Dalam pengertian perpajakan ada dua macam koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan
koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang mengakibatkan peningkatan
penghasilan yang diakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial.
Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan yang
diakibatkan oleh penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial.
Berikut ini beban- beban yang telah dikeluarkan oleh PT ANUGRAH BAHANA secara umum
Perusahaan mengeluarkan biaya Gaji dan THR kepada karyawannya. Gaji tersebut diberikan
kepada karyawannya berdasarkan golongan atau jabatan masing-masing karyawan, dan THR
1. Perusahaan melakukan pemberian pulsa kepada 3 orang karyawan dengan jabatan tertentu berupa
biaya telepon sebesar Rp. 300.000,00 per bulan. Pemberian natura ini dibiayakan pada pos biaya
listrik, air, dan telepon perusahaan yang juga digunakan untuk operasional perusahaan.
kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak dll. Untuk biaya
3. Biaya perlengkapan dan ATK dikeluarkan perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan
4. Biaya listrik, air, dan telepon dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemakaian listrik,
5. Biaya Bahan Bakar Minyak dan tol dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan operasi
6. Biaya entertainment berupa jamuan tamu dipakai perusahaan untuk menjamu pelanggan, maupun
1
kolega-kolega bisnis perusahaan.
7. Biaya Rumah Tangga digunakan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor seperti air
8. Perusahaan mengeluarkan biaya pengobatan karyawan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
menanggung biaya pengobatan karyawan yang sakit ringan maupun yang dirawat dirumah sakit.
9. Perusahaan mengeluarkan biaya lain-lain, antara lain: biaya membeli parsel untuk klien,
sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu
karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk
2
IV.2 Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi dari Hasil Analisis Biaya
Tabel IV.3
Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya
Tahun 2009
PT ANUGRAH BAHANA
REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL
DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31
DESEMBER 2009 (Dalam Rupiah)
Biaya Usaha
Biaya gaji dan tunjangan (682,428,550) (682,428,550)
Biaya PPh Pasal 21 (37,649,200) 37,649,200 0
Biaya PPH Pasal 23 (32,489,000) 32,489,000 0
Biaya pemeliharaan (140,170,300) 26,127,000 (114,043,300)
Biaya perlengkapan dan ATK (16,640,910) (16,640,910)
Biaya air, listrik, dan telepon (45,120,700) 5,400,000 (39,720,700)
Biaya makan dan minum karyawan (24,179,800) 24,179,800 0
Biaya entertainment (24,682,150) 24,682,150 0
Biaya keamanan dan kebersihan (3,412,500) 3,412,500 0
Biaya Rumah Tangga Kantor (11,710,850) 11,710,850 0
Biaya penyusutan (135,814,250) (135,814,250)
Biaya kesehatan karyawan (13,925,000) 13,925,000 0
Biaya lain-lain (18,105,126) 18,105,126 0
Total Biaya (1,186,328,336) (988,647,710)
3
*PPh Badan tahun 2009 yang terutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari :
PKP
Fasilitas = Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.313.298.456,00
= Rp. 916.144.427,00
PPh Terutang
14% x Rp. 916.144.427,00 = Rp. 128.260.220,00
28% x Rp. 397.154.030,00 = Rp. 111.203.128,00
Rp.239.463.348,00
Dikarenakan peredaran bruto PT Anugrah Bahana lebih dari Rp. 4,8 Milyar tetapi tidak
melebihi Rp. 50 Milyar, maka PKP yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%
Besarnya koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi PT Anugrah Bahana untuk tahun
1. Pendapatan usaha
penghasilan. Pendapatan usaha berupa jasa yang diberikan perusahaan, yaitu: jasa
metode pengakuan pendapatan karena sebagian besar kegiatan pembayaran atas pemberian
jasa perusahaan dilakukan secara kredit. Menurut pajak, penghasilan diakui dengan
