Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja
sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang
tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air
masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan
sehabat petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di
musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di
musim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air. Secara kuantitas,
permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah persoalan
ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut waktu (
temporal) dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks, rumit dan
sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di
sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk
mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand)
yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah ( natural manner).
Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan
karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau
kemampuan petani. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro
di lahan pertanian ( small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung
kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya
digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas
pertanian bernilai ekonomi tinggi ( high added value crops) di musim kemarau
atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik
pemanenan air ( water harvesting) yang sangat sesuai di segala jenis
agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber
air irigasi pada musim kemarau. Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan
kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat
digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada
musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk
mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk
keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau dan penghujan.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut antaralain :
1. Apa pengertian dan tujuan pembuatan embung
2. Bagaimana teknis konservasi air melalui pembangunan embung

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dan tujuan pembuatan embung
2. Memahami teknis konservasi air melalui pembangunan embung
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Embung

Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali telah menyebabkan


meningkatnya koefisien limpasan (runoff), sehingga menyebabkan air hujan yang
melimpah dimusim penghujan tidak dapat meresap kedalam tanah dan langsung
mengalir kesungai dan terbuang ke laut. Pengelolaan air yang baik adalah
menampung kelebihan air dimusim hujan, agar bisa digunakan dimusim kemarau.
Salah satu cara yang sederhana adalah dengan pembuatan embung sebagai
langkah konservasi air sekaligus menahan laju erosi. Pembuatan embung
merupakan solusi terbaik yang murah dan efisien. Air yang tertampung di dalam
embung digunakan sebagai air baku air minum ataupun untuk keperluan pertanian
dimusim kemarau. Teknik pemanenan air hujan seperti ini cocok bagi ekosistem
tadah hujan dnegan intensitas dan distribusi hujan yang tidak pasti.

Gambar 2.1 Contoh embung yang digunakan di Embung Sendari,


Tirtoadi, Mlati, Sleman

Embung sebenarnya adalah cekungan alamiah maupun buatan didaerah dataran


tinggi atau pegunungan yang berfungsi untuk menampung air, baik air hujan
maupun air yang berasal dari mata air sungai. Embung tidaklah seluas danau atau
telaga maupun situ tetapi mempunyai manfaat yang sama yaitu sebagai sarana
untuk mengurangi ketimpangan air pada musim hujan dan musim kemarau. Hal
ini terjadi karena embung dapat memperlambat mengalirnya air dari tempat yang
lebih tinggi ketempat yang lebih rendah sehingga akan menambah banyaknya
cadangan air tanah yang meresap kedalam tanah. Jika hal ini terjadi maka kondisi
air tanah diwilayah tersebut akan bertambah, dan jika embung terletak diwilayah
pegunungan seiring berjalannya waktu maka pada musim kemarau air tanah
tersebut akan muncul ke permukaan di daerah yang lebih rendah berupa mata air.
Embung juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat budidaya ikan untuk usaha
sampingan sebelum air tersebut digunakan sebagai pengairan. Selain untuk usaha
embung juga dapat dijadikan tempat rekreasi, dan yang paling penting adalah
digunakannya embung sebagai penyedia air bersih untuk kebutuhan air rumah
tangga.

Tujuan Pembuatan Embung antara lain :


Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau.
Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani di
lahan tadah hujan.
Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga mengurangi
urbanisasi dari desa ke kota.
Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir.
Memperbesar peresapan air ke dalam tanah.

2.2 Teknis Pembuatan Embung

Pembuatan embung sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dilaksanakan, namun


harus memenuhi beberapa kriteria misalnya jenis tanah, kemiringan, tipe curah
hujan, ukuran dan luas daerah tangkapn hujan. Penandaan alur air limpasan harus
segera diketahui melalui pengamatan pada musim hujan, sehingga arah air aliran
tersebut sebagai dasar penentuan letak embung. Beberapa syarat yang harus
diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu

Tekstur tanah
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat
pada lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan
pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai
alas plastik atau ditembok sekeliling embung.

Kemiringan lahan
Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan
kemiringan antara 8 30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah
mengalir kedalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak
tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak
tanaman. Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam
embung. Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh
dengan endapan tanah karena erosi.

Lokasi
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya,
supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.

Gambar 2.2 Tata Letak Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air.
Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002.
Ukuran embung
Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan
dan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas
tanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang
10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m 3 m.

Jenis tanaman dan cara pengairan


Umumnya embung digunakan untuk mengairi padi musim kemarau, palawija
seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat
air dari embung sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin.
Sebaiknya teknik pengairan dilakukan dengan cara irigasi tetesan terutama untuk
palawija dan irigasi pada sela-seta larikan. Apabila air embung akan digunakan
untuk mengairi padi dianjurkan untuk mengairi hanya pada saat-saat tertentu,
seperti pada stadia primordia, pembungaan dan pengisian bulir padi. Sedangkan
setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh air.

Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal
tersebut dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga
resapan air melalui tanggul lebih sedikit.

Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan
selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong.
Cara penggaliannya adalah sebagai berikut : Untuk memudahkan pemindahan
tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir dari permukaan tanah.
Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan,
maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah. Saluran
pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa, sehingga air
embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari permukaan tanggul
berkisar 25 50 cm.
Pelapisan tanah liat
Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara
bertahap dengan cara : tanah liat (lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk
pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar
kemudian secara berangsur naik ke dinding embung.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air
embung tidak mudah meresap ke tanah. Untuk menekan kelongsoran, pelapis
dinding embung dipapas sampai mendekati kemiringan 70 80 atau dibuat
undakan. Pada tanah berpasir resapan air kebawah (perkolasi) maupun melalui
tanggul agak cepat. Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari
plastik, tembok atau campuran kapur dengan tanah liat. Campuran kapur tembok
dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat dengan perbandingan 1
: 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah liat sampai berbentuk
pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar embung hingga
mencapai ketebalan 25 cm.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
pembangunan embung merupakan salah satu cara konservasi air sederhana yang
memberikan banyak manfaat. Embung adalah cekungan alamiah maupun buatan
didaerah dataran tinggi atau pegunungan yang berfungsi untuk menampung air,
baik air hujan maupun air yang berasal dari mata air sungai.

3.2 Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan
untuk perbaikan ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anionim. 2009. Pedoman Teknis Konservasi Air Melaui Pembangunan


Embung.www.bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologipengendalianbanjir/e
mbung/. Diakses pada tanggal 27 September 2017

Purnomo, Eddy. 1994. PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BADAN LITBANG PERTANIAN


DEPTAN . IPPTP Wonocolo

Anda mungkin juga menyukai