Anda di halaman 1dari 15

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


GEOGRAFI

BAB VII

KEPENDUDUKAN

Drs. Daryono, M.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2017
BAB VII
KEPENDUDUKAN
Kompetensi Inti : Menunjukkan manfaat mata pelajaran geografi
Kompetensi Dasar : Menganalisis dinamika dan masalah kependudukan serta sumber daya
manusia di Indonesia untuk pembangunan
A. Dinamika Penduduk
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis yang diakibatkan
oleh empat komponen, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), in-migration
(migrasi masuk) dan out-migration (migrasi keluar). Selisih antara kelahiran dan kematian
disebut reprproductive change (perubahan reproduktif) atau pertumbuhan alami. Selisih
antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi neto.
1. Menghitung Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk dapat dibedakan atas pertumbuhan penduduk alami dan
pertumbuhan penduduk total.
a) Pertumbuhan Penduduk Alami (natural increase)
Pertumbuhan penduduk alami adalah selisih jumlah kelahiran dengan jumlah
kematian. Dalam pertumbuhan penduduk alami, jumlah imigran dan emigrant tidak
dihitung. Rumus untuk menghitung pertumbuhan penduduk alami adalah sebagai
berikut:
T= (L-M)
Keterangan:
T= Pertumbuhan penduduk
L= jumlah kelahiran
M=jumlah kematian

b) Pertumbuhan Penduduk Total


Pada pertumbuhan penduduk total nremperhitungkan migrasi (imigrasi dan
emigrasi), dengan rumus sebagai berikut.
T=(L-M)+(I-E)

1
Keterangan:
T : pertumbuhan penduduk
L: jumlah kelahiran
M : jumlah kematian
1 : jumlah imigrasi
E : jumlah emigrasi

2. Menghitung Proyeksi Penduduk


Jumlah penduduk di masa yang akan datang dapat dihitung atau diproyeksikan.
Informasi mengenai jumlah penduduk di masa yang akan datang sangat penting.
Misalnya untuk merencanakan segala sesuatu yang bekaitan dengan penyediaan sarana
dan prasarana, untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Rumus proyeksi penduduk adalah sebagai berikut.
Pn=Po(1 +r)n
Keterangan:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n (ditanyakan)
Po = jumlah penduduk pada tahun o atau tahun dasar (diketahui)
n = jumlah tahun antara o dan n
r = tingkat pertumbuhan penduduk per tahun (dalam %)
3. Kelahiran (natalitas)
Kelahiran merupakan salah satu faktor kependudukan yang bersifat menambah jumlah
penduduk. Kelahiran bayi dapat dibedakan menjadi lahir hidup dan lahir mati. Bayi
dikatakan lahir hidup apabila sewaktu lahir mempunyai tanda-tanda kehidupan misalnya
bernapas, gerakan-gerakan otot ataupun ada denyut jantung. Apabila sewaktu lahir
tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan maka disebut lahir mati.
Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (antinatalitas) dan yang
mendukung kelahiran (pronatalitas)
(1) Faktor-faktor pronatalitas; (a) kawin usia muda; (b) Tingkat kesehatan; (c) Anggapan
banyak anak banyak rezeki

2
(2) Faktor -faktor antinatalitas; (a) pernbatasan umur menikah (b) Program Keluarga
Berencana; (c) pembatasan tunjangan anak; (d) Anak merupakan beban
4. Kematian (mortalitas)
Tingkat kematian penduduk kelompok tertentu berbeda dengan tingkat kematian
penduduk kelompok lainnya. Biasanya tingkat kematian laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Di Negara maju umurnnya tingkat kematian rendah
dibandingakan di Negara berkembang. Tingkat kematian dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti kondisi sosial, ekonomi, pekerjaan, tempat tinggal, pendidikan dan jenis
kelamin. semua faktor menurut sifatnya, dapat dibedakan menjadi faktor pendukung
kematian (promortalitas) dan faktor penghambat kematian (antimortalitas).
(1) Faktor-faktor yang termasuk antimortalitas:
- Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai
- Lingkungan yang bersih dan teratur
- Adanya ajaran agama yang melarang bunuh diri, dan
- Tingkat kesehatan masyarakat yang tinggi sehingga penduduknya tidak mudah
terserang penyakit
(2) Faktor-faktor yang promortalitas
- Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
- Fasilitas kesehatan yang kurang memadai, misalnya kurangnya rumah sakit
peralatan kesehatan, dan obat-obatan
- Seringnya terjadi kecelakaan lalu lintas
- Adanya bencana alam yang memakan korban jiwa
- Terjadinya peperangan
Pengukuran kematian dapat dilakukan melalui beberapa cara.
1). Angka Kematian Kasar
Angka kematian kasar (crude death rate/CDR) adalah angka yang menunjukkan
jumlah kematian setiap 1.000 penduduk setiap tahun dengan rumus sebagai berikut.
CDR=D/P x k
Keterangan:

3
D = jumlah kematian
P = jumlah penduduk pada pertengahan tahun
k = konstanta (1.000)
2). Angka kematian Menurut Umur
Angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate (ASDR) adalah angka yang
menyatakan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu setiap 1.000 penduduk
Apabila dibandingkan dengan CDR, rnaka ASDR lebih teliti, sebab sudah
memperhitungkan golongan umur. Adapun rumus yang digunakan adalah.
ASDR = Di/Pi x k
Keterangan:
Di = jumlah kematian dalam kelompok umur i
Pi : jumlah penduduk pada kelompok umur i
k = konstanta (1.000)
5. Persebaran dan Kepadatan Penduduk
Persebaran atau distribusi penduduk di suatu wilayah maupun negara sangat tidak
merata. Artinya ada wilayah yang memiliki penduduk sangat padat, padat, dan jarang.
Faktor yang mempengaruhi penyebaran dan kepadatan penduduk antara lain;
1) Faktor Fisiografis. Wilayah yang strategis, subur, relatif landai, cukup air, akan
memiliki penduduk yang padat
2) Faktor Biologi. Perbedaan penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh tingkat
kelahiran, kematian dan angka perkawinan
3) Faktor kebudayaan dan teknologi. Daerah yang teknologinya maju, memiliki pola
berpikir yang bagus, pembangunan fisiknya maju akan memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki ciri-ciri sebaliknya
Terdapat dua jenis kepadatan penduduk yaitu; 1) kepadatan penduduk aritmatis; 2)
kepadatan penduduk agraris. Kepadatan penduduk aritmatis adalah jumlah rata-rata
penduduk setiap km2.
Rumus :
Kepadatan Penduduk Aritmatis = Jumlah penduduk (iiwa)

4
Luas Wilayah (km2)
Sedangkan kepadatan penduduk agraris adalah rata-rata penduduk petani pada setiap
saluan luas lahan pertanian. Rumus kepadatan penduduk agraris adalah :

Kepadatan Penduduk Agraris = Jumlah penduduk petani


Luas lahan pertanian (km2)

6. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio)


Adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk
perempuan di suatu daerah atau negara pada suatu waktu tertentu.

Keterangan:
SR=Sex Ratio (Rasio Jenis Kelamin)
Pl = Jumlah Penduduk Laki-laki
Pp = Jumlah Penduduk Perempuan
7. Rasio ketergantungan (depedency ratio)
Adalah suatu angka yang menunjukkan besar beban tanggungan kelompok usia
produktif atas penduduk usia nonproduktif. Untuk mengetahui berapa besar angka
ketergantungan

Dependency Ratio = jumlah penduduk usia non produktif x 100


jumlah penduduk usia produktif

8. Komposisi Penduduk Berdasarkan umur dan Jenis Kelamin


Komposisi penduduk adalah pengelompokkan penduduk atas dasar kriteria
tertentu. Pengelompokkan data dan kriteria ini disesuaikan dengan tujuan tertentu.
Misalnya secara geografis, biologis, sosial, atau ekonomi.

5
Berdasarkan jenis kelamin, penduduk dapat dikelompokkan menjadi penduduk
laki-laki dan perempuan. Sementara berdasarkan umur penduduk dapat dikelompokkan
menurut ukuran rentang usia tertentu, misalnya satu tahun,lima tahun atau dua puluh
lima tahun. Dengan mengetahui komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat
menunjukkan jumlah tenaga kerja produktif dan non produktif, pertambahan penduduk
dan angka ketergantungan. Sehingga di dalam mengambil kebijakan pemerintah
mengetahui jumlah pengangguran, jumlah lapangan kerja dan lain-lain.
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis keramin dapat disajikan dalam
bentuk tabel atau dalam bentuk grafik. Piramida penduduk atau grafik susunan
penduduk dapat dimanfaatkan untuk mengetahui perbandingan antara jumlah laki-laki
dan perempuan, jumlah tenaga kerja, dan struktur penduduk suatu negara secara cepat.
Piramida penduduk dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu piramida penduduk
muda, piramida penduduk stasioner, dan piramida penduduk tua.
a. Piramida penduduk muda dapat menunjukkan bahwa penduduk di suatu Negara
sedang mengalami pertumbuhan. Piramida ini juga menunjukkan bahwa sebagian
besar penduduk berada pada kelompok umur muda, dengan angka kelahiran dan
kematian yang tinggi. Contoh negara yang tergolong piramida ini adalah Indonesia.

6
Gambar: Piramida Penduduk Muda (Ekspansif), Tetap (Stasionary), dan Tua
(constriktif)
b. Piramida Penduduk stasioner menunjukkan suatu Negara tersebut keadaan stasioner
atau tetap. Piramida penduduk ini menunjukkan bahwa jumlah kelahiran dan
kematian seimbang. Contoh negara yang tergolong ke dalam piramida ini adalah
Swedia.
c. Piramida penduduk tua menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk suatu Negara
tersebut berada pada kelompok tua. Contoh yang memiliki piramida penduduk tua
adalah Amerika serikat
9. Cara Menghitung Jumlah Penduduk
Untuk mengetahui jumlah penduduk dalam sebuah daerah, provinsi, atau Negara
dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti sensus penduduk, registrasi atau
pencatatan, dan survey.
a. Sensus Penduduk
Sensus dilakukan dengan cara mengumpulkan, menghimpun, dan menyusun
data penduduk baik penduduk asli maupun pendatang pada waktu tertentu dan
wilayah tertentu. Sensus dapat dibedakan atas dua macam yakni sensus de facto dan
de jure. Sensus de facto adalah penghitungan penduduk atau pencacahan penduduk
yang dilakukan terhadap setiap orang yang pada waktu diadakan berada dalam
wilayah sensus. Sedangkan sensus de jure merupakan pencacahan yang dikenakan
pada penduduk yang benar-benar bertempat tinggal sesuai wilayah tersebut.
b. Registrasi
Registrasi merupakan kumpulan keterangan mengenai kelahiran, kematian dan
segala kejadian penting manusia misalnya perkawinan, perceraian dan perpindahan
penduduk. Kumpulan tentang keadaan penduduk tersebut dapat digunakan untuk
menghitung jumlah penduduk. Registrasi penduduk biasanya dilakukan di Desa atau
Kelurahan melalui Rukun warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).
c. Survai

7
Kegiatan survei merupakan pencacahan penduduk dengan cara mengambil
sampel daerah. Jadi pencacahan penduduk dengan metode ini tidak dilakukan di
seluruh wilayah Negara melainkan hanya daerah tertentu yang dianggap mewakili
seluruh wilayah.

10. Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas penduduk
vertical dan mobilitas penduduk horizontal. Mobilitas penduduk vertical sering disebut
dengan perubahan status misalnya perubahan status pekerjaan, sedangkan mobilitas
penduduk horizontal disebut pula dengan mobilitas penduduk geografis, adalah gerak
penduduk yang melintasi batas wilayah menuju ke wilayah lain dalam periode waktu
tertentu ( Mantra, 1978). Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator
mobilitas penduduk horizontal ini mengikuti paradigma ilmu geografi yang
mendasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu.
Batas wilayah pada umumnya digunakan batas administrasi, namun hingga kini
belum ada kesepakatan di antara para ahli dalam menentukan batas wilayah dan
waktu tersebut. Hal ini sangat tergantung ada cakupan luas wilayah kajian. Biro Pusat
Statistik (BPS) dalam melaksanakan sensus penduduk di Indonesia menggunakan batas
propinsi sebagai batas wilayah, sedangkan batas waktu digunakan 6 bulan. Dengan
demikian menurut difinisi yang dibuat BPS, seseorang disebut migran jika orang
tersebut bergerak melintasi batas propinsi menuju propinsi lain dan lamanya tinggal di
propinsi lain selama enam bulan atau lebih. Mantra (1978) dalam kajiannya mengenai
mobilitas penduduk non permanen di sebuah dukuh di Bantul menggunakan batas
wilayah dukuh dan batas waktu yang digunakan untuk meninggalkan dukuh asal
adalah enam jam.
Mengingat belum adanya batas wilayah dan waktu yang baku, maka penggunaan
batas wilayah dan waktu dapat disesuaikan dengan luas wilayah kajian. Kajian yang
cakupannya wilayah propinsi batas wilayah yang dapat digunakan dapat berupa batas
wilayah kabupaten dengan batasan waktu selama enam bulan atau lebih.

8
Mantra (1999) membedakan mobilitas penduduk berdasarkan niatan untuk
menetap di daerah tujuan. Berdasarkan hal ini mobilitas penduduk dibedakan menjadi
dua, yaitu mobilitas penduduk permanen atau migrasi dan mobilitas penduