Anda di halaman 1dari 21

PANDUAN PRAKTIKUM

M.A. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


SISTEM II

KOORDINATOR:

Ns. Rika Fatmadona, MKep, Sp.KepMB

TIM PENGAJAR:

Emil Huriani, SKp,MN

Ns. Leni Merdawati M.Kep

Reni Prima Gusty, SKp, MKes

Ns. Dally Rahman, MKep, Sp.KepMB

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS

2017

1
JADWAL PRAKTIKUM

Pert Tanggal Jadwal Kelompok Ruang PokokBahasan Pengajar Hal


1-2 Rabu 16 dan 8.00-9.40 A KMB Pemantauan tekanan vena DR 3
23 Agustus 13.00-11.40 B KGD sentral RPG
2017 8.00-9.40 C KGD EH
10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG
3-4 Rabu 30 8.00-9.40 A KMB Manajemen Pasien DR 11
Agustus dan 6 13.00-11.40 B KGD terpasang Ventila RPG
September 8.00-9.40 C KGD simekanik EH
2017 10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG
5-6 Rabu 13 dan 8.00-9.40 A KMB Latihan 1: kasus kegawat DR
20 September 13.00-11.40 B KGD daruratan DM RPG
2017 8.00-9.40 C KGD EH
10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG
7 25 September s/d 6 October 2017 UTS
8-9 Rabu 11 dan 8.00-9.40 A KMB Latihan 2: kasus kegawat DR
18 Oktober 13.00-11.40 B KGD daruratan Luka Bakar RPG
2017 8.00-9.40 C KGD EH
10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG
10-11 Rabu 18 dan 8.00-9.40 A KMB Latihan 3: kasus kegawat DR
25 Oktober 13.00-11.40 B KGD daruratan Stroke Akut RPG
2017 8.00-9.40 C KGD EH
10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG

12-13 Rabu 1 dan 8 8.00-9.40 A KMB Latihan 1: kasus kegawat DR


November 13.00-11.40 B KGD daruratan Cedera Kepala RPG
2017 8.00-9.40 C KGD EH
10.00-11.40 D KGD LM
10.00-11.40 E KMB RPG
14-15 Rabu 15 dan 8.00-9.40 A Ujian praktikum DR
22 November 13.00-11.40 B RPG
2017 8.00-9.40 C EH
10.00-11.40 D LM
10.00-11.40 E RPG
16 4 - 15 Desember 2017 UAS

2
TOPIK 1:

PEMANTAUAN TEKANAN VENA SENTRAL

A. Pendahuluan

Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang


dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan memberikan informasi
mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung
untuk memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui
pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan vena jugularis (jugular venous pressure).
Pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke
dalam pembuluh darah atau rongga tubuh. Prosedur pemasukan kateter kedalam
pembuluh darah atau rongga tubuh dapat dilakukan dengan pemasangan CVP (Central
Venous Pressure). Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk
pengkajian fungsi jantung kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak
terdapat penyakit kardiopulmonal. Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan
tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung
kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastol. Tekanan vena central dibedakan
dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan hanya tekanan lokal.

Pengertian

3
Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke dalam vena sentral
klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral. Ujung dari kateter berada
pada superior vena cafa. (Ignativicius, 1999).

Tekanan vena central dibedakan dari tekanan vena perifer, yang dapat merefleksikan
hanya tekanan lokal.Tekanan vena central (Central Venous Pressure) adalah tekanan darah
di atrium kanan atau vena kava. Tekanan vena sentral (CVP) memberikan informasi
tentang tiga parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai pompa, dan tonus
vascular.

Pemantauan tekanan vena sentral merupakan pedoman untuk pengkajian fungsi jantung
kanan dan dapat mencerminkan fungsi jantung kiri apabila tidak terdapat penyakit
kardiopulmonar. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-
8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4
10 mmHg.

