Anda di halaman 1dari 16

A.

Dermatitis Seboroik
1. Pengertian
Seborea merupakan keadaan terjadinya produksi sebum (sekret dari kelenjar sebasea)
yang berlebihan pada daerah- daerah tempat kelenjar tersebut terdapat dalam jumlah yang
besar (wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, pada kedua sisi hidung serta bibir atas,
daerah pipi, telinga, aksila, di bawah payudara, lipat paha dan lipatan gluteus di daerah
pantat).
Menurut Brunner & Suddarth (2010), dermatitis seborea merupakan kelainan inflamasi
kronik kulit dengan prediksi di daerah yang banyak dipasok dengan kelenjar sebasea atau
yang terletak di antara lipatan kulit tempat bakteri terdaopat dalam jumlah yang besar.
Dermatitis seboroik merupakan penyakit yang paling umum, kronik, dan merupakan
inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan
berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka serta
telinga. Daerah lain yang jarang terkena adalah daerah presternal dada. Ketombe
berhubungan juga dengan dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik
(Muttaqin & saran, 2013).
Menurut Fitzpatrick (2010), dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous
kronis umum yang mudah dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan dewasa dan
seringkali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit
kepala dan daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan leher.Kulit yang terkena berwarna
merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta.

2. Etiologi
Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui
secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan munculnya dermatitis seboroik,
yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran mikroorganisme, dan kerentanan individu.
Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea), kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13
sampai minggu ke-16 dari kehamilan. Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut,
mensekresikan sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus
berhubungan dengan folikel rambut di seluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak
kaki yang tidak memiliki folikel rambut, dimana kelenjar sebaseus sama sekali tidak ada.
Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di wajah dan kult
kepala. Rambut yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus yang ukurannya besar, sering
memiliki ukuran yang kecil. Terkadang pada daerah tersebut, tidak disebut dengan folikel
rambut, tapi disebut dengan folikel sebaseus.
Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara mengalami proses disintegrasi sel,
Sebuah proses yang dikenal dengan holokrin. Aktivitas metabolik sel dalam kelenjar
sebaseus bergantung status differensiasi. Sel bagian luar terdiri atas sel membran basal,
ukuran kecil, berinti dan tidak mengandung lipid. Lapisan ini mengandung sel yang terus
membelah mengisi kelenjar sebagai sel yang dilepaskan pada proses ekskresi lipid. Selama
sel ini bergerak ke bagian tengah kelenjar, sel mulai menghasilkan lipid dan membesar
mengandung banyak lipid sehingga inti dan struktur sel lain hancur. Sel ini mendekati
duktus sebaseus, sehingga sel akan mengalami desintegrasi dan melepaskan isi.
Seborrhea merupakan faktor predisposisi dermatitis seboroik, namun tidak selalu
didapatkan peningkatan produksi sebum pada semua pasien. Dermatitits seboroik lebih
sering terjadi pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan berhubungan dengan produksi
sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada bayi baru lahir karena kelenjar sebaseus
yang aktif yang dipengaruhi oleh hormon androgen maternal, dan jumlah sebum menurun
sampai pubertas (Fitzpatrick, 2010).
a. Efek Mikroba
Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik, dan jarang ditemukan pada
manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi dermatitis seboroik masih
diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya terjadi pada daerah yang banyak lipid
sebaseusnya, lipid sebaseus merupakan sumber makanan malassezia. Malassezia bersifat
komensal pada bagian tubuh yang banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat berdiri sendiri
karena mereka saling berkaitan dalam menyebabkan dermatitis seboroik (Schwartz,
2007;Fitzpatrick, 2010).

b. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu
abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan pada pasien dermatitis
seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk mencegah asam lemak
untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan komponen utama dari asam lemak sebum
manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip dandruff. Penetrasi bahan dari sekresi
kelenjar sebaseus pada stratum korneum akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan
akan menyebabkan inflamasi serta squama pada kulit kepala. Hasil metabolit ini dapat
menembus stratum korneum karena berat molekulnya yang cukup rendah(<1-2kDa) dan
larut dalam lemak (Gemmer, 2005).

