Anda di halaman 1dari 67

KAJIAN LITERATUR

1. KARAKTERISTIK DESA/KELURAHAN

A. DESA
Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah
pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat
desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya
yang besar, maka perlu adanya Peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang
berkaitan dengan pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan
desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal.
Seiring dengan perkembangan pemerintah pada saat ini maka
beberapa perombakan struktur pemerintahan seperti adanya pergantian
beberapa desa menjadi kelurahan. Tentu pergantian ini tidak sekedar
formalitas zaman tapi menggunakan beberapa pertimbangan dan alasan yang
masuk akal. Seperti salah satu contohnya adalah dengan adanya Undang-
Undang No, 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu pada
jaman sekarang sudah sulit mencari daerah yang masih memakai nama desa
sekarang sudah berganti menjadi kelurahan. Hal ini seperti yang tertuang di
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32/2004 tentang Revisi Undang-
Undang No. 22/1999 yang mengatur tentang pergantian nama dari desa
menjadi kelurahan.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul,dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalamsistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Desa dan kelurahan adalah tatanan lembaga pemerintah terkecil yang
paling bawah sebagai ujung tombak yang langsung berhadapan dengan

1
masyarakat. Saat ini sulit jika masih mencari daerah yang menggunakan nama
desa sekarang kebanyakan menggunakan kelurahan. Hal ini yang membuat
untuk mengetahui perbedaan , persamaan, struktur antara desa dan kelurahan.
1. Pengertian Desa menurut para ahli
DESA dalam arti umum adalah permukiman manusia yang letaknya di luar
kota dan penduduknya berpangupajiwa agraris. (Daldjoeni;1998;53)
Sedangkan menurut para ahli adalah
- R.Bintarto. (1997)
Desa adalah merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat
dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain.
- Sutarjo Kartohadikusumo (1965)
Desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat
yang berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri merupakan
pemerintahan terendah di bawah camat
- William Ogburn dan MF Nimkof.
Desa adalah kesatuan organisasi kehidupan sosial di dalam daerah
terbatas.
- S.D. Misra
Desa adalah suatu kumpulan tempat tinggal dan kumpulan daerah
pertanian dengan batas-batas tertentu yang luasnya antara 50 1.000
are.
- UU no. 22 tahun 1999
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten
- UU no. 5 tahun 1979
Desa adalaha suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah

2
langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Menurut Drs.Sapari Imam Asyari 1993:93 karakteristik desa meliputi:
1. Aspek morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah
oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta
bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa
berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi
goegrafis untuk petani, serta bangunan tempat tinggal yang jarang
dan terpencar.
2. Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil
penduduk dengan kepadatan yang rendah.
3. Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau
masyarakatnya bermata pencaharian pokok di bidang pertanian,
bercocok tanam atau agrarian, atau nelayan.
4. Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri,
(P.J.M.Nas, 1979:28-29 dan Soetardjo,1984:16) dimana aturan atau
nilai yang mengikat masyarakat di suatu wilayah.Tiga sumber
yang dianut dalam desa, yakni:
a. Adat asli
Norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang sejarah
dan dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat
b. Agama/kepercayaan
Sistem norma yang berasal dari ajaran agama yang dianut oleh
warga desa itu sendiri
c. Negara Indonesia
Norma-norma yang timbul dari UUD 1945, peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
5. Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar
penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan,
bersifar pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya

3
pengkotaan, dengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong
royong.
6. Aspek morfologi menurut Smith dan Zopf, 1970 adalah terdiri dari
lingkungan fisik desa dan pola pemukiman. Pola pemukiman
berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial)
pemukiman (petani) antara satu dengan yang lain dan dengan lahan
pertanian mereka.Secara umum ada 2 pola pemukiman, yaitu :
a. Pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan
lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi
pemukiman.
b. Pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama
lain dan masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan
pertanian mereka.
Secara lebih rinci, Paul H Landis membedakan empat pola
pemukiman, yaitu The farm village type, The nebulous farm
type, The arranged isolated farm type, The pure isolated farm
type.
2. Pola Ekologi dan Tipe Desa
1. Pola ekologi desa
Menurut Drs.Sapari Imam Asyari,1993, pola lokasi desa
adalah pengaturan ruang lingkup desa, bagaimana pengaturan lahan
untuk perumahan dan pekarangan, serta penggunaan lahan untuk
persawahan atau perladangan, pertambakan, penggembalaan ternak,
hutan lindung dan sebagainya. Ukuran yang dijadikan pedoman bagi
warga desa adalah unsur-unsur kemudahan, keamanan, dan ada norma
tertentu yang bersifat budaya dan rohaniah yang harus diperhitungkan,
dalam hal pemilihan lokasi untuk rumah tinggal misalnya. Umumnya
warga desa menyatu dengan alam, dalam arti sering tergantung kepada
keadaan alam dan unsur kepercayaan yang sifatnya tahayul.
Drs.Sapari Imam Asyari 1993:109 mengemukakan bahwa desa
yang maju, memiliki tata ruang desa yang rapi, asri dan indah

4
dipandang mata, dengan deretan rumah dan pepohonan di kanan kiri
jalan. Pola lokasi desa pada umumnya menganut pola konsentris. Ada
pusat desa atau dusun, yang menurut sejarahnya sebagai cikal
bakalnya. Jenis-jenis pola lokasi desa yaitu pola melingkar, pola
mendatar, pola konsentris, pola memanjang jalur sungai atau jalan dan
pola mendatar.
2. Tipe desa
a. Tipe desa menurut mata pencaharian (Yayuk Yuliati dan Mangku
Poernomo,2003:38):
1) Desa pertanian
Desa pertanian biasanya dilandasi oleh mayoritas pekerjaan dari
penduduknya adalah pertanian tanaman budidaya. Desa ini bias
pertanian lahan sawah dan tegal dengan karakteristik masing-
masing.
2) Desa peternakan
Desa peternakan merupakan desa dimana penduduknya
mempunyai mata pencaharian utama peternakan. Meski demikian
kenyataannya saat ini tidak ada satupun desa yang memiliki
homogenitas. Meski ada mata pencaharian lain namun, peternakan
tetap merupakan pencaharian utama
3) Desa industri
Desa yang memproduksi kebutuhan dan alat perlengkapan hidup.
b. Tipe desa menurut tingkat perkembangan desa (Drs.Sapari Imam
Asyari,1993:117):
1) Desa swadaya, yaitu desa yang belum mampu mandiri dalam
penyelenggaraan urutan rumah tangga sendiri, administrasi desa
belum terselenggara dengan baik dan LKMD belum berfungsi
dengan baik dalam mengorganisasikan dan menngerakkan peran
serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu.
2) Desa swakarya, yaitu desa setingkat lebih tinggi dari desa
swadaya. Pada desa swakarya ini, mulai mampu mandiri untuk

5
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrasi desa
sudah terselenggara dengan cukup baik dan LKMD cukup
berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan secara terpadu.
3) Desa swasembada, yaitu desa yang telah mampu
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrrasi desa
sudah terselenggara dengan baik dan LKMD telah berfungsi dalam
mengorganisasikan serta mampu menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembanguanan secara terpadu.
Menurut Drs.Sapari Imam Asyari,1993:117, tipe desa
ditentukan berdasarkan pendekatan potensi dominan yang diolah dan
dikembangkan serta telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar
masyarakat desa. Tipe desa meliputi 8 tipe, yaitu:
1. Tipe desa nelayan
2. Tipe desa persawahan
3. Tipe desa perladangan
4. Tipe desa perkebunan
5. Tipe desa peternakan
6. Tipe desa kerajinan/industri kecil
7. Tipe desa industri sedang dan besar
8. Tipe desa jasa dan perdagangan
3. Struktur Masyarakat
Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu
berhubungan satu dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut
disatukan. Struktur adalah sifat fundamental bagi setiap sistem
(anonymous,2009).
Struktur adalah susunan atau cara sesuatu disusun atau
dibangun. Struktur masyarakat adalah konsep perumusan hubungan
antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman
bagi tingkah laku individu (Yayuk Yuliati dan Mangku
Poernomo,2003).

6
Menurut Soedjono Soekanto 1997, kelembagaan social atau
kelembagaan kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma atau
segala tindakan yang berkisar pada satu kebutuhan pokok manusia.
Himpunan norma tersebut ada dalam segala tindakan serta mengatur
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain,
kelembagaan social terdiri dari himpunan norma dengan keterkaitan
yang erat dan sistematis membentuk piranti untuk memenuhi
kebutuhan manusia.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa lembaga kemasyarakatan
atau pranata sosial merupakan suatu sistem norma khusus yang menata
suatu rangkaian tindakan berpola guna memenuhi kebutuhan manusia
dalam kehidupan bersama.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai kegunaan
utama sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social control),
karena dengan mengetahui adanya lembaga-lembaga itu setiap orang
dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat. Sosial
control bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian
antara stabilitas dengan perubahan-perubahan masyarakat, atau suatu
sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai
melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan
(Soekanto, 1997).
Adapun faktor-faktor yang memperkuat kelembagaan(Tim
Teknis Pusat Primatani,2007) yaitu:
1. faktor bertolak atas kenyataan yang ada, tiap masyarakat memilki
jalannya sendiri. Kondisi yang ada harus menjadi dasar
pengembangan.
2. faktor kebutuhan, kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3. faktor berpikir dalam kesisteman.
4. faktor partisipatif, seluruh keputusan dan aksi haruslah merupakan
kesepakatan semua pihak. Pembentukan kelembagaan yang

7
didasarkan atas keinginan dan kesadaran sendiri, tentu akan
menumbuhkan rasa memilki yang sesungguhnnya.
5. faktor efektifitas, kelmbagaan hanyalah alat, bukan tujuan.
6. faktor efisiensi, pertimbangan dalam memilih kelembagaan adalah
keefisienan. Apakah dengan membentuk satu lembaga baru akan
lebih murah, lebih mudah, dan lebih sederhana? Keefisienan
mencakup dua kategori, yaitu secara keseluruhan, atau secara
bagian perbagian.
7. faktor telksibiltas, tidaka ada acuan baku. Bagaimana kelembagaan
akan dibentuk, harus sesuai dengan sumberdaya yang ada, kondisi
yang dihadapi, keinginan dan kebutuhan petani, serta kemampuan
petugas pelaksana.
8. faktor nilai tambah atau keuntungan. Opsi yang dipilih adalah yang
mampu memberikan nilai tambah atau keuntungan paling besar
bagi seluruh pelaku agribisnis yang terlibat, terutama pelaku di
pedesaan.
9. faktor desenralisasi setiap sel akan/dalam sistem harus beroperasi
dengan kewenangan cukup, sehingga beraktifitasnya dapat
berkembang optimal.
10. faktor keberlanjutan pada akhirnya model harus mampu
membangun kekuatannya sendiri dari dalam. Ia akan tetap mampu
beroperasi, meskipun input atau dukungan dari luar berkurang.
4. Perubahan Sosial
Menurut Merton,1957:1964; perubahan sosial adalah
perubahan prilaku sosial masyarakat yang merupakan fungsi
manifestasi dari satu rekayasa sosial lewat upaya pembangunan yang
dilambangkan abtau diwujudkan dalam kegiatan industrialisasi menuju
satu masyarakat modern.
Perubahan sosial adalah masyarakt berubah dari pola hidup
tradisional kepada pola hidup yang lebih modern (Larson dan Roger,
1964). Menurut Drs.Sahat Simamora, 1983 mengemukakan perubahan

8
sosial adalah setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat
atau perubahan dalam organisasi sosial masyarakat.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Tiga faktor yang dapat
mempengaruhi peruhan sosial yaitu tekanan kerja dalam masyarakat,
keefektifan komunikasi dan perubahan lingkungan alam.
Aspek-aspek perubahan sosial:
1. Urbanisai, ialah bentu khusus proses modernisasi atau proses
pengkotaan (proses mengkotanya suatu daerah/desa); proporsi
penduduk yang tinggi di kota di banding dengan yang tinggal di
desa. Perpindahan atau pergeseran penduduk dari desa ke kota.
2. Perubahan kultural, perubahan kebudayaan masyarakat desa dari
pola tradisional menjadi modern. Dala hal ini yang dimaksud
adalah kebudayaan yang awalnya bersifat tradisional, mulai dari
alat yang digunakan, ideologi pendidikan, sedikit demi sedikit
menjadi berkembang ke arah yang lebih modern.
3. Perubahan struktural, bagian dari seesuatu hal berhubungan satu
dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan.
Dengan kata lain, mengalami perubahan sifat fundamental bagi
setiap sistem.
4. Perubahan lembaga/kelembagaan, jika suatu masyarakat
menginginkan suatu kebutuhan baru dan beragam, maka secara
otomatis lembaga lama tidak akan berfungsi lagi.
5. Perubahan dan pembangunan di bidang pertanian, artinya
perubahan tersebut tidak lepas dari perubahan yang ada di dunia
ini, khusunya dalam bidang IPTEK yang menunjang peningkatan
dalam sektor pertanian.
B. KELURAHAN
1. Pengertian Kelurahan
Kelurahan merupakan wilayah gabungan dari beberapa Rukun
Warga (RW). Pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan merupakan

