Anda di halaman 1dari 23

IV.

1 Analisis Pada Laporan Laba Rugi PT Anugrah Bahana

Dalam pengertian perpajakan ada dua macam koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan

koreksi fiskal negatif. Koreksi fiskal positif adalah koreksi yang mengakibatkan peningkatan

penghasilan yang diakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial.

Sedangkan koreksi fiskal negatif adalah koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan yang

diakibatkan oleh penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial.

Berikut ini beban- beban yang telah dikeluarkan oleh PT ANUGRAH BAHANA secara umum

tahun 2009 adalah sebagai berikut:

Perusahaan mengeluarkan biaya Gaji dan THR kepada karyawannya. Gaji tersebut diberikan

kepada karyawannya berdasarkan golongan atau jabatan masing-masing karyawan, dan THR

diberikan kepada karyawan dan buruhnya sekali dalam setahun.

1. Perusahaan melakukan pemberian pulsa kepada 3 orang karyawan dengan jabatan tertentu berupa

biaya telepon sebesar Rp. 300.000,00 per bulan. Pemberian natura ini dibiayakan pada pos biaya

listrik, air, dan telepon perusahaan yang juga digunakan untuk operasional perusahaan.

2. Biaya pemeliharaan dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemeliharaan peralatan

kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor perusahaan yang rusak dll. Untuk biaya

pemeliharaan ini perusahaan menggunakan jasa dari pihak lain.

3. Biaya perlengkapan dan ATK dikeluarkan perusahaan untuk membeli perlengkapan kantor dan

alat-alat tulis untuk keperluan kantor.

4. Biaya listrik, air, dan telepon dikeluarkan oleh perusahaan untuk membiayai pemakaian listrik,

air, dan telepon yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan.

5. Biaya Bahan Bakar Minyak dan tol dikeluarkan perusahaan sehubungan dengan operasi

perusahaan dimasukan dalam akun beban pokok pendapatan.

6. Biaya entertainment berupa jamuan tamu dipakai perusahaan untuk menjamu pelanggan, maupun
1
kolega-kolega bisnis perusahaan.

7. Biaya Rumah Tangga digunakan untuk keperluan pembelian rumah tangga kantor seperti air

minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, tissue, dll

8. Perusahaan mengeluarkan biaya pengobatan karyawan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

menanggung biaya pengobatan karyawan yang sakit ringan maupun yang dirawat dirumah sakit.

9. Perusahaan mengeluarkan biaya lain-lain, antara lain: biaya membeli parsel untuk klien,

sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya sumbangan untuk membantu

karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada RT setempat untuk

memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya.

2
IV.2 Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Laba Rugi dari Hasil Analisis Biaya

Tabel IV.3
Koreksi Fiskal terhadap Laporan Laba Rugi Dari Hasil Analisis Biaya
Tahun 2009

PT ANUGRAH BAHANA
REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI KOMERSIAL
DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31
DESEMBER 2009 (Dalam Rupiah)

PENDAPATAN Komersial Koreksi Fiskal


Pendapatan usaha 6,880,828,400 6,880,828,400

Beban Pokok Pendapatan (4,562,089,805) (4,562,089,805)


Laba Kotor 2,318,738,595 2,318,738,595

Biaya Usaha
Biaya gaji dan tunjangan (682,428,550) (682,428,550)
Biaya PPh Pasal 21 (37,649,200) 37,649,200 0
Biaya PPH Pasal 23 (32,489,000) 32,489,000 0
Biaya pemeliharaan (140,170,300) 26,127,000 (114,043,300)
Biaya perlengkapan dan ATK (16,640,910) (16,640,910)
Biaya air, listrik, dan telepon (45,120,700) 5,400,000 (39,720,700)
Biaya makan dan minum karyawan (24,179,800) 24,179,800 0
Biaya entertainment (24,682,150) 24,682,150 0
Biaya keamanan dan kebersihan (3,412,500) 3,412,500 0
Biaya Rumah Tangga Kantor (11,710,850) 11,710,850 0
Biaya penyusutan (135,814,250) (135,814,250)
Biaya kesehatan karyawan (13,925,000) 13,925,000 0
Biaya lain-lain (18,105,126) 18,105,126 0
Total Biaya (1,186,328,336) (988,647,710)

PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN


Pendapatan lain-lain 66,129,720 (66,129,720) 0
Beban Lain-lain (30,018,373) 13,225,944 (16,792,429)
36,111,347 (16,792,429)
Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,168,521,606 1,313,298,456
PPh Tahun 2009* (213,065,020) (239,463,348)
Laba Setelah Pajak Penghasilan 955,456,586 1,073,835,108

3
*PPh Badan tahun 2009 yang terutang setelah dikoreksi fiskal didapat dari :

PKP
Fasilitas = Rp. 4,8 Milyar / Rp. 6.880.828.400,00 x Rp. 1.313.298.456,00
= Rp. 916.144.427,00

Non Fasilitas = Rp. 1.313.298.456,00 Rp. 916.144.427,00


= Rp. 397.154.030,00

PPh Terutang
14% x Rp. 916.144.427,00 = Rp. 128.260.220,00
28% x Rp. 397.154.030,00 = Rp. 111.203.128,00
Rp.239.463.348,00

Dikarenakan peredaran bruto PT Anugrah Bahana lebih dari Rp. 4,8 Milyar tetapi tidak

melebihi Rp. 50 Milyar, maka PKP yang mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50%

hanya bagian peredaran bruto sanpai dengan Rp. 4,8 Milyar.

