Anda di halaman 1dari 93
Seri “KANCIL” berusaha mengembangkan lebih lanjut minat baca dan memperkaya alam pikiran yang telah diperoleh anak lewat seri “CERITA DARI LIMA BENUA” Beberspe ut dat sen 1 SLAMIN BERLIBUR @ & Stohang Se 2. INTAN RASARI# Ditonto Setyonon 2 D1 BAWAH ANCAMAN Dwianto Servawan 4 NUTIARA PERSAFABATAN’@ Dont Setyawan 5. TANTE ROS! @ Dwianto Setyowon 8 7 8 UtaRA AN UTARI © Unis. MENVELAMATKAN SRI BAGINDA @ Dwiento Setyawan TERLIBAT @ Duarte Setyvan 8. AGUS MENEMUKAN AYAHNYA KEMBAU © Marga 7 10 SI AMAN @ Atarcus AS, 11. ANAK NGA JAMAN @ Agus Seach 12. BAZAR @ infor Tab Anando 13. AMIR DI EROPA @ Agus Sevod 14 SEPEDA GAGUK e Dusanto Serrawan 16. BALAM PENGUNGSIAN Jurran Sefaro 16. FANTOMETTE DAN RUMAH BERHANTU @ Georges Chault V7 SERIKAT SAPTA SIAGA 8 Enid Blyton 1B SAPTA SIAGA.RAHASIA JEJAK BUNDAR @ Enid Blyton 19 SAPIA SIAGA MENCARI JEJAK @ End Bon 20 SAPTA SIAGA MEMECARKAN PAKASIA KAPAK MERAH fend Bion 21. MATILDA s Thal de Moles 22. BUKU-BURU LOAK @ ltr Tod Arande 23 TOM SAWYER © Mark Toran 24 CATATAN HARIAN DELPHINE @ Odete Joyeux — 25 BAMBI w Fain Saten 26 TOM BROWN # Thomas Hughes 27 ELISA DI NEGERI AIAIB @ Lewis Coro! 20 ELISA MENENUS CERMIN @ Leos Carol 28. LIMA SEKAWAN D1 PULAU HARTA w End Biyion 430. LIMA SEKAWAN BERAKS! KEMBAL! End Blyton Pate Star 2 8 78146 id Blyton IMA SEKAWAN DY PULAU HARTA Enid Blyton LIMA SEKAWAN DI PULAU HARTA 1G) 2: : Ez 23 2 5 & FIVE ON A TREASURE ISLAND by Enid Blyton All eights reserved Mustration copyright ©1974 Hodder & Stoughton Limited First published in 1942 by Hodder & Stoughton Lid LIMA SEKAWAN DI PULAU HARTA, slibbahasa Agus Setiad GM 78.146 Hak cipta texjemahan Indonesia PT Gramedia Jakarta Hak cipta diindung! oleh Undang-undang. Diterbitkan eleh Penerbt PT Gramedi Jakars 1978, ‘angeota IKAPI Cetakan Pertamsa: September 1978 (Cetakan Kedua: Nopember 1980) Dicetak oleh Peroetakan PT Gramedia Takarta 1 LIBURAN YANG TAK TER- SANGKA AGAIMANA,Bu, sudah ada kaber tentang libur- ‘an kita?” tanya Julian pada suatu pagi. "Bisa- ah kita pergi lagi ke Polseath, seperti biasanya?” "Kurasa tidak bisa, 3 napan di sana penuh keli ini.’ Ketiga anak yang sedang sazapan itu saling ber- pandangan. Mereka kecewa, Karena sebenarya kkepingin sekali ke Polseath. Mereka menyukai ru. mah yang biasa mereka sewa dalam liburan. Pantai i Polseath sangat indah. Enak mandi-mandi di sa- na, Jangan sedih dong,” kata Ayah membujuk. "Ki- ta pasti masih akan berhasil menemukan tempat berlibur yang sama baiknya. O ya, eku dan Ibu kali ini tidak bina Sut dengan kalian. Ibu oudah bereri- ali ini Ayah mengajak ke Skotlandie,” ujar Thu. "Cuma kami berdua saja! Kalian kan sudab cu- kup besar. Sudah bisa mengurus diri sendiri, Kare- nanya kami rase pasti akan senang, bila sekali-se- kali pergi berlibur tidak dengan orang tus. Tepi sekarang ternyata kelian tidak bisa pergi ke Pol- seath, Ibu sekarang agek bingung, tak tahu ke mana kalian bisa pergi dalam liburan nanti.” "Bagaimana kalau mereka ke Paman Quentin?” kata Ayah tiba-tiba. Paman Quentin itu adik Ayah, i paman anak-anek. Mereka baru sekali ber: jumpa dengan Paman Quentin. Mereke agak takut padanya. Orangnya jangkung, tak pemah terse- nyum. Apalagi tertasea! Dia seorang serjana yang sangat pintar. Ie boleh dibilang terus-menerus si- Duk dengan ilmunya saja, Paman Quentin tinggel di tepi laut. Cuma ituleh yang diketabui anak-anak tentang paman mereka itu “Quentin?” tanya Tbu agak heran. "Kenapa tiba teringat padanya? Kurasa dia takken senang. ka ada anak-anak yang ribut bermain-main dalam rumahnya.’ "Soalnya begini,” kata Ayah menerangkan du- duk perkara. "Baru-baru ini aku bertemu dengan terinya di kota, karena ada urusan sedikit. Kura: keuangan mereka saat ini agak sempit. Kata Fan- ny, dia akan senang sek: da orang menginap di rumah mereka, supaya ada tambahan penghasil- an.” Fanny adalah isteri Paman Quentin, jadi bibi anak-anak. "Kau kan tahu, mereka tinggal di tepi laut,” ke ta Ayah melanjutian keterangannya. "Mungkin co- cok sekali untuk tempat berlibur bagi anak-anel Fanny ramah sekt nak-anak takkan meng: lami kekurange Ya, betul juge,” sambut Ibu. "Dan mereka kan juga punya seorang anak. Siapa lagi namenya — masakan sampai bisa lupa. Nanti dulu, agak aneh kedengarannya — ah ya, aku ingat lagi sekerang. Georgina. Berapa umurnya sekarang, ya? Kurasa kurang lebih sebelas tahun.” Sama dengan aku,” kata Dick. "Bayangkan, ta punya saudara sepupu yang belum pernah kita li- hat, Tentunya dia sangat kesepian. Aku bisa ber- main bersama-sama Julien dan Anne. Tapi Georgi- 4 na anak tunggal. Kurasa pasti dia akan gembira jika kita datang.”” "Ya, kata Bibi Fanny anaknya akan senang jike ada teman datang,” ujar Ayah. ”Kurasa kalau aku sekarang meneleponnya untuk mengurus kedatang- fn anak-anak ke sana, persoalannya akan beres Dengannya Fanny akan agak tertolong, sedang Georgina pasti akan gembira karena ada teman- man bermain selama liburan. Dan kita bisa tenang, karena ketiga anak kita terurus bail Anak-anak mulai merasa tertarik. Tentunya asvik, pergi ke suatu tempat yang belum pernah cidatangi, dan tinggal bersama seorang saudare sepupu yang belum mereka kenal. Di sana ada tebing yang tinggi? Ada batu-batu an pasir?" tanya Anne bertubi-tubi. "Tempatnya enak atau tidak?” “Aku tak begitu ingat,” jawab Ayah. "Tapi aku ‘merasa pasti, tempat. itu mengasyikkan. Pokoknya kalian akan senang di sana! Namanya Teluk Kir- rin. Bibi Fanny dilahirkan di dan biar ba- gaimana takkan mau pergi dari sana.” “Avo dong, Yah — telepon Bibi Fanny, dan nyakan apakah kami bisa ke sana!” seru Dick tak sabar lagi. "Kurasa tempat itu cocok sekali bagi ke mi. Kedengarannya seperti banyak petualangan yang bisa dialami di sana!” h, kau ini kan selalu begitu! Ke mana saja kaw pergi, selalu kaukatakan tempat itu banyak petu: langannya,” ujar Ayah sambil tertawa. "Baiklah! Kutelepon saja dia sekarang. Kita lihat nanti, b rangkali kalian beruntung.” Anak-anak sudah selesai sarapan. Mereka me- nunggu Ayah yang akan menelepon. Ayah pergi ke ruang tengah. Kedengaran kesibukannya menele- pon. ”Mudah-mudahan saja berhasil,” harap Julian. tahu, seperti apa 'saudara sepupu ermama Georgina itu. Namanya aneh, ya? Seperti nama anak laki-laki. Kata Tbu tadi ‘umurnya kira-kira sebelas tahun. Setahun lebih mu- da dari aku. Seumur dengan kau, Dick, dan