nikel adalah punggung-
punggung bukit yang landai dengan kemiringan antara 10 30. Pada daerah yang curam, air
hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap
kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif. Pada daerah ini
sedikit terjadi pelapukan kimia sehingga menghasilkan endapan nikel yang tipis. Sedangkan
pada daerah yang landai, air hujan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan
untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan dan
mengakibatkan terjadinya pelapukan kimiawi secara intensif. Akumulasi andapan umumnya
terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan
bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi.
3. Tipe batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit. Batuan
asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0.2-0.3%, merupakan batuan dengan
elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling
mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen-komponen
yang mudah larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
Mineralogi batuan asal akan menentukan tingkat kerapuhan batuan terhadap pelapukan dan
elemen yang tersedia untuk penyusunan ulang mineral baru.
4. Struktur
Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah rekahan ( joint) dan
patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini akan mempermudah rembesan air ke dalam
tanah dan mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan
patahan akan dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang
mengandung Ni sebagai vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai
porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang
terjadi akan lebih intensif.
5. Reagen-reagen Kimia dan Vegetasi
Reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat
proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan paling penting di dalam
proses pelapukan secara kimia. Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari
pembusukan sisa-sisa tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan,
serta membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam-asam humus ini erat
kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi
air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan
akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk,
dimana kondisi hutan yang lebat pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel
yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk
menjaga hasil pelapukan terhadap erosi.
6. Waktu
Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan, transportasi, dan
konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan
waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka
terbentuk endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang
cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang
saling berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek
gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh
satu faktor saja.
Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan kimia di dasar profil dan
pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat pelapukan kimia bervariasi antara 10 50 m
per juta tahun, biasanya sesuai dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 3 kali lebih cepat
dalam batuan ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas
pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan nikel lateritik,
maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat membantu dalam
menentukan zonasi bijih di lapangan (Totok Darijanto, 1986).
Profil Endapan Nikel Laterit
Profil endapan nikel laterit yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa secara umum
terdiri dari 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan tanah penutup atau top soil, lapisan limonit, lapisan
saprolit, dan bedrock.
1. Lapisan tanah penutup
Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping. Material lapisan berukuran lempung,
berwarna coklat kemerahan, dan biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan. Pengkayaan Fe
terjadi pada zona ini karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral Hematite dan Goethite), dan
Chromiferous dengan kandungan nikel relatif rendah. Tebal lapisan bervariasi antara 0 2 m.
Tekstur batuan asal sudah tidak dapat dikenali lagi.
2. Lapisan Limonit
Merupakan lapisan berwarna coklat muda, ukuran butir lempung sampai pasir, tekstur batuan
asal mulai dapat diamati walaupun masih sangat sulit, dengan tebal lapisan berkisar antara 1
10 m. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi. Pada zone
limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang
dari 2% berat dan kadar SiO2 berkisar 2 5% berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60
80% berat dan kadar Al2O3 maksimum 7% berat. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit,
disamping juga terdapat Magnetit, Hematit, Kromit, serta Kuarsa sekunder. Pada Goethit terikat
Nikel, Chrom, Cobalt, Vanadium, dan Aluminium.
1. Lapisan Saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-bongkah lunak
berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di atas batuan asal ini tidak banyak, H 2O dan
Nikel bertambah, dengan kadar Ni keseluruhan lapisan antara 2 4%, sedangkan Magnesium dan
Silikon hanya sedikit yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan,
Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa tempat sudah
terbentuk limonit yang mengandung Fe-hidroksida.
1. Bedrock (Batuan Dasar)
Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari
bongkah bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama dengan batuan asal, yaitu
dengan kadar Fe 5% serta Ni dan Co antara 0.01 0.30%.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas berkah,
rahmatserta hidayah-Nya, Kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan baik.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah
Permodelan dan Estimasi Cadanagn dan juga sebagai salah satu Tugas Besar (
MINERALISASI ) mengenai Studi Kasus ENDAPAN BAUKSIT LATERIT
Tidak lupa pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Permodelan dan Estimasi Cadangan yang
telah membimbimg kami dalam menyelesaikan Makalah kami dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, atau masih banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyajian maupun penyusunan serta segala
sesuatunya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun sebagai perbaikan atau penyempurnaan pada laporan ini.
Kami berharap agar laporan Kuliah Lapangan ini dapat diterima dan bermanfaat
dengan semestinya.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Kementerian ESDM tahun 2010, menyatakan bahwa sumber daya bauksit di
Indonesia sebanyak 726.585.010 juta ton bijih dan cadangan 111.791.676 juta ton
bijih. Penyebaran daerah tambang bauksit salah satunya adalah daerah Kalimantan
Barat yng didukung dengan batuan dasar yang bersifat asam-intermediet (seperti
Sienit, Diorit kuarsa, Granodiorit dan Nefelin) sehingga kaya dengan komposisi
unsur Al berumur Pra-tersier (kapur) yang didukung dengan iklim tropis, curah
hujan yang tinggi dan mekanisme proses pelapukan untuk terjadinya proses
lateritisasi pembentukan endapan dan karakterisitik bauksit yang dihasilkan.
