Anda di halaman 1dari 15

Tugas Mata Kuliah Pancasila

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa

Disusun Oleh:

Indriani Amelinda

135211018

Politeknik Negeri Bandung

2013/2014
A. Pancasila dalam Era Pra Kemerdekaan

Bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing mulai tahun 1511 sampai dengan 1945 yaitu
bangsa Portugis, Belanda, inggris dan Jepang. Selama penjajahan peristiwa yang menonjol
adalah tahun 1908 yang dikenal sebagai Gerakan Kebangkitan Nasional Pertama, yaitu
lahirnya organisasi pergerakan Budi Utomo yang dipelopori oleh Dr. Sutomo Dan Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Dan 20 tahun kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 ditandai
dengan lahirnya Sumpah Pemuda sebagai titik awal dari kesadaran masyarakat untuk
berbangsa Indonesia, dimana putra putri bangsa Indonesia berikrar : BERBANGSA SATU,
BERTANAH AIR SATU, DAN BERBAHASA SATU : INDONESIA. Pernyataan ikrar ini mempunyai
nilai tujuan yang sangat strategis di masa depan yaitu persatuan dan kesatuan Indonesia.
Niiai yang terkandung selama penjajahan adalah Harga diri, solidaritas, persatuan dan
kesatuan, serta jati diri bangsa.
Dimulai dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1949; dimana pada tanggal 8 Maret 1948
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang me!alui Perjanjian Kalijati. Selama
penjajahan Jepang pemuda pemudi Indonesia dilatih dalam olah kemiliteran dengan tujuan
untuk membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur Raya. Pelatihan tersebut melalui
Seinendan, Heiho, Peta dan lain-lain, sehingga pemuda Indonesia sudah memiliki bekal
kemiliteran. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu disebabkan
dibom atomnya kota Hirosima dan Nagasaki. Kekalahan Jepang kepada Sekutu dan
kekosongan kekuasaan yang terjadi di Indonesia digunakan dengan sebaik-baiknya oleh para
pemuda Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Dengan semangat juang yang tidak kenal
menyerah yang dilandasi iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta keikhlasan
berkorban telah terpatri dalam jiwa para pemuda dan rakyat Indonesia untuk merebut
kemerdekaannya, yang kemudian diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh
Soekarno-Hatta. Setelah merdeka bangsa Indonesia harus menghadapi Belanda yang ingin
menjajah kembali Indonesia dengan melancarkan aksi militernya pada tahun 1948 (Aksi
Militer Belanda Pertama) dan tahun 1948 (Aksi Militer Belanda Kedua), dan pemberontakan
PKI Madiun yang didalangi oleh Muso dan Amir Syarifuddin pada tahun 1948. Era merebut
dan mempertahankan kemerdekaan mengandung nilai juang yang paling kaya dan lengkap
sebagai titik kulminasinya adalah pada perang Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Nilai-nilai
kejuangan yang terkandung dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah
sebagai berikut :

1.Nilai kejuangan relegius (iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa).
2. Nilai kejuangan rela dan ikhlas berkorban.
3. Nilai kejuangan tidak mengenal menyerah.
4. Nilai kejuangan harga diri.
5. Nilai kejuangan percaya diri.
6. Nilai kejuangan pantang mundur.
7. Nilai kejuangan patriotisme.
8. Nilai kejuangan heroisme.
9. Nilai kejuangan rasa senasib dan sepenanggungan.
10. Nilai kejuangan rasa setia kawan.
11. Nilai ke juangan nasionalisme dan cinta tahah air
12. Nilai kejuangan persatuan dan kesatuan.
B. Era Kemerdekaan
Pada awal mengisi kemerdekaan timbul berbagai masalah antara lain timbul
pergantian kabinet sebanyak 27 kali dan terjadinya berbagai pemberontakan-
pemberontakani seperti : DIITII, APRA, RMS, Andi Azis, Kahar Muzakar, PRRI/Permesta, dan
lain-lain serta terjadinya berbagai penyimpangan dalam penyelenggaraan negara sehingga
timbul Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 untuk kembali pada UUD 1945,
penyimpangan yang sangat mendasar adalah mengubah pandangan hidup bangsa
Indonesia Pancasila menjadi ideologi Komunis, yaitu dengan meletusnya peristiwa G30S/PKI.
Peristiwa ini dapat segera ditumpas berkat perjuangan TNI pada waktu itu bersama-sama
rakyat, maka lahir Orde Baru yaitu kembali kepada tatanan kehidupan yang baru dengan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara mumi dan konsekuen. Selama Orde Baru
pembangunan berjalan lancar, tingkat kehidupan rakyat perkapita naik, namun
penyelenggaraan negara dan rakyat bermental kurang baik sehingga timbul korupsi, kolusi
dan nepotisme (KKN) mengakibatkan krisis keuangan, krisis ekonomi dan krisis moneter
serta akhimya terjadi krisis kepercayaan yang ditandai dengan turunnya Kepemimpinan
Nasional, kondisi tersebut yang menjadi sumber pemicu terjadinya gejolak sosial. Kondisi
demikian ditanggapi oleh mahasiswa dengan aksi-aksi dan tuntutan Reformasi, yang pada
hakekatnya reformasi adalah perubahan yang teratur, terencana, terarah dan tidak
merubah/menumbangkan suatu yang sifatnya mendasar Nilai yang terkandung pada era
mengisi kemerdekaan adalah semangat dan tekad untuk mencerdaskan bangsa,
mengentaskan kemiskinan dan memerangi keterbelakangan, kemandirian, penguasaan
IPTEK serta daya saing yang tinggi berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 sehingga siap
menghadapi abad ke-21 dalam era globalisasi.
Dari uraian tersebut diatas bahwa sejarah perjuangan bangsa memiliki peranan
dalam memberikan kontribusi niJai-niiai kejuangan bangsa dalam mempertahankan dan
mengisi kemerdekaan untuk tetap utuh dan tegaknya NKRI yaitu SATU INDONESIA SATU.
Proses Bangsa Yang Menegara.
Proses bangsa menegara adalah suatu proses yang memberikan gambaran tentang
bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang ada di dalamnya
merasakan sebagai bagian dari bangsa dan terbentuknya negara merupakan organisasi yang
mewadahi bangsa serta dirasakan kepentingannya oleh bangsa itu, sehingga tumbuh
kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya Bela
Negara. Dalam rangka upaya Bela Negara agar dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta
pola pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya sebagai dorongan/motivasi
adanya keinginan untuk sadar Bela Negara sebagai berikut : Bangsa Yang Berbudaya, artinya
bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya Tuhan disebut Agama;
Bangsa Yang Mau Berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi;
Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan lingkungan, berhubungan sesamanya dan alam
sekitarnya disebut Sosial; Bangsa Yang Mau Berhubungan Dengan Kekuasaan, disebut
Politik; Bangsa Yang Mau Hidup Aman Tenteram dan Sejahtera, berhubungan dengan rasa
kepedulian dan ketenangan serta kenyamanan hidup dalam negara disebut Pertahanan dan
Keamanan.
Pada zaman modern adanya negara lazim_ya dibenarkan oJeh anggapan-anggapan
atau pandangan kemanusiaan. Demikian pula halnya menurut bangsa Indonesia,
sebagaimana dirumuskan di dalam Alinea Pertama Pembukaan UUD 1945, adanya Negara
Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga
penjajahan, yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan harus
dihapuskan. Apabila dalil inj kita analisis secara teoritis, maka hidup berkelompok baik
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi
sesama manusia (penjajahan) harus berperikemanusiaan dan harus berperikeadilan. Inilah
teori pembenaran paling mendasar dari pada bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang
kedua yang memerlukan suatu analisa ialah bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa,
mengapa dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang
kadang-kadang dapat saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi
oleh pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya, sehingga perlu kita pahami filosofi
ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam
kaitannya dengan ideologinya. Namun di dalam penerapannya pada zaman modern, teori
yang universal ini didalam kenyataannya tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak bangsa
yang menuntut wilayah yang sama, demikian pula halnya banyak pemerintahan yang
menuntut bangsa yang sama. Orang kemudian beranggapan bahwa pengakuan dari bangsa
lain, memerlukan mekanisme yang memungkinkan hal tersebut adalah lazim disebut
proklamasi kemerdekaan suatu negara.
Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi pula perdebatan di dalam PPKI, baik
didalam membahas wilayah negara maupun di dalam merumuskan Pembukaan UUD 1945
yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah Proklamasi. Oleh karena itu merupakan
suatu kenyataan pula bahwa tidak satupun warga negara Indonesia yang tidak menganggap
bahwa terjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu Proklamasi 17
Agustus 1945, sekalipun ada pihak-pihak terutama luar negeri yang beranggapan berbeda
dengan dalih teori yang universal
C Pancasila dalam Era Orde Lama