dilakukan, PT Anugrah Bahana telah melaporkan pendapatan atas pemberian jasa didalam
SPT Masa PPN dan hasilnya sesuai dengan Undang-undang Perpajakan sehingga tidak
perlu dilakukan koreksi fiskal atas pendapatan tersebut. Pendapatan atas pemberian jasa
Biaya Gaji dan Tunjangan dikeluarkan perusahaan untuk membayar gaji, bonus, tunjangan
kepada karyawan sesuai dengan golongan atau jabatan masing-masing karyawan. Atas biaya gaji
dan tunjangan ini tidak perlu dikoreksi karena sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) Undang-undang
Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang
penghasilan bruto. Biaya gaji dan tunjangan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, seperti: biaya gaji, upah, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang
diberikan dalam bentuk uang tidak perlu dikoreksi karena biaya-biaya tersebut dapat menjadi
Berdasarkan UU PPh Pasal 9 ayat 1 (h) yaitu mengenai pajak penghasilan yang bukan
merupakan pengurang penghasilan bruto. Dalam hal ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21
karyawannya, maka atas biaya PPh Pasal 21 tersebut harus dilakukan koreksi secara keseluruhan
karena PPh Pasal 21 bukan merupakan biaya fiskal. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah
Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 perusahaan menggunakan jasa teknik untuk melakukan
perbaikan kendaraan usaha yang rusak. Oleh karena itu perusahaan memotong PPh Pasal 23 atas
jasa dan membiayakan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal
9 ayat 1 (h) pemotongan PPh Pasal 23 tersebut tidak dapat dibiayakan. Besarnya koreksi yang
dilakukan adalah sebesar Rp. 27.500.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 29.127.500,00 untuk tahun
5. Biaya Pemeliharaan
dapat dibawa pulang, pemeliharaan gedung, dan pemeliharaan peralatan kantor. Atas biaya
kendaraan operasional perusahaan yang rusak. Biaya ini perlu dikoreksi sebesar 50% karena mulai
18 April 2002 berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tentang perlakukan pajak penghasilan atas kendaraan
perusahaan dan semua aktiva tetap perusahaan yang dapat dibawa pulang, dan bisa menjadi
pengurang penghasilan bruto sebesar 50%, sehingga biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi
positif 50% sebesar Rp. 21.625.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 23.500.000,00 untuk tahun 2008,
Biaya pelengkapan dan alat tulis kantor dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli
perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor, materai, dan perangko. Biaya
perlengkapan dan alat tulis kantor tidak perlu dikoreksi karena biaya tersebut dikeluarkan untuk
Biaya air, listrik dan telepon adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar
pemakaian listrik, air, dan telepon untuk kegiatan operasional perusahaan. Atas biaya air dan listrik
perusahaan tidak perlu melakukan koreksi karena biaya tersebut seluruhnya digunakan untuk
kegiatan usaha perusahaan. Tetapi dalam biaya telepon, perusahaan harus melakukan koreksi
positif sebagian karena perusahaan menanggung pulsa handphone dari tiga orang pemegang
saham sebesar Rp. 300.000,00 perbulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor
138/KMK.03/2002 menyatakan atas biaya pengisian pulsa atau perbaikan telepon seluler yang
dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau
pengisian pulsa dalam tahun pajak yang bersangkutan. Adapun besarnya koreksi setiap tahunnya
atas biaya telepon 2009 tersebut adalah sebesar Rp. 10.800.000,00 yang didapat dari:
Biaya makan dan minum karyawan ini diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
sehingga tidak dapat dikurangkan dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan
ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008
yaitu yang tidak boleh dikurangkan adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan.