9
unsur pemerintahan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Dalam menjalankan semua perencanaan pembangunan di kelurahan
terdapat Dewan Kelurahan (Dekel). Dewan Kelurahan berfungsi
sebagai pemberi masukan kepada lurah tentang rencana pembangunan
di wilayah.
Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di indonesia
di bawah kecamatan Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia,
Kelurahan merupakan wilayah kerja lurah sebagai Perangkat Daerah
Kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang
berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kelurahan merupakan unit
pemerintahan terkecil setingkat dengan desa Berbeda dengan desa,
kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam
perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi
kelurahan. Ada juga yang menyebut kelurahan adalah bentuk kesatuan
administratif lalu lurah adalah kepala administratif.
(Daldjoeni;1998;53).
Kelurahan adalah daerah pemerintahan terendah langsung di
bawah kecamatan yang terletak di tingkat paling rendah dan dipimpin
oleh seorang lurah. Kelurahan juga merupakan wilayah gabungan dari
beberapa RW (Rukun warga).
Kelurahan ialah unit pemerintahan terkecil setingkat dengan
Desa. Hak mengatur kelurahan terhadap wilayahnya lebih terbatas jika
dibandingkan dengan desa. Dalam perkembangannya, sebuah desa
dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.
2. Ciri Ciri Kelurahan
a. Berada di kecamatan kota/ibukota kabupaten/kotamadya
b. Merupakan Satuan Perangkat Kerja Daerah.
c. Pendanaan jadi satu dalam APBD.
d. Tidak ada otonomi.
e. Tidak ada demokrasi dalam pemilihan lurah. Lurah dipilih oleh
Bupati/Walikota melalui Sekda.

10
f. Bersifat administrative.
g. Bukan bagian dr otonomi desa
3. Fungsi Kelurahan
a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan.
b. pemberdayaan masyarakat.
c. pelayanan masyarakat.
d. penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
f. pembinaan lembaga kemasyarakatan.
4. Perangkat Kelurahan
Kelurahan terdiri dari Lurah dan perangkat kelurahan.
Perangkatkelurahan terdiri dari Sekretaris Kelurahan dan Seksi
sebanyak-banyaknya 4 (empat) Seksi serta jabatan fungsional.
5. Pemimpin Kelurahan
Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah berdasarkan Surat Keputusan
Bupati/Walikota atas usulan Camat dari Pegawai Negeri Sipil. Maka
lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat.
6. Wewenang Lurah adalah :
1. Pelaksana kegiatan pemerintahan kelurahan.
2. Pemberdayaan masyarakat.
3. Pelayanan masyarakat.
4. Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum
6. Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
7. Status Jabatan Lurah
Lurah memiliki status jabatan sebagai perangkat pemerintahan
kabupaten / kota yang melakukan tugas di kelurahan yang dipimpinnya
8. Status Kepegaiwaian Lurah
Lurah memiliki status kepegawaian sebagai PNS (Pegawai Negeri
Sipil)
9. Proses Pengangkatan Lurah

11
Lurah dipilih berdasarkan pilihan bupati / walikota
10. Masa Jabatan Lurah
Masa jabatan lurah tidak dibatasi, dan disesuaikan dengan aturan
pensiun PNS (umur 58 tahun)
11. Pembiayaan Pembangunan Kelurahan
Dana yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan adalah berasal
dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Kabupaten/Kota yang dialokasikan sebagaimana perangkat daerah
ataupun dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi, pemerintah
kabupaten /kota dan bantuan pihak ketiga serta sumber-sumber lain
yang sah dan tidak mengikat.
12. Dewan Kelurahan
Dalam Perda No. 5 tahun 2000 dinyatakan bahwa Dewan Kelurahan
merupakan lembaga konsultatif perwakilan Rukun Warga (RW),
sebagai wahana partisipasi masyarakat di Kelurahan dalam
penyelenggaraan pemerintahan, sebagai perwujudan demokrasi di
Kelurahan. Lebih lanjut ditegaskan, Dewan Kelurahan merupakan
mitra kerja Pemerintah Kelurahan dalam penyelenggaraan pemrintahan
dan pemberdayaan masyarakat.

2. ASET KOMUNITAS atau MASYARAKAT


A. Pengertian Aset
Jody Kretzmann dan John McKnight (1993) mendefinisikan aset
sebagai hadiah, keterampilan, dan kemampuan individu, asosiasi, dan lembaga
dalam masyarakat.
Adi (2008:285-313) menjelaskan tentang aset komunitas sebagai aset
yang melekat dalam setiap masyarakat, yang kadangkala dapat menjadi
kelebihan suatu masyarakat. Tetapi disisi lain dapat merupakan kekurangan
dari suatu masyarakat yang harus diperbaiki ataupun dikembangkan. Dari sisi
ini, berbagai bentuk modal dalam masyarakat dapat dilihat sebagai suatu

12
potensi dalam masyarakat dan di sisi lain dapat pula diidentifikasi sebagai
aspek yang menjadi kelemahan masyarakat tersebut.
Menurut Green & Haines, 2002 Building and Community
Development, Aset komunitas dalam pengembangan masyarakat adalah suatu
konsep pengembangan masyarakat yang didasarkan pada aset lokal yang
terdapat pada suatu wilayah. Aset tersebut dikembangkan sehingga dapat
memecahkan masalah-masalah yang terdapat di wilayah tersebut.
B. Jenis Aset Komunitas
Ada beberapa aset komunitas yang perlu untuk dipahami dalam proses
pemberdayaan masyarakat menurut Green and Haines, yaitu:
1. Modal Manusia (Human Capital)
Modal manusia adalah sumber daya manusia yg berkualitas sehingga
dpt menguasai teknologi yg bermanfaat bagi masyarakat, baik itu teknologi yg
sederhana maupun teknologi yg canggih. Mewakili unsur pengetahuan,
perspektif, mentalitas, keahlian, pendidikan, kemampuan kerja, dan kesehatan
masyarakat yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Modal Fisik (Physical Capital)
Modal fisik terdiri dari 2 kelompok utama yaitu bangunan (buildings)
dan infrastruktur (infrastructures).
- Bangunan terdiri dari perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit, pertokoan,
perkantoran, gedung perniagaan, dll.
- Infrastruktur terdiri dari jalan raya, jembatan, jalan kereta api, sarana
pembuangan limbah, sarana air bersih, jaringan telepon, dll. yang
merupakan sarana yang membantu masyarakat untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.
3. Modal Finansial (Financial Capital)
Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di
masyarakat (seperti penghasilan, tabungan, pendanaan reguler, pinjaman
modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya) yang dapat
dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat. Dukungan

13
keuangan yang dimiliki suatu komoditas yg dpt digunakan utk membiayai
proses pembangunan komunitas tsb.
4. Modal Teknologi (Technological Capital)
Modal sumber yg terkait dgn ketersediaan teknologi tepat guna yang
bermanfaat utk masyarakat dan bukan sekedar teknologi digital yg canggih,
akan tetapi belum tentu bermanfaat bagi masyarakat tsb. Ini mewakili sistem
atau peranti lunak (software) yang melengkapi modal fisik (seperti teknologi
pengairan sawah, teknologi penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak
jarak jauh dan berbagai teknologi lainnya) yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Modal Lingkungan (Environmental Capital)
Modal ini mewakili sumber daya alam dan sumber daya hayati yang
melingkupi suatu masyarakat. berupa potensi yg belum diolah dan mempunyai
nilai ekonomi yg tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan
hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara, laut, tumbuhan dan
binatang, dll.
6. Modal Sosial (Social Capital)
Modal sosial adalah norma dan aturan yg mengikat warga masyarakat
yg ada didalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan
(trust) dan jaringan (networking) antara warga masyarakat ataupun kelompok
masyarakat. Mewakili sumber daya sosial (seperti jaringan sosial, kepercayaan
masyarakat, ikatan sosial, dan sebagainya) yang bermanfaat untuk membantu
masyarakat memunuhi kebutuhan hidupnya.
Unsur-unsur Modal Sosial
Menurut Hasbullah (2006) unsur-unsur pokok modal sosial adalah:
a. Partisipasi dalam suatu jaringan
Kemampuan orang atau individu atau anggota-anggota komunitas
untuk melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial merupakan
salah satu kunci keberhasilan untuk membangun modal sosial. Manusia
mempunyai kebebasan untuk bersikap, berperilaku dan menentukan
dirinya sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya. Pada saat seseorang

14
meleburkan diri dalam jaringan sosial dan menyinergikan kekuatannya
maka secara langsung maupun tidak, ia telah menambahkan kekuatan ke
dalam jaringan tersebut. Sebaliknya, dengan menjadi bagian aktif dalam
suatu jaringan, seseorang akan memperoleh kekuatan tambahan dari
jaringan tersebut.
b. Hubungan Timbal Balik (Reciprocity)
Mobdal sosial selalu diwarnai oleh kecenderungan saling bertukar
kebaikan di antara individu-individu yang meniadi bagian atau anggota
jaringan. Hubungan timbal balik ini juga dapat diasumsikan sebagai saling
melengkapi dan saling mendukung satu sama lain. Modal sosial tidak
hanya didapati pada kelompok-kelompok masyarakat yang sudah maju
atau mapan. Dalam kelompok-kelompok yang menyandang masaiah sosial
sekalipun, modal sosial merupakan salah satu modal yang membuat
mereka menjadi kuat dan dapat mciangsunglitin hidupnya.
c. Rasa Percaya (Trust)
Rasa percaya adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil
risiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari perasaan yakin
bahwa orang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan
akan selalu bertindak dalam suatu pola yang saling mendukung. Rasa
percaya menjadi pilar kekuatan dalam modal sosial. Seseorang akan mau
melakukan apa saja untuk orang lain kalau ia yakin bahwa orang tersebut
akan membawanya ke arah yang lebih baik atau ke arah yang ia inginkan.
Rasa percaya dapat membuat orang bertindak sebagaimana yang diarahkan
oleh orang lain karena ia meyakini bahwa tindakan yang disarankan orang
lain tersebut merupakan salah satu bentuk pembuktian kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Rasa percaya tidak muncul tiba-tiba. Keyakinan
pada diri seseorang atau sekelompok orang muncul dari kondisi terus
menerus yang berlangsung secara alamiah ataupun buatan (dikondisikan).
Rasa percaya bisa diwariskan tetapi harus dipelihara dan dikembangkan
karena rasa percaya bukan merupakan suatu hal yang absolut.
d. Norma Sosial

15
Norma-norma sosial merupakan seperangkat aturan tertulis dan
Tidak tertulis yang disepakati oleh anggota-anggota suatu komunitas
untuk mengontrol tingkah laku semua anggota dalam komunitas tersebut.
Norma sosial berlaku kolekfif. Norma sosial dalarn suatu komunitas bisa
saja sama dengan norma sosial di komunitas lain tetapi tidak semua bentuk
perwujudan atau tindakan norma sosial bisa digeneralisir. Norma sosial
mempunyai konsekuensi. Ketidaktaatan terhadap norma atau perilaku yang
tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku menyebabkan seseorang
dikenai sanksi. Bentuk sanksi terhadap pelanggaran norma dapat berupa
tindakan (hukuman) dan bisa berupa sanksi sosial yang lebih sering
ditunjukkan dalam bentuk sikap, seperti penolakan atau tidak melibatkan
seseorang yang melanggar norma, untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan
komunitas.
e. Nilai-nilai
Menurut Hasbullah (2006: 14), "nilai adalah suatu ide yang
dianggap benar dan penting oleh anggota komunitas dan diwariskan secara
turun temurun". tersebut antara lain mengenai etos kerja (kerja. keras),
harmoni (keselarasan), kompetisi dan prestasi. Selain sebagai ide, nilai-
nilai juga menjadi motor penggerak bagi anggota-anggota komunitas.
Nilai-nilai kesetiakawanan adalah ide vang menggerakkan anggota
kornunitas untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama. Pada banyak
komunitas, nilai. prestasi merupakan tenaga pendorong yang menguatkan
anggotanya untuk bekerja lebih keras guna mencapai hasil yang
membanggakan.
f. Tindakan yang proaktif
Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk terlibat dan
melakukan tindakan bagi kelompoknya adalah salah satu unsur yang
penting dalam modal sosial. Tindakan yang proaktif tidak terbatas pada
partisipasi dalam artian kehadiran dan menjadi bagian kelompok tetapi
lebih berupa kontribusi nyata dalam berbagai bentuk. Tindakan proaktif
dalam konteks modal sosial dilakukan oleh anggota tidak semata-mata