Besarnya koreksi fiskal terhadap laporan laba rugi PT Anugrah Bahana untuk tahun

2009 adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan usaha

Pendapatan usaha merupakan kegiatan utama perusahaan dalam memperoleh

penghasilan. Pendapatan usaha berupa jasa yang diberikan perusahaan, yaitu: jasa

pengangkutan barang (trucking). Perusahaan memilih metode accrual basis sebagai

metode pengakuan pendapatan karena sebagian besar kegiatan pembayaran atas pemberian

jasa perusahaan dilakukan secara kredit. Menurut pajak, penghasilan diakui dengan

metode accrual basis, sehingga perusahaan telah melakukan penerapan metode

pengakuan pendapatan sesuai dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan analisis yang

dilakukan, PT Anugrah Bahana telah melaporkan pendapatan atas pemberian jasa didalam

SPT Masa PPN dan hasilnya sesuai dengan Undang-undang Perpajakan sehingga tidak

perlu dilakukan koreksi fiskal atas pendapatan tersebut. Pendapatan atas pemberian jasa

untuk tahun 2009 antara lain sebagai berikut:


4
2009
Bulan Pendapatan PPN
Jan 598,497,200 59,849,720
Feb 558,484,150 55,848,415
Mar 560,748,500 56,074,850
Apr 532,914,000 53,291,400
Mei 548,326,600 54,832,660
Jun 510,748,050 51,074,805
Jul 581,772,100 58,177,210
Ags 592,423,000 59,242,300
Sep 593,420,100 59,342,010
Okt 580,132,800 58,013,280
Nov 595,146,250 59,514,625
Des 628,215,650 62,821,565
Total 6,880,828,400 688,082,840

2. Biaya Gaji dan Tunjangan

Biaya Gaji dan Tunjangan dikeluarkan perusahaan untuk membayar gaji, bonus, tunjangan

kepada karyawan sesuai dengan golongan atau jabatan masing-masing karyawan. Atas biaya gaji

dan tunjangan ini tidak perlu dikoreksi karena sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) Undang-undang

Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang

penghasilan bruto. Biaya gaji dan tunjangan merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan, seperti: biaya gaji, upah, honorium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang

diberikan dalam bentuk uang tidak perlu dikoreksi karena biaya-biaya tersebut dapat menjadi

pengurang penghasilan bruto.

3. Biaya PPh Pasal 21

Berdasarkan UU PPh Pasal 9 ayat 1 (h) yaitu mengenai pajak penghasilan yang bukan

merupakan pengurang penghasilan bruto. Dalam hal ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21

karyawannya, maka atas biaya PPh Pasal 21 tersebut harus dilakukan koreksi secara keseluruhan
karena PPh Pasal 21 bukan merupakan biaya fiskal. Besarnya koreksi yang dilakukan adalah

sebesar Rp. 37.649.200,00 untuk tahun 2009.

4. Biaya PPh Pasal 23

Pada tahun 2007, 2008, dan 2009 perusahaan menggunakan jasa teknik untuk melakukan

perbaikan kendaraan usaha yang rusak. Oleh karena itu perusahaan memotong PPh Pasal 23 atas

jasa dan membiayakan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut. Berdasarkan Undang-undang PPh Pasal

9 ayat 1 (h) pemotongan PPh Pasal 23 tersebut tidak dapat dibiayakan. Besarnya koreksi yang

dilakukan adalah sebesar Rp. 27.500.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 29.127.500,00 untuk tahun

2008, dan Rp. 32.489.000,00 untuk tahun 2009.

5. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan dikeluarkan perusahaan untuk pemeliharaan kendaraan bermotor yang

dapat dibawa pulang, pemeliharaan gedung, dan pemeliharaan peralatan kantor. Atas biaya

pemeliharaan kendaraan, perusahaan mencatat pengeluaran atas perbaikan dan perawatan

kendaraan operasional perusahaan yang rusak. Biaya ini perlu dikoreksi sebesar 50% karena mulai

18 April 2002 berdasarkan KEP-220/PJ/2002 tentang perlakukan pajak penghasilan atas kendaraan

perusahaan dan semua aktiva tetap perusahaan yang dapat dibawa pulang, dan bisa menjadi

pengurang penghasilan bruto sebesar 50%, sehingga biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi

positif 50% sebesar Rp. 21.625.000,00 untuk tahun 2007, Rp. 23.500.000,00 untuk tahun 2008,

dan Rp 26.127.000,00 untuk tahun 2009.