Makanan dan minuman tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena biaya ini
termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam Pasal 6 ayat (1) Undang-
undang Pajak Penghasilan. Grey Area normal dalam bisnis tetapi berpotensi untuk dilakukan
koreksi positif karena makanan dan minuman berbentuk natura atau kenikmatan hanya bisa
dinikmati oleh pegawai tertentu, misalnya karyawan yang lembur diberikan makanan. Sehingga
untuk makan dan minum perlu dilakukan koreksi positf Tahun 2009 sebesar Rp. 24.179.800,00
9. Biaya Entertainment
Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment karena atas biaya
yang dibebankan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang memadai terkait dengan biaya
tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak membuatkan daftar nominatif atas biaya entertainment
tersebut sehingga biaya- biaya tersebut dianggap fiktif. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986 yang
menyatakan biaya entertainment, representasi, jamuan tamu, dan sejenisnya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan tidak terkena PPh Final
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, biaya entertainment harus dikoreksi adalah
Setiap bulannya perusahaan membayar iuran biaya keamanan dan kebersihan kepada petugas
yang diperkerjakan oleh RT di lingkungan setempat. Sebenarnya biaya ini bisa menjadi biaya
fiskal karena biaya tersebut masih berkaitan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh tetapi apabila biaya tersebut dilengkapi dengan
dokumen-dokumen yang rinci dan jelas. Atas biaya ini, maka perusahaan harus mengkoreksi
Tahun 2009 sebesar Rp. 3.412.500,00.
Biaya rumah tangga kantor dikeluarkan perusahaan untuk keperluan pembelian rumah tangga
kantor, seperti: air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, dan lain lain. Biaya ini tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena menurut Peraturan Perpajakan, biaya-biaya ini
termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam pasal 6 ayat 1 Undang-
undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto
sehingga berpotensi untuk dilakukan koreksi fiskal positif. Grey area dalam hal ini merupakan
suatu masalah deductability pengeluaran didalam pajak penghasilan. Salah satu masalah
deductability pengeluaran adalah biaya rumah tangga. Koreksi fiskal positif yang dilakukan untuk
Perusahaan menanggung pengobatan karyawannya yang sakit, baik yang sakit ringan maupun
dirawat dirumah sakit. Selain itu, perusahaan menetapkan biaya pengobatan dengan sistem
reimbursement, dimana setiap karyawannya dapat meminta penggantian atas pengobatan yang
dilakukan dirumah sakit/klinik/apotik lain dengan cara menunjukkan kwitansi permbayaran atas
biaya pengobatan tersebut. Kwitansi ini harus dilengkapi dengan nama karyawan, jumlah nominal
biaya pengobatan, nama dan tanda tangan dokter, nama dan jenis penyakit, nama dan alamat serta
stempel rumah sakit/apotik/klinik. Dilihat dari sudut pandang perpajakan biaya ini harus dikoreksi
seluruhnya karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal
9 ayat (1) huruf e UU PPh, sehingga atas biaya tersebut harus dilakukan koreksi sebesar Rp.
membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya
sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada
RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya. Atas biaya
tersebut perusahaan tidak dapat merinci isi dari biaya lain-lain (tidak memiliki daftar nominatif).
Sumbangan yang dapat dijadikan biaya fiskal antara lain adalah sumbangan yang memenuhi
pengecualian dari pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh, sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak
dalam rangka bantuan kemanusiaan. Oleh karena itu, biaya lain- lain dikoreksi positif Tahun 2009
Beban lain-lain yang ditanggung oleh perusahaan adalah beban bunga dan administrasi bank.
Beban bunga merupakan beban yang dikenakan atas pendapatan jasa giro yang sudah dikenakan
PPh final. Oleh karena itu, biaya pajak atas pendapatan jasa giro tersebut tidak diperbolehkan
untuk dijadikan biaya oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreksi fiskal
positif sebesar 20% dari pendapatan bunga (Pendapatan jasa giro x tarif PPh final 20%) sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001. Besarnnya koreksi yang harus
dilakukan adalah sebesar : Rp. 66.129.720,00 x 20% = Rp. 13.225.944,00 di tahun 2009
Selain melakukan koreksi fiskal positif, dari laporan rekonsiliasi laba rugi diatas juga terdapat
1. Pendapatan Lain-lain
Pendapatan lain-lain perusahaan didapat dari pendapatan jasa giro bank dan pendapatan bunga
deposito. Atas hal ini, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal negatif atas jasa giro yang
diterimanya. Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No.