16
untuk menambah kekayaan secara materi melainkan untuk memperkaya
hubungan kekerabatan, meningkatkan intensitas kekerabatan serta
mewujudkan tujuan dan harapan bersama. Keterikatan yang kuat dan
saling mempengaruhi antar anggota dalam suatu komunitas menjadi
penggerak sekaligus memberi peluang kepada setiap anggota untuk
bertindak proaktif. Tindakan proaktif juga dapat diartikan sebagai upaya
saling membagi energi di antara anggota komunitas.
Dari telaahan terhadap pendapat para ahli dan pemikiran.
pemikiran mengenai modal sosial, dipandang perlu untuk mengkaji modai
sosial di penelitian bersama-sarna dengan komunitas itu Pengkajian ini
dimaksudkan agar komunitas mengenali dan memahami unsur-unsur
modal sosial yang dipandang dapat mendukung program pemberdayaan.
Selanjutnya, pengembangan modal sosial dalam komunitas bertujuan
untuk memodifikasi unsur-unsur yang dianggap akan menghambat
pemberdayaan. Meiminta warga untuk memodifikasi, atau mengurangi
unsur-unsur yang kurang menguntungkan dalam modal sosial komunitas
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan mungkin akan mendapat
penolakan. Oleh karena itu, langkah awal yang paling penting untuk
dilakukan adalah meningkatkan kesadaran komunitas terhadap tantangan
dan perubahan yang datang dari luar serta memotivasi warga untuk
menggunakan modal sosialnya dalam mengatasi berbagai tantangan dan
perubahan tersebut.
Pentingnya Modal Sosial
Dalam organisasi bisnis membutuhkan sinergi antara modal sosial
dengan modal yang lain, maka dalam masyarakar justru ditentukan oleh
kekuatan jaringan antara individu dan kelompok. Peran penting modal
sosial dalam kemajuan masyarakat dapat diketahui dari esensi modal sosial
yang menuniuk kepada dan norma koperasi sipil yang esensial agar
masyarakat berfungsi dengan baik dan juga penting bagi kemajuan
ekonomi bagi masyarakat yang bersangkutan (de Melle dalam Brata,
2001). Hal ini menunjukkan bahwa faktor kepercayaan masyarakat

17
terhadap suatu program merupakan kunci keberhasilan. terungkap dari
hasil tulisan yang dilakukan Ujianto Singgih Prayitno (2008) dalam
bukunya yang berjudul modal sosial dan ketahanan ekonomi keluarga
miskin, studi sosiologi pada komunitas bantaran sungai ciliwung. Temuan
tulisan mengungkapkan meskipun tidak ada modal sosial yang secara
spesifik muncul dikalangan masyarakat Bantaran sungai Ciliwung, namun
mereka memiliki ketersediaan modal sosial yang cukup baik, karena di
dalam interaksi sosial yang terjadi kepercayaan dan kebersamaan.
Modal sosial dapat dipergunakan sebagai alat assessment, terutama
untuk mengetahui kepercayaan dan partisipasi di dalam komunitas itu
besar atau Jika tingkat kepercayaan dan partisipasi warga masyarakat itu
besar, maka kebijakan sosial, terutama bagi penanggulangan kemiskinan
dapat dilaksanakan dan dapat diperkirakan program itu akan berhasil.
Tetapi jika ternyata tingkat kepercayaan dan partisipasi warga dalam
komunitas itu rendah, maka perlu dilakukan intervensi sosial atau program
sosial yang dapat meningkatkan kepercayaan sosial.
7. Modal Spiritual
Modal spiritual adalah upaya pemberian bantuan empathy dan
perhatian, kasih sayang, dan unsur utama dari kebijakan praktis (dorongan
utama pada kegiatan pelayanan).
Sementara itu Stark dan Clock (1970) berpendapat bahwa
spiritualitas tidak lain adalah suatu komitmen religius, suatu tekad dan
itikad yang berkaitan dengan hidup keagamaan. Dalam hal ini mereka
berpendapat adanya 5 (lima) dimensi dari komitmen religius, yaitu:
a. Dimensi kepercayaan (belief), yaitu keyakinan akan kebenaran dari
pokok-pokok ajaran imannya. Ini merupakan unsur yang amat penting
dalam kehidupan beragama. Tanpa keyakinan akan kebenaran dari
pokok-pokok ajaran iman, tentu seseorang tidak akan menjadi bagian
dari komunitas orang beriman tersebut.
b. Dimensi praktis, terdiri dari dua aspek yaitu ritual dan devosional.
Ritual diuraikan sebagai suatu ibadah yang formal; sedang yang

18
dimaksudkan dengan devotional adalah ibadah yang dilakukan secara
pribadi dan informal, seperti misalnya berdoa, berpuasa, membaca
Kitab Suci, dll.
c. Dimensi pengalaman (experience), yaitu pengalaman perjumpaan atau
mengalami kehadiran dan karya Allah dalam kehidupannya.
Pengalaman keagamaan ini (religious experience) bisa menjadi awal
dari keimanan seseorang, tetapi juga bisa terjadi setelah seseorang
mengimani suatu agama tertentu. Baik di awal ataupun di tengah-
tengah, pengalaman ini berfungsi untuk semakin meneguhkan iman
percaya seseorang.
d. Dimensi pengetahuan (knowledge), yaitu pengetahuan tentang elemen-
elemen pokok dalam iman keyakinannya, atau yang sering kita kenal
dengan dogma, doktrin atau ajaran. Hal ini tentu solo sangat berkaitan
dengan dimensi pertama (kepercayaan) Seseorang akan terbantu untuk
menjadi semakin yakin dan percaya apabila is mengetahui apa yang
dipercayainya.
e. Dimensi etis, di mana umat mewujudkan tindakan imannya (act of
faith) dalam kehidupan sehari-harinya. Dimensi etis ini mencakup
perilaku, tutur kata, sikap dan orientasi hidupnya. Dan hal ini tentu saja
dilandasi pada pengenalan atau pengetahuan tentang ajaran agamanya
dan percaya bahwa apa yang diajarkan oleh agamanya adalah benar
adanya.
Idealnya sebuah kehidupan spiritualitas yang baik dan dewasa
adalah bila ke 5 dimensi tersebut berkembang secara seimbang. Sama
seperti perkembangan kehidupan manusia. Seorang dikatakan dewasa dan
matang, tentu bukan semata-mata karena ciri-ciri fisiknya (sudah tumbuh
tinggi besar, keluar jenggotnya, suara yang membesar dsb), tetapi juga
akan diukur dari kematangan emosionalnya, kearifannya, dan perilakunya.
Oleh karena itu pembangunan spiritualitas tidak bisa hanya menekankan
satu aspek saja. Kelima dimensi spiritualitas itu harus mendapatkan
perhatian yang sama.

19
Selain itu, aset juga dijelaskan dalam meningkatkan sumber
penghidupan (livelihoods) masyarakat. Dalam hal ini, United Kingdom
Departement for International Development (DFID) mengidentifikasikan
adanya 5 (lima) aset dalam sumber penghidupan (livelihoods) (dalam
Carney et.al, 1999), yaitu:
1. Aset Manusia: keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja
dan pentingnya kesehatan yang baik agar mampu menerapkan strategi-
strategi dalam sumber penghidupan yang berbeda.
2. Aset Fisik: infrastruktur dasar (transportasi, perumahan, air, energi,
dan alat-alat komunikasi) dan alat-alat produksi serta cara yang
memampukan masyarakat untuk meningkatkan sumber
penghidupannya.
3. Aset Sosial: sumber daya sosial (jaringan sosial, anggota kelompok,
hubungan dan kepercayaan, akses yang luas terhadap institusi sosial)
untuk dapat meningkatkan sumber penghidupan mereka.
4. Aset Finansial: sumber-sumber keuangan yang digunakan oleh
masyarakat (seperti tabungan, pinjaman atau kredit, pengiriman uang,
atau dana pensiun) untuk dapat memilih sumber penghidupan yang
cocok bagi mereka.
5. Aset Natural: persediaan sumber-sumber alam (seperti tanah, air,
biodiversifikasi, sumber-sumber yang berasal dari lingkungan dan
dapat digunakan dalam sumber penghidupan masyarakat.
Aset-aset yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh
masyarakat sangat berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Misalnya, dalam proses pemberdayaan masyarakat peran aset manusia
sangat mendukung keberlangsungan pengembangan atau pemberdayaan
kapasitas atau kemampuan masyarakat.

C. Memobilisasi Aset
Kretzmann dan McKnight (1993) mengidentifikasi beberapa langkah
dalam memobilisasi aset masyarakat.

20
- Tahap pertama adalah mengidentifikasi kapasitas warga, organisasi, dan
lembaga.
Gagasan bahwa semua individu memiliki kapasitas untuk
memberikan kontribusi kepada masyarakat mereka adalah dasar
pendekatan ini. Kita sering mengabaikan kontribusi potensi pemuda,
warga senior, dan orang-orang cacat. Selain keterampilan pasar tenaga
kerja standar dan pengalaman, kita perlu tahu tentang kegiatan sukarela,
hobi, dan pengalaman memberi perawatan. Salah satu kendala adalah
bahwa warga sering tidak memikirkan banyak kepentingan dan
pengalaman mereka sebagai aset yang dapat berkontribusi terhadap
komunitas mereka kesejahteraan.
Praktisi pengembangan masyarakat memperoleh banyak informasi
ini pada individu melalui berbagai metode, termasuk satu-lawan-satu dan
rekan wawancara, wawancara kelompok, persediaan dikelola mandiri, dan
acara komunitas (Kretzmann, McKnight, dan Shee-han 1997). Persediaan
kapasitas ini perlu mengidentifikasi hadiah dan kontribusi potensial dari
seluruh penduduk dan untuk fokus pada solusi, bukan masalah.
Asosiasi dan organisasi terdiri dari hubungan sosial penting atau
modal sosial yang dapat berharga untuk pengembangan masyarakat. Aset
berbasis pengembangan biasanya melibatkan pemetaan kedua organisasi
formal dan informal di masyarakat. organisasi formal biasanya terlihat, dan
ada direktori yang membantu mengidentifikasi mereka. organisasi
informal seperti klub block, jam tangan lingkungan, atau klub taman
Namun, biasanya tidak muncul pada setiap daftar formal karena mereka
tidak dimasukkan atau mereka tidak memiliki staf yang dibayar.
Mengidentifikasi jaringan dan hubungan sosial dapat membantu mengatur
warga untuk membangun koalisi dan kekuasaan dalam masyarakat.
Informasi tentang jaringan informal dan organisasi biasanya
dikumpulkan melalui metode yang sama digunakan untuk mengidentifikasi
aset individual.

21
Lembaga masyarakat seperti sekolah, rumah sakit, dan perpustakaan yang
berpotensi sumber daya penting bagi pengembangan masyarakat. Lembaga-
lembaga ini membeli barang dan jasa yang bisa berkontribusi pada ekonomi
lokal. Mereka memiliki fasilitas yang bisa digunakan untuk acara-acara
masyarakat. Banyak institusi lokal berpotensi mempekerjakan pekerja di
daerah. Pemetaan lembaga-lembaga ini melibatkan menilai kelembagaan
sebagai-set dengan tujuan untuk mengidentifikasi sumber daya yang dapat
memberikan kontribusi untuk membangun masyarakat.
- Tahap Kedua membangun hubungan di seluruh masyarakat
Setelah pemetaan aset, penyelenggara komunitas membangun
hubungan di seluruh masyarakat yang akan membantu mengimplementasikan
tujuan dan visi proyek. Memobilisasi aset memerlukan dukungan luas.
Pendekatan pembangunan berbasis aset-bergantung pada memanfaatkan
sumber daya lokal untuk mendapatkan luar dukungan juga. Meskipun penting
untuk membangun dari sumber daya lokal, juga penting untuk memanfaatkan
sumber daya yang ada di luar yang akan meningkatkan aset tersebut.
- Tahap Ketiga mengerahkan aset masyarakat secara penuh bagi pembangunan
ekonomi dan tujuan berbagi informasi
Pembangunan berbasis aset bukan tanpa kritik. Ini telah dituduh
mengabaikan hubungan kekuasaan dalam masyarakat. Mungkin kasus bahwa
pendekatan aset-bangunan cenderung berorientasi sedikit konflik daripada
kebanyakan pendekatan pengorganisasian masyarakat lainnya. Pembangunan
berbasis aset menekankan kepentingan bersama dan nilai-nilai yang dapat
berfungsi sebagai dasar untuk memobilisasi warga untuk mengatasi masalah
kritis yang dihadapi masyarakat. Hal ini sering berarti bahwa penyelenggara
ditetapkan menyisihkan beberapa isu yang mungkin membagi masyarakat.
Tidak ada yang melekat dalam pendekatan, bagaimanapun, bahwa mencegah
konflik dengan elite kekuasaan. Juga tidak menekankan pada kepentingan
bersama yang mengabaikan konflik. Tapi pembangunan berbasis aset-tidak
berusaha untuk mengatasi perbedaan ras, jenis kelamin, dan kelas yang sering
menghambat proyek-proyek pengembangan masyarakat.