satu ta- hhun lebih tua dari Anne. Mestinya dia cocok de- ngan kita. Pasti akan asyik kita bermain bersama- sama.” Sesudah menelepon selama kurang lebih sepuluh menit, Ayah kembali. Melihat mukanye, dengan se- gera anak-anak tahu bagaimana hasil pembica- raannya, Ayah tersenyum lebar. gembira mende- ngamya. Katanya untung sekali jika Georgina men- dapat teman. Anak itu selalu seorang diri. Ke mana- mana tidak berteman. Bibi merasa senang dititipi kkalian. Hanya kelian harus hati-hati, jangan sem- pai Paman Quentin terganggu. Dia sangat sibuk be- kkerja, dan cepat marah jika merasa terganggu.” "Kami takkan ribut jika di dalam ramab,” kata Dick. "Sungguh, kami berjanji. Aduh, asyik! Ka- pan kita pergi, Yal "Minggu depan, jika Ibu bisa selesai saat itu,” ka- ta Ayah. Ibu mengangguk. "Bisa saja,” katanya. "Tak banyak yang harus persiapkan untuk mereka. Hanya pakaian renang, baju kaos dan celana pendek. Cuma itu saja. P kaian mereka sama semua.” "Wah, enak! Kita bisa pakai celana pendek la- gi,” seru Anne girang, sambil menandak-nandak da- Jam kemar. "Aku bosan, terus-terusan memakai pa- kaian seragam sekolah. Aku kepingin memakai ce- Jana pendek, atau baju renang. Aku kepingin bere- nang dan memanjat-manjat dengan Dick dan Ju- lian.” 6 Sebentar lagi semuanya bisa kaulakukan,” kata Ibu tergelak melihat kelakuan putrinya itu.’ "Tapi jangan lupa menyiapkan alat permainan dan buku- buku yang ingin kalian bawa. Jangan banyak-b nyak, karena tempatnya tidak banyak untuk itu.” “Tahun Ialu Anne ingin membawa serta kelima belas bonekanya sekaligus,” ujar Dick. "Masih ingat, Anne? Menggelikan ‘sekali kau waktu itu, yar" idak,” jawab Anne dengan ketus. Mukenya merah. "Aku sayang pada semua bonekaku. Ki rena bingung memilih, kuputuskan untuk mem- bawa semuanya saje. Itu sama sekali tidak mengge- liken.” Kau juga ingat satu tahun sebelumnya lagi? An- ne kepingin membawa kuda goyangnya,” kata Dick lagi sambil tertawa cekikikan, Kemudian Ibu men- campuri pembicaraan. "Ya, dan Tou ingat ada seorang anak laki-laki bemama Dick, yang pernah merengek-rengek ingin membawa serta dua boneka hitam, satu beruang-be- ruangan, tiga anjing-anjingan dan satu boneka mo- yet ke Polseath.” Sekarang giliran Dick merasa malu. Cepat-cepat berganti pembicaraan, ° ‘Dengan apa kita ke sana, Yah?” tanyanya pada Ayah. "Naik mobil, atau dengan Kereta api?” "Naik mobil,” jawab Ayah. "Barang-barang kita masukkan semuanya ke tempat bagesi. Bagaimana kalau kita berangkat hari Selasa?” ‘Kurasa baik sckali,” kata Ibu. "Dengan begitu kita bisa mengantarkan anak-anak, lalu kembali untuk berkemas dengan tenang. Kemudian hari Jum’et kita berangket ke Skotlandia. Baiklah kita persiapkan saja keberangkatan hari Selasa, Jadi hari Selasa mereka akan berangkat, Anak- anak sudah tak sabar lagi menghitung-hitung hari. 7 Setiap malam Anne mencoret tanggal yang sudah berlalu di penanggalan. Lama sekali rasanya ber- Jalu waktu satu minggu. Tapi akhimnya hari yang di- ‘tunggu-tunggu tiba juga. Dick dan Julian yang ti- dur sekamar, bangun serempak pada suatu pagi. Keduanya memandang ke luar jendela. "Kelibatannya akan cerah hari ini. Horee!” seru