6. Biaya Perlengkapan dan ATK

Biaya pelengkapan dan alat tulis kantor dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli

perlengkapan kantor dan alat-alat tulis untuk keperluan kantor, materai, dan perangko. Biaya
perlengkapan dan alat tulis kantor tidak perlu dikoreksi karena biaya tersebut dikeluarkan untuk

pekerjaan dan dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto.

7. Biaya air, listrik, dan telepon

Biaya air, listrik dan telepon adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar

pemakaian listrik, air, dan telepon untuk kegiatan operasional perusahaan. Atas biaya air dan listrik

perusahaan tidak perlu melakukan koreksi karena biaya tersebut seluruhnya digunakan untuk

kegiatan usaha perusahaan. Tetapi dalam biaya telepon, perusahaan harus melakukan koreksi

positif sebagian karena perusahaan menanggung pulsa handphone dari tiga orang pemegang

saham sebesar Rp. 300.000,00 perbulan. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor

138/KMK.03/2002 menyatakan atas biaya pengisian pulsa atau perbaikan telepon seluler yang

dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,

dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau

pengisian pulsa dalam tahun pajak yang bersangkutan. Adapun besarnya koreksi setiap tahunnya

atas biaya telepon 2009 tersebut adalah sebesar Rp. 10.800.000,00 yang didapat dari:

Rp. 300.000,00/bulan x 3 orang = Rp. 900.000,00/bulan Rp.

900.000,00/bulan x 12 bulan = Rp. 10.800.000,00

8. Biaya makan dan minum karyawan

Biaya makan dan minum karyawan ini diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan

sehingga tidak dapat dikurangkan dalam menghitung pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan

ini diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008

yaitu yang tidak boleh dikurangkan adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan

pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan kenikmatan.
Makanan dan minuman tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena biaya ini

termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam Pasal 6 ayat (1) Undang-

undang Pajak Penghasilan. Grey Area normal dalam bisnis tetapi berpotensi untuk dilakukan

koreksi positif karena makanan dan minuman berbentuk natura atau kenikmatan hanya bisa

dinikmati oleh pegawai tertentu, misalnya karyawan yang lembur diberikan makanan. Sehingga

untuk makan dan minum perlu dilakukan koreksi positf Tahun 2009 sebesar Rp. 24.179.800,00

9. Biaya Entertainment
Perusahaan harus melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment karena atas biaya

yang dibebankan tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang memadai terkait dengan biaya

tersebut. Dalam hal ini perusahaan tidak membuatkan daftar nominatif atas biaya entertainment

tersebut sehingga biaya- biaya tersebut dianggap fiktif. Berdasarkan SE-27/PJ.22/1986 yang

menyatakan biaya entertainment, representasi, jamuan tamu, dan sejenisnya untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan tidak terkena PPh Final

dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dengan syarat dibuatkan daftar nominatif dan

dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh. Oleh karena itu, biaya entertainment harus dikoreksi adalah

sebesar Rp. 24.682.150,00 untuk tahun 2009.

10. Biaya keamanan dan kebersihan

Setiap bulannya perusahaan membayar iuran biaya keamanan dan kebersihan kepada petugas

yang diperkerjakan oleh RT di lingkungan setempat. Sebenarnya biaya ini bisa menjadi biaya

fiskal karena biaya tersebut masih berkaitan dengan kegiatan mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) UU PPh tetapi apabila biaya tersebut dilengkapi dengan

dokumen-dokumen yang rinci dan jelas. Atas biaya ini, maka perusahaan harus mengkoreksi
Tahun 2009 sebesar Rp. 3.412.500,00.

11. Biaya Rumah Tangga Kantor

Biaya rumah tangga kantor dikeluarkan perusahaan untuk keperluan pembelian rumah tangga

kantor, seperti: air minum, pewangi ruangan, alat untuk kebersihan, dan lain lain. Biaya ini tidak

boleh dikurangkan dari penghasilan bruto karena menurut Peraturan Perpajakan, biaya-biaya ini

termasuk biaya yang bersifat grey area yang tidak termasuk didalam pasal 6 ayat 1 Undang-

undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto

sehingga berpotensi untuk dilakukan koreksi fiskal positif. Grey area dalam hal ini merupakan

suatu masalah deductability pengeluaran didalam pajak penghasilan. Salah satu masalah

deductability pengeluaran adalah biaya rumah tangga. Koreksi fiskal positif yang dilakukan untuk

Tahun 2009 dikoreksi sebesar Rp. 11.710.850,00.