22
Kritik lain yang mungkin adalah bahwa lebih sulit untuk memobilisasi
masyarakat di sekitar aset dari itu mungkin sekitar kebutuhan dan masalah.
Mungkin lebih mudah untuk membawa warga bersama-sama sekitar masalah
atau kebutuhan, tetapi mungkin lebih sulit untuk mempertahankan upaya itu.
Juga, penduduk biasanya ingin melompat ke solusi sebelum memahami sifat
dari masalah atau isu. Dalam jangka panjang, memobilisasi masyarakat untuk
memahami sumber daya lokal mereka dapat menjadi strategi yang lebih efektif
untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
3. MASALAH SOSIAL
Secara umum, masalah sosial adalah segala sesuatu yang menyangkut
kepentingan umum. Secara khusus (Menurut para ahli) masalah sosial adalah
suatu kondisi atau perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang
berdasarkan atas studi, mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan
terhadap kehidupan warga masyakarat secara keseluruhan.
Masalah sosial adalah suatu masalah yang berhubungan dengan nilai-
nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Mengapa dikatakan sebagai
masalah sosial karena berkaitan dengan gejala-gejala yang menggangu
ketentraman di dalam masyarakat. Dengan demikian masalah sosial menyangkut
nilai nilai sosial yang mencakup segi moral, karena untuk dapat mengklasifikasi
suatu persoalan sebagai masalah sosial harus digunakan penilaian sebagai
pengukurannya.
Pengertian Masalah Sosial menurut pendapat Soerjono Soekanto,
Masalah Sosial adalah suatu ketidaksesuaian yang terjadi antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, dimana ketidaksesuaian tersebut dapat
membahayakan kehidupan kelompok sosial masyarakat.
Menurut Bulmer dan Thompson, Pengertian Masalah Sosial ialah suatu
kondisi yang terjadi dimana dapat mengancam nilai-nilai di dalam masyarakat,
sehingga dapat berakibat pada sebagian besar dari anggota masyarakat.
Martin S. Weinberg mengemukakan pengertian masalah sosial, Masalah
Sosial merupakan situasi yang dinyatakan sebagai keadaan yang bertentang

23
dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup penting, dimana masyarakat
sepakat melakukan suatu tindakan guna mengubah situasi tersebut.
Pengertian Masalah Sosial menurut Lesli adalah suatu kondisi yang
berpengaruh terhadap kehidupan sebagai besar warga masyarakat sebagai sesuatu
yang tidak diinginkan dan karenanya perlu tindakan untuk mengatasi atau
memperbaikinya.
Menurut Soetomo, Pengertian Masalah Sosial ialah suatu kondisi yang
tidak diingingkan terjadi oleh sebagai besar dari warga masyarakat.
Dari pengertian masalah sosial yang diungkapkan para pakar diatas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Masalah Sosial adalah suatu kondisi yang
tidak diingingkan ada di dalam masyarakat karena dapat mengganggu ketentraman
masyarakat dan diperlukan adanya tindakan sebagai hasil dari kesepakatan
bersama untuk mengatasi atau memperbaikinya.
Masalah sosial merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan
yang bersifat immoral, berlawanan dengan hukum yang bersifat merusak. Masalah
masalah sosial tidak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-
ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap
buruk.
Masalah Sosial merupakan hasil dari proses perkembangan masyarakat,
hal ini berarti bawah masalah memang sewajarnya timbul apabila tidak diinginkan
adanya hambatan-hambatan terhadap penemuan-penemuan baru atau gagasan
baru. Banyak perubahan-perubahan dalam masyarakat yang bermanfaat, walaupun
mungkin mengakibatkan kegoncangan-kegoncangan terutama bila perubahan
berlangsung dengan cepat dan terus-menerus.
Masalah sosial merupakan masalah yang timbul akibat dari interaksi
sosial antara individu, antara individu dengan kelompok atau antara kelompok
dengan kelompok. Interaksi sosial berkisar pada ukuran nilai adat istiadat,
ideologi dan tradisi yang ditandai dengan suatu proses sosial yang disosiatif.

24
Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan atau masyarakat, dimana dapat membahayakan kehidupan kelompok
sosial atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga
kelompok sosial tersebut yang menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Suatu
keadaan yang normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-
hubungan antara unsur-unsur masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan. Apabila
antara unsur-unsur tersebut terjadi bentrokan atau ketidaksesuaian, maka
hubungan-hubungan sosial akan terganggu yang mengakibatkan kegoyahan dalam
kehidupan kelompok.
Jenis jenis permasalahan sosial di daerah antara lain sebagai berikut
1. Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk angkatan kerja yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja , sedang menunggu proyek
pekerjaan selanjutnya , atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. jumlah pengangguran semakin bertambah karena
jumlah lulusan sekolah tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan.
selain itu, para pengusaha di hadapkan pada persoalan kenaikan tarif listrik
dan harga bahan bakar minyak yang mahal. hal itu menyebabkan banyaknya
perusahaan yang tutup dan bangkrut
2. Kemiskinan
Semakin banyak dan semakin lama orang menganggur menyebebkan
kemiskinan. Di indonesia jumlah rakyat miskin masih cukup banyak,
walaupun pemerintah telah berupaya mengatasinya. orang yang miskin tidak
dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang,papan,pangan. hal ini
menyebabkan berbagai masalah sosial yang lain. beberapa dampak dari
masalah kemiskinan adalah sebagai berikut
a) Penyebab tingginya anak putus sekolah
anak putus sekolah pada umumnya di sebabkan oleh faktor ekonomi. orang
tuanya berpenghasilan rendah. sehingga perlu mendapatkan uluran tangan
dari berbagai pihak. untuk itu, pemerintah maupun masyarakat

25
bertanggung jawab untuk mengatasinya sehingga anak yang putus sekolah,
bisa bersekolah lagi
b) Anak jalanan
masalah anak jalanan juga merupakan masalah sosial. salah satu faktor
mereka menjadi anak jalanan karena tekanan kondisi sosial ekonomi orang
tuanya. orang tua mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup
keluarga. hal inilah yang memaksa mereka untuk ikut bekerja.
c) Kejahatan
Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai nilai dan norma
norma yang berlaku yang merugikan orang lain. krisis ekonomi merupakan
salah satu penyebab kejahatan. krisis ekonomi menyebabkan banyak orang
di PHK dan miskin perusahaan perusahaan mengalami kebangkrutan.
banyak penduduk yang jatuh miskin . akibatnya sebagian orang melakukan
kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. bentuk bentuk kejahatan
seperti mencuri dan lain lain
3. Masalah Kepadatan Penduduk
Negara kita merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
saat ini penduduk di indonesia mencapai kurang lebih 200 juta jiwa . masalah
yang berkaitan dengan jumlah penduduk di indonesia sangatlah penting.
jumlah penduduk terus bertambah, maka masalah sosial yang muncul juga
akan bertambah, seperti kemiskinan , kesehatan dan sebagainya
4. Masalah lingkungan Hidup
Lingkunan yang bersih dan aman tentu menjadi idaman semua orang.
kurangya kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkunan menyebabkan
terjadinya pencemaran. pencemaran lingkunan di sebabkan karena masalah
sampah dan limbah industri, serta perilaku manusia itu sendiri. lingkungan dan
dampaknya adalah sebagai berikut.
a) Sampah
Sampah adalah barang yang di buang karena tidak terpakai lagi.salah satu
masalah terbesari di indonesia adalah masalah pengolahan sampah.

26
membuang sampah sembarangan seperti membua sampah ke laut , sungai
dan sebagainya yang berdampah buruk bagi lingkungan
b) Banjir
Hampir di setiap musim penghujan , beberapa wilayah di indonesia
tergenang banjir. sekarang banjir tidak hanya menggenangi daerah daerah
di pinggiran sungai. pemukiman elit dan jalan jalan besar juga mulai di
genangi air.banjir adlaah air yang meluap dan banyak, serta mengalir deras
Penyebab terjadinya banjir antara lain :
- Penumpukan sampah
- Dangkalnya saluran air di sekitar jalandan perumahan
- Padatnya pemukiman yang mengakibatkan permukaan tanah menjadi
keras sehgingga tidak mampu menyerap air hujan
- kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara dan melestarikan
lingkungan yang seha
- Dampak yang di akibatkan oleh bamkor antara lain
- Kerugian materill yang cukup besa
- Berjangkitnya wabah penyaki
- Transportasi menjadi terhalan
- Kerusakan lingkungan yang menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekologi
Masalah sosial merupakan persoalan yang timbul secara langsung
atau bersumber langsung dari suatu kondisi maupun proses sosial antara
lain:
a) Masalah sosial pertama (Primary Sosial Problem) adalah kondisi yang
berpengaruh terhadap konsekuensi yang beragam dan bermacam-
macam bagi masyarakat.
b) Masalah sosial kedua (Secondary Sosial Problem) adalah kondisi yang
merugikan diakibatkan secara umum dari masalah sosial yang lebih
berpengaruh dan pada gilirannya mengakibatkan masalah sosial
tambahan.

27
c) Masalah sosial ketiga (Tertiary Sosial Problem) adalah kondisi yang
merugikan langsung maupun tidak langsung mengakibatkan masalah
yang lebih dominan.
Masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia yang cukup
menunjol sebagai berikut :
Kemiskinan
Pengangguran
Kejahatan
Kenakalan anak dan remaja
Penyalahgunaan narkoba
Pornografi, pornoaksi, dan prostitusi
Perjudian
Perkosaan
Ganguan kejiwaan
Masalah bencana
Keterlantaran anak
Lanjut usia terlantar
Masalah kecacatan
Buruknya jaminan sosial
Konflik sosial
Kerusuhan sosial
Kekerasan terhadap anak dan perempuan
Masalah pengungsi
Masalah HIV/AIDS
Masalah diskriminasi dan ketidakadilan
Masalah daerah kumuh
Kondisi kesehatan masyarakat yang buruk
Disharmonisasi sosial
Menurunnya solidaritas sosial
Stres, depresi, dan bunuh diri
Disorganisasi keluarga

28
4. PMKS
BERDASARKAN PERMENSOS RI NO. 8 TAHUN 2012 TENTANG
PEDOMAN PENDATAAN DAN PENGELOLAAN DATA PENYANDANG
MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN POTENSI DAN SUMBER
KESEJAHTERAAN SOSIAL, JENIS PMKS ADA 26 JENIS SEBAGAI
BERIKUT :
1. Anak balita telantar
Seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tuanya
dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang
tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi
anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak
dieksploitasi untuk tujuan tertentu. Kriteria:
a. terlantar/ tanpa asuhan yang layak.
b. berasal dari keluarga sangat miskin / miskin.
c. kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga.
d. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang
tua/keluarga.
e. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang
disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan, dan
f. Anak balita yang menderita gizi buruk atau kurang.

2. Anak terlantar
Seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun,
meliputi anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang
tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga.
Kriteria :
a. berasal dari keluarga fakir miskin.
b. anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan
c. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

29
3. Anak yang berhadapan dengan hokum
Orang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur
18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang disangka, didakwa, atau dijatuhi
pidana karena melakukan tindak pidana dan anak yang menjadi korban tindak
pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak
pidana.
Kriteria :
a. disangka;
b. didakwa; atau
c. dijatuhi pidana

4. Anak jalanan
Anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan/atau
anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar
waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
Kriteria :
a. menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan maupun ditempat-
tempat umum; atau
b. mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat
umum.

5. Anak dengan Kedisabilitasan (ADK).


Seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai
kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani
maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik,
anak dengan disabilitas mental dan anak dengan disabilitas fisik dan mental.
Kriteria :
a. Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara
b. Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik
c. Anak dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda

30
d. Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.

6. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah


Anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan,
diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau
lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya
dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Kriteria :
a. anak (laki-laki/perempuan) dibawah usia 18 (delapan belas) tahun;
b. sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat
secara fisik dan/atau psikologis;
c. pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan
d. dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya)

7. Anak yang memerlukan perlindungan khusus


Anak yang berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun
dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik
fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban perlakuan
salah dan penelantaran.
Kriteria :
a. berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;
b. dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang
buruk/diskriminasi;
c. korban perdagangan manusia;
d. korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental dan seksual;
e. korban eksploitasi, ekonomi atau seksual;
f. dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil;

31
g. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA); dan
h. terinfeksi HIV/AIDS.