1. Lokasi Pemantauan Vena untuk CVP

a. Vena Jugularis interna kanan atau kiri (lebih umum pada kanan)
b. Vena subklavia kanan atau kiri, tetapi duktus toraks rendah pada kanan
c. Vena brakialis, yang mungkin tertekuk dan berkembang menjadi phlebitis
d. Lumen proksimal kateter arteri pulmonalis, di atrium kanan atau tepat di atas
vena kava superior

2. Indikasi Pemasangan CVP

Pengukuran tekanan vena sentral (CVP)


Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
Pengukuran oksigenasi vena sentral
Nutrisi parenteral dan pemberian cairan hipertonik atau cairan yang mengiritasi
yang perlu pengenceran segera dalam sistem sirkulasi
Pemberian obat vasoaktif per drip
(tetesan) dan obat inotropik
Sebagai jalan masuk vena bila semua
tempat IV lainnya telah lemah

3. Gelombang CVP

Gelombang CVP terdiri dari, gelombang:

4
a= kontraksi atrium kanan

c= dari kontraksi ventrikel kanan

x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid

v= penutupan katup trikuspid

y= pembukaan katup trikuspid

B. Cara Pengukuran CVP

Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena
jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP
yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran
dptemnggunakan manometer air atau transduser, 2) Melalui bagian proksimal kateter
arteri pulmonalis . Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
transduser.

Tekanan Vena Jugularis

Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian perhatikan;

1) Denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan
tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel
v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup),

2) Normal,pengembungan vena setinggi manubrium sterni,

3) Bila lebih tinggi bearti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal
jantung kanan . Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak
pernah membesar, bila tekanan atrium kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais
akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici
ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O.

5. Peralatan dan Prosedur

a. Peralatan

Heparin
Set tekanan vena
Set vena seksi

5
Set infus dan cairan yang akan dipakai
Stopcock 3-4 buah ( transduser tekanan mungkin akan digunakan )
Standar infuse
Manometer
Plester
Monitor EKG
Garisan carpenter (waterpass)

b. Prosedur

1). Prainteraksi

Siapkan diri perawat:

Cuci tangan
Kaji status klien

2). Siapkan Alat

3). Orientasi

Jelaskan tujuan dan prosedur


pengukuran tekanan vena sentral kepada klien dan keluarganya

4) Menempatkan klien pada posisi datar yang diinginkan untuk mendapatkan titik nol

5) Menentukan titik nol manometer sesuai dengan tinggi atrium kanan yang
diperkirakan.

6) Memutar stopcock sehingga cairan infuse mengalir ke dalam manometer sampai


batas 20-25 cm H2O

7) Memutar stopcock sehingga cairan dalam manometer mengalir ke arah / ke dalam


pembuluh darah klien

8) Mengamati fluktuasi cairan yang terdapat dalam manometer dan dicatat pada angka
dimana cairan bergerak stabil. Ini adalah tekanan vena sentral

9) Mengenbalikan klien ke posisi semula

10) Memutar stopcock kea rah semula agar cairan infuse mengalir dari botol ke pembuluh
darah vena klien

11) Mencatat nilai tekanan vena sentral da posisi klien pada saat pengukuran. Tekanan
normal berkisar 5-12 cm H2O

6
12) Menilai kondisi klinis klien setelah pengambilan tekanan vena sentral

13) Mengobservasi tanda-tanda komplikasi

14) Mempertahankan kesterilan lokasi insisi

15) Mendokumentasikan prosedur dan respon klien pada catatan klien

Komplikasi Pemasangan CVP

Adapun komplikasi dari pemasangan kanulasi CVP antara lain :

Nyeri dan inflamasi pada lokasi penusukan


Bekuan darah karena tertekuknya kateter
Perdarahan : ekimosis atau perdarahan besar bila jarum terlepas
Tromboplebitis (emboli thrombus,emboli udara, sepsis)
Microshock
Disritmia jantung

Peran Perawat pada Pemasangan CVP

1). Sebelum Pemasangan

Mempersiapkan alat untuk penusukan


dan alat-alat untuk pemantauan
Mempersiapkan pasien; memberikan
penjelasan, tujuan pemantauan, dan
mengatur posisi sesuai dg daerah
pemasangan