51/KMK.04/2000 menyatakan bahwa atas jasa giro dan bunga deposito merupakan penghasilan
yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreki
pendapatan ini karena sudah dikenakan pajak final. Besarnya koreksi negatif yang dilakukan Rp.
karyawannya. Tapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua biaya dapat menjadi pengurang
untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dalam bentuk tunjangan karena biaya ini
merupakan biaya fiskal yang sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.
dimana biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif karena merupakan pemberian
natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh.
Besarnya koreksi yang dilakukan adalah Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009. Untuk itu
tunjangan kesehatan bagi karyawannya. Bagi karyawannya tunjangan ini bisa menjadi
tambahan penghasilan (take home pay) sesuai dengan KEP-545/PJ/2000 dan bagi
perusahaan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) sesuai dengan
b. PPh Pasal 21
Selama ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya yang
menurut Undang Undang Perpajakan hal itu tidak diperkenankan sebagai pengurang
penghasilan sesuai dengan Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h). Sebenarnya bagi
perusahaan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan ini akan
memberatkan perusahaan karena perusahaan selain membayar PPh Pasal 21 tanpa dipotong
dari jumlah gaji karyawan, PPh Pasal 21 juga bukan merupakan biaya fiskal yang dapat
dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang karyawan,
beban karyawan karena gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan tidak harus dipotong
PPh Pasal 21. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan perusahaan adalah dengan cara
melakukan gross up. Artinya, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah PPh
Pasal 21 yang terutang dan menjadikannys sebagai penambah penghasilan bruto karyawan
yang akan dipotong PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ/2000 pasal 5 tanggal 29- 12-2000.
Metode ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan maupun perusahaan karena jumlah
pendapatan yang dibawa pulang karyawan besar tanpa dipotong pajak, sedangkan bagi
perusahaan pemberian tunjangan pajak tersebut dapat menjadi biaya fiskal sehingga dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh.
Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), rumus metode gross up untuk menentukan
besarnya tunjangan pajak adalah sebagai berikut : (masih berdasarkan ketentuan di UU PPh
yang lama)
1. Lapisan I
2. Lapisan II
Untuk PKP diatas Rp. 25.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00 Tunjangan PPh ={(PKP
3. Lapisan III
Untuk PKP diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP
4. Lapisan IV
5. Lapisan V
Pasal 23, seperti jasa pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor
perusahaan yang rusak yang digunakan perusahaan ditahun 2009. Pada prinsipnya, perusahaan
sebagai wajib pajak badan berkewajiban melakukan pemotongan pajak atas withholding tax
tersebut. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan pemotongan PPh Pasal
23 dengan cara memberikan tunjangan dengan metode gross up. Dengan metode ini, maka
perusahaan harus menggross up besarnya penghasilan atas jasa terlebih dahulu kemudian dari hasil
penghasilan jasa setelah di gross up, dikalikan dengan tarif tunjangan pajak. Tarif tunjangan
dengan metode ini disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
70/PJ/2007 yang mengatur mengenai jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto atas jasa
tehnik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya
a. Evaluasi perhitungan dengan menggunakan metode gross up untuk transaksi yang berkaitan
Tabel IV.7
Sebelum Setelah
Keterangan
Perencanaan Perencanaan
Jasa pemeliharaan kendaraan 52,254,000
Jasa pemeliharaan peralatan kantor 22,183,400
Jasa pemeliharaan gedung 65,732,900
Total biaya 140,170,300
Gross up:
Rp. 52,254,000 / 0.94 55,589,362
Rp. 22,183,400 / 0.94 23,599,362
Rp. 65,732,900 / 0.94 69,928,617
Total gross up 149,117,340
PPh Pasal 23 yang harus disetor:
tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan 3,135,240 3,335,362
tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan 1,331,004 1,415,962
tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung 3,943,974 4,195,717
Total PPh Pasal 23 yang harus disetor 8,410,218 8,947,041
3. Atas pengeluaran biaya entertainment berupa biaya jamuan tamu perusahaan, maka perencanaan
pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah membuat daftar nominatif untuk biaya
entertainment agar biaya tersebut tidak dianggap fiktif sehingga bisa dibiayakan oleh perusahaan
untuk mengurangi penghasilan bruto. Daftar nominatif harus dibuat secara lengkap atas transaksi
4. Untuk biaya rumah tangga kantor yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka memenuhi setiap
kebutuhan dari keperluan perusahaan seperti tissue, pewangi ruangan, alat-alat kebersihan, dan
lain-lain tidak dapat dijadikan biaya dalam laporan keuangan pajak. Biaya ini merupakan biaya
yang masuk dalam area grey area, sehingga berpotensi untuk dilakukannya koreksi fiskal positif. Oleh
karena itu perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya rumah tangga adalah dengan melampirkan
bukti-bukti terkait dengan transaksi maka biaya rumah tangga kantor dapat diakui sebagai biaya karena
perpajakan dapat mengakui suatu transaksi apabila transaksi tersebut mempunyai bukti-bukti terkait yang
5. Untuk biaya lain-lain yang sebagian besar mencakup sumbangan yang dikeluarkan perusahaan
tidak boleh dijadikan sebagai pengurang bruto, karena sumbangan tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan usaha perusahaan. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya
sumbangan ini agar dapat dibiayakan adalah dengan memberikan sumbangan kepada pihak-pihak
dengan cara memberikan tunjangan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk uang tunai.
Misalnya: jika karyawan lembur melebihi jam kerja, perusahaan jangan memberikan makanan
karena makanan tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto karena merupakan
natura atau kenikmatan yang diberikan hanya untuk karyawan tertentu, melainkan perusahaan sebaiknya
memberikan tunjangan kesejahteraan (berupa bonus misalnya: lembur 1 jam = Rp. 50.000,00). Hal ini sesuai
dengan pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Biaya keamanan dan kebersihan dikeluarkan oleh perusahaan harus dikoreksi fiskal positif karena
perusahaan tidak memiliki bukti-bukti pembayaran secara rinci atas pengeluaran tersebut sehingga tidak atas
biaya kemanan dan kebersihan tidak termasuk di dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh. Perencanaan pajak yang
dapat dilakukan adalah dengan cara meminta bukti-bukti pembayaran dari RT/RW setempat sehingga
merupakan biaya fiskal yang pada dasarnya dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto jika
Perusahaan melakukan koreksi positif dikarenakan biaya telepon yang dikeluarkan perusahaan
untuk biaya voucher/pulsa para pemegang saham. Biaya ini dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan sebagaimana telah dimaksud dalam
Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan
atas biaya pemakaian telepon seluler. Untuk mengatasi masalah ini, perencanaan pajak yang seharusnya
dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengganti biaya voucher handphone para pemegang saham
menjadi tunjangan komunikasi dalam bentuk uang tunai kepada para pemegang saham tersebut. Bagi para
pemegang saham, hal ini bisa menjadi penambah penghasilan akan tetapi bagi perusahaan menjadi
pengurang penghasilan sehingga dapat menghemat beban pajak penghasilan. Tunjangan ini dapat dijadikan
pengurang biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun
2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, salah satunya adalah tunjangan
khususnya biaya pemeliharaan kendaraan bermotor perlu dikoreksi sebesar 50%. Perencanaan
pajak yang dapat dilakukan untuk biaya pemeliharaan kendaraan bermotor agar seluruh biaya
pemeliharaan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah dengan cara memberikan
tunjangan lain-lain dalam bentuk uang tunai kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat 1
huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang bisa menjadi pengurang
penghasilan bruto, yang salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai.