8. Lanjut usia telantar


Seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor
tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kriteria :
a. tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan; dan
b. terlantar secara psikis, dan sosial.

9. Penyandang disabilitas
Mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik
dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai
hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka dalam
masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.
Kriteria :
a. mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari;
b. mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari;
c. tidak mampu memecahkan masalah secara memadai;
d. penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;
e. penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik; dan
f. penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda.

10. Tuna Susila


Seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis
secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan
tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
Kriteria :

32
a. menjajakan diri di tempat umum, di lokasi atau tempat pelacuran seperti
rumah bordil, dan tempat terselubung seperti warung remang-remang,
hotel, mall dan diskotek; dan
b. memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.

11. Gelandangan
Orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma
kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai
pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
Kriteria :
a. tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP);
b. tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap;
c. tanpa penghasilan yang tetap; dan
d. tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.

12. Pengemis
Orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta ditempat umum
dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang
lain:
Kriteria :
a. mata pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain;
b. berpakaian kumuh dan compang camping;
c. berada ditempat-tempat ramai/strategis; dan
d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain.

13. Pemulung
Orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara memungut dan
mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai tempat
pemukiman pendudukan, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang bermaksud
untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai ekonomis.
Kriteria :

33
a. tidak mempunyai pekerjaan tetap; dan
b. mengumpulkan barang bekas.

14. Kelompok Minoritas


Kelompok yang mengalami gangguan keberfungsian sosialnya akibat
diskriminasi dan marginalisasi yang diterimanya sehingga karena
keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan mengalami masalah sosial,
seperti gay, waria, dan lesbian.
Kriteria :
a. gangguan keberfungsian sosial;
b. diskriminasi;
c. marginalisasi; dan
d. berperilaku seks menyimpang.

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP)


Seseorang yang telah selesai menjalani masa pidananya sesuai dengan
keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri
kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk
mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.
Kriteria :
a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;
b. telah selesai dan keluar dari lembaga pemasyarakatan karena masalah
pidana;
c. kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat;
d. sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap; dan
e. berperan sebagai kepala keluarga/pencari nafkah utama keluarga yang
tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.

16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

34
Seseorang yang telah dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan
pelayanan sosial, perawatan kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.
Kriteria :
a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;
dan
b. telah terinfeksi HIV/AIDS.

17. Korban Penyalahgunaan NAPZA


Seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
diluar pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
Kriteria :
a. seseorang (laki-laki / perempuan) yang pernah menyalahgunakan
narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya baik dilakukan sekali,
lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba;
b. secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter
yang berwenang; dan
c. tidak dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya.

18. Korban trafficking


Seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi
dan/atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.
Kriteria :
a. mengalami tindak kekerasan;
b. mengalami eksploitasi seksual;
c. mengalami penelantaran;
d. mengalami pengusiran (deportasi); dan
e. ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat
bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.

19. Korban tindak kekerasan

35
Orang baik individu, keluarga, kelompok maupun kesatuan masyarakat
tertentu yang mengalami tindak kekerasan, baik sebagai akibat perlakuan
salah, eksploitasi, diskriminasi, bentuk-bentuk kekerasan lainnya ataupun
dengan membiarkan orang berada dalam situasi berbahaya sehingga
menyebabkan fungsi sosialnya terganggu.
Kriteria :
a. mengalami perlakuan salah;
b. mengalami penelantaran;
c. mengalami tindakan eksploitasi;
d. mengalami perlakuan diskriminasi; dan
e. dibiarkan dalam situasi berbahaya.
20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS)
Pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik
dalam bentuk tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor
alam dan sosial) maupun mengalami disharmoni sosial karena
ketidakmampuan menyesuaikan diri di negara tempat bekerja sehingga
mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.
Kriteria :
a. pekerja migran domestik;
b. pekerja migran lintas negara;
c. eks pekerja migran domestik dan lintas negara;
d. eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan
meninggal dunia;
e. pekerja migran tidak berdokumen (undocument);
f. pekerja migran miskin;
g. mengalami masalah sosial dalam bentuk :
1) tindak kekerasan;
2) eksploitasi;
3) penelantaran;
4) pengusiran (deportasi);

36
5) ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara
tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu;
dan
6) mengalami traffiking.
21. Korban bencana alam
Orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor terganggu fungsi
sosialnya.
Kriteria :
Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:
a. korban terluka atau meninggal
b. kerugian harta benda;
c. dampak psikologis; dan
d. terganggu dalam melaksanakan fungsi sosialnya.

22. Korban bencana social


Orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.
Kriteria :
Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:
a. korban jiwa manusia
b. kerugian harta benda; dan
c. dampak psikologis.

23. Perempuan rawan sosial ekonomi

37
Seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah atau janda dan tidak
mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari.
Kriteria :
a. perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh
sembilan) tahun
b. istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan;
c. menjadi pencari nafkah utama keluarga; dan
d. berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.

24. Fakir Miskin


Orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau
mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau
keluarganya.
Kriteria :
a. tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/ata
b. mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau
keluarganya.

25. Keluarga bermasalah sosial psikologis


Keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-
istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi
keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
Kriteria :
a. suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga
kurang berkomunikasi;
b. suami dan istri sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih
dalam ikatan keluarga;

38
c. hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau
bergaul/berkomunikasi; dan
d. kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.

26. Komunitas Adat Terpencil


Kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau
belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi, maupun
politik.
Kriteria :
a. berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen;
b. pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
c. pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau;
d. pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem;
e. peralatan dan teknologinya sederhana;
f. ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat
relatif tinggi; d
g. terbatasnya akses pelayanan sosial ekonomi dan politik.

5. PSKS
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
Sedangkan yang dimaksud dengan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial
(PSKS) adalah semua hal yang berharga yang dapat digunakan untuk menjaga,
menciptakan, mendukung atau memperkuat penyelenggaraan sosial kesejahteraan
sosial, (Pasal 1 ayat 4, permensos noor 8 tahun 2012)
Jenis PSKS terdiri dari :
1. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga
pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi
pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh
melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman Praktik pekerjaan

39
sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial.
2. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah warga masyarakat yang atas
dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa
kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela
mengabdi di bidang kesejahteraan sosial.
3. Taruna Siaga Bencana (Tagana) adalah seorang relawan yang berasal dari
masyarakat yang memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan
bencana.
4. Lembaga Kesejahteraan Sosial selanjutnya disebut LKS adalah organisasi
sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
5. Karang Taruna adalah Organisasi sosial kemasyarakatan sebagai wadah
dan sarana pengembangan setiap anggota masyarakat yang tumbuh dan
berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan
untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan
terutama bergerak di bidang usaha kesejahteraan sosial.
6. Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga selanjutnya disebut (LK3)
adalah Suatu Lembaga/Organisasi yang memberikan pelayanan konseling,
konsultasi, pemberian/penyebarluasan informasi, penjangkauan, advokasi
dan pemberdayaan bagi keluarga secara profesional, termasuk merujuk
sasaran ke lembaga pelayanan lain yang benar-benar mampu memecahkan
masalahnya secara lebih intensif.
7. Keluarga pioner adalah keluarga yang mampu mengatasi masalahnya
dengan cara-cara efektif dan bisa dijadikan panutan bagi keluarga lainnya.
8. Wahana Kesejahteraan Sosial Keluarga Berbasis Masyarakat yang
selanjutnya disebut (WKSBM) adalah Sistim kerjasama antar
keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri atas usaha
kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya.

40
9. Wanita pemimpin kesejahteraan sosial adalah wanita yang mampu
menggerakkan dan memotivasi penyelenggaraan kesejahteraan sosial di
lingkungannya.
10. Penyuluh Sosial :
a. Penyuluh Sosial Fungsional adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
mempunyai jabatan ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, wewenang,
untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.
b. Penyuluh Sosial Masyarakat adalah tokoh masyarakat (baik dari tokoh
agama, tokoh adat, tokoh wanita, tokoh pemuda) yang diberi tugas,
tanggung jawab wewewang dan hak oleh pejabat yang berwenang
bidang kesejahteraan sosial (pusat dan daerah) untuk melakukan
kegiatan penyuluhan bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
11. Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan yang selanjutnya disebut TKSM
adalah Tenaga inti pengendali kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan
sosial di kecamatan.
12. Dunia usaha adalah organisasi yang bergerak di bidang usaha, industri atau
produk barang atau jasa serta Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha
Milik Daerah, serta/atau wirausahawan beserta jaringannya yang peduli
dan berpartisipasi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai
wujud tanggung jawab sosial.

6. KEBIJAKAN dan PROGRAM TENTANG PENANGANAN MASALAH


KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kebijakan merupakan suatu prinsip atau tindakan yang diambil untuk
dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang dialami oleh perorangan,
kelompok maupun masyarakat. Kebijakan terkadang diambil karena suatu kondisi
atau situasi masalah yang memerlukan suatu tindakan atau penanganan secepat
mungkin.
1. Pengertian Kebijakan

41
Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang
berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari
yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu)
(Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai
prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan
keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto,
1997).
Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah
(problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang
memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat
secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.Kaitan
kebijakan dengan program pelayanan sosial adalah kebijakan sosial harus
dapat diterima oleh masyarakat, karena pada dasarnya kebijakan dibuat untuk
dapat mengatasi masalah sosial yang ada pada masyarakat. Harus juga diingat
bahwa kebijakan meliputi: kebijakan sosial, kebijakan kesejahteraan sosial,
dan kebijakan public
a. Kebijakan Sosial
Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan
baik secara luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata
sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau
sektor-sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam
konteks masyarakat atau kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini
mencakup antara lain bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik,
hukum, budaya, atau pertanian.
Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah
mengendalikan sasaran pemecahan masalah yang menyangkut keuntungan
orang banyak. Hal ini menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk
mengurangi masalah sosial seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan

42
jiwa. Atau kebijakan sosial dapat pula di definisikan sebagai kumpulan
strategi untuk memusatkan perhatian pada problem sosial.
Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu
suatu prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu
tataran dengan individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat.
Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam melakukan intervensi
(keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem sosial.
Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan tata cara
bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial,
hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam
suatu masyarakat.
Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan penerapannya,
kebijakan sosial meliputi 4 (empat) tingkatan aktivitas profesi :
1) Melihat aktivitas di suatu tataran dengan merespon untuk membuat
suatu kebijakan sosial yang melihat dari penetapannya terhadap suatu
undang-undang, mengartikannya dengan menjadikan sebagai suatu
kebijakan yang dilindungi oleh hukum, membuat keputusan pada
bidang administrasi, melaksanakan dan menerapkannya. Penentuan
bidang ini dilakukan oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah
2) Melihat bentuk pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis tentang
suatu kebijakan, atau sebagai konsultan yang mengkhususkan dalam
suatu lapangan yang berkepentingan. Bidang ini merupakan wewenang
di tingkatan legislatif pada suatu negara demokrasi.
3) Meneliti dan menginvestigasi problema sosial dan mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan kebijakan sosial. Bidang ini
dilakukan oleh para pekerja social
4) Memberikan perlindungan atau advokasi secara khusus terhadap suatu
kebijakan dasar yang berkepentingan dengan suatu bidang. Bidang ini
merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada bidangnya misalkan
LSM lingkungan, LSM ekonomi, LSM politik, dan lain-lain.

43
Sehingga kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari adanya
pembagian aktivitas yang secara tidak langsung dapat bekerjasama
mengambil suatu ketetapan dalam penerapan kebijakan sosial, disini pihak
pemerintah dapat dengan mudah menentukannya hal ini disebabkan karena
masing-masing pihak dapat memantau kebijakan yang dibuat pemerintah
dan mengawasi tindakan dalam penerapannya. Sehingga tingkat
pelanggaran yang nantinya akan terjadi dapat terdeteksi dan transparan.
Selain adanya tingkatan aktivitas yang dilakukan pada bidangnya masing-
masing, kebijakan sosial pun memiliki 3 (tiga) tingkatan intervensi, yang
tak jauh berbeda dengan tingkatan aktivitas. Penjelasan ini menurut
pembagian Bruce. S Jansson, di dalam Social Policy,from Theory to
Practice di antaranya:
1) Direct-service practice, yang berkaitan dengan pekerjaan para
pelaksana kebijakan
2) Community organization, yang membicarakan pada pengerahan
kemampuan seperti menghimpun koalisi
3) Administrative social work, yang berkenaan dengan pokok persoalan.
Suatu kebijakan yang telah disusun, dirancang, dan disepakati
sebelumnya haruslah meliputi dua aspek yang harus diperhatikan, di
antaranya ialah :
1) Mengaktualisasikan kebijakan dan program yang dibuat untuk
kesejahteraan masyarakat
2) Menyingkap dan memperlihatkan lapangan akademis dalam
penyelidikan yang ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan
evaluasi terhadap suatu kebijakan.
Adanya aspek yang tertera di atas dimaksudkan agar masyarakat
sebagai objek sasaran kesejahteraan dapat memahami dan menerapkannya
dengan baik. Begitu juga dengan pemerintah dan semua perangkatnya
haruslah memperhatikan bagaimana kinerja tersebut berlangsung.
Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan baik.