3. Patofisiologi
Menurut Muttaqin & Sari (2013), Seborik merupakan keadaan terjadinya produksi sebum
yang berlebihan pada daerah-daerah dimana kelenjar tersebut berada dalam jumlah besar
(wajah, kulit kepala, alis mata, kelopak mata, kedua sisi hidung serta bibir atas, daerah malar
(pipi), telinga, aksila, dibawah payudara, lipat paha dan lipatan gluteus didaerah pantat).
Dengan adanya kondisi anatomis dimana secara predileksi di daerah tersebut banyak dipasok
kelenjar sebasea atau yang terletak diantara lipatan kulit tempat bakteri dalam jumlah yang
besar sehingga memungkinkan adanya respon inflamasi yang lebih tinggi.

4. Manifestasi Klinik
a. Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema, dengan sisik-sisik yang
berminyak.
b. Penyakit ini sering muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum, seperti kulit
kepala, garis batas rambut, alis mata, glabela (ruang antara alis mata), lipatan
nasolabial, telinga, dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha.
c. Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit kepala dan pada liang
telinga.
d. Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid dan tipe
pityriasiform.
1) Tipe petaloid diawali dengan papul-papul folikuler dan perifolikuler merah
hingga coklat, yang berkembang menjadi bercak-bercak yang mirip bentuk
mahkota bunga.
2) Tipe pitiriasiform mungkin merupakan bentuk berat dari dermatitis seboroik
petaloid. Tipe ini mempunyai bercak-bercak yang mengikuti garis-garis kulit yang
mirip pityriasis rosea. Dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang telinga yang
gambarannya seperti dermatitis kronis.
e. Gejala yang umum lainnya dari dermatitis seboroik adalah blefaritis dengan kerak-
kerak berwarna kekuningan sepanjang pinggir kelopak mata.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Dermatitis Seboroik Kepala
1) Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna
kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket.

Gambar 2.6 Skauma Pada Daerah Berambut


2) Kadang-kadang dijumpai krusta (onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat
yang sudah mengering diatas permukaan kulit) yang disebut Pitriasis Oleosa
(Pityriasis steatoides).

Gambar 2.7 Krusta


3) Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri
disebut Pitiriasis sika (ketombe).
4) Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe.
5) Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi
alopesia dan rasa gatal.
6) Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke
dahi, disebut Korona seboroik.

Gambar 2.8 Dermatitis Seboroik di Area Telinga


7) Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap.
Gambar 2.9 Cradle cap
8) Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar
pada wajah yang terkena.
9) Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot,
dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak
diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi
infeksi bakterial.
b. Dermatitis Seboroik Pada Muka
1) Pada daerah mulut, palpebra (kelopak mata), sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-
lain terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan.

Gambar 2.10 Dermatitis Seboroik Pada Area Dagu


2) Bila sampai palpebra (kelopak Mata), bisa terjadi blefaritis.
3) Sering dijumpai pada wanita.
4) Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi
folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut
dan kumisnya.
5) Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.

c. Dermatitis Seboroik Pada Badan dan Sela- Sela Badan


1) Jenis ini mengenai daerah presternal (anterior sternum), interskapula, ketiak,
inframama, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum).
2) Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada skuama
berminyak berwarna kekuning-kuningan.
3) Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan
sentral.
4) Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan
infeksi sekunder.
Gambar 2.11 Dermatitis Seboroik Pada Area Badan

5. Komplikasi
Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang saluran telinga luar bisa
menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada saluran telinga bagian luar.
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka DS akan meluas ke daerah sternal,
aerola mamae, umbilikus, lipat paha dan daerah anogenital. Karena kerontokan yang
berlebihpun dapat menyebabkan kebotakan (Djuanda, Adhi, 2007).

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan
histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada
dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit.
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik tidak spesifik berupa hiperkeratosis,
akantosis, fokal spongiosis dan parakeratosis. Dibedakan dengan psoriasis yang memiliki
akantosis yang regular, rete ridges yang tipis, eksositosis, parakeratosis dan tidak dijumpai
spongiosis. Neutrofil dapat dijumpai pada kedua jenis penyakit.
Secara umum terbagi atas tiga tingkat : akut, sub akut dan kronik. Pada akut dan sub akut,
terdapat sedikit infiltrat perivaskuler berupa limfosit dan histiosit, ada spongiosis dan
hiperplasia psoriasiformis. Dapat pula ditemukan folikel yang tersumbat oleh proses
ortokeratosis dan parakeratosis ataupun oleh krusta-skuama yang mengandung neutropil
yang menutupi ostium folikularis.
Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai
pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada dermatitis seboroik akut dan
subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit
pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform
ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan
krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran
yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular.
Pada dermatitis seboroik kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial
selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran
psoriasis. Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
a. Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis
maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya.
b. Pemeriksaan serologis untuk menyingkirkan dermatitis atopik. Pemeriksaan
komposisi lemak pada permukaan kulit dimana memiliki karakteristik yang khas
yakni menigkatnya kadar kolesterol, trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar
squalene, asam lemak bebas dan wax ester.
c. Pemeriksaan histopatologi: gambaran dermatitis kronis, spongiosis lebih jelas. Pada
epidermis dapat ditemukan parakeratosis fokal dengan abses Munro. Pada dermis
terdapat pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum papilaris disertai sebukan
sel-sel neutrofil dan monosit.