Tujuan
Manfaat
mineral bijih seperi bauksit sebagai hasil proses pelapukan juga merupakan
topik yang sangat menarik untuk dikaji. Karena wilayah Indoesia mempunyai iklim
yang sangat dinamis dengan kondisi geologinya yang sedemikian kompleks, sehingga
pembentukan mineral biji tersebut sangat berpotensi di Indonesia. Kerak di
indonesia tidak stabil sehingga mempermudah proses laterisasi (
pelapukan ). Faktor di atas dapat kita kategorikan sebagai faktor eksternal yaitu
proses yng berasal dari luar bumi antarlain termasuk di dalamnya perubahan iklim
dan lain lain.Faktor internal dapat juga menggangu kesetimbangan lingkungan.
Faktor internal yang dimaksud yaitu kegiatan vulkanik, tektonik, dan keterdapatan
sumber daya mineral dan energi.
Proses laterisasi berhubungan erat dengan tektonik lempeng karena dengan
pergerakan lempeng tersebut, dapat mempermudah proses laterisasi ( pelapukan )
batuan bauksit, sehingga biasanya bauksit terbentuk di dekat kerak yang tidak stabil.
2.2 Permodelan
Pada umumnya Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada
lapisan tanah andosol dan catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan
batuan (insitu). Setiap batuan dasar memiliki karakteristik bauksit tertentu
diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit berwarna merah bata dengan
tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-3mm dengan
ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit
berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan
mineral yang cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan Diorit
menghasil kan warna tanah cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah
laterit berwarna kuning. Sering ditemukan rembesan air, boulder fresh rock,
lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan ketebalan lapisan saprolit
relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m
Gambar 1. Profil Dinding Testpit, a. Contoh gossan ,b. dan c. Contoh bauksit
1. Horison tanahadalah lapisan tanah atau bahan tanah yang kurang lebih sejajar dengan
permukaan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah dan berbeda
dengan lapisan disebelh atas ataupun bawahnya yang secara genetik ada kaitannya. Yang
biasanya disebut sebagai tanah penutup ( OB ) atau lapisan awal yang biasanya berwarna
coklat.
2. Tanah Lateritatau sering disebut juga dengan tanah merah merupakan tanah yang
berwarna merah hingga coklat yang terbentuk pada ligkungan yang lembab, dingin, dan
mugkin genangan-genangan air, Secara spesifik tanah merah memiliki profil tanah yang
dalam,mudah menyerap air memiliki kandungan bahan organik yang sedang dan pH
netral hingga asam dan banyak mengandung zat besi dan aluminium sehingga baik
digunakan pondasi bangunan karena mudah menyerap air.
3. Gossan yaitu zona atau lapisan yang terjadi karena pelapukan ( laterisasi) yang
mengakibatkan rongga-rongga kosong yang dapat dimasuki air sehingga mempercepat
proses pelapukan, tetapi pada zona ini hanya sedikit yang terkandung bauksit laterit
dibadingkan pada zona saprolit.
4. Saprolit yaitu zona dimana mengandung bauksit laterit yang sangat tinggi kadar
aluminiumnya, sehingga penambangan bauksit dilakukan pada zona ini yang mana
ketebalannya berkisar 2-8 m.
Unsur senyawa yang diperhatikan merupakan ikatan pengayaan unsur tunggal yang
bereaksi terhadap media air dan mengendapkan senyawa baru, dalam pertambangan
bauksit senyawa tersebut adalah Aluminium trihidrat (Al2O3), Besi trihidrat
(Fe2O3), Silikat oksida (SiO2), Titanium oksida (TiO2) dan Total silikat (R-SiO2).
Intensifnya perkembangan laterit di daerah tropis basah menyebabkan terbentuknya
tanah laterit.
Pada umumnya proses laterisasi pada bauksit terdiri dari beberapa tahapan, yaitu
pelarutan, transportasi, dan pengendapan kembali mineral. Faktor yang terpenting
pada pelarutan adalah pH, solubility, dan kestabilan mineral. Faktor yang
berpengaruh pada transportasi dan pengendapan kembali mineral adalah iklim,
topografi, morfologi, dan mobilitas unsur. Hasil pelapukan akan ditransportasikan
oleh airtanah atau air hujan, kemudian diendapkan kembali. Proses terjadi dengan
baik pada permukaan tanah landai dengan kemiringan tertentu, keadaan morfologi
dan topografi yang cenderung bergelombang miring.
Beberapa unsur yang sangat penting dalam endapan laterit bauksit adalah Al, Fe, Si
dan Ti. Perbandingan antara nilai Al dan Si merupakan patokan keekonomisan
tambang bauksit. Pada iklim tropis, Ca, Ni, Si dan Ti mengalami pelindian terlebih
dahulu dan lebih mobile dibanding dengan Al dan Fe.Pelarutan dan penguraian
plagioklas, alkali feldspar, besi, aluminium dan silika dalam larutan akan
membentuk suspensi koloid. Pada larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan
mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air
dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3), dan kobalt (Co)
dalam jumlah kecil, sedangkan Al akan mengendap menjadi endapan bauksit
Al2O3.2H2O (dalam hal ini bauksit secara umum). Pengendapan dikontrol pH
sebagai penetralisir reaksi kimia oleh tanah. Jika konsentrasi air berkurang pada
saat pengendapan laterit bauksit, maka buhmit dan diaspor dapat terbentuk.
Selain itu, pengayaan unsur lainnya yang terikat bauksit adalah R-Si. Unsur ini
merupakan unsur terpisah dari Si yang terbentuk pada laterit bauksit, serta usnsur
yang dipertimbangkan dalam penambangan bauksit. Hal ini disebabkan karena
untuk menguraikan senyawa bauksit nantinya, perlunya penambahan NaOH untuk
mendapatkan bauksit murni. Proses pengayaan dan pengendapan laterit bauksit
paling baik pada topografi miring yang mana proses mobilitas unsur yang rendah,
karena pada bagian puncak cenderung untuk mengalirkan hasil erosi dan respirasi
air meteorik. Sedangkan pada bagian lembah, lebih banyak membentuk endapan
laterit Fe seperti hematit dan limonit sebagai hasil akumulasi material sedimen serta
peresapan larutan. Kehadiran kekar ataupun rekahan akan mempercepat proses
respirasi dan penghancuran batuan sehingga mempengaruhi pembentukan zona
deposit.
BAB III
Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor faktor kendala antara
lain ;
Pengupasantanahpenutupmerupakanlangkahawaldimana proses
penambanganendapanbahantambangakandilakukan,
kegiataninidimulaidaripembersihantempatkerjadarisemak semak, pohon
pohonbesardankecil, kemudianmembuangtanahataubatuan yang
menghalangipekerjaan pekerjaanselanjutnya. Setelahpekerjaan di
atasselesaiselanjutnyadilakukanpekerjaanpembabatanataupenebasan yang meliputi
;meratakan, membuatjalandaruratuntuklewatnyaalat-alatmekanis.
Dalampekerjaanini yang
harusselaludiperhatikanialahmempergunakankeuntungandarigayaberat.
Penggalianadalahsuatukegiatan yang
dilakukanuntukmembongkardanmelepaskanendapanbahantambangdaribatuanindu
knyaataubatuansamping. Beberapaalatgali yang
dapatdigunakandalampenggalianyaitu Power Shovel, Back Hoe, dan lain lain.
Setelahpenggaliandilakukanmaka material ataubahantambang yang
telahditambangdimuat.
Untuk material yang tidak tertentu keras, kegiatan pembongkaran dilakukan dengan
menggunakan ripper. Alat ini pada hakekatnya sebuah bajak yang gigi giginya
terbuat dari baja yang keras. Sehingga kepadanya dapat diberikan tekanan yang
cukup besar untuk lebih memaksakannya ke dalam tanah / batuan.
1. Pengangkutan (Hauling)
Material hasil pembongkaran yang telah dimuat kembali diangkut ke lokasi
pengolahan (Crushing Plant) untuk dimasukkan ke mesin penghancur. Operator
pengangkutan material produktivitasnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ;
1. Kondisi jalan dari tempat penambangan ke Crushing Plant
2. Jarak angkut dari lokasi penambangan
3. Digging Resistance
4. Waktu Edar alat angkut
5. Waktu Kerja efektif pengangkutan
6. Produksi alat angkut
7. Jumlah alat angkut
Sejauh ini Negara tujuan yang membutuhkan alumunium dari Australia adalah
Negara-negara asia seperti jepang dan termasuk Indonesia. Cukup ironi memang,
mengingat kita memiliki bahan biji bauksit namun kita tidak mampu mengolahnya
dengan optimal untuk di jadikan alumunium. Sifat yang dimiliki alumunium sangat
khas yaitu mampu mengahantar panas dengan efisien.
10 Manfaat Bauksit bagi kehidupan sehari-hari sebagai berikut :
1. Pemanfaatan Untuk Pembuatan Peralatan Sehari-Hari
Dari alumunium tersebut akan di buat berbagai perlatan yang dibutuhkan manusia
sehari-harinya seperti.
Selain tu sifat yang dimiliki alumunium adalah memiliki berat yang ringan namun
memiliki kerapatan yang cukup baik, secara kekuatan juga besar. Sehingga di
gunakan untuk pembuatan teknologi di zaman modern ini, seperti.
Selain pemanfaat utama untuk dijadikan alumunium, bauksit juga memiliki banyak
kegunaan untuk industry lainnya. Biji bauksit bisa di ubah menjadi sesuatu yang
selama ini ada di sekitar kita, seperti:
BAB IV
KESIMPULAN
1. Bauksit terbentuk dengan kadar aluminium ( Al ) yang tinggi , kadar besi ( Fe ) yang
rendah serta sedikit mengandung kuarsa ( SiO2 )
2. Faktor yang terlibat dalam mempengaruhi ketebalan lapisan saprolit ( bijih
bauksit ) yaitu waktu dan perubahan iklim, vegetasi dan proses pelapukan, muka air
tanah dan morfologi
3. Di indonesia terdapat banyak kerak yang tidak stabil sehingga mempermudah proses
laterisasi ( pelapukan ) dalam pembentukan bauksit laterit
4. Bauksit dengan kadar yang tinggi terdapat pada zona Saprolit dan pada zona gossan
keterdapatan bauksit masih sedikit dibadingkan pada zona saprolit yang dominan lebih
banyak.
5. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penambangan endapan bauksit adalah
menggunakan metoda tambang terbuka (surface mining) sebab kita dapat ketahui
bahwa endapan bauksit berada di permukaan dengan over burden yang tidak terlalu
dalam pengupasannya
6. Beberapa manfaat yang dihasilkan dari bauksit laterit antara lain : Bahan utama
pembuatan wajan, Pembuatan lapisan luar panci, bahan paling luar pada kaleng
makanan, Pembuatan badan pesawat terbang, Pembuatan atap sebuah pabrik atau
rumah. Dala industry logam, dijadikan bahan baku pembuatan besi, di jadikan bahan
dasar untuk pebuatan tinta kering dan tinta laser, pada mesin fotokopi, Di Industry
rekaman, bauksit menjadi bahan utama untuk pembuatan pita kaset, Bahan dasar
pembuatan keramik, Kandungan alumina pada bauksit juga di jadikan penyannga katalis
pada proses penambangan lain untuk menghilangkan kotoran pada hasil tambang
seperti minyak bumi, nitrogen, dan sulfur.
DAFTAR PUSTAKA
Clay symposium, 1952. Problem of Clay and Laterit Genesis. New York : The
America Institute of Mining and Metallurgical Engineers.
Dhadar, J.R., 1983. Eksplorasi Endapan Bahan Galian. Bandung: G.S.B Bandung
Dominique L. Butty and Claude A. Chapallaz. 1984. Bauxite Genesis. Senior
Geologists, Billiton International Metals B.V. Leidschendam, The Netherlands.
Chapter 7.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits. W.H.Freeman
and Company: New York.
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 4 GKExp Unsoed 2010 Weathering. Bandung :
Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah).
Priyadi bambang. 2009. PPT Chapter 5 GKExp Unsoed 2010 Soil Formation.
Bandung : Institut Teknologi Bandung (Tidak dipublikasikan : Materi Kuliah)
2012. ANTAM Unit Geomin, 2012. Laporan Tahunan Site Landak. Pontianak
(unpublished)
2013. R. Anand, R. J. Gilkes, G. I. D. Roach. 1991. Geochemical and Mineralogical
Characteristics Of Bauxites, Darling Range, Western Australia. Applied Geochemistry.
Vol. 6. pp. 233-248.
Tulisan ini mencoba mengupas sedikit tentang beberapa hal seperti pengertian nikel laterit, geologi
dan proses pembentukannya dengan mengutip dari beberapa pendapat ahli geologi sebelumnya.
Tulisan ini juga akan mengupas sedikit tentang prospek keberadaan endapan nikel laterit di
Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.
Sekarang ini, istilah laterite digunakan untuk pengertian residu tanah yang kaya akan
senyawa oksida besi (sesquioxsides of iron) yang terbentuk dari akibat pelapukan kimia dengan
kondisi air tanah tertentu. Untuk residu tanah yang kaya dengan oksida alumina (hydrated
aluminium oxides) dinamakan bauxite atau bauksit. Jadi secara umum dapat dipahami bahwa
batuan-batuan mafik yang mana mengandung lebih banyak Fe daripada Al cenderung akan
membentuk laterit sedangkan batuan-batuan granitik dan argillik sebaliknya cendrung akan
membentuk endapan bauksit karena kandungan Al lebih banyak dari Fe-nya.
Secara umum, nikel laterit diartikan sebagai suatu endapan bijih nikel yang terbentuk dari
proses laterisasi pada batuan ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang
mengandung Nidengan kadar yang tinggi, yang pada umumnya terbentuk pada daerah tropis dan
sub tropis.Kandungan Ni di batuan asal berkisar 0.28 % dapat mengalami kenaikan menjadi 1 %
Ni sebagai konsentrasi sisa (residual concentration) pada zona limonit (Waheed Ahmad, 2006).
Proses laterit ini selanjutnya dapat berkembang menjadi proses pengayaan nickel (supergene
enrichment) pada zona saprolit sehingga dapat meningkatkan kandungan nikel menjadi lebih
besar dari 2 %.
Sebetulnya, disamping endapan nikel laterit, terdapat juga type endapan lain seperti yang
dikenal dengan nama nikel sulfida yang mana terbentuk dari proses hidrothermal sehingga
membentuk suatu cebakan/ endapan nikel dalam bentuk urat-urat (veins). Salah satu contoh dari
type endapan ini bisa ditemukan di tambang Sudbury-Kanada. Namun demikian, untuk tulisan ini
kita hanya ingin mengenal lebih jauh tentang nikel laterit itu sendiri, yang mana tersebar banyak
di daerah Sorowako, Bahodopi dan Pomalaa.
Parasit akan musnah dari tubuhmu kalau kamu Lemak perut akan hilang dalam beberapa hari jika
memasukkan ini ke tehmu... sebelum tidur Anda...
Beberapa faktor yang dianggap sangat mempengaruhi proses penbentukan endapan nikel laterit
ini adalah:
Kesemua faktor ini berkaitan begitu kompleks dimana peranan secara individu dari masing-masing
faktor sangat susah dibedakan. Kesemuanya bisa mempengaruhi bentuk profil pelapukan secara
individual berbeda, bentuk topografi dari ore body pada batuan peridotitnya dan bentuk secara
umum dari residu nikel laterit tersebut.
Bentuk topografi/morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, dimana endapan laterit masih
mampu untuk ditopang oleh permukaaan topografi sehingga nikel laterit tersebut tidak hilang oleh
proses erosi maupun ketidakstabilan lereng. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk
mengurangi tingkat intensitas erosi endapan laterit menyebakan endapan laterit tersebut relatif
tidak terganggu.
Meskipun komposisi batuan asal memegang peran penting untuk menghasilkan endapan laterit,
kondisi iklim yang ada dan sejarah geologi yang berkenaan dengan proses pembentukan soil
akhirnya memegang peranan penting dalam mengontrol komposisi akhir dari soil residu tersebut.
Pelapukan dari batuan mafik pada kondisi iklim dingin cenderung akan membentuk endapan clay
(lempung) sementara pada pelapukan yang tinggi dengan kondisi iklim panas dan lembab akan
menyebakan laterit berkembang dengan baik.
Oleh karena itu, agar laterit tersebut dapat berkembang dengan baik, menurut Waheed Ahmad
(2006), maka dibutuhkan beberapa kondisi seperti:
Keberadaan batuan yang mengandung besi Relatively high temperature (to aid in
chemical attack)
Air tanah yang bersifat agak asam (slightly acidic) untuk membantu dalam reaksi kimia
Curah hujan yang tinggi untuk membantu pelapukan kimia dan menghilangkan unsure-
unsur yang mudah larut (mobile elements)
Lingkungan oksidasi yang kuat (untuk mengubah Fe2+ (FeO) menjadi Fe3+ (Fe2O3)
Proses pengayaan (supergene enrichments) untuk menghasilkan konsentrasi nikel
dalam jumlah yang cukup tinggi.
Bentuk topografi yang sedang untuk melindungi laterit dari proses erosi
Waktu yang cukup untuk agar laterit terakumulasi untuk ketebalan yang baik.
Penampang Laterit
Pembentukan penampang lapisan laterit sebagai hasil dari proses laterisasi
memperlihatkan urutan laterit yang tertua dari atas ke bawah. Secara umum penampang laterit
dapat dikategorikan menjadi:
Menurut Golithly, endapan laterit yang berkembang baik di daerah Sorowako dapat dibedakan
atas dua kategory yaitu:
1. Endapat laterit yang berkembang pada batuan dasar (bedrock) yang tidak mengalami
serpentinisasi (unserpentinized) yang dikenal dengan West type, dan
2. Endapan laterit yang berkembang pada batuan dasar yang mengalami serpentinisasi
20% samapi 80% pada mineral olivinnya (East type).
Akibat dari perbedaan kedua kondisi lingkungan tersebut mengakibatkan pekembangan bentuk
penampang laterit yang berbeda pula (lihat gambar 3.).
Gambar 3. Penampang laterit Sorowako East Block dan West Block
Gambar 4. Peta geologi dan struktur regional Sulawesi (Kadarusman dkk, 2004).
Batuan yang merupakan anggota Lajur Ofiolit Sulawesi Timur berupa batuan ultrabasa (Mtosu)
yang terdapat di sekitar danau Matano, terdiri atas dunit, harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit
dan serpentinit. Jenis batuan yang menyusun daerah Sorowako dan sekitarnya ini sangat
mempengaruhi keterdapatan dan penyebaran nikel laterit. Batuan dasar penyusun Sorowako dan
sekitarnya ini merupakan batuan ultramafik yang mengandung nikel, cobal, besi, magnesium, dan
silika. Jika batuan ini mengalami proses lateritisasi maka konsentrasi kadar nikel, kobal, basi,
magnesium dan silica akan meningkat dalam zona laterit tertentu.
Struktur geologi banyak dijumpai pada daerah Sorowako dan sekitarnya, baik berupa sesar,
lipatan maupun kekar (Gambar 4). Secara umum sesar yang terdapat di daerah ini berupa sesar
naik, sesar sungkup, sesar geser dan sesar turun; yang diperkirakan mulai terbentuk sejak
Mesozoikum. Sesar matano dan sesar Palu Koro merupakan sesar utama yang terdapat pada
daerah ini.
Kondisi Iklim
Daerah Sorowako, Bahodopi, dan Pomalaa juga merupakan daerah yang mengalami perubahan
temperature yang kontras dan bercurah hujan yang tinggi, sehingga batuan penyusunnya mudah
mengalami pelapukan mekanis. Pelapukan mekanis atau disebut juga disintegrasi dapat
mengubah ukuran batuan atau partikel batuan menjadi semakin kecil. Perubahan ukuran batuan
yang semakin kecil ini menyebabkan luas permukaan batuan yang mengalami kontak dengan
agen-agen proses laterisasi menjadi semakin luas sehingga jumlah laterit yang dihasilkan juga
semakin besar.
Keberadaaan nikel laterit di daerah Sorowako dan sekitarnya juga sangat dipengaruhi oleh
pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah. Semakin tinggi tingkat pelapukan kimia dan sirkulasi air
tanahnya maka jumlah lateritpun akan semakin besar. Menurut Ollier, 1966, pelapukan kimia yang
berhubungan dengan proses laterisasi terdiri atas pelarutan, oksidasi-reduksi, hidrasi, karbonasi,
hidrolisis dan desilisikasi. Proses pelapukan kimia dan sirkulasi air tanah terutama yang bersifat
asam pada batuan ultramafik, akan menyebabkan terjadinya penguraian magnesium, nikel, besi,
dan silica pada mineral olivin, piroksin, maupun serpentin yang membentuk larutan yang kaya
dengan unsur-unsur tersebut (Waheed Ahmad, 2006).
Oleh karena itu, pendekatan dari konsep eksplorasi endapan ini secara umum dipahami bahwa
endapan ini berasosiasi terhadap batuan-batuan ultramafik yang kaya akan mineral-mineral
ferromagnesian yang mengandung nikel. Bentuk bentangan alam (morphology) dan struktur
gelologi yang berkembang serta kondisi iklim merupakan satu informasi yang sangat penting untuk
bagi para explorer (geologist) untuk menindak lanjuti potensi keterdapan endapan nikel laterit
tersebut.
Pendekatan explorasi yang dilakukan oleh para geologist dengan melakukan pemetaan geologi
untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi batuan penyusun, bentuk topography dan struktur
geologi akan memberikan informasi awal tentang potensi endapan nikel laterit dari suatu daerah
yang diteliti.
Endapan hasil proses pelapukan lateritik batuan induk ultrabasa yang mengandung
Ni kadar tinggi. Agen pelapukan berupa air hujan, suhu, kelembaban, topografi, dll.
- Laterit; later, artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata
berwarna merah). Buchanan; subsoil yang mengeras karena tersingkap atau kontak dengan
atmosfer. Ollier, 1969; Soil di daerah tropis dengan horizon konkresi besi oksida, yang dalam
keadaan normal berwarna merah.
- Laterisasi; proses pelapukan kimia pada kondisi iklim yang lembab (tropis) yang berlangsung
pada waktu yang lama dengan kondisi tektonik yg relative stabil, membentuk formasi lapisan
regolith yang tebal dengan karakteristik yang khas, but and zeegers, 1992).
- Profil laterit; lapisan-lapisan material yang menindih batuan induknya sebagai efek akhir dari
proses laterisasi.
Profil laterit (PT.Vale Indonesia, 2011)
a. Iklim; curah hujan menentukan jumlah air hujan yang masuk ke tanah sehingga
mempengaruhi intensitas pencucian dan pemisahan komponen-kompenen yang larut.
b. Topografi; relief dan geometri lereng akan mempengaruhi pengaliran air, jumlah air
yang masuk ke dalam tanah, dan level muka air tanah
c. Drainase; mempengaruhi pasokan jumlah air untuk pencucian (leaching) dari seluruh
area sekitarnya.
d. Tektonik; pengangkatan tektonik akan meningkatkan erosi pada bagian atas profil,
meningkatkan relief topografi dan menurunkan muka air tanah. Kestabilan tektonik
mendukung pendataran topografi (planation) topografi dan memperlambat gerakan air
tanah
e. Tipe batuan induk; komposisi mineral menentukan tingkat kerentanan batuan terhadap
pelapukan dan ketersediaan unsure-unsur untuk rekombinasi pembentukan mineral
baru.
f. Struktur; patahan dan kekar memungkinkan bagi peningkatan permeabilitas bedrock,
sehingga meningkatkan potensi terjadinya alterasi.
Factor-faktor ini sangat terkait satu sama lain. Saat batuan terekspose ke permukaan, maka
batuan secara gradual akan mengalami dekomposisi. Proses kimia dan mekanik yang
disebabkan oleh udara, air, panas akan menghancurkan batuan tersebut menjadi soil dan
clay.
Evans (1993); endapan nikel residual terbentuk karena tingginya intensitas pelapukan kimia
batuan yang mengandung Ni di daerah tropis. Batuan tersebut adalah peridotit, serpentinit,
dan batuan lainnya. Mineral utamanya : grup olivine, grup serpentin, dan grup piroksin dengan
Ni sebagai unsure aksesoris.
Serpentinisasi peridotit merubah olivine menjadi serpentin, membentuk mineral pembawa Ni
berupa garnierite. Selanjutnya serpentin bereaksi dengan unsure Ni membentuk mineral
gentit.
Deposit nikel laterit; berasal dari batuan beku yang kaya olivine, ygdisbt peridotit. Nikel
terbentuk oleh proses leaching dari olivine atau serpentin.
Peridotit yang banyak mengandung olivine, magnesium silikat dan besi silikat (umumnya
mengandung 0,3% Ni), mengalami proses pelapukan secara kimiawi dan dipengaruhi oleh air
tanah yang kaya akan CO2 dari udara luar mengubah olivine, menyebabkan menurunnya
kadar Al dan Ca yang terlarut oleh air hujan. Pelarutan ini menyebabkan kadar Fe, Ni, Cr, Co
semakin tinggi (terjadi pengayaan).
Catatan Geologi
"Geology is science of the earth"
Rabu
Bijih Laterit
Genesa Umum Nikel Laterit
Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu endapan sulfida
nikel tembaga berasal dari mineral pentlandit, yang terbentuk akibat injeksi magma dan konsentrasi
residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan beku ultramafik yang sering disebut endapan nikel
laterit. Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk jika batuan induk yang
mengandung bijih mengalami proses pelapukan, maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh
proses erosi, sedangkan mineral bijih biasanya stabil dan mempunyai berat jenis besar akan tertinggal
dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa.
Air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfer dan terkayakan kembali oleh material material
organis di permukaan meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindihan, dimana
fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya akan CO2 akan kontak dengan
zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral mineral yang tidak stabil
seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air
tanah dan akan memberikan mineral mineral baru pada proses pengendapan kembali (Hasanudin
dkk, 1992).
Boldt (1967), menyatakan bahwa proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit,
serpentin), dimana pada batuan ini banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi
silikat, yang pada umumnya banyak mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah
dipengaruhi oleh pelapukan lateritik. Air tanah yang kaya akan CO2 berasal dari udara luar dan tumbuh
tumbuhan, akan menghancurkan olivin. Terjadi penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika
kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel partikel silika yang
submikroskopis. Didalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri
hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral mineral seperti
karat, yaitu hematit dan kobalt dalam jumlah kecil, jadi besi oksida mengendap dekat dengan
permukaan tanah.
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika pada profil laterit
pada lingkungan yang bersifat asam dan lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil
pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara
2002) . Proses pelapukan dan pencucian yang terjadi akan menyebabkan unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co
terkayakan di zona limonit dan terikat sebagai mineral mineral oxida / hidroksida, seperti limonit,
hematit, dan Goetit (Hasanudin, 1992).
Besi dan alumina laterit tidak dapat di pisahkan dari proses pembentukan nikel laterit, salah satu produk
laterit adalah besi dan almunium. Pada profil laterit terdapat zona-zona di antaranya zona limonit. Zona
ini menjadi zona terakumulasinya unsur-unsur yang kurang mobile, seperti Fe dan Al. Batuan dasar
dari pembentukan nikel laterit adalah batuan peridotit dan dunit, yang komposisinya berupa mineral
olivine dan piroksin.
Faktor yang sangat mempengaruhi sangat banyak salah satunya adalah pelapukan kimia. Karena
adanya pelapukan kimia maka mineral primer akan terurai dan larut. Faktor lain yang sangat
mendukung adalah air tanah, air tanah akan melindi mineral-mineral sampai pada batas
antara limonit dan saprolit, faktor lain dapat berupa PH, topografi dan lain-lain.
Endapan besi dan alumina banyak terkonsentrasi pada zona limonit. Pada zona ini di dominasi oleh
Goethit (Fe2O3H2O), Hematite (Fe2O3) yang relatif tinggi, Gibbsite (Al2O3.3H2O), Clinoclore
(5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O) dan mineral-mineral hydrous silicates lainnya (mineral lempung). Bijih besi
dapat terbentuk secara primer maupun sekunder.
Proses pembentukan bijih besi primer berhubungan dengan proses magmatisme berupa gravity settling
dari besi dalam batuan dunit, kemudian diikuti dengan proses metamorfisme/metasomatsma yang
diakhiri oleh proses hidrotermal akibat terobosan batuan beku dioritik. Jenis cebakan bijih besi primer
didominasi magnetit hematite dan sebagian berasosiasi dengan kromit garnet, yang terdapat pada
batuan dunit terubah dan genes-sekis.
Besi yang terbentuk secara sekunder di sebut besi laterit berasosiasi dengan batuan peridotit yang
telah mengalami pelapukan. Proses pelapukan berjalan secara intensif karena pengaruh faktor-faktor
kemiringan lereng yang relative kecil, air tanah dan cuaca, sehingga menghasilkan tanah laterit yang
kadang-kadang masih mengandung bongkahan bijih besi hematite/goetit berukuran kerikil kerakal.
Besi Laterit merupakan jenis cebakan endapan residu yang dihasilkan oleh proses pelapukan yang
terjadi pada batuan peridotit/piroksenit dengan melibatkan dekomposisi, pengendapan kembali dan
pengumpulan secara kimiawi. Bijih besi tipe laterit umumnya terdapat didaerah puncak perbukitan yang
relative landai atau mempunyai kemiringan lereng dibawah 10%, sehingga menjadi salah satu factor
utama dimana proses pelapukan secara kimiawi akan berperan lebih besar daripada proses mekanik.
Sementara struktur dan karakteristik tanah relative dipengaruhi oleh daya larut mineral dan kondisi
aliran air tanah. Adapun profil lengkap tanah laterit tersebut dari bagian atas ke bawah adalah sebagai
berikut : zone limonit, zone pelindian (leaching zone) dan zone saprolit yang terletak di atas batuan
asalnya (ultrabasa).
Zona pelindian yang terdapat diantara zona limonit dan zona saprolit ini hanya terbentuk apabila aliran
air tanah berjalan lambat pada saat mencapai kondisi saturasi yang sesuai untuk membentuk endapan
bijih. Pengendapan dapat terjadi di suatu daerah beriklim tropis dengan musim kering yang lama.
Ketebalan zona ini sangat beragam karena dikendalikan oleh fluktuasi air tanah akibat peralihan musim
kemarau dan musim penghujan, rekahan-rekahan dalam zona saprolit dan permeabilitas dalam zona
limonit.
Derajat serpentinisasi batuan asal peridotit tampaknya mempengaruhi pembentukan zona saprolit,
ditunjukkan oleh pembentukan zona saprolit dengan inti batuan sisa yang keras sebagai bentukan dari
peridotit/piroksenit yang sedikit terserpentinisasikan, sementara batuan dengan gejala serpentinit yang
kuat dapat menghasilkan zona saprolit.
Fluktuasi air tanah yang kaya CO2 akan mengakibatkan kontak dengan saprolit batuan asal dan
melarutkan mineral mineral yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Unsur Mg, Si, dan Ni dari
batuan akan larut dan terbawa aliran air tanah dan akan membentuk mineral-mineral baru pada saat
terjadi proses pengendapan kembali. Unsur-unsur yang tertinggal seperti Fe, Al, Mn, CO, dan Ni dalam
zona limonit akan terikat sebagai mineral-mineral oksida/hidroksida diantaranya limonit, hematit,
goetit, manganit dan lain-lain. Akibat pengurangan yang sangat besar dari Ni-unsur Mg dan Si tersebut,
maka terjadi penyusutan zona saprolit yang masih banyak mengandung bongkah-bongkah batuan asal.
Sehingga kadar hematit unsur residu di zona laterit bawah akan naik sampai 10 kali untuk membentuk
pengayaan Fe2O3 hingga mencapai lebih dari 72% dengan spinel-krom relative naik hingga sekitar 5%
.
Besi laterit
Mineral ini terbentuk dari pelapukan mineral utama berupa olivine dan piroksin. Mineral ini merupakan
golongan mineral oksida hidroksida non silikat, mineral ini terbentuk dari unsur besi dan oksida atau
FeO( ferrous oxides) kemudian mengalami proses oksidasi menjadi Fe2O3 lalu mengalami presipitasi
atau proses hidroksil menjadi Fe2O3H2O ( geotithe). Mineral ini tingkat mobilitas unsurnya pada kondisi
asam sangat rendah, oleh karena itu pada profil laterit banyak terkonsentrasi pada zona limonit.
Alumina
Unsur Al hadir dalam mineral piroksin, spinel (MgO.Al2O3), pada mineral sekunder seperti Clinochlor
(5MgO.Al2O3.3SiO2.4H2O), dan gibbsite (Al2O3.3H2O). Alumina sangat tidak larut pada air tanah
yang ber Ph antara 4-9.
Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi sebagai berikut :
1. Iron Capping : Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit. Komposisinya adalah akar
tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat
gembur. Kadar nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan lapisan tanah
penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan kumpulan massa goethite dan limonite. Iron
capping mempunyai kadar besi yang tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral
hematite, chromiferous.
2. Limonite Layer : Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa. Komposisinya meliputi oksida
besi yang dominan, goethit, dan magnetit. Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai
adanya akar tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-bongkah batuan
beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-
ultrabasa telah terubah menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained, merah coklat
atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal,
dan sempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz, gibsite, maghemite.
3. Silika Boxwork : putih orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian menggantikan zona
terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal.
Terkadang terdapat mineral opal, magnesite. Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin berasal
dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada bedrock yang serpentinized.
4. Saprolite : Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa oksida besi, serpentin sekitar
<0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m.
Kemunculan bongkah-bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit,
serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada umumnya memiliki kadar SiO2 dan
MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic
rims, vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa kasus terdapat silika boxwork,
bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi
rekahan, mineral-mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya diidentifikasi sebagai
kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
5. Bedrock : bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih besar dari 75 cm dan blok
peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah
mendekati atau sama dengan batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang umumnya
merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada rekahannya telah terisi oleh oksida besi
5-10%, garnierit minor dan silika > 35%. Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan
intensitas serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral garnierite dan silika.
Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya
tersembunyi.