A. Sejarah Perkembangan Pancasila Orde Lama


Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah
dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada
akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila
sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak
seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan.
Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat,
agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyelesaikan sebuah revolusi
perjuangan melawan penjajah( nekolim, neokolonialisme ) serta ikut menata dunia agar
bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.
Namun sayangnya kehendak luhur tersebut dilakukan dengan menabrak dan mengingkari
seluruh nilai-nilai dasar pancasila.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpipin.
Setelah menetapakan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar
kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin.
Adapun yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin oleh Soekarno adalah
demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan
makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.

B. Penyimpangan-Penyimpangan Orde Lama


Penyimapangan-penyimpangan di era Orde Lama itu antara lain:
1. Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPR Gotong
Royong. Hal ini dilakukan karena DPR menolak rancangan pendapaan dan belanja Negara
yang diajukan pemerintah.
2. Pimpinan lembaga-lembaga Negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri Negara
yang berarti menempatkannya sebagai pembantu presiden.
3. Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam UUD 1945. Hal ini
terbukti dengan keluarnya beberapa presiden sebagai produk hukum yang setingkat dengan
UUD tanpa prsetujuan DPR. Penetapan ini antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Penyederhanaan kehidupan partai-partai politik dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden
nomer 7 than 1959
b) Pembentukan Front Nasional dengan PEnetapan Presiden nomer 13 tahun 1959.
c) Pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota MPRS, DPA dan MA oleh presiden.
4 Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan rancangan undang-
udang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR..

C. Pengamalan Pancasila Di Era Orde Lama


Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering
terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan
pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa itu belum dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada
kekuasaan seorang presiden dan lemahnya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap
kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari
situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G 30 S/PKI yang sangat membahayakan
keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret
19669(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya
Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
D. Pancasila di Era Orde Baru

Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang
terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam
artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa ini. Stabilitas yang
entah semu atau memang riil tersebut, diiringi juga dengan maraknya pembangunan di
segala bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, yang saat ini menimbulkan
romantisme dari banyak kalangan di negara ini, ditandai dengan semakin gencarnya
campaign piye kabare di seantero pelosok nusantara. Menariknya, dua hal yang menjadi
warna Indonesia di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak
lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah (baca: Soeharto)
untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan;
Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak
memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal, kala itu tentunya.

Gencarnya penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru salah satunya


dilatarbelakangi hal bahwa rakyat Indonesia harus sadar jika dasar negara Indonesia adalah
Pancasila itu sendiri. Masyarakat pada masa itu memaknai pancasila sebagai hal yang
patut dan penting untuk ditanamkan, ujar Hendro Muhaimin, peneliti di Pusat Studi
Pancasila UGM. Selain itu menurutnya pada era Orde Baru semua orang menerima Pancasila
dalam kehidupannya, karena Pancasila sendiri adalah produk dari kepribadian dalam negeri
sendiri, dan yang menjadi keprihatinan khalayak pada masa itu adalah Pemerintahnya,
bukan Pancasilanya.

Hendro Muhaimin juga menambahkan bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri
terkesan menunggangi Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai
alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Pada dasarnya, yang salah bukanlah Pancasila,
karena Pancasila dibuat dari penggalian kepribadian bangsa ini, dari cerminan bangsa
Indonesia, maka para pemegang kekuasaan pada rezim itu, yang menggunakan Pancasila
secara politis, adalah pihak yang seharusnya bertanggungjawab akan gejolak-gejolak yang
terjadi, ujarnya. Namun disamping hal-hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era
Orde Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia.
Kepedulian antarwarga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong kala itu sangat dijunjung tinggi.

Selain itu, contoh dari gencarnya penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari
penggunaan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat,
komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas
utamanya. Apabila ada asas-asas organisasi lain yang ingin ditambahkan sebagai asasnya,
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu, muncul juga anggapan bahwa
Pancasila dianggap sebagai pembius bangsa, karena telah melumpuhkan kebebasan
untuk berorganisasi.
Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah
dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi
kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda
dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai
alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru
sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga
Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga
membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu
disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna
memberikan legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa. dalam diri
masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut
dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan
Penataran P4.
- Penyimpangan Pancasila pada masa orde baru
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada demokrasi pancasila era Orde baru antara
lain :
a. Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan tidak adil,
b. Pengekangan kebebasan berpolitik bagi pegewai negri sipil (PNS),
c. Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak mandiri / tidak independen karena para
hakim adalah anggota PNS Departemen Kehakiman,
d. Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat,
e. Sistem kepartaian yang tidak otonomi dan berat sebelah,
f. Maraknya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme diberbagai bidang,
g. Menteri-menteri dan gubernur diangkat menjadi anggota MPR,
h. Organisasi sosial dipegang/dipangku oleh pejabat birokrasi.

Pada masa Orde Baru penguasa menjadikan Pancasila sebagai Ideologi politik, hal ini
bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan
keharusan elemen masyarakat (orpol dan kemasyarakatan serta seluruh sendi kehidupan
masyarakat ) yang harus berasaskan Pancasila.
Berbeda dengan saat era orde baru yang didominasi karismatik Bung Karno. Pada era
orde Baru Pancasila harus diterima masyarakat melalui indomtrinasi dan pemaksaan dalam
sistem pendidikan nasional yang membuat Pancasila melekat erat dalam kehidupan bangsa.
Era orde baru itu pemerintah menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melegitimasi
berbagai produk kebijakan. Dengan berjalannya waktu muncul persoalan yaitu infrastruktur
politik terlalu larut dalam mengaktualisasi nilai dasar, sehingga mulai muncul wacana
adanya berbagai kesenjangan di tengah masyarakat .
Kondisi ini ditambah dengan bergulirnya globalisasi yang menjadikan tidak adanya lagi
sekat-sekat pemisah antarnegara sehingga pembahasan dan wacana yang mengaitkan
Pancasila dengan ideologi atau pemahaman liberalisasi, kapitalisasi dan sosialisasi tak
terelakkan lagi. Dibandingkan dengan ideologi liberal misalnya maka pemecahan persoalan
yang terjadi akan mudah karena ideologi liberal mempunyai konsep jelas ( kebebasan di
bidang ekonomi, ketatanegaraan, agama) demikian juga jika ideologi sosialis (komunis)
menjawab persoalan pasti rumusnya juga jelas yaitu dengan pemusatan pengaturan untuk
kepentingan kebersamaan. Pada pertengahan Orba mulai banyak wacana yang
menginginkan agar Pancasila nampak dalam kehidupan nyata, konkret, tidak angan-angan
semata ( utopia ). Itu berarti Pancasila menjadi ideologi praktis.
Pancasila diposisikan sebagai alat penguasa melalui monopoli pemaknaan dan
penafsiran Pancasila yang digunakan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.
Akibatnya, ketika terjadi pergantian rezim di era reformasi, muncullah demistifikasi dan
dekonstruksi Pancasila yang dianggapnya sebagai simbol, sebagai ikon dan instrumen politik
rezim sebelumnya. Pancasila ikut dipersalahkan karena dianggap menjadi ornamen sistem
politik yang represif dan bersifat monolitik sehingga membekas sebagai trauma sejarah yang
harus dilupakan.
E. Peranan Pancasila di Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara
dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama
terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional
terakhir ini dihadapkan pada situasi yang tidak kondusif sehingga kridibilitasnya menjadi
diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis.

1. Sebagai Paradigma Ketatanegaraan


Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir
atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasa
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini berarti, bahwa setiap gerak langkah bangsa dan
negara Indonesia harus selalu dilandasi oleh sila-sila yang terdapat dalam Pancasila. Sebagai
negara hukum setiap perbuatan, baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat
dan jabatan-jabatan harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi
landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila Pancasila. Sekurang-kurangnya, substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila Pancasila.
2. Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Sosial Politik
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa
nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sbb :

Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,


agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pemgambilan keputusan.
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan
konsep mempertahankan kesatuan.
Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan berada.
Tidak dapat tidak, nilai-nilai keadilan, kejujuran (yang menghasilkan) dan toleransi
bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang Maha Esa.

3. Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Ekonomi


Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana
suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
4. Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Kebudayaan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung
pengertian bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan
kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena
itu smeboyan Bhinneka Tunggal Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut
pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya menjadi prioritas, karena kebudayaan
nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial yang memperkuat persatuan.
Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
5. Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam

1. Dengan berakhirnya peran sosial politik, maka paradigma baru TNI terus
diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian
dari sistem nasional.

6. Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan


Dengan memasukai kawasan filsafat ilmu (philosophy of science) ilmu pengetahuan yang
diletakkan diatas pancasila sebagai paradigmanya perlu difahami dasar dan arah
penerapannya, yaitu pada aspek ontologis, epistomologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu
bahwa hakikat ilmu pengetahuan aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam
upayanya untuk mencari dan menemukan kebenaran dan kenyataan. Ilmu pengetahuan
harus dipandang secara utuh, dalam dimensinya sebagai masyarakat, sebagai proses, dan
sebagai produk. Sebagai masyarakat menunjukan adanya suatu academic community yang
akan dalam hidup kesehariannya para warganya mempunyai concerm untuk terus menerus
menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sebagai proses menggambarkan suatu
aktivitas warga masyarakat ilmiah yang melalui abstraksi, spekulasi, imajinasi, refleksi,
observasi, eksperimentasi, komparasi dan eksplorasi mencari dan menemukan kebenaran
dan kenyataan. Sebagai produk, adanya hasil yang diperoleh melalui proses, yang berwujud
karya-karya ilmiah beserta aplikasinya yang berwujud fisik ataupun non fisik.

Epistimologi, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dijadikan
metode berpikir, dalam arti dijadikan dasar dan arah didalam pengembangan ilmu
pengetahuan ; yang parameter kebenaran serta kemanfaatan hasil-hasil yang dicapainya
adalah nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri. Aksilogi yaitu bahwa dengan
menggunakan epistemologi tersebut diatas, pemanfaatan dan efek pengemabgnan ilmu
pengetahuan secara negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai ideal Pancasila. Lebih dari itu, dengan penggunaan
Pancasila sebagai paradigma, merupakan keharusan bahwa Pancasila harus dipahami secara
benar, karena pada gilirannya nilai-nilai Pancasila kita jadikan asumsi-asumsi dasar bagi
pemahaman di bidang otologis, epistemologis, dan aksiologisnya.

Anda mungkin juga menyukai