biaya secara akuntansi komersial dan fiskal karena laporan komersial mengacu pada PSAK
dimana semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sedangkan
laporan fiskal mengacu pada peraturan perpajakan dimana tidak semua biaya komersial dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto. Atas biaya yang tidak dapat dikurangkan ini harus dilakukan
koreksi fiskal. Koreksi fiskal pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal positif dan
koreksi fiskal negatif dimana koreksi fiskal positif atas biaya komersial akan mengakibatkan laba
kena pajak perusahaan semakin besar dan pada akhirnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang
harus dibayarkan juga akan bertambah besar, sedangkan koreksi fiskal negatif atas biaya
komersial akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak dan Pajak Penghasilan Badan juga
nilainya semakin kecil.
meminimalkan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial dan memaksimalkan koreksi
fiskal negatif. Dalam rekonsiliasi fiskal sebelum dan sesudah perencanaan pajak akan terlihat
Tabel IV
PT ANUGRAH BAHANA
REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI
KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG
BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Rupiah)
Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencaaan Pajak
PENDAPATAN komersial TaxPlan
koreksi fiskal Fiskal
Pendapatan usaha 6,880,828,400 6,880,828,400 6,880,828,400
Biaya Usaha
Biaya gaji dan tunjangan (682,428,550) (682,428,550) (682,428,550)
Biaya PPh Pasal 21 (37,649,200) 37,649,200 0 0
Biaya PPH Pasal 23 (32,489,000) 32,489,000 0 0
Biaya pemeliharaan (140,170,300) 26,127,000 (114,043,300) 8,947,041 (122,990,341)
Biaya perlengkapan dan ATK (16,640,910) (16,640,910) (16,640,910)
Biaya air, listrik, dan telepon (45,120,700) 5,400,000 (39,720,700) (39,720,700)
Biaya makan dan minum karyawan (24,179,800) 24,179,800 0 24,179,800 (24,179,800)
Biaya entertainment (24,682,150) 24,682,150 0 24,682,150 (24,682,150)
Biaya keamanan dan kebersihan (3,412,500) 3,412,500 0 3,412,500 (3,412,500)
Biaya Rumah Tangga Kantor (11,710,850) 11,710,850 0 11,710,850 (11,710,850)
Biaya penyusutan (135,814,250) (135,814,250) (135,814,250)
Biaya kesehatan karyawan (13,925,000) 13,925,000 0 0
Biaya lain-lain (18,105,126) 18,105,126 0 18,105,126 (18,105,126)
Tunjangan Pajak 37,649,200 (37,649,200)
Tunjangan Kesehatan Karyawan 13,925,000 (13,925,000)
Tunjangan Komunikasi 10,800,000 (10,800,000)
Total biaya (1,186,328,336) (988,647,710) (1,142,059,377)
Sebelum Setelah
Persentase
Perencanaan Perencanaan
Penghematan
Keterangan Pajak Pajak
PPh Badan
PKP Fasilitas
(Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.313.298.000,00 916,144,427
(Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.165.286.789,00 809,125,917
20
Dari analisis atas rekonsiliasi perhitungan laba rugi komersial dan fiskal diatas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya perencanaan pajak atas biaya- biaya komersil,
maka perusahaan dapat memperoleh penghematan PPh Badan. Penghematan pajak diperoleh
karena biaya-biaya komersil dapat diminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah
penghasilan sebelum pajak penghasilan menurun yaitu: Tahun 2009 menurun dari Rp.