2). Saat Pemasangan

Memelihara alat-alat selalu steril


Memantau tanda dan gejala komplikasi yg dpt terjadi pada saat pemasangan spt
gg irama jtg, perdarahan
Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedurdilakukan

3). Setelah Pemasangan

7
Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara:( 1) melakukan Zero Balance:
menentukan titik nol/letak atrium, yaitu pertemuan antara garis ICS IV dengan
mid aksila, (2) Zero balance: dilakukan pd setiap pergantian dinas , atau
gelombang tidak sesuai dg kondisi klien, (3) melakukan kalibrasi untuk
mengetahui fungsi monitor/transduser, setiap shift, ragu terhadap gelombang.
Mengkorelasikan nilai yg terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien.
Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik.
Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan.
Mencegah terjadi komplikasi & mengetahui gejala & tanda komplikasi (spt.
Emboli udara, balon pecah, aritmia, kelebihan cairan,hematom,
infeksi,penumotorak, rupture arteri pulmonalis, & infark pulmonal).
Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien.
Memastikan letak alat2 yang terpasang pada posisi yang tepat dan cara
memantau gelombang tekanan pada monitor dan melakukan pemeriksaan foto
toraks (CVP, Swan gans).

C. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CVP

A. Pengkajian

Yang perlu dikaji pada pasien yang terpasang CVP adalah tanda-tanda komplikasi yang
ditimbulkan oleh pemasangan alat.

1. Keluhan nyeri, napas sesak, rasa tidak nyaman

2. Frekuensi napas, suara napas

3. Tanda kemerahan / pus pada lokasi punksi

4. Adanya gumpalan darah / gelembung udara pada cateter

5. Kesesuaian posisi jalur infus set

6. Tanda-tanda vital, perfusi

7. Tekanan CVP

8. Intake dan out put

9. ECG Monitor

B. Diagnosa Keperawatan

8
Resiko tinggi emboli darah berhubungan dengan efek pemasangan kateter vena central.

C. Tujuan Keperawatan

Perawatan akan menangani atau mengurangi komplikasi dari emboli darah.

D. Rencana Keperawatan

1. Konsultasikan dengan dokter untuk pemberian obat heparin dosis rendah bagi klien
yang beresiko tinggi sampai ia ambulasi.(terapi heparin dosis rendah akan mengakibatkan
viskositas darah dan daya ikat trombosis menurun dan memungkinkan resiko terjadinya
embolisme)

2. Pantau tanda-tanda dan gejala embolisme pulmonal

a. Nyeri dada akut dan jelas


b. Dispnea, kelelahan, sianosis
c. Penurunan saturasi oksigen
d. Takikardia
e. Distensi vena jugularis
f. Hipotensi
g. Dilatasi venrikel kanan akut tanpa penyakit parenkim(pada ronsen dada)
h. Kekacauan mental
i. Disritmia jantung

(oklusi arteri pulmonal mengganggu aliran darah ke paru-paru bagian distal


mengakibatkan hipoksia)

3. Jika manifestasi ini terjadi, lakukan protokol pada syok :

a. Pertahankan kateter IV (untuk pemberian cairan dan obat-obatan)


b. Berikan pengobatan pemberian cairan sesuai dengan protokol
c. Pasang kateter indwelling (foley) (untuk memantau volume sirkulasi melalui
haluaran urine)
d. Lakukan pemantauan EKG dan pemantauan invasif hemodinamik (untuk
mendeteksi disritmia dan pedoman pengobatan)
e. Berikan vasopressor untuk meningkatkan ketahanan perifer dan meningkatkan
tekanan darah
f. Berikan natrium bikarbonat sesuai indikasi (untuk mengoreksi asidosis metabolik)
g. Berikan obat-obat digitalis, diuretik IV dan agen aritmia sesuai indikasi
h. Berikan morfin dosis rendah secara IV (menurunkan ansietas dan menurunkan
kebutuhan metabolisme )

9
i. Siapkan klien untuk prosedur angiografi dan/ atau skaning perfusi paru-paru (
untuk memastikan diagnosis dan mendeteksi luasnya atelektasis)
(Karena kematian akibat embolisme pulmonal masif terjadi dalam 2 jam pertama
setelah awitan, intervensi segera adalah sangat penting)