12. Biaya Kesehatan Karyawan

Perusahaan menanggung pengobatan karyawannya yang sakit, baik yang sakit ringan maupun

dirawat dirumah sakit. Selain itu, perusahaan menetapkan biaya pengobatan dengan sistem

reimbursement, dimana setiap karyawannya dapat meminta penggantian atas pengobatan yang

dilakukan dirumah sakit/klinik/apotik lain dengan cara menunjukkan kwitansi permbayaran atas

biaya pengobatan tersebut. Kwitansi ini harus dilengkapi dengan nama karyawan, jumlah nominal

biaya pengobatan, nama dan tanda tangan dokter, nama dan jenis penyakit, nama dan alamat serta

stempel rumah sakit/apotik/klinik. Dilihat dari sudut pandang perpajakan biaya ini harus dikoreksi

seluruhnya karena merupakan pemberian natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal

9 ayat (1) huruf e UU PPh, sehingga atas biaya tersebut harus dilakukan koreksi sebesar Rp.

13.925.000,00 untuk tahun 2009.


13. Biaya lain-lain merupakan akun yang mencatat pengeluaran lain lain perusahaan, seperti: biaya

membeli parsel untuk klien, sumbangan untuk karyawan menikah atau meninggal, biaya

sumbangan untuk membantu karyawan yang sedang mengalami musibah dan sumbangan kepada

RT setempat untuk memeriahkan acara tujuh belas agustus atau acara-acara lainnya. Atas biaya

tersebut perusahaan tidak dapat merinci isi dari biaya lain-lain (tidak memiliki daftar nominatif).

Sumbangan yang dapat dijadikan biaya fiskal antara lain adalah sumbangan yang memenuhi

pengecualian dari pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh, sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak

dalam rangka bantuan kemanusiaan. Oleh karena itu, biaya lain- lain dikoreksi positif Tahun 2009

dikoreksi sebesar Rp. 18.105.126,00.

14. Beban Lain-lain

Beban lain-lain yang ditanggung oleh perusahaan adalah beban bunga dan administrasi bank.

Beban bunga merupakan beban yang dikenakan atas pendapatan jasa giro yang sudah dikenakan

PPh final. Oleh karena itu, biaya pajak atas pendapatan jasa giro tersebut tidak diperbolehkan

untuk dijadikan biaya oleh perusahaan. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreksi fiskal

positif sebesar 20% dari pendapatan bunga (Pendapatan jasa giro x tarif PPh final 20%) sesuai

dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001. Besarnnya koreksi yang harus

dilakukan adalah sebesar : Rp. 66.129.720,00 x 20% = Rp. 13.225.944,00 di tahun 2009

Selain melakukan koreksi fiskal positif, dari laporan rekonsiliasi laba rugi diatas juga terdapat

koreksi fiskal negatif, yaitu:

1. Pendapatan Lain-lain

Pendapatan lain-lain perusahaan didapat dari pendapatan jasa giro bank dan pendapatan bunga
deposito. Atas hal ini, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal negatif atas jasa giro yang

diterimanya. Berdasarkan PP 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No.

51/KMK.04/2000 menyatakan bahwa atas jasa giro dan bunga deposito merupakan penghasilan

yang dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2. Dengan demikian, perusahaan harus mengkoreki

pendapatan ini karena sudah dikenakan pajak final. Besarnya koreksi negatif yang dilakukan Rp.

66.129.373,00 untuk tahun 2009.

IV.3 Perencanaan Pajak yang dapat diterapkan Pada PT Anugrah Bahana

1. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka kesejahteraan karyawan.


Karyawan merupakan salah satu aset penting dalam perusahaan. Karena itu, tidak heran

bahwa setiap perusahaan mengeluarkan biaya tambahan untuk meningkatkan kesejahteraan

karyawannya. Tapi perlu diperhatikan bahwa tidak semua biaya dapat menjadi pengurang

penghasilan bruto. Karena itu, sebaiknya perusahaan mengupayakan semaksimal mungkin

untuk memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dalam bentuk tunjangan karena biaya ini

merupakan biaya fiskal yang sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PPh.

a. Biaya kesehatan karyawan

Perusahaan menetapkan sistem reimbursement dalam hal biaya kesehatan karyawan,

dimana biaya ini harus dilakukan koreksi fiskal positif karena merupakan pemberian

natura/kenikmatan kepada karyawan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh.

Besarnya koreksi yang dilakukan adalah Rp. 13.925.000,00 untuk tahun 2009. Untuk itu

perencanaan pajak seharusnya dilakukan oleh perusahaan adalah dengan memberikan

tunjangan kesehatan bagi karyawannya. Bagi karyawannya tunjangan ini bisa menjadi

tambahan penghasilan (take home pay) sesuai dengan KEP-545/PJ/2000 dan bagi
perusahaan bisa menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense) sesuai dengan

Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh.

b. PPh Pasal 21

Selama ini perusahaan menanggung PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya yang

menurut Undang Undang Perpajakan hal itu tidak diperkenankan sebagai pengurang

penghasilan sesuai dengan Undang-Undang PPh Pasal 9 ayat 1 (h). Sebenarnya bagi

perusahaan, PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan ini akan

memberatkan perusahaan karena perusahaan selain membayar PPh Pasal 21 tanpa dipotong

dari jumlah gaji karyawan, PPh Pasal 21 juga bukan merupakan biaya fiskal yang dapat

dijadikan pengurang penghasilan bruto. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang karyawan,

PPh Pasal 21 yang ditanggung seluruhnya oleh perusahaan akan meringankan

beban karyawan karena gaji yang akan dibawa pulang oleh karyawan tidak harus dipotong

PPh Pasal 21. Perencanaan yang sebaiknya dilakukan perusahaan adalah dengan cara

melakukan gross up. Artinya, perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah PPh

Pasal 21 yang terutang dan menjadikannys sebagai penambah penghasilan bruto karyawan

yang akan dipotong PPh Pasal 21 sesuai KEP-545/PJ/2000 pasal 5 tanggal 29- 12-2000.