44
Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat
melalui kebijakan yang telah disusun dan diterapkan dapat ditempuh
dengan 3 (tiga) langkah yang bila hal tersebut berjalan secara efektif maka
penerapannya akan sempurna. Ketiga langkah tersebut antara lain seperti
yang terdapat dalam The Handbook of Social Policy adalah :
1) Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan
maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh :
pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk memperbaiki kondisi
sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program
kebijakan yang baru.
2) Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan
sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan
lainnya, walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu
kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan
relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu
menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan
yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat
tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.
3) Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan
terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru
mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain

b. Kebijakan Kesejahteraan Sosial


Menurut Neil Gilbert dan Harry Specht (K. Suhendra, 1985 : 5),
menjelaskan bahwa : Kebijakan Kesejahteraan Sosial adalah keputusan-
keputusan atau pilihan-pilihan yang memberikan informasi berupa
petunjuk perencanaan atau petunjuk kegiatan kepada pemerintah maupun
lembaga sosial masyarakat.
Kebijakan Kesejahteraan sosial dapat dijabarkan sebagai berikut ini :

45
1) Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil dalam
arti bahwa setiap orang khususnya Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan
Sosial (PPKS) berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang
sebaik-baiknya.
2) Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap
Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), memantapkan
manajemen pelayanan sosial yang mencakup aspek perencanaan,
pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta koordinasi atau
masyarakat dalam pelayanan sosial dengan melibatkan satu unsur dan
komponen masyarakat.
3) Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dengan
mempertimbangkan keunikan nilai sosial budaya daerah serta
mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan masyarakat
setempat.
2. Tujuan Kebijakan Sosial
a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para
Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup dan
berkembang secara wajar.
b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial
(PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan
serta pemerataan pelayanan sosial.
c. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan,
guna mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.
d. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia
dalam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.
e. Mengembangkan kepekaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial, etika
moral dan tanggung jawab moral masyarakat.
3. Sasaran Kebijakan Sosial
a. Individu, kelompok dan masyarakat yang menyandang masalah sosial.

46
b. Individu, kelompok dan masyarakat yang dikhawatirkan akan menjadi
penyandang masalah sosial.
c. Sumber dan potensi yang mendukung pelayanan sosial.
d. Lembaga pemerintah dan swasta, organisasi-organisasi sosial di
masyarakat
4. Pelayanan yang Berkaitan dengan Kebijakan Sosial
a. Program pemeliharaan pendapatan meliputi jaminan sosial seperti
lanjut usia kesehatan dan lain-lain.
b. Pelayanan case work, group work, seperti konseling, pelayanan
kesejahteraan anak dan lan-lain.
c. Program bantuan perumahan bagi orang-orang yang pendapatannya
menengah kebawah seperti perumnas (RSS).
d. Bantuan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan pelayan sosial
lainnya.
e. Progam pendidikan seperti sekolah luar biasa dan penempatan pekerja
sosial di sekolah.
f. Pelayanan yang berorientasi pada pekerjaan seperti training bagi
PPKS, penyandang cacat, remaja putus sekolah dan lain-lain.
5. Landasan Pembangunan Kesejahteraan Sosial
a. Landasan Idiil Pancasila mengarahkan agar semua pembangunan dan
pelayanan sosial harus merupakan penjabaran pengalaman dari sila
dalam Pancasila.
b. Landasan Konstitutional Undang-Undang Dasar 1945.
1) UUD 1945 pasal 27 ayat 2, bahwa tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2) UUD 1945 pasal 34 fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara.
c. Landasan Operasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2004.
d. Landasan struktural berupa peraturan perundang-undangan, antara lain:

47
1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak.
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Wanita.
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan.
4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
7) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1999 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia.
9) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 42 tentang Hak
Asasi Manusia.
10) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan
Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan
Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk
Anak.
11) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
12) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
13) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial.
6. Program Prioritas Pelayanan antara lain:
Program prioritas pembangunan kesejahteraan sosial yang
dilaksanakan oleh Kementerian Sosial seperti program penanggulangan
kemiskinan, penanggulangan keterlantaran, pelayanan dan rehabilitasi
cacat, ketunaan sosial dan penanggulangan bencana termasuk pengungsi.
Sasaran program dan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial
seperti pelayanan kesejahteraan anak, kesejahteraan sosial lanjut usia,

48
rehabilitasi penyandang cacat, rehabilitasi tuna sosial dan rehabilitasi
sosial korban NAPZA.
Sasaran program dan kegiatan lingkup dirjen bantuan dan jaminan
sosial seperti bantuan korban bencana seperti bencana alam termasuk
kondisi rawan dan rentan bencana, pengungsi, kecelakaan dan masyarakat
dalam kondisi konflik.
Program prioritas Kementerian Sosial oleh menteri sosial RI seperti
program penanganan fakir miskin di kota, pinggiran kota, di desa dan desa
nelayan pantai. Penanganannya melalui kelompok usaha bersama (KUBE)
dan Adopsi Desa Miskin (ADEM).
a. Kebijakan Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kebijakan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi:
1) Rehabilitasi sosial, yang dimaksudkan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi
sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar yang
dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam
keluarga, masyarakat maupun panti sosial.
2) Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak. Jaminan sosial diberikan dalam bentuk asuransi
kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan.
3) Pemberdayaan sosial yang dimaksudkan untuk memberdayakan
seseorang, keluarga, kelompok,dan masyarakat yang mengalami
masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya
secara mandiri juga meningkatkan peran serta lembaga dan/atau
perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pemberdayaan sosial
tersebut dapat dilakukan melalui:
a) Peningkatan kemauan dan kemampuan;

49
b) Penggalian potensi dan sumber daya;
c) Penggalian nilai-nilai dasar;
d) Pemberian akses; dan/atau
e) Pemberian bantuan usaha.
f) Perlindungan sosial, yaitu semua upaya yang diarahkan untuk
mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan
sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar
kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan
kebutuhan dasar minimal. Perlindungan sosial tersebut
dilaksanakan melalui:
a) Bantuan sosial;
b) Advokasi sosial; dan/atau Bantuan hukum.
b. Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan berdasarkan kebijakan
sebagai berikut :
1) Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan melalui usaha
kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang melembaga.
2) Usaha kesejahteraan sosial yang mencakup semua program dan
kegiatan yang ditunjukan untuk mewujudkan, membina,
memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan
sosial dilaksanakan sebagai tanggung jawab bersama masyarakat
dan pemerintah.
3) Peningkatan kualitas dan efektifitas pelayanan sosial.
4) Perluasan jangkuan pelayanan sosial yang makin adil dan merata.
5) Peningkatan profesionalitas pelayanan sosial. Baik yang
diselenggarakan oleh masyarakat maupun pemerintah.
6) Pengutamaan fungsi pencegahan dan pengembangan di samping
fungsi rehabilitasi dan bantuan.
7) Pembinaan dan pengembangan keterpaduan dalam kerja sama intra
dan inter sektoral.
8) Pendayagunaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial dalam
masyarakat.

50
C. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial
Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa A resource any valuable
thing, or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental
use in order to function, meet a need resolve a problem (Siporin, 1975 :
22). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari
beberapa hal, yaitu :
1) Sumber Internal dan Eksternal
Sumber internal dapat berupa kemampuan intelektual, imaginasi,
kreativitas, motivasi, kegairahan, karakter moral kekuatan dan
ketahanan fisik/jasmani, stamina, ketampanan/kecantikan serta
pengetahuan. Sedang sumber eksternal dapat berupa harta kekayaan,
prestise, mata pencaharian sanak-saudara yang kaya, teman yang
berpengaruh dan hak jaminan.
2) Sumber official/formal dan sumber non-official/non-formal
Sumber official dapat berupa tokoh-tokoh formal, organisasi-organisasi
yang secara formal mewakili mayarakat seperti guru, pekerja sosial,
badan konseling, dan badan-badan sosial pemberdayaan. Sedang
sumber non-offisial dapat berupa dukungan emosional maupun sosial
dari kerabat, teman serta tetangga. Sumber non-offisial tersebut
merupakan bagian dari sistem sumber pertolongan alamiah.
3) Sumber manusia dan non-manusia
Sumber manusia adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan
dan kekuatan untuk digali dan dimanfaatkan untuk membantu
memecahkan permasalahan klien. Sedang sumber non-manusia adalah
sumber-sumber material atau benda.
4) Sumber simbolik-partikularistik, kongkrit-universal dan pertukaran
nilai
Sumber simbolik-partikularistik dapat berupa informasi dan status
sosial seseorang. Informasi dan status sosial seseorang di dalam
masyarakat mempunyai arti simbolik yang khusus dan dapat

51
dipergunakan sebagai sumber yang dapat digali dan dimanfaatkan.
Sumber kongkrit-universalistik dapat berupa pelayanan-pelayanan
maupun benda-benda kongkrit. Sedang sumber pertukaran nilai dapat
berupa kasih sayang maupun uang.
Menurut Allen Pincus dan Anne Minahan (1973:49)
mengklasifikasikan sumber kesejahteraan sosial ke dalam beberapa jenis:
1. Sistem Sumber Informal (natural resource systems)
Sistem sumber informal atau alamiah dapat berupa keluarga, teman,
tetangga, maupun orang lain yang bersedia membanru. Bantuan yang
dapat diperoleh dari sumber alamiah adalah dukungan emosional, kasih
sayang, nasehat, informasi dan pelayanan-pelayanan konkgkrit lainnya,
seperti pinjam uang.
2. Sistem Sumber Formal (formals resource systems)
Sistem sumber formal adalah keanggotaannya di dalam suatu
organisasi atau asosiasi formal yang bertujuan untuk meningkatkan
minat anggota mereka. Sistem sumber tersebut juga dapat membantu
anggotanya untuk bernegosiasi dan memanfaatkan sistem sumber
kemasyarakatan atau societal.
3. Sistem Sumber Kemasyarakatan (societal resource system
Sistem sumber kemasyarakatan dapat berupa rumah sakit, badan-badan
adopsi, program-program latihan kerja, pelayanan-pelayanan sosial
resmi. Orang didalam kehidupannya terkait dengan sistem sumber
kemasyarakatan, seperti sekolah, pusat-pusat perawatan anak,
penempatan-penempatan tenaga kerja, dan program-program tenaga
kerja. Orang juga terkait dengan badan-badan pemerintah dan
pelayanan-pelayanan umum lainnya, seperti perpustakaan umum,
kepolisian, tempat-tempat rekreasi dan pelayanan perumahan.
Mengatasi masalah sosial bukanlah perkara yang mudah. Pemerintah
selalu berusaha mengatasi berbagai masalah sosial dengan melibatkan peran
serta tokoh masyarakat, pengusaha, pemuka agama, tetua adat, lembaga-
lembaga sosial dan lain-lainya. Kita pun sebenarnya dapat berperan serta

52
dalam mengatasi masalah sosial tersebut. Tentu saja sesuai dengan
kemampuanmu masing-masing.
Berikut ini beberapa contoh upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatasi permasalahan sosial:
1. Pemberian kartu askes
Kartu Askes (Asuransi Kesehatan) diberikan kepada keluarga miskin.
Kartu Askes kadang disebut Askeskin (Asuransi Kesehatan Keluarga
Miskin). Dengan kartu Askes. keluarga miskin dapat berobat di rumah
sakit yang ditunjuk dengan biaya ringan atau gratis.
2. Pemberian beras untuk masyarakat miskin (Raskin)
Raskin merupakan program pemberian bantuan pangan dari pemerintah
berupa beras dengan harga yang sangat murah. Dengan raskin diharapkan
masyarakat yang termasuk keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan
pangannya.
3. Pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
BOS diberikan kepada siswa-siswi sekolah mulai dari sekolah dasar
sampai tingkat SLTA. Tujuannya untuk meringankan biaya pendidikan.
Sekarang juga sudah dilakukan program BOS buku. Yakni program
penyediaan buku pelajaran bagi siswa sekolah. Dengan BOS buku
diharapkan orang tua tidak lagi dibebani biaya membeli buku pelajaran
untuk anaknya yang sekolah.
4. Sekolah terbuka
Sekolah terbuka merupakan sekolah yang waktu belajarnya tidak terlalu
padat dan terikat. Sekolah terbuka diperuntukkan bagai siswa yang kurang
mampu. Dengan sekolah terbuka siswanya dapat sekolah meskipun sudah
bekerja.
5. Program pendidikan luar sekolah
Pendidikan luar sekolah biasanya berupa kursus-kursus seperti menjahit,
perbengkelan ataupun komputer. Pemerintah mengadakan program
pendidikan luar sekolah agar anak-anak yang tidak sekolah atau putus
sekolah dapat tetap memiliki ilmu dan ketrampilan.

53
6. Pemberian Bantuan Tunai Langsung (BTL)
BTL diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak berpenghasilan. BTL
merupakan dana kompensasi/pengganti kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM).
7. Pemberian bantuan modal usaha
Bantuan modal usaha diberikan kepada masyarakat miskin yang akan
mengembangkan atau memulai suatu usaha. Biasanya untuk usaha kecil
dan menengah. Bantuan modal usaha ini adalah dalam rangka mengurangi
angka pengangguran dan kemiskinan.
Selain berbagai bantuan dari pemerintah, ada juga pihak-pihak lain
yang juga turut membantu mengatasi masalah sosial, antara lain:
1. Menjadi orang tua asuh bagi anak sekolah yang kurang mampu.
2. Para tokoh agama memberikan penyuluhan tentang keimanan dan moral
dalam menghadapi masalah sosial.
3. Para pengusaha dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan lain
memberikan bantuan, beasiswa, modal usaha, penyuluhan, dan pendidikan.
4. Lembaga-lembaga dari PBB seperti UNESCO, UNICEF dan WHO
memberikan bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi
masalah sosial.
5. Organisasi pemuda seperti karang taruna dan remaja masjid mendidik dan
mengarahkan para pemuda putus sekolah untuk berkarya. Sehingga ikut
mengatasi masalah pengangguran.
6. Perguruan tinggi melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan
memberikan berbagai penyuluhan, bakti sosial ataupun melatih
keterampilan.

7. KERANGKA PENGETAHUAN, NILAI DAN KETERAMPILAN PADA


PRAKTIK MIKRO DAN MAKRO
Menurut Thelma Lee Mendoza, pekerjaan sosoial merupakan profesi yang
memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya dan
individu dalam hubungan dengan situasi kondisi lingkungannya. Dari

54
pandangan ini, permasalahan dalam bidang pekerjaan sosial erat kaitannya
dengan masalah fungsi sosial, yaitu kemampuan seseorang untuk
menjalankan perannya sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Pada umumnya dalam relasi antara pekerja sosial dengan klien ada prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan oleh pekerja sosial terutama ketika
menerapkan metode bimbingan perseorangan, yaitu:
1. Penerimaan
Prinsip ini mengemukakan bahwa seorang pekerja sosial menerima klien
tanpa menghakimi klien tersebut terlebih dahulu. Kemampuan pekerja
sosial untuk menerima klien dengan sewajarnya akan banyak membantu
perkembangan relasi antara pekerja sosial dengan kliennya.
2. Komunikasi
Prinsip komunikasi ini erat kaitannya dengan kemampuan pekerja sosial
untuk menangkap informasi ataupun pesan yang dikemukakan oleh klien,
baik dalam bentuk komunikasi yang verbal, yang diungkapkan klien
ataupun sistem klien, maupun bentuk komunikasi non verbal.
3. Individualisasi
Prinsip individualisasi pada intinya menganggap setiap individu berbeda
dengan yang lainnya, sehinngga seorang pekerja soaial haruslah
menyesuaikan cara memberi bantuan dengan setiap kliennya, guna
mendapatkan hasil yang diinginkan. Dengan adanya prinsip individualisasi
ini maka seorang pekerja sosial dibekali dengan pengetahuan bahwa setiap
individu adalah unik, sehingga pendekatan yang diutamakan adalah kasus
per kasus dan bukannya penggeneralisasian.
4. Partisipasi
Berdasarkan prinsip ini, seorang pekerja sosial harus mengajak kliennya
untuk berperan aktif dalam upaya mengatasi permasalahan yang
dihadapinya, sehinnga klien ataupun sistem klien juga mempunyai rasa
tanggung jawab terhadap keberhasilan proses pemberian bantuan tersebut.
Karena tanpa ada kerja sama dan peran serta dari klien maka upaya
pemberian bantuan sulit untuk mendapat hasil optimal.

55
5. Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan ini akan memungkinkan klien ataupun sistem klien
mengungkapkan permasalahan yang ia hadapi dengan rasa aman, karena ia
yakin bahwa apa yang ia utarakan dalam hubungan kerja sama dengan
pekerja soaial akan tetap dijaga oleh pekerja sosial agar tidak diketahui
oleh orang lain.
6. Kesadaran diri pekerja social (worker self-Awarness)
Prinsip ini menuntut pekerja social untuk bersikap professional dalam
menjalin relasi dengan kliennya, dalam arri bahwa pekerja sosial harus
mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak terhanyut oleh
permasalahan yang dihadapi oleh kliennya. Pekerja sosial di sini haruslah
tetap rasional, tetapi mmpu menyelami perasaan kliennya secara obyektif.
Dengan kata lain, pekerj sosial haruslah menerapkan sikap empati dalam
menjalin relasi dengan kliennya.[3]
Untuk menjadi seorang pekerja sosial profesional haruslah memiliki
komponen-komponen keahlian dasar yang terdiri atas: pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional. Dengan bekal komponen-komponen
dasar tersebut baik yang didapat dari pendidikan formal maupun dari
pengalaman-pengalaman praktiknya maka pekerjaan sosial profesional
diharapkan dan dituntut untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang
timbul sebagai akibat dari adanya pembangunan.
Praktik pekerjaan sosial dapat membantu terwujudnya suatu usaha
kesejahteraan sosial. Praktek pekerjaan sosial tersebut dilandasi oleh tiga
komponen penting yang menjadi bagian dari landasan praktik pekerjaan
sosial. Komponen pengetahuan dan keterampilan adalah bagaimana
penerapan ilmu-ilmu sosial dalam praktek pekerjaan sosial sedangkan
komponen sikap merupakan landasan sikap profesional dalam pekerjaan
sosial.
Di dalam prakteknya pekerjaan sosial didasarkan atas pengetahuan dan
keterampilan yang diorientasikan melalui tindakan. Pengetahuan ini
meliputi Human Behavior and social environment, social welfare system,

56
methods of social work, and research. Dengan demikian maka tanggung
jawab utama seorang pekerja sosial adalah menerapkan pengetahuan
dalam pemecahan masalah.
Oleh sebab itu praktek pekerjaan sosial sebagai pelayanan profesional
dapat dipertanggungjawabkan, karena pada dasarnya praktek ini
menerapkan atau mewujudkan pengetahuan (knowledge) dan nilai (value).
Untuk dapat mempraktekkan secara bertanggungjawab maka diperlukan
keterampilan-keterampilan (skills).
Naomi I. Brill dan Leonora Serafica de Guzman menyatakan bahwa
keterampilan-keterampilan pekerjaan sosial terdiri dari :
1. Diferential Diagnosis, keterampilan ini berhubungan dengan
kemampuan pekerja sosial untuk memahami keunikan klien serta
situasinya serta menyesuaikan tekniknya terhadap klien. Disini pekerja
sosial diharapkan mampu mendiagnosa perbedaan-perbedaan tersebut,
berarti tidak dibenarkan untuk menangani masalah dengan cara yang sama
2. Timing, manusia pada dasarnya mempunyai masalah terus menerus.
Namun di dalam menangani atau memecahkan suatu masalah, seorang
pekerja sosial dibatasi oleh waktu, disini berarti pekerja sosial harus
mempunyai keterampilan untuk merencanakan dan menggunakan waktu
secara tepat.
3. Partialization, masalah pada dasarnya kompleks, yaitu luas dan
komprehensif. Untuk dapat memahaminya para pekerja sosial harus
mempunyai keterampilan untuk memisah-misahkan serta membantu klien
memikirkan masalah itu dan memutuskan dimana titik mulai penanganan
masalah.
4. Focus, masalah sosial mempunyai banyak dimensi dan masing-
masing dimensi saling berinteraksi. Untuk itu pekerja sosial harus mampu
memfokuskan salah satu dimensi sebagai point of entry.
5. Establishing Partnership, keterampilan ini berhubungan dengan
kerja bersama antara pekerja sosial dengan klien dalam mememahami
tugas-tugas dan peranan-peranan satu sama lainnya.

57
6. Structur, keterampilam penstrukturan berhubungan dengan
kemampuan pekerja sosial untuk menentukan setting dan batas-batas yang
dapat lebih berguna terhadap pekerjaan yang akan dilakukan. Disini
ditentukan dapat tidaknya dilakukan, kapan, dan dimana diadakan
konsultasi, hal-hal apa yang diperlukan dan sebagainya. (brill, 1978;128-
132 dan Guzman 1983:100-104).[4]
Sedangkan keterampilan-keterampilan dasar yang perlu dimiliki oleh
pekerja sosial dikemukakan pula oleh Armando Morales dan Bradford W.
Sheafor sebagai berikut :
1. Basic helping skills yaitu keterampilan dasar dari pekerja sosial.
Antara lain penerapan skill di dalam berhubungan dengan klien
(relationship), cara bertindak yang rasional termasuk kemampuan
mengumpulkan data collection, kemampuan mengumpulkan data analisis
dan aksi.
2. Engagement skills, adalah proses melayani orang sebelum menjadi
klien, pekerja sosial dapat menjelaskan pelayanan apa yang ada pada
lembaga tempat kita bekerja dan calon klien tersebut sebaiknya
mengetahui lembaga pelayanan yang ada di luar.
3. Observation skills , yaitu keterampilan untuk melakukan
pengamatan. Pekerja sosial bukan hanya mengamati dengan mata dan
telinga tetapi juga dengan hati.
4. Comunnication skills, yaitu kemampuan berkomunikasi.
5. Emphaty skills, yaitu keterampilan untuk merasakan apa yang
sedang dirasakan orang lain hingga kita dapat menggunakan akal pikiran
kita untuk membantu memecahkan masalah.[5]
Selanjutnya pekerja sosial harus memahami berbagai pendekatan lain di
luar keterampilan-keterampilan tersebut di atas dan dapat memilih satu
diantaranya yang paling tepat untuk suatu tujuan tertentu. Akan tetapi
seringkali pekerja sosial dihadapkan pada satu situasi yang mengandung
prasangka-prasangka teoritis terpaku pada teori-teori ilmiah tertentu yang
dapat mempengaruhi usahanya untuk menyusun tugas-tugas dalam

58
pekerjaannya dan juga tujuan-tujuannya. Dengan kata lain ada suatu
anggapan bahwa terdapat kesenjangan antara teori yang dipelajari dengan
praktek yang dilaksanakan dalam proses pemberian bantuan. Dengan
demikian keterampilan pekerjaan sosial perlu diarahkan kepada situasi dan
kondisi permasalahan yang sering timbul di masyarakat agar praktek
pemberian bantuan dari pekerjaan sosial dapat berfungsi secara taat waktu
dan taat asas.
Selain itu pekerjaan sosial juga dipengaruhi oleh berbagai nilai. Pekerjaan
sosial menyatakan pentingnya nilai-nilai sebagai suatu dimensi yang besar
dalam praktek profesionalnya. Oleh sebab itu pekerja sosial menempatkan
posisi yang didasarkan atas suatu nilai-nilai. Nilai-nilai secara umum dapat
diartikan sebagai pusat pandangan setiap orang tentang bagaimana
menjalani hidup ini. Artinya nilai-nilai merupakan suatu pedoman tingkah
laku bagi setiap orang dalam melakukan tindakan di suatu lingkungan
tertentu guna mencapai tujuan-tujuannya.
Praktik pekerjaan sosial selalu berdasarkan pada nilai masyarakat, karena
profesi pekerjaan sosial mendapat misi untuk melaksanakan sebagian dari
fungsi masyarakat. Oleh sebab itu praktik pekerjaan sosial akan
mengambil dan dipengaruhi oleh nilai masyarakat. Jadi suatu profesi harus
selaras dengan nilai-nilai masyarakat. Praktik pekerjaan sosial di Indonesia
harus yang sesuai dan mendukung nilai masyarakat Indonesia.
Pengetahuan pekerjaan sosial dapat diambil dari mana saja, tetapi kita
perlu menyaringnya untuk disesuaikan dengan nilai masyarakatnya. Nilai
belum tentu merupakan hal yang dipraktikkan di dalam masyarakat atau
dengan kata lain apa yang dipraktikkan di dalam masyarakat belum tentu
merupakan kegiatan untuk mencapai/melaksanakan nilai. Jadi nilai
masyarakat sebagai salah satu sumber nilai profesi, karena profesi
sebenarnya lahir sebagai perwujudan dari pelaksanaan nilai masyarakat.
Konsep nilai banyak dibahas di dalam literatur pekerjaan sosial, karena
nilai mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam pelaksanaan praktik
pekerjaan sosial. Pekerja sosial dalam melaksanakan tugas-tugasnya selalu