Julian gembira sambil meloncat turun dari tempat tidumya. "Entah kenapa, tapi bagiku rasanya pen- ting bahwa hari pertama liburan harus cerah. Yuk, kita bangunkan Anne!” ‘Anne tidur di kamar sebelah. Julian masuk lalu ‘menggoneang-goncang babu adiknya, “Ayo, bangun! Sekarang hari Selasa, dan mata- hari bersinar cerah!” Mungkin kelian akan heran, kenapa Julian be- gitu meributken soal matahari bersinar atau tidak. ‘Tetapi di Ingeris, tidak setiap hari Sang Surya mun- cul untuk memanaskan bumi dengan sinamya. Di sane sering kali berkabut. Atau kalau tidak, hujan. Dan tidak enak bukan, jika bermain-main di alam yang suram? Anne terlompat bangun. Dipandangnya abang- nya dengan wajah gembira, "Akhimya tiba juga hari yang ditunggu-tunggu selama ini!” serunya riang. "Aku sudah kuatir, ja- ngan-jangan hari Selasa takkan pernah tiba. Aduh, aku gembira sekali! Tak sabar lagi rasanya, ingin sekarang juga berangkat.” Mereka berangkat sehabis sarapan. Mobil mere- ka besar, cukup tempat bagi mereka semua. Ibu di depan di samping Ayah, sedang anak-anak duduk di belakang. Kaki mereka diletakkan di atas dua buah oper. Tempat bagasi di belakang penuh dengan s gala macam berang serta sebuah peti kecil. Me- nurut perasaan Ibu, tak mungkin masih ada yang kelupaan. Mereka melewati jalan-jalan kota London yang penuh dengan lalu lintas. Pelan sekali mobil me- reka berjalan. Tetapi ketika sudah di luar kota, mo- bil bergerak lebih laju. Tak lama kemudian sudah sampai di daerah luaran. Ayah melajukan jalan mo- bil. Anak-anak bernyanyi-nyanyi. Mereka selalu bernyanyi, jika bergembira. Kita nanti berpiknik?” tanya Anne. ‘Tiba-tiba ia merasa lapar. “Yah,” kata Ibu. "Tapi kau masih harus sabar dulu, Sekarang kan baru pukul sebelas. Setengah satu nanti kita makan siang, Anne. “Adub,” kelub Anne. "Tak kuat aku menahan la- par sampai saat itu.” Tou memberikan beberapa batang coklat. Anne bersama kedua saudara laki-lakinya makan coklat dengan nikmat, sambil mengarahkan perhatian ke pemandangan yang dilewati. Bukit, hutan dan ta nah pertanian silih berganti. Mereka berpiknik di puncak sebuah bukit, di te- ngah lapangan yang melandai ke arah sebush lem- bah. Lembah itu nampak cerah kena sinar mata- bari. Asyik juga mereka piknik di situ! Anne jeng. keel ketika ada seekor sapi besar berwama coklat da tang mendekat dan memandangnya dengan mata- nya yang besar. Untung Ayah mengusimnya. Ketiga anak itu banyak sekali mekannya. Kata Ibu, pukul setengah lima nanti mereka tidak bisa piknik lagi, Semua roti sudah habis disiket oleh anak-anak, ter- masuk yang disediakan untuk hidangan bersama teh nanti. Jadi mereka akan mampir saja ke sebuah restoran untuk minum teh. Di Inggris, orang biase makan roti pada saat minum teh sekitar pukul se tengah lima sore. Banyak restoran yang khusus menghidangkan teh serta kue-kue dan roti “Pukul berapa kita tiba nanti di rumah Bibi Fan- ny?” tanya Julian sambil mengunyah potongan roti- nya yang terakhir. Ia masih lapar. Rasanya masih sanggup menyikat tiga potong lagi lau tak ada gangguan, sekitar pukul enam,” jawab Ayah. "Nah, siapa mau jalan-jalan sebentar? Untuk melemaskan kaki, karena nanti kita akan