Metode ini akan menguntungkan bagi pihak karyawan maupun perusahaan karena jumlah

pendapatan yang dibawa pulang karyawan besar tanpa dipotong pajak, sedangkan bagi

perusahaan pemberian tunjangan pajak tersebut dapat menjadi biaya fiskal sehingga dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan sesuai dengan Pasal 6 ayat 1 (a) UU PPh.

Mengacu pada Djuanda dan Lubis (2006), rumus metode gross up untuk menentukan

besarnya tunjangan pajak adalah sebagai berikut : (masih berdasarkan ketentuan di UU PPh
yang lama)

1. Lapisan I

Untuk PKP antara Rp. 0 s/d Rp. 25.000.000,00 Tunjangan PPh =

(PKP setahun x 5%) / 0.95

2. Lapisan II

Untuk PKP diatas Rp. 25.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00 Tunjangan PPh ={(PKP

setahun x 10%) Rp. 1.250.000,00} / 0.90

3. Lapisan III

Untuk PKP diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 100.000.000,00 Tunjangan PPh = {(PKP

setahun x 15%) Rp. 3.750.000,00} / 0.85

4. Lapisan IV

Untuk PKP diatas Rp. 100.000.000,00 s/d Rp. 200.000.000,00

Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 25%) Rp. 13.750.000,00} / 0.75

5. Lapisan V

Untuk PKP diatas Rp. 200.000.000,00

Tunjangan PPh = {(PKP setahun x 35%) Rp. 33.750.000,00} / 0.65

2. Transaksi yang berhubungan dengan withholding tax


Dalam menggunakan jasa pihak ketiga, perusahaan tidak pernah melakukan pemotongan PPh

Pasal 23, seperti jasa pemeliharaan peralatan kantor, pemeliharaan gedung, kendaraan bermotor

perusahaan yang rusak yang digunakan perusahaan ditahun 2009. Pada prinsipnya, perusahaan

sebagai wajib pajak badan berkewajiban melakukan pemotongan pajak atas withholding tax

tersebut. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan adalah melakukan pemotongan PPh Pasal
23 dengan cara memberikan tunjangan dengan metode gross up. Dengan metode ini, maka

perusahaan harus menggross up besarnya penghasilan atas jasa terlebih dahulu kemudian dari hasil

penghasilan jasa setelah di gross up, dikalikan dengan tarif tunjangan pajak. Tarif tunjangan

dengan metode ini disesuaikan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-

70/PJ/2007 yang mengatur mengenai jenis jasa lain dan perkiraan penghasilan neto atas jasa

tehnik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya

dipotong pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU PPh.

a. Evaluasi perhitungan dengan menggunakan metode gross up untuk transaksi yang berkaitan

dengan withholding tax (PPh Pasal 23)

Tabel IV.7

Evaluasi Metode Gross Up transaksi Withholding Tax Tahun 2009 (Rupiah)

Sebelum Setelah
Keterangan
Perencanaan Perencanaan
Jasa pemeliharaan kendaraan 52,254,000
Jasa pemeliharaan peralatan kantor 22,183,400
Jasa pemeliharaan gedung 65,732,900
Total biaya 140,170,300
Gross up:
Rp. 52,254,000 / 0.94 55,589,362
Rp. 22,183,400 / 0.94 23,599,362
Rp. 65,732,900 / 0.94 69,928,617
Total gross up 149,117,340
PPh Pasal 23 yang harus disetor:
tarif 6% atas jasa pemeliharaan kendaraan 3,135,240 3,335,362
tarif 6% atas jasa pemeliharaan peralatan 1,331,004 1,415,962
tarif 6% atas jasa pemeliharaan gedung 3,943,974 4,195,717
Total PPh Pasal 23 yang harus disetor 8,410,218 8,947,041

Pengurangan PPh Badan karena biaya 140,170,300 149,117,340


Selisih kurang PPh Badan:
30% x (Rp. 149,117,340 - Rp. 140,170,300) 2,684,112
Selisih lebih pembayaran PPh Pasal 23:
(Rp. 8,947,041 - Rp. 8,410,218) (536,823)
Penghematan Beban Pajak 2,147,289

3. Atas pengeluaran biaya entertainment berupa biaya jamuan tamu perusahaan, maka perencanaan

pajak yang dapat dilakukan perusahaan adalah membuat daftar nominatif untuk biaya

entertainment agar biaya tersebut tidak dianggap fiktif sehingga bisa dibiayakan oleh perusahaan

untuk mengurangi penghasilan bruto. Daftar nominatif harus dibuat secara lengkap atas transaksi

yang terjadi dan dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.

4. Untuk biaya rumah tangga kantor yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka memenuhi setiap

kebutuhan dari keperluan perusahaan seperti tissue, pewangi ruangan, alat-alat kebersihan, dan

lain-lain tidak dapat dijadikan biaya dalam laporan keuangan pajak. Biaya ini merupakan biaya

yang masuk dalam area grey area, sehingga berpotensi untuk dilakukannya koreksi fiskal positif. Oleh

karena itu perencanaan pajak yang dapat dilakukan atas biaya rumah tangga adalah dengan melampirkan

bukti-bukti terkait dengan transaksi maka biaya rumah tangga kantor dapat diakui sebagai biaya karena

perpajakan dapat mengakui suatu transaksi apabila transaksi tersebut mempunyai bukti-bukti terkait yang

mendukung dan kuat.

5. Untuk biaya lain-lain yang sebagian besar mencakup sumbangan yang dikeluarkan perusahaan

tidak boleh dijadikan sebagai pengurang bruto, karena sumbangan tidak berhubungan langsung

dengan kegiatan usaha perusahaan. Perencanaan yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya

sumbangan ini agar dapat dibiayakan adalah dengan memberikan sumbangan kepada pihak-pihak

yang diatur dalam SE-33/PJ.421/1996.


6. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan perusahaan atas biaya makan dan minum karyawan adalah

dengan cara memberikan tunjangan kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk uang tunai.

Misalnya: jika karyawan lembur melebihi jam kerja, perusahaan jangan memberikan makanan

karena makanan tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto karena merupakan

natura atau kenikmatan yang diberikan hanya untuk karyawan tertentu, melainkan perusahaan sebaiknya

memberikan tunjangan kesejahteraan (berupa bonus misalnya: lembur 1 jam = Rp. 50.000,00). Hal ini sesuai

dengan pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.

7. Biaya kemanan dan kebersihan

Biaya keamanan dan kebersihan dikeluarkan oleh perusahaan harus dikoreksi fiskal positif karena

perusahaan tidak memiliki bukti-bukti pembayaran secara rinci atas pengeluaran tersebut sehingga tidak atas

biaya kemanan dan kebersihan tidak termasuk di dalam pasal 6 ayat (1) UU PPh. Perencanaan pajak yang

dapat dilakukan adalah dengan cara meminta bukti-bukti pembayaran dari RT/RW setempat sehingga

pengeluaran ini dapat dibuktikan benar-benar ada dan jelas.

8. Biaya listrik, air, dan telepon

merupakan biaya fiskal yang pada dasarnya dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto jika

biaya-biaya tersebut dikeluarkan perusahaan dalam rangka kegiatan operasional perusahaan.

Perusahaan melakukan koreksi positif dikarenakan biaya telepon yang dikeluarkan perusahaan

untuk biaya voucher/pulsa para pemegang saham. Biaya ini dapat dibebankan sebagai biaya

perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya perolehan sebagaimana telah dimaksud dalam

Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan Pajak Penghasilan

atas biaya pemakaian telepon seluler. Untuk mengatasi masalah ini, perencanaan pajak yang seharusnya

dilakukan oleh perusahaan adalah dengan mengganti biaya voucher handphone para pemegang saham

menjadi tunjangan komunikasi dalam bentuk uang tunai kepada para pemegang saham tersebut. Bagi para
pemegang saham, hal ini bisa menjadi penambah penghasilan akan tetapi bagi perusahaan menjadi

pengurang penghasilan sehingga dapat menghemat beban pajak penghasilan. Tunjangan ini dapat dijadikan

pengurang biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini sesuai dengan UU PPh No. 36 Tahun

2008 tentang biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, salah satunya adalah tunjangan

dalam bentuk uang tunai.

9. Untuk biaya pemeliharaan

khususnya biaya pemeliharaan kendaraan bermotor perlu dikoreksi sebesar 50%. Perencanaan

pajak yang dapat dilakukan untuk biaya pemeliharaan kendaraan bermotor agar seluruh biaya

pemeliharaan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto adalah dengan cara memberikan

tunjangan lain-lain dalam bentuk uang tunai kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 ayat 1

huruf (a) Undang-undang Pajak Penghasilan tentang biaya-biaya yang bisa menjadi pengurang

penghasilan bruto, yang salah satunya adalah tunjangan dalam bentuk uang tunai.

IV.4 Rekonsiliasi Fiskal Sebelum dan Sesudah Perencanaan Pajak


Rekonsiliasi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan antara penghasilan dan

biaya secara akuntansi komersial dan fiskal karena laporan komersial mengacu pada PSAK

dimana semua biaya komersial dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan sedangkan

laporan fiskal mengacu pada peraturan perpajakan dimana tidak semua biaya komersial dapat

dikurangkan dari penghasilan bruto. Atas biaya yang tidak dapat dikurangkan ini harus dilakukan

koreksi fiskal. Koreksi fiskal pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu koreksi fiskal positif dan

koreksi fiskal negatif dimana koreksi fiskal positif atas biaya komersial akan mengakibatkan laba

kena pajak perusahaan semakin besar dan pada akhirnya jumlah Pajak Penghasilan Badan yang

harus dibayarkan juga akan bertambah besar, sedangkan koreksi fiskal negatif atas biaya

komersial akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak dan Pajak Penghasilan Badan juga
nilainya semakin kecil.

Perencanaan pajak yang dilakukan perusahaan yang maksimal adalah dengan

meminimalkan koreksi fiskal positif atas biaya-biaya komersial dan memaksimalkan koreksi

fiskal negatif. Dalam rekonsiliasi fiskal sebelum dan sesudah perencanaan pajak akan terlihat

perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal.

Tabel IV

PT ANUGRAH BAHANA
REKONSILIASI PERHITUNGAN LABA RUGI
KOMERSIAL DAN FISKAL UNTUK TAHUN YANG
BERAKHIR 31 DESEMBER 2009 (Rupiah)
Sebelum Perencanaan Pajak Setelah Perencaaan Pajak
PENDAPATAN komersial TaxPlan
koreksi fiskal Fiskal
Pendapatan usaha 6,880,828,400 6,880,828,400 6,880,828,400

Beban Pokok Pendapatan (4,562,089,805) (4,562,089,805) (4,562,089,805)


Laba Kotor 2,318,738,595 2,318,738,595 2,318,738,595

Biaya Usaha
Biaya gaji dan tunjangan (682,428,550) (682,428,550) (682,428,550)
Biaya PPh Pasal 21 (37,649,200) 37,649,200 0 0
Biaya PPH Pasal 23 (32,489,000) 32,489,000 0 0
Biaya pemeliharaan (140,170,300) 26,127,000 (114,043,300) 8,947,041 (122,990,341)
Biaya perlengkapan dan ATK (16,640,910) (16,640,910) (16,640,910)
Biaya air, listrik, dan telepon (45,120,700) 5,400,000 (39,720,700) (39,720,700)
Biaya makan dan minum karyawan (24,179,800) 24,179,800 0 24,179,800 (24,179,800)
Biaya entertainment (24,682,150) 24,682,150 0 24,682,150 (24,682,150)
Biaya keamanan dan kebersihan (3,412,500) 3,412,500 0 3,412,500 (3,412,500)
Biaya Rumah Tangga Kantor (11,710,850) 11,710,850 0 11,710,850 (11,710,850)
Biaya penyusutan (135,814,250) (135,814,250) (135,814,250)
Biaya kesehatan karyawan (13,925,000) 13,925,000 0 0
Biaya lain-lain (18,105,126) 18,105,126 0 18,105,126 (18,105,126)
Tunjangan Pajak 37,649,200 (37,649,200)
Tunjangan Kesehatan Karyawan 13,925,000 (13,925,000)
Tunjangan Komunikasi 10,800,000 (10,800,000)
Total biaya (1,186,328,336) (988,647,710) (1,142,059,377)

PENDAPATAN (BEBAN) LAIN-LAIN


Pendapatan lain-lain 66,129,720 66,129,720 0 0
Beban lain-lain (30,018,373) 13,225,944 (16,792,429)
36,111,347 (16,792,429) (16,792,429)
Laba Sebelum Pajak Penghasilan 1,168,521,606 1,313,298,456 1,159,886,789
19
Tabel IV.14

Perhitungan PPh Badan Tahun 2009 (Rupiah)

Sebelum Setelah
Persentase
Perencanaan Perencanaan
Penghematan
Keterangan Pajak Pajak

Penghasilan Kena Pajak 1,313,298,456 1,159,886,789 11.68%

PPh Badan
PKP Fasilitas
(Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.313.298.000,00 916,144,427
(Rp. 4,8M / Rp. 6.880.828.400,00) x Rp. 1.165.286.789,00 809,125,917

PKP Non Fasilitas


(Rp. 1313.298.456,00 - Rp. 916.144.427,00) 397,154,029
(Rp. 1.159.886.789,00 - Rp. 809.125.917,00) 350,760,872

PPh terutang dengan fasilitas


14% x Rp. 916.144.000,00* 128,260,160
14% x Rp. 809.125.000,00* 113,277,500
PPh terutang non fasilitas
28% x Rp. 397.154.000,00* 111,203,120
28% x Rp. 350.760.000,00* 98,212,800
Total PPh terutang 239,463,280 211,490,300 11.68%

*Pembulatan ke ribuan rupiah

20
Dari analisis atas rekonsiliasi perhitungan laba rugi komersial dan fiskal diatas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya perencanaan pajak atas biaya- biaya komersil,

maka perusahaan dapat memperoleh penghematan PPh Badan. Penghematan pajak diperoleh

karena biaya-biaya komersil dapat diminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah

penghasilan sebelum pajak penghasilan menurun yaitu: Tahun 2009 menurun dari Rp.

1,313,298,456 menjadi Rp. 1,159,886,789 dan memperoleh penghematan PPh Badan senilai

11.68% Beberapa penjelasan atas usulan perencanaan pajak adalah sebagai berikut :

a. Biaya entertainment dikoreksi untuk tahun 2009 Rp. 24,682,150 untuk biaya ini dikoreksi karena

perusahaan tidak membuat daftar nominatif. Agar biaya ini dapat dijadikan sebagai pengurang

penghasilan bruto, maka perusahaan sebaiknya membuat daftar nominatif untuk biaya

entertainment.

b. Biaya keamanan dan kebersihan untuk tahun 2009 Rp. 3,412,500,- dikoreksi karena perusahaan

tidak memiliki bukti seperti kwitansi dari RT/RW setempat yang mendukung bahwa biaya ini

benar-benar ada. Oleh sebab itu perusahaan harus memiliki bukti pendukung atas pengeluaran biaya

tersebut sehingga biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto / tidak dikoreksi

fiskal.

c. Biaya pemeliharaan

Perusahaan menggunakan jasa pihak ketiga untuk biaya pemeliharaan. Atas biaya ini

perusahaan harus memotongya sesuai dengan PPh Pasal 23, namun pihak pemberi jasa tidak

bersedia untuk memotong pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan perencanaan pajak

yaitu dengan metode gross up, dimana biaya pemeliharaan ini dapat menjadi penambah biaya fiskal

dalam laporan keuangan fiskal. Adapun rincian atas biaya pemeliharaan ini yaitu:

21
Tahun 2009 di gross up sebesar Rp. 8,947,041,00

d. Biaya rumah tangga kantor

Atas biaya rumah tangga dikoreksi sebesar. 11,710,850 untuk tahun 2009 karena tidak

dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung. Oleh sebab itu perusahaan harus melengkapi bukti-bukti

pendukung atas biaya tersebut sehingga dapat menjelaskan bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar

ada.

e. Biaya PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan. Oleh sebab itu harus dikoreksi positif.

Agar biaya PPh Pasal 21 ini dapat digunakan sebagai deductible expense maka perusahaan dapat

melakukan perencanaan pajak dengan cara mengganti biaya PPh Pasal 21 karyawan menjadi

tunjangan pajak kepada karyawan sebesar jumlah PPh Pasal 21 terutang karena tunjangan

merupakan biaya fiskal. Pemberian tunjangan ini merupakan objek PPh Pasal 21 dan akan menjadi

komponen penambah penghasilan karyawan. Besarnya tunjangan pajak adalah:

Tahun 2009 sebesar Rp. 37,649,200

f. Biaya listrik, air, dan telepon

Atas biaya listrik, air, dan telepon sebenarnya tidak perlu dikoreksi asalkan biaya-biaya ini

digunakan untuk keperluan operasional perusahaan, Tetapi dalam kenyataannya, biaya telepon

yang dilaporkan dalam laporan keuangan komersil ternyata juga digunakan untuk pembelian

voucher pulsa para pemegang saham. Perencanaan pajak atas biaya telepon ini adalah dengan

mengganti biaya telepon / voucher dengan tunjangan komunikasi dimana tunjangan ini dapat

dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto perusahaan. Besarnya koreksi untuk tunjangan

komunikasi adalah Rp. 10.800.000,00 yang sama untuk tiap tahunnya.

22
g. Biaya makan dan minum karyawan

Biaya makan dan minum karyawan dikoreksi fiskal sebesar Rp. 24,179,800,00 untuk tahun

2009. Perencanaan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tunjangan uang tunai atas

biaya makan dan minum karyawan tersebut karena tunjangan tersebut dianggap sebagai biaya

yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan.

h. Biaya kesehatan karyawan

Biaya kesehatan karyawan harus dikoreksi fiskal sebesar Rp. 13,925,000 untuk tahun 2009

karena biaya ini merupakan natura. Perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan

mengganti biaya kesehatan karyawan menjadi pemberian tunjangan kesehatan karyawan.

Tunjangan ini dapat menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan dan menjadi penambah

penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21 atau dengan memberikan asuransi

kesehatan.

i. Biaya lain-lain

Biaya lain-lain dikoreksi Rp. 18,105,126 untuk tahun 2009 karena tidak disertai dengan bukti

pendukung yang menyatakan bahwa biaya-biaya ini benar- benar dikeluarkan dalam rangka

kegiatan operasional perusahaan (perusahaan tidak membuat daftar nominatif). Agar tidak

dikoreksi maka perusahaan harus melampirkan bukti-bukti pendukung di dalam SPT yang dapat

menjelaskan bahwa biaya tersebut benar ada dan sah dan atas biaya sumbangan perusahaan dapat

memberikan sumbangan kepada pihak-pihak yang diatur dalam SE- 33/PJ.421/1996.

23

Anda mungkin juga menyukai