59
dipengaruhi oleh nilai-nilai. Menurut Armando Morales dan Bradford W.
Sheafor sebagai berikut :
Nilai pekerjaan sosial yang meliputi:
1. Nilai-nilai personal (personal value)
2. Nilai-nilai profesi (profesional value)
3. Nilai-nilai pribadi (values of clients)
4. Nilai lembaga tempat pekerja sosial bekerja
5. Nilai masyarakat dimana praktek pekerjaan sosial dilaksanakan.[6]
Nilai-nilai dasar pekerjaan sosial berasal dari nilai-nilai masyarakat
demokratis yang menekankan penghargaan pada martabat dan harga diri
manusia, serta antar hubungan yang saling menguntungkan diantara
individu dengan masyarakat. Kemudian di dalam praktiknya, nilai-nilai
tersebut dirumuskan menjadi prinsip-prinsip dasar pekerjaan sosial yang
akan menjadi landasan bagi praktik pekerjaan sosial profesional.
Prinsip-prinsip dasar pekerjaan sosial tersebut meliputi: keyakinan akan
martabat dan harga diri manusia, keyakinan akan adanya hak manusia
untuk menentukan nasibnya sendiri, keyakinan akan adanya hak yang
sama bagi setiap manusia, serta keyakinan akan adanya tanggung jawab
sosial dalam pelaksanaan tugas-tugas kehidupan setiap manusia termasuk
tugas profesionalnya.
Selanjutnya dalam praktik, pekerja sosial dituntut untuk mengenali,
memahami, serta menginternalisasikan beberapa nilai sebagai berikut :
1. Penerimaan (acceptance)
2. Komunikasi (communication)
3. Partisipasi (participation)
4. Bersikap adil, tidak terlalu memuji ataupun mencela
5. Menghargai kerahasiaan dari privacy kliennya
6. Mawas diri pada pekerja sosial
7. Memakai rasio dalam memberikan tanggapan yang objektif
8. Fleksibel[7]

60
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa sikap pekerja sosial dilandasi
oleh prinsip-prinsip dasar profesional, nilai-nilai masyarakat secara umum
serta nilai-nilai masyarakat tempat dilaksanakannya praktik pekerjaan
sosial. Dan pada dasarnya sikap profesional tersebut terletak pada
pengendalian diri pekerja sosial untuk tetap mampu bersikap objektif tanpa
pernah kehilangan sikap sebagai manusia biasa. Dapat pula diartikan sikap
profesional pekerja sosial terutama berarti kemampuannya untuk
mengenali dan menggunakan dirinya sendiri dalam suatu hubungan
profesional dengan kliennya. Seperti juga hal pekerja sosial harus memilih
kemampuan untuk memahami berbagai aspek pada klien serta lingkungan.
Pemilikan sikap profesional tersebut merupakan proses dan merupakan
hasil belajar dari para pekerja sosial itu sendiri baik dari penelaahannya
maupun pengalamannya secara praktis. Pemilikan sikap tersebut tidak
diragukan lagi dalam proses pemberian bantuan, sehingga hubungan
pemberian bantuan bukan diciptakan oleh teknik-teknik pemberian
bantuan melainkan oleh pemberi bantuan itu sendiri dalam hal ini adalah
pekerja sosial profesional.
Kerangka nilai pekerjaan sosial juga berfungsi sebagai filter di dalam
upaya pengadopsian maupun pengembangan aspek-aspek ilmu
pengetahuan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku di dalam masyarakat dimana praktik pekerjaan sosial dilakukan.
Nilai-nilai yang bersumber dari kerangka pengetahuan ilmiah pekerjaan
sosial yang turut melengkapi kerangka nilai pekerjaan sosial dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Nilai tentang konsepsi orang yang mencakup:
a. Pekerja sosial percaya bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri.
b. Setiap orang mempunyai kemampuan dan dorongan untuk berubah,
sehingga dapat lebih meningkatkan taraf hidupnya.
c. Setiap orang mempunyai tanggungjawab kepada dirinya dan juga
kepada orang lain di dalam masyarakat.

61
d. Orang memerlukan pengakuan dari orang lain.
e. Manusia mempunyai kebutuhan dan setiap orang pada prinsipnya
unik serta berbeda dengan orang lainnya.
2. Nilai tentang masyarakat yang perlu menyediakan hal-hal yang
dibutuhkan oleh setiap orang yang mencakup:
a. Masyarakat perlu memberikan kesempatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan setiap orang agar mereka dapat merealisasikan semua
potensinya.
b. Masyarakat perlu menyediakan sumber-sumber dan pelayanan-
pelayanan untuk membantu orang memenuhi kebutuhan mereka dan
menghadapi atau memecahkan permasalahan yang dialami.
c. Orang perlu diusahakan agar mempunyai kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi di dalam masyarakatnya.
3. Nilai yang berkaitan dengan interaksi antar orang, yang mencakup:
a. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang mengalami masalah perlu
dibantu (oleh orang lain).
b. Pekerja sosial percaya bahwa di dalam usaha memecahkan masalah
orang/klien perlu respek dan diberi kesempatan untuk menentukan
nasibnya sendiri.
c. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang perlu dibantu dan
diingatkan interaksinya dengan orang lain untuk membangun sesuatu.
Masyarakat yang mempunyai tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan
setiap anggota/ warganya.[8]

http://www.bukupr.com/2012/03/upaya-mengatasi-masalah-sosial.html
https://happy-jnb.blogspot.co.id/2013/02/kebijakan-penanganan-
masalah.html
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Downloads&d_op=view
downloaddetails&lid=381

62
http://wwwdayatranggambozo.blogspot.co.id/2012_02_01_archive.htm
l
https://imambager45.blogspot.co.id/2015/12/pengetahuan-
keterampilan-dan-nilai.html
[1] Isbandi Rukminto Adi, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu
Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), hal.
10.
[2] UNESCO, Modul 3 Pekerjaan Sosial, (Perancis: Ag2i
Communication), hlm. 11.

[3] Isbandi Rukminto Adi, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu


Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Hal
16-19
Kerangka Pengetahuan ( Body Of Knowledge )
Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada klien harus
mempergunakan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah teruji
ketepatan dan kevaliditasnya.
Marry Richmod (1917) mengelompokkan pengetahuan Pekerjaan
Sosial ke dalam tiga golongan :
1. Pengetahuan tentang klien, baik klien sebagai individu, kelompok
maupun masyarakat.
2. Pengetahuan tentang lingkungan sosial, yaitu pengetahuan yang
berkaitan dengan masyarakat dan kebudayaan
3. Pengetahuan tentang profesi pekerjaan sosial profesional
Elemen pengetahuanPekerjaan Sosiala menurut asosiasi sekolah-
sekolah Pekerja Sosial di Amerika Serikat (1944), adalah Social
Casework, Social Groupwork, Community Organiation/ Community
Development, Social Research and Statistic, social Welfare
Administration, Public Welfare and Child Welfare, Medical
Information, and Psychiatric Information.

63
b. Kerangka Nilai ( Body of Value)
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik.
Pekerjaan Sosial dalam melaksanakan tugas-tugasnya dipengaruhi oleh
nilai-nilai:
1. Nilai Pribadi Pekerjaan Sosial
2. Nilai Profesi Pekerjaan Sosial
3. Nilai Klien atau Kelompok Klien
4. Nilai Masyarakat
Morales dan Sheafor mengelompokkan elemen nilai dalam praktik
Pekerjaan Sosial sebagai berikut:
1. Niai pekerjaan Sosial (Nilai Personal dan Nilai Profesi)
2. Nilai Pribadi (Nilai Klien)
3. Nilai Lembaga (Tempat dimana pekerja sosial bekerja)
4. Nilai Masyarakat (Dimana praktek pekerja sosial dilaksanakan)

Sumber nilai pekerjaan Pekerjaan Sosial pada dasarnya dikelompokkan


menjadi 4 Kelompok:
1. Nilai Masyarakat (Societal Values)
Praktik pekerjaan sosial selalu berdasarkan pada nilai-nilai masyarakat,
karena profesi pekerjaan sosial mendapatkan misi untuk melaksanakan
sebagian dari fungsi-fungsi masyarakat. Oleh sebab itu, praktik
pekerjaan sosial akan mngambil dan dipengaruhi oleh nilai-nilai
masyarakat. Jadi Profesi Pekerjaan Sosial harus selaras dengan nilai-
nilai masyarakat.
2. Kode Etik (Code of Ethic)
Kode etik merupakan rumusan/standar/tuntunan tentang perilaku yang
dianggap baik dan perlu ditunjukkan oleh anggota profesi dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Tujuan dan fungsi kode etik adalah:
a. Melindungi reputasi profesi dengan jalan memberikan kriteria
yang dapat diikuti untuk mengatur tingkah laku anggotanya

64
b. Secara terus-menerus meningkatkan kompetensi dan kesadaran
tanggung jawab bagi para anggota di dalam melaksanakan praktek
c. Melindungi masyarakat dari praktik yang tidak kompeten

3. Agency Purpose (Tujuan lembaga dimana pekerja sosial bekerja)


Pekerja Sosial harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam
lembaga dimana pekerja sosial tersebut bekerja.
4. Theory (Teori)
Setiap teori dari suatu pfesi mempunyai nilai. Nilai teori pekerjaan
sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Nilai tentang konsepsi orang
b. Nilai tentang masyarakat
c. Nilai yang berkaitan dengan interaksi antar orang

c. Kerangka Keterampilan ( Body of Skill)


Keterampilan merupakan komponen penting dalam kerangka referensi
pekerjaan sosial, sebab keterampilan pada prinsipnya merupakan alat
untuk memadukan kerangka pengetahuan dan kerangka nilai.
Sejalan dengan hal tersebut, Naomi I. Brill, menyatakan bahwa
keterampilan-keterampilan daklam profesi pekerjaan sosial meliputi:
1. Differential Diagnosis, manusia pada dasarnya unik, artinya
manusia yang satu berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
permaslahan manusia yang satu akan berbeda dengan ynag lain.
Pekerja sosial diharapkan mampu mendiagnosa perbedaan tersebut.
Keterampilan Differential Diagnosis adalah keterampilan atau
kemampuan pekerja sosial untuk memahami keunikan klien, masalah
dan situasi sosail.
2. Timing, dalam hal ini berarti pekerja sosial harus mempunyai
keterampilan untuk merencanakan dan menggunakan waktu secara
tepat.

65
3. Partialization, Pekerja Sosial harus mempunyai keterampilan
untuk memisah-misahkan yaitu mengelompokkan, mengklasifikasikan,
merealisasikan, menganalisis dan menginterpretasikan masalah,
termasuk didalamnya kemampuan menentukkan prioritas utama
tentang kebutuhan klien
4. Focus, masalah sosial mempunyai banyak dimensi dan masing-
masing saling berinteraksi. Keterampilan ini berkaitan dengan
kemampuan pekerja sosial dalam bekerja sama dengan klien untuk
mengkonsentrasikan kegiatannya terhadap aspek-aspek yang
berpengaruh terhadap permasalahan dan situasi klien.
5. Establishing Partnership, kemampuan ini menunjukkan
kemampuan Pekerja Sosial dalam mengajak klien unuk maupun orang-
orabg atau sistem sosial yang terkait dalam usaha pemecahan masalah.

Keterampilan dasar Pekerjaan Sosial:


1. Keterampilan pertolongan dasar (Basic Helping Skills)
Menolong merupakan suatu proses yang bertujuan dan direncanakan.
Para penolong berelasi dengan orang yang memerlukan pertolongan
juga dengan berbagai kegiatan penyeleksisan dan strategi pertolongan,
karakteristik klien, dan juga karakteristik elemen dari sistem.
2. Keterampilan melakukan Perjanjian (Engangement Skill)
Dalam proses engangement akan meningkat pada saat pekerja sosial
mampu menjalankan peranan dan tanggung jawab serta mampu
menjelaskan hak, tanggung jawab, dan pendapat klien.
3. Keterampilan Berkomunikasi (Communication Skills)
Komunikasi merupakan keterampilan dalam mendengarkan dan
instrument terpenting dalam komunikasi adalah interview.
4. Keterampilan Observasi (Observation Skills)
Keterampilan melihat, bukan hanya yang informational tapi juga
kebenaran dari informasi verbal.
5. Keterampilan Empati (Empathy Skills)

66
Empati adalah proyeksi (pemibndahan) imaginatif sesorang ke dalam
kehidupan .

67

Anda mungkin juga menyukai