4. Berikan terapi oksigen melalui kateter nasal dan pantau saturasi oksigen. (dengan
tindakan ini akan meningkatan sirkulasi oksigen secara cepat)

5. Pantau nilai elektrolit, GDA, BUN, DL (pemeriksaan laboratorium ini membantu


menentukan status perfusi dan volume)

6. Lakukan pengobatan trombolisis, mis : urokinase, streptokinase sesuai dengan program


dokter (trombolisis dapat menyebabkan lisisnya emboli dan meningkatkan perfusi kapiler
pulmonal)

7. Setelah pemberian infus trombolisis, lakukan pemberian pengobatan dengan heparin.


(IV secara terus menerus atau intermitten). (Heparin dapat menghambat atau
memperlambat proses terbentuknya trombus dan membantu mencegah pembentukan dan
berulangnya pembekuan.

E. Implementasi

Disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah disusun.

F. Evaluasi

Tidak ditemukan tanda-tanda emboli darah.

DAFTAR PUSTAKA

Anna Owen. 1997. Pemantauan Perawatan Kritis. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan .EGC. Jakarta.

Hudak & Gallo, 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume I. EGC. Jakarta.

10
TOPIK 2:

MANAJEMEN PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK

A. Pengertian

Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas
pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan
(Brunner dan Sudarth, 2002). Fungsi ventilasi mekanik adalah untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi, mengurangi kerja pernapasan,
meningkatkan tingkat kenyamanan pasien, pemberian MV yang akurat, mengatasi
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi, menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.

Alasan dilakukan tindakan keperawatan dengan pemasangan ventilasi mekanik untuk


mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat untuk kebutuhan metabolic pasien danmemperbaiki
hipoksemia dan memaksimalkan transport oksigen. Alasan dilakukan tindakan pemasangan
ventilasi mekanik yaitu:

1. Gagal nafas

Gagal nafas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan Ph, PaCO2, dan
PaO2 yang adekuat. Adekuat berarti Ph lebih besar dari 7,25.

2. Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer. Pada
pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada system
pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja
system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

3. Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga mendapatkan
ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas
pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien
dengan peningkatan tekanan intra cranial.

4. Tindakan operasi

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu
dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh
obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.

11
B. Tujuan

Life support selama gagal nafas akut, terapi support fungsi cardiopulmoner suboptimal atau
terapi support gagal ventilasi kronik.

Idealnya, support ventilator mekanik untuk :

1. Mempertahankan ventilasi alveolar untuk memastikan eliminasi CO2 adekuat


2. Mempertahankan oksigenasi arterial untuk memastikan keadekuatan suplai oksigen ke
jaringan
3. Meminimalkan resiko efek dari peningkatan tekanan dan volume pada paru ( seperti baro
/ volutrauma) dan sistem kardiovaskuler.
4. Memenuhi kenyamanan pasien
5. Memberikan rekondisi sesuai kerja load
(workload) seperti fase istirahat selama
pemulihan

C. Indikasi

1. Gagal Nafas hiperkapne, akibat :

a. Menurunnya pusat respirasi


b. Meningkatnya dead space
c. Shunt kanan kiri
d. Gagal mekanik
e. Hipermetabolisme sehingga mengakibatkan
peningakatan produksi CO2

2. Gagal nafas hipoksia, akibat:

a. Shunt kanan kiri


b. Mismatch ventilasi
c. Kelainan difusi
d. ARDS

D. Kontraindikasi

a. Documented refusal to be mechanically ventilated as per an advance directive signed by


the patient or an acceptable surrogate
b. Device-specific contraindications may exist. Refer to the operators manual and/or
procedure

12
PROSEDUR DAN APLIKASI VENTILATOR MEKANIK

C. Tindakan dan Prosedur Ventilasi Mekanik

1. Pengesetan awal ventilator setting :

a. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan

(10-15 ml/kg).

b. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk mempertahankan

PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur tinggi dan secara bertahap

dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas darah arteri.

c. Catat tekanan inspiratori puncak.

d. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan

frekuwensi sesuai dengan program medik dokter.

e. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya sehingga pasien dapat

merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya 2 mmHg dorongan inspirasi negatif).

