Anda di halaman 1dari 2

Rute pemberian obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat,

karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah
kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda;
enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal
ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu
tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 2001).
Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral dan parenteral. Beberapa rute
pemberian obat lain selain parenteral dan enteral ialah inhalasi, transdermal (perkutan) atau
intranasal untuk absorpsi sistemik. Ketersediaan sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi
oleh aliran darah ke site pemakaian, karakteristik fisika kimia obat dan produk obat, dan
kondisi patofisiologi pada site absorpsi. Rute pemberian obat ditentukan oleh sifat dan tujuan
dari penggunaan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang tepat.
Pada percobaan kali ini dilakukan 2 cara pemberian obat yaitu secara per-oral dan
peritoneal.
Pemberian melalui oral merupakan jalur pemberian obat paling banyak digunakan
karena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur
enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau
tidak dapat menelan. Hal ini disebabkan karena pemberian peroral melalui rute yang sangat
panjang, obat-obat yang diberikan secara oral melintasi berbagai bagian saluran enteral yang
meliputi rongga mulut, esofagus, lambung, duodenum, jejunum, ileum, kolon dan akhirnya
keluar dari tubuh melalui anus. Total waktu transit yang meliputi pengosongan lambung,
transit usus halus dan transit kolonik yaitu 0,4 sampai 5 hari. Bagian terpenting dalam
absorpsi adalah usus halus. Waktu transit dalam usus halus untuk sebagian besar subjek sehat
berentang dari 3 sampai 4 jam (Shargel et al, 2012). Hal ini menyebabkan pemberian peroral
membutuhkan mula kerja yang lama dan memiliki first pass effect metabolism yang tinggi,
dan pada akhrinya juga berpengaruh pada rendahnya bioavaibilitas obat. Semakin banyak
fase yang dilalui maka kadar obat akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor
akan turun dan durasinya pendek (Priyanto, 2008).
Untuk beberapa obat, rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolisme. Sebagai
contoh, obat yang diberikan parenteral, transdermal atau inhalasi akan mempunyai
kemungkinan untuk terdistribusi dalam tubuh sebelum dimetabolisme oleh hati. Sebaliknya
bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemiknya kurang dari 1 dan besarnya
bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang
diabsorpsi) dan jumlah obat yang mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas
pertama) di mukosa usus dan dalam hepar (Setyawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui liver (hepar) sebelum masuk ke dalam
darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru dan jaringan
lainnya). Di dalam liver terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450 yang akan mengubah
obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya menjadi lebih larut dalam air (polar)
dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal
ini akan secara dramatik mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang
mengalami first pass metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di
hasilkan juga berkurang (Hinz, 2005).

Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : Salemba Medika.
Shargel et al. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi 5. Surabaya:
Universitas Airlangga Press.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi
Setyawati, A. 2005. Interaksi Obat dalam Ganiswara, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi
IV, 862. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Hinz, B. 2005. Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany:
Department of Experimental and Clinical Pharmacology and Toxicology, Friedrich
Alexander University Erlangen-Nurnberg, Fahrstrasse 17, D- 91054 Erlangen. Pages
80-81

Anda mungkin juga menyukai