1,313,298,456 menjadi Rp. 1,159,886,789 dan memperoleh penghematan PPh Badan senilai
11.68% Beberapa penjelasan atas usulan perencanaan pajak adalah sebagai berikut :
a. Biaya entertainment dikoreksi untuk tahun 2009 Rp. 24,682,150 untuk biaya ini dikoreksi karena
perusahaan tidak membuat daftar nominatif. Agar biaya ini dapat dijadikan sebagai pengurang
penghasilan bruto, maka perusahaan sebaiknya membuat daftar nominatif untuk biaya
entertainment.
b. Biaya keamanan dan kebersihan untuk tahun 2009 Rp. 3,412,500,- dikoreksi karena perusahaan
tidak memiliki bukti seperti kwitansi dari RT/RW setempat yang mendukung bahwa biaya ini
benar-benar ada. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki bukti pendukung atas pengeluaran biaya
tersebut sehingga biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto / tidak dikoreksi
fiskal.
c. Biaya pemeliharaan
Perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga untuk biaya pemeliharaan. Atas biaya ini
perusahaan harus memotongya sesuai dengan PPh Pasal 23, namun pihak pemberi jasa tidak
bersedia untuk memotong pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan perencanaan pajak
yaitu dengan metode gross up, dimana biaya pemeliharaan ini dapat menjadi penambah biaya fiskal
dalam laporan keuangan fiskal. Adapun rincian atas biaya pemeliharaan ini yaitu:
21
Tahun 2009 di gross up sebesar Rp. 8,947,041,00
Atas biaya rumah tangga dikoreksi sebesar. 11,710,850 untuk tahun 2009 karena tidak
dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung. Oleh sebab itu perusahaan harus melengkapi bukti-bukti
pendukung atas biaya tersebut sehingga dapat menjelaskan bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar
ada.
PPh Pasal 21 ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Oleh sebab itu harus dikoreksi positif.
Agar biaya PPh Pasal 21 ini dapat digunakan sebagai deductible expense maka perusahaan dapat
melakukan perencanaan pajak dengan cara mengganti biaya PPh Pasal 21 karyawan menjadi
tunjangan pajak kepada karyawan sebesar jumlah PPh Pasal 21 terutang karena tunjangan
merupakan biaya fiskal. Pemberian tunjangan ini merupakan objek PPh Pasal 21 dan akan menjadi
Atas biaya listrik, air, dan telepon sebenarnya tidak perlu dikoreksi asalkan biaya-biaya ini
digunakan untuk keperluan operasional perusahaan, Tetapi dalam kenyataannya, biaya telepon
yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersil ternyata juga digunakan untuk pembelian
voucher pulsa para pemegang saham. Perencanaan pajak atas biaya telepon ini adalah dengan
mengganti biaya telepon / voucher dengan tunjangan komunikasi dimana tunjangan ini dapat
dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan. Besarnya koreksi untuk tunjangan
22
g. Biaya makan dan minum karyawan
Biaya makan dan minum karyawan dikoreksi fiskal sebesar Rp. 24,179,800,00 untuk tahun
2009. Perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tunjangan uang tunai atas
biaya makan dan minum karyawan tersebut karena tunjangan tersebut dianggap sebagai biaya
Biaya kesehatan karyawan harus dikoreksi fiskal sebesar Rp. 13,925,000 untuk tahun 2009
karena biaya ini merupakan natura. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan
Tunjangan ini dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan menjadi penambah
penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 atau dengan memberikan asuransi
kesehatan.
i. Biaya lain-lain
Biaya lain-lain dikoreksi Rp. 18,105,126 untuk tahun 2009 karena tidak disertai dengan bukti
pendukung yang menyatakan bahwa biaya-biaya ini benar- benar dikeluarkan dalam rangka
kegiatan operasional perusahaan (perusahaan tidak membuat daftar nominatif). Agar tidak
dikoreksi maka perusahaan harus melampirkan bukti-bukti pendukung di dalam SPT yang dapat
menjelaskan bahwa biaya tersebut benar ada dan sah dan atas biaya sumbangan perusahaan dapat
23