7. Penatalaksanaan Medis
a. Obat anti inflamasi (immunomodulatory)
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan
steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa
shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan
pada kulit kepala atau krim pada kulit. Kortikosteroid merupakan hormon steroid
yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah
berkembang dengan pesat.
Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis
ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek
vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek anti
inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai dermatoses
yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya efek
antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis DNA berbagai
jenis sel.
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal
1-2x/hari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal potensi
rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah lipatan
atau dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis.
Topikal azole dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal
perhari selama dua minggu). Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini
memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi atrofi, teleangiectasi dan
dermatitis perioral.
Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim
pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi
kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga
terlibat, tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu.

b. Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik
yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik dan
shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti
fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan
rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit
kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti
wajah.

c. Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis
seboroik. Dosis 1x sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu, 1x sehari
regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada wajah.
Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai.
Shampo tersebut dapat diberikan 2-3x seminggu. Ketokonazole (krim atau gel
foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal lainnya
seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti
inflamasi juga. Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium
sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

1) Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat
klien.
2) Keluhan Utama: Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat
palayanan kesehatan adalah gatal pada lesi yang timbul.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh gatal dialami sejak lama atau baru, gatalnya menetap atau hilang
timbul, tampak menggaruk, nampak ada lesi di kaki atau bagian-bagian tubuh
lainnya. Klien biasanya mengalami gatal yang terus menerus, adanya keluhan
yang paling dominan seperti sering gatal/ menggaruk pada area yang memiliki
kelenjar sebasea, terdapat lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit, klien
merasakan gatal, kemerahan dan nyeri disekitar kulit yang terkena dan biasanya
pasien datang kerumah sakit dengan keluhan tersebut.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit ini atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini
c) Riwayat Penyakit Keluarga: Ada anggota keluarga atau teman dekat yang
menderita penyakit serupa.
4) Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian yang dapat
dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. hal itu meliputi
perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau
identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah: Menolak untuk menyentuh atau
melihat salah satu bagian tubuh, Menarik diri dari kontak sosial, Kemampuan untuk
mengurus diri berkurang.
5) Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya gatal kebiasaan sehari-hari klien juga dapat mengalami gangguan,
terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Penyakit ini sering diderita oleh klien
yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi secara bersama-sama,
tidak memperhatikan kebersihan diri dan perlengkapan diri, terutama seperti sepatu
dan kaus kaki.
6) Pengkajian Fungsi Gordon
a) Pola Persepsi Kesehatan: Ketidak tahuan klien tentang informasi dari penyakit
yang dideritanya.
b) Pola Nutrisi Metabolik: Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
meningkat, makan banyak, kurus, makannya sering, kehausan, mual dan muntah.
c) Pola Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, urin encer berwarna pucat dan kuning, perubahan
dalam feses (diare), sering buang air besar dan terkadang diare, keringat
berlebihan, berkeringat dingin.
d) Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain.
Kemampuan klien dalam menata diri apabila tingkat kemampuan 0: mandiri, 1:
dengan alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3 : dibantu orang dan alat 4 : tergantung
dalam melakukan ADL, kekuatan otot dan Range Of Motion, riwayat penyakit
jantung, frekuensi,irama dan kedalam nafas,bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e) Pola Istirahat Dan Tidur: Insomnia sehingga sulit untuk berkonsentrasi, pola tidur
terganggu karena adanya pruritus.
f) Pola Konsep Diri-persepsi Diri: Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan
persepsi terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
7) Pemeriksaan integumen
a) Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah vesikel
yang berkembang menjadi sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit normal,
dengan sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya vesikel berisi
cairan bening yang menjadi keruh. bula akan pecah, pabila bula pecah akan
meninggalkan jaringan parut di pinggiran. Infeksi jamur: lesi pada bagian muka,
leher, ekstremitas, lesi berbentuk cincin atau lingkaran yang khas dan berbatas
tegas terdiri atas eritema, skuama.
b) Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin tua usia seseorang,
kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan jamur
maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah disekitar lesi.
c) Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam keadaan
normal permukaan kulit akan terasa hangat secara keseluruhan. Apabila ada
infeksi biasanya akan memyebabkan hipertermi.
d) Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara mencubit
kulit, berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk semula.
Angka normal turgor < 3 detik.
e) Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke daerah kulit.
Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
f) Lesi: Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
g) Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan. Pemeriksaan
pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang perlu dikaji dari edema adalah
konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
h) Odor: Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak
adekuat.
i) Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.

b. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1) Gangguan Rasa Nyaman b.d Gejala Terkait Penyakit
2) Gangguan Citra Tubuh b.d Penyakit
3) Risiko Infeksi ditandai dengan adanya Gangguan Integritas Kulit

c. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan Dermatitis Seboroik
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman Dalam waktu x 24 jam, a. Manajemen Pruritus
b.d Gejala Terkait status kenyamanan: fisik 1) Tentukan penyebab dari
Penyakit klien dapat ditingkatkan dari terjadinya pruritus
skala 1 (sangat terganggu) 2) Lakukan pemeriksaan
menjadi skala 4 (sedikit fisik untuk
terganggu), dengan kriteria mengidentifikasi
hasil: terjadinya kerusakan
a. Gatal- gatal dapat kulit (misalnya, lesi,
berkurang dari skala bula, ulserasi dan
1 (berat) hingga abrasi).
skala 3 (sedang) 3) Berikan kompres dingin
untuk meringankan
iritasi.
4) Berikan krim
antihistamin sesuai
ketentuan.
2. Gangguan Citra Tubuh Dalam waktu x 24 jam, a. Peningkatan citra tubuh
b.d Penyakit citra tubuh klien dapat 1) Tentukan harapan
meningkat dari skala 1 gambaran diri pasien
(tidak pernah positif) berdasarkan tahap
menjadi skala 4 (sering perkembangan.
positif), dengan kriteria 2) Gunakan bimbingan
hasil: antisipasi untuk
a. Gambaran internal mempersiapkan pasien
klien meningkat dari terhadap perubahan
skala 1 (tidak pernah tubuh yang dapa
positif) menjadi diprediksi.
skala 4 (sering 3) Bantu klien untuk
positif). mendiskusikan stressor
yang mempengaruhi
citra diri terkait kondisi
penyakit.
4) Monitor frekuensi
pernyataan dari
mengritisi diri.
5) Identifikasi budaya
pasien,agama,jenis
kelamin dan umur
3. Risiko Infeksi ditandai Dalam waktu x 24 jam, a. Kontrol Infeksi
dengan adanya integritas jaringan: kulit & 1) Batasi jumlah
Gangguan Integritas Membran Mukosa dapat pengunjung.
Kulit ditingkatkan, dengan 2) Gunakan sabun anti
kriteria hasil: mikroba untuk mencuci
a. Integritas kulit klien tangan dengan benar.
ditingkatkan dari 3) Cuci tangan sebelum
skala 1 (sangat dan sesudah melakukan
terganggu), menjadi perawatan pada pasien.
skala 4 (sedikit 4) Gosok kulit pasien
terganggu). dengan alat anti bakteri
b. Eritema dapat dengan tepat.
berkurang dari skala 5) Lakukan terapi
1 (berat), menjadi antibiotik yang tepat.
skala 4 (ringan) 6) Ajarkan pasien dan
c. Lesi pada kulit dapat keluarga tentang tanda-
berkurang, dari skala tanda dan gejala infeksi
1 (berat), menjadi dan kapan harus
skala 4 (ringan). melaporkannya pada
tim kesehatan.

b. Penyembuhan Luka
1) Catat karakteristik dari
luka.
2) Cuci /bersihkan dengan
sabun antibiotik,
sebagai tambahan.
3) Gunakan obat salep
dengan tepat pada kulit
/ luka jika perlu.
4) Bandingkan dan catat
perubahan pada luka.

Anda mungkin juga menyukai