13
f. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan PO2, setelah 20

menit ventilasi mekanis kontinu.

g. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil

pemeriksaan gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.

h. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai Bucking ventilator karena alasan yang

tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan manual pada oksigen 100% dengan

bag resusitasi.

2. Modus operasional ventilator terdapat beberapa parameter yang diperlukan untuk pengaturan

pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :

a. Frekuensi pernafasan permenit

Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu menit. Setting

normal pada pasien dewasa adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah

nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas

12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau

hipoventilasi.

b. Tidal volume

Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap kali

bernapas. Umumnya disetting antara 8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan

jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB,

sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume

diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika

pasien menggunakan time cycled.

c. Konsentrasi oksigen (FiO2)

FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh ventilator ke

pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator

direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit

14
pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan

pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.

d. Rasio inspirasi : ekspirasi

Rumus :
Waktu inspirasi + waktu istirahat

Keterangan :

Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal atau

mempertahankan tekanan.

Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi

Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk

mengeluarkan udara pernapasan

Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis

inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau

lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.

e. Limit pressure / inspiration pressure

Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycled. Tekanan

terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.

f. Flow rate/peak flow

Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal pernapasan yang

telah disetting permenitnya.

g. Sensitifity/trigger

Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien dalam

memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -

20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai

pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya

digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana sensitivitas
15
ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin

susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien

yang tidak diharapkan untuk bernaps spontan.

h. Alarm

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk mewaspadakan perawat

tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien

(ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya

peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain.

Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap

dan harus dipasang dalam kondisi siap.

i. Positive end respiratory pressure (PEEP)

PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP

mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan

penyerapan O2 oleh kapiler paru.

16
D. Bahaya dan Pencegahannya

1. Komplikasi pada jalan nafas

Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Kita dapat meminimalkan resiko

aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang,

dan melakukan penghisapan oral dan selang kontinu secara adekuat. Bila resusitasi diperpanjang

dan distensi gastrik terjadi, jalan nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik

untuk dekompresi lambung. Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.

Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua tangan, karena

ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah komplikasi yang pernah

terjadi. Selain itu self-extubation dengan manset masih mengembang dapat menimbulkan

kerusakan pita suara. Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi

intubasi meliputi:

a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.

b. Intubasi batang utama (biasanya kanan) ventilasi tak seimbang, meningkatkan laju mortalitas.

c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal.

d. Pnemonia Pseudomonas sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan

potensial dari alat terkontaminasi.

2. Masalah Selang Endotrakeal

Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi. Alternatifnya,

karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat tersumbat, menyebabkan otitis

media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan

etiologi yang tidak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber

infeksi.

Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan

malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri dihambat oleh

tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden stenosis dan malasia telah

17
dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring

terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi dapat terjadi.

3. Masalah Mekanis

Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator diperiksa oleh

staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit

atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh

terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang

endotrakeal.

Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi mekanis yang

menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis menyebabkan asidosis

respiratori atau hipoksemia. Penilaian GDA menentukan efektivitas ventilasi mekanis.

Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai GDA normal mereka, yang dapat

melibatkan kadar karbondioksida tinggi.

4. Barotrauma

Ventilasi mekanis melibatkan pemompaan udara kedalam dada, menciptakan tekanan

positif selama inspirasi. Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui

ekspirasi. Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara

kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumotorak-situasi darurat. Pasien

dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit.

Tekanan ventilator menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi

alarm tekanan. Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak ada.

Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal. Kemungkinan paling menonjol

menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung tanpa intervensi medis.

Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum, intervensi keperawatannya adalah

memindahkan pasien dari sumber tekanan positif dan memberi ventilasi dengan resusitator

manual, memberikan pasien pernafasan cepat.

18
5. Penurunan Curah Jantung.

Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali dihubungkan ke

ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik vena. Selain

itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan,

penurunan tingkat kesadaran, penurunan haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler

lambat, pucat, lemah, dan nyeri dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan

untuk memperbaiki hipovolemia.

6. Keseimbangan air positif

Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal pada atrium

kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofise

posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan haluaran urine melengkapi masalah

dengan merangsang respons aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis,

hemodinamik tidak stabil, dan yang memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami

edema luas, meliputi edema sakral dan fasial.

E. Hasil yang di dapatkan

Evaluasi tindakan

a. Data subjektif

Klien melaporkan sesak nafas berkurang.

b. Data objektif

Menunjukkan pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan
tanda-tanda vital yang adekuat.

Menunjukkan ventilasi yang adekuat dengan akumulasi lendir yang minimal.


Bebas dari cedera atau infeksi yang dibuktikan dengan suhu tubuh dan jumlah sel
dara

19
Pertukaran gas, kadar gas darah arteri, tekanan arteri pulmonal dan tanda-tanda vital
yang adekuat.

H. Hal-hal yang harus diperhatikan

1. Untuk mengoptimalkan penggunaan alat ventilasi mekanik


diperlukan pemahaman tentang design komponen ventilasi
mekanik, patofisiologi sistem pernafasan, dan interaksi pasien
ventilator.
Staf keperawatan yang bertanggungjawab mengoperasikan
ventilasi mekanik atau orang yang melakukan kalibrasi harus
mempunyai kompetensi sebagai berikut :
Teknik mengeset dan mengoperasikan ventilator
Ananotomi dan fisiologi kardiovaskuler
Interpretasi hasil analisa gas
2. Mengkaji pentingnya penggunaan ventilator mekanik, respon
dan reaksi lain
3. Mampu merespon sesuai s\rekomendasi untuk meningkatkan
rencana perawatan ventilator
4. Menerapkan universal precausion secara umum
5. Perlengkapan ventilasi mekanik sebaiknya tidak digunakan selain sesuai ketentuan yang telah
ditetapkan dari pabriknya
6. Jika ada perlengkapan yang tidak sesuai dengan spesefikasi dari pabriknya sebaiknya tidak
digunakan untuk pasien. Rujuk ke tehnisinya.
7. Efek samping dan intervensi :

Jika ventilasi mekanik mengancam kehidupan terutama pada kardiopulmoner atau pada
pasien-pasien yang terpasang ventilasi mekanik menunjukkan tanda-tanda fisik, dukungan
hidup yang tepat harus diberikan pada pasien, secara spesifik perawat harus :

a. Pastikan keadekuatan jalan nafas


b. Pastikan bahwa ventilasi didukung dengan menggunakan resusitasi manual
c. Pastikan oksigenasinya optimal
d. Pastikan langkah-langkah yang diambil untuk mempertahhankan fungsi jantung
e. Jika terjadi malfungsi pada ventilasi yang digunakan, lepaskan dari pasien dan
pastikan ketepatan oksigenasi dan ventilasi. Jangan dipasang kembali ventilasi mekanik
dengan suatu alat sampai maneuver yang untuk mengatasi masalah menunjukkan
fungsi yang tepat. Pastikan suatu perlengkapan ventilator alternatif jika diperlukan.
f. Intervensi spesifik dari perlengkapan supaya tetap bisa eksis. Rujuk ke manual
operator atau prosedur
8. Setelah prosedur :
a. Bersihkan ventilator sesuai dengan manual operatoor atau sesuai dengan manual
operator

20
b. Setelah desinfeksi dan kaji ulang, lakukan setting perlengkapan sesuai dengan
fungsinya.

I. Potensial Komplikasi:

Barotrauma pulmoner
Pneumonia, akibat ventilator
Kardiovaskuler compromise
Peningkatan TIK

Daftar Pustaka

Stillwell, Susan B. 2012. Pedoman Keperawatan Kritis. Edisi 3. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Edisi VI. Jakarta: EGC

Talbot, Laura A. 2006. Pengkajian Keperawatan Kritis. Edisi 2. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC

21

Anda mungkin juga menyukai