Jama duduk terus di mobil.” Schabis jalan-jalan sebentar, mereka masuk lagi ke dalam mobil. Ayah menjalankan kendaraan itu dengan Iaju. Akhimya tiba juga saat minum teh. ‘Anak-anak mulai gelisah. "Pasti kita eudah dekat dengan laut,” ujar Dick. Aku sudah bisa mencium baunye.” Betul juga katanya. Mobil mereka meluncur ke tas sebuah bukit. Dan tiba-tiba di depan mereka terbentang air yang sangat luas. Laut biru yang nang berkilauan kena sinar matabari sore. Ketiga anak itu bersorak serempak. "itu di Adub, bagusnya.” Aku Kepingin berenang sekarang ini juga!" Tak sampsi dua puluh menit lagi, kita akan sampai di Teluk Kirrin,” ujar Ayah menyabarkan, “Ternyata perjalanan kita lancar. Sebentar lagi ‘kan Kelihatan telukenya, Teluk Kirrin termasuk be- sar, dan ada sebuah pulau aneh di ambangnys.” Sementara mobil mereka melaju di jalan yang menyusuri pantai, ketiga anak itu sibuk mencari- cari teluk yang dikatakan oleh ayah mereka. Kemu- dian Julian berteriak gerbira. tu dia! Pasti itu Teluk Kirrin. Lihatlah, Dick — alengkah baguenya. Airya biru sekali!” "Dan lihatlah pulau Kerang yang kecil itu, ‘ujung teluk,” kata Dick. "Aku kepingin ke sana "tu sudah tak perlu Kaukatakan lagi,” kata Tbu. Sekarang kita harus mencari rumab Bibi Fanny. Namanya Pondok z 10 ‘Tek lama kemudian mereka sampai di Pondok Kirrin. Letaknya di atas sebuah bukit rendah yang berada di tepi teluk. Nama Pondok Kirrin agak me- nyesatkan, karena bangunannya sama sekali tidak kecil. Besar dan tua, terbuat dari batu berwara pu- th, Dinding depannya dirambati tanaman mawar. ebunnya kelihatan meriah, penuh dengan bunga- bungaan, “Inilah dia, Pondok Kirrin,” ujar Ayah sambil menghentikan mobil. "Bangunannyr sudah tua, ka- barnya sudab tiga ratus tahun! Mana Quentin? Nah — itu Fanny detang! u I SEPUPU YANG ANEH /ERNYATA Bibi Fanny sudah menunggu-nunggu kedatangan mereka. Begitu melihat ada mobil bethenti di depan, dengan segera ia berlari-lari ke war. Begity melihat Bibi Fanny, dengan segera anak-anak menyukainya. "Selamat datang di Kirrin!” serunya dari jauh. "Halo, apa kabar! Senang sekali rasanya, kalian da- tang ke mari. Wah, bukan main — snak-anak su- dah besar semuanya.” Sesudah berselam-salaman, ketiga anak itu ma- suk ke dalam rumah, Mereka segera menyukai ru- mah itu. Terasa ketuaannya. Seakan-akan me- nyimpan rahasia, Perabotan di dalamnya juga tua, dan indah, "Mana Georgina?” tanya Anne sambil meman- dang berkeliling. Ia mencari-cari saudara sepupu- nya itu, ingin berkenalan, 'Nakal benar anak itu! Tadi sudah kubilang, dia harus menunggu kedatangan kelian di kebun,” ka- ibi Fanny. "Tahu-tahu, sekarang sudah meng- hilang lagi. Perlu kuperingatkan pada kalian, bah- wa mungkin kalian akan menganggap Georgina ‘agak sulit diajak berteman. Maklumlah, selama ini dia selalu sendirian saja. Dan mungkin'saja mula- mula dia tak begitu suka kalian ada i merasa syukur bagi George, karena kalian bisa ke mari. Dia sangat memerlukan teman bermain yang sebaya dengannys ‘Bibi menamakannya George?” tanya Anne he- ‘Saya kira namanya Georgina.” “Memang betul,” jawab Bibi. "Tapi George tak suka jadi anak perempuan, Dia meminta agar kami memanggilnya dengan nama George, seperti anak Joki-laki. Dia bandel sekali. Kalau dipangil Georgi- nna, pasti tak mau menyahut.” ‘Menurut perasaan ketiga anak itu, Georgina se- orang anak yang menarik perhatian. Mereka sangat ingin bahwa dia datang. Tapi yang muncul bukan Georgina alias George, melainkan Paman. Paman, Quentin. Kelihatannya angker sekali. Jangkung, be- rambut hitam, dengan dahi lebar yang berkerut. “Apa kabar, Quentin!” ucap Ayah. "Lama sekali ita tak berjumpa. Mudah-mudahan saja ketiga nck ini tak terlalu mengganggu kesibukanmu.” Quentin sedang sibuk dengan sebuah buku yang sulit,” kata Bibi Fanny. "Tapi untuknya sudah susediakan sebuah kamar yang terpisab. Kurasa dia taken terganggu oleh anak-anak.” Paman Quentin menatap ketiga kemenakannya, lnlu menganggukkan kepala. Tetapi mukanya tetap cemberut, Anak-anak menjadi agak takut melihat- ‘nya, Svukurlah, dia bekerja di tempat yang terpi- seh di rumah itu, “Mana George?” tanya Paman dengan suara be- rat Entablah, tahu-tahu sudah menghilang,” jawab Bibi dengan kesal. "Padahal tadi sudah kukatakan ‘gar menunggu di sini, supaya bisa berkenalan de- ngan ketiga sepupunya.” ‘Anak itu minta dipukul rupanya,” kata Paman. Anak-anak tak tabu pasti, apakah’ Paman hanya bergurau saja atau tidak. "Nah, Anek-anak — mu- ah-mudahan kalian bisa bersenang-senang di sini Dan barangkali saja kalian bisa _mempengaruhi George, supaya dia tidak aneh lagi.” Di Pondok Kirrin tidak ada tempat bagi Ayah dan. Ibu. Karena itu sehabis makan malam dengan ter- 13 bury-buru, mereka pergi menginap di sebuah hotel di kota yang terdekat. Besoknya schabis sarapan, mereka akan segera berangkat lagi ke London. Ja mereka berpisah dari Julian, Anne dan Dick pada ‘malam itu juga. Georgina masih belum muncul juga. "Sayang, kami tidak bisa berjumpa dengan Geor- gina,” kata Ibu, "Salam kami saje padanya, Mu- Sah-mudahan dia senang bermain dengan ketiga ‘Ayah dan Tbu berangkat, Anak-anak memperhatikan mobil besar mereka menghilang di tikungan. Mereka merasa agak kesepian. Tetapi Bibi Fanny cepat-cepat mengajak mereka ke ting- kkat tas, untuk menunjukken tempat mereka tidur. Bibi sangat ramah, sehingga tak lama kemudian ke- tiga anak itu sudah lupa akan kesediban mereka. Julian dan Dick disuruh Bibi tidur di sebuah ke- mar yang miring langit-langitnya, ¢i bawah atap ru- mah. Dari situ teluk bisa dilihat dengan jelas. Ke- dua anak laki-leki itu senang sekali mendapat ka- mar yang demikian bagusnya. Sedang Anne disu- uh tidur bersama Georgina dalam sebuah kamar yang ukurannya egek kecilan. Dari jendela kamar ity nampak tanah berpeya-paya yang terbentang Juas di belakang rumah. Tapi sebuah jendela sam- ping menghadap ke arah laut. Kamar itu menye- nangkan, dengan bunga-bunga mawar yang wan terangguk-angguk ditiup angin di depan jendela, Anne merasa senang diberi kamer itu. "Kenapa Georgina tidak datang-datang juga,” ujar Anne pada Bibi. "Saya kepingin sekali ber- temu dengannys.”” “Anak itu agak aneb,” kata Bibi Fanny. "Ke ang-kadang sikepnya seperti kasar dan sombong ‘Tapi sebenarnya dia sangat baik budi, lagipula se- tia. George selalu berkata sebenarnya. Jika sudah “ sekalibersahabet, tak mungkin diputuskan, lagi olehnya. Sayangnya dia sukar bisa berteman.”” ‘Tiba-tiba Anne menguap lebar-lebar. Kedua sau- daranya memandangnya dengan kening berkerut. Mereka sudah bisa mengira, apa yang akan terjadi berikutnya, Dan benar juga’ perkiraan mereka, “Kasihan, tentunya kau sudah sangat capek, An- ne! Ayo, masuk ke tempat tidur sekerang juga. Ka- lien harus tidur nyenyak malam ini, supaya besok pagi bangun dalam keadaan segar-bugar,” kata Bi- bi Kau ini memang benar-benar goblok,” ujar Dick cengan kesal pada Anne, ketika Bibi sudah ke luar. Kau kan sudah tuhu pikiran orang-orang dewasa, yka mereka melihat kita menguap. Padahal aku ‘adi kepingin jalan-jalan sebentar ke pantai.”” ‘Masf deh,” kata Anne menyesal. "Entah kena. pa, tak bisa Kutahan lagi. Nah, nah — sekarang kaw sendiri juga menguap, Dick! Dan kau juga, Julian.” Memang benar, ketiganya menguap silih bergan- Mereka sudah’sangat mengantuk, capek sehabis, aik mobil begitu lama. Diam-diam, mereka se- benarnya sudah kepingin masuk ke tempat tidur can memejamkan mata, Aku kepingin tabu di mana Georgina saat i kote Anne sewaktu mengucapkan selamat tidur pada kedua abangnya. "Aneh benar dia itu, tidak mau menunggu untuk mengucapkan selamat da- rang. Tidak ikut maken malam, dan sampai seka- rang belum pulang. Padahal dia akan sekamar de- gan aku. Entah pukul berapa dia masuk nant Anne masuk ke kamarnya, Ketiga anak itu sudah lama terlelap, ketika akhir- nya Georgina pergi tidur. Mereka tak mendengar- va, ketika dengan pelan membuka pintu kamar di nana Anne sudah nyenyak. Mereka juga tak tahu jogi, ketika anak itu berganti pakaian dan kemu- 15 dian menggosok gigi. Tak kedengaran oleh mereka derak tempat tidur, ketika Georgina merebahkan diridi atasnya, Ketiga anak itu sudah begitu capek, schingga tak mendengar ape-apa lagi. Tahu-tabu: terjaga dibangunkan sinar matahari pagi. Ketika Anne membuka matanya, mula-mula ia tak tahu di mana dia berada. Anak itu berbaring di tempat tidur yang kecil, sambil menatap langi ngit kamar yang miring. Diperhatikennya bunga- bunga mawar merah yang bergerak-gerak ditiup angin di depan jendele. Tiba-tiba ia teringat kem- bali Aku di Teluk Kirrin — dan sekarang saat berli- bur!” katanya pada diri sendiri. Kakinya diten- dang-tendangkan ke udara oleh karena kegirangan. ‘Kemudian Anne memandang ke tempat tidur satu lagi, yang ada dalam kamar itu. Seorang anak berbaring’ di situ, meringkuk di bawah selimut. Yang kelihatan cuma rambut yang Keriting. Lain ti- dak. Anne menunggu sampai anak yang sedang dur itu kelihatan bangun. He — kau Georgina?” sapanya, ‘Anak yang berbaring itu dengan seketika duduk. Ditatapnya Anne dengan mata yang bira cerah. Rambutnya keriting dipotong sangat pendek, ham- pir sependek anak laki-laki, Mukanya coklat terba- kar sinar matahari. Terikan mulutnya agak cem- berut, sedang keningnya berkerut, Seperti Ayah- nya, Paman Quentin. “Bukan,” jawab anak itu ketus. "Aku bukan Georgina.” “Loh'” Anne berseru heran. "Kalau begitu, kau ini siapa?” "Namaku George,” kata anak itu, "Aku hanya ‘mau menjawab, jika dipanggil dengan nama Geor- ge. Aku benci jadi anak perempuan. Aku tak mau! ‘Aku tak senang berbuat seperti anak perempuan. 16 Lebih asyik kesibukan anak laki-laki. Aku lebih ce- katan memanjat daripada anak leki-laki. Dan bere- nang pun lebih cepat dari mereka! Aku tak kalah ce- katan dengan anak-anak nelayan di pesisir sini, k lau diadu berperahu layar. Kau harus memangeil ‘aku George. Baru aku mau ngomong denganmu. Ke- lau tidak, aku tak mau “Wah! kata Anne. Menurut perasaannya saat itu, saudara sepupu yang baru dikenal ini aneh se- kali. "Baiklah! Aku tak ambil pusing, nama mana yang harus kusebut. Menurut pendapatku, George itu nama yang bagus. Aku tak begitu senang pada nama Georgina, Lagipula, kau kelihatan seperti ‘enak laki-laki.” “Betul?” kata George. Sesaat lenyap kerutan dari dobinya. "Ibu mat i i tukang cukur dengar Doulu, rambutku panjang, eh” Sesaat lamanya kedua anak perempuan itu sa- 1g berpandangan. Kemudian George bertany Kau sendiri — tidak benei rasanya jadi anak pe- rempuan?” “Tentu saja tidak!” jawab Anne. "Soalnya, aku senang memakai gaun yang bagus. Aku suka b main dengan boneka. Dan sebagai anak laki-lal ‘sku tak bisa mengenakan gaun dan bermain de- ngan boneke.” “Uaah! Siapa mau peduli dengan gaun yang bi gus," ujar George mencemoohkan. "Apalagi bo- eka! Kau ini anak kecil.” ‘Anne merasa tersinggung. Sikapmu tidak sopan,” katanya. "Kaulihat saja anti, Abang-abangku tekkan mau mempedulikan, jika kau berlagak tahu segala-galanya. Mereka anak aki sejati, bukannya pura-pura seperti eng- mpai ke babu. Jelek 7 "Biar saja! Kalau mereka jahil, mereka takken kupedulikan,” tukas George sambil meloncat turun dari tempat tidurnya. "Kan bukan aku yang me- ‘manggil kalian. Aku tak mau kalian datang, karena cuma merepotkan saja. Aku sudsh senang hidup sendirian. Sekerang aku harus bergaul dengan anak perempuan konyol yang senang pada gaun dan boneka, dan dua sepupu laki-leki yang goblok-go- blok!” ‘Anne merase awal perkenalan itu tidak bisa dise- but baik. Ia tak mengataken apa-ape lagi. Dengan segera dikenakannya celana jeannya yang kelabu, serta baju kaos merah. George juga memakai jean, tapi baju keosnya yang bias dipakai anak laki-laki Baru seja mereka selesai berganti pakaian, pintu su- dah digedor dari luer. Lama benar kau berpakaian!” seru Julian dan Dick dari luar. "Georgina ada di situ? Georgina, ke- luarlah! Kemi kepingin bertemu.” George membuka pintu dengan kasar, lalu ke luar dengan hidung terangkat tinggi-tinggi. Tak dipe- dulikennya kedua anak laki-laki yang tercengang- ccengang memandangnya. Ia terus berjalan dengan epale terdongak, menuruni tangga menuju ke ting- kat bawah. Ketiga anek yang ditinggalkannya cuma bisa berpandang-pandangan saja. "Dia tak mau menjawab, jika dipanggil dengan nama Georgina,” kata Anne menerangkan duduk perkara, "Kurasa anak itu aneh sekali. Dis tadi bi Jang. dia tidek menginginkan kita datang ke meri, Karena hanya ekan merepotkannya saja, Aku diter- tawakannya’ Sikapnya kasar.” Julian merangkulkan lengannya ke bahu Anne, yang kelihatan agak muram. "Sudablah, tak perlu sedih,” bujuk Julian. "Kite kan masih ada, yang bisa membelamu. Yuk, kita tu- run saja, Aku mau sarapan.”” 18 19

Anda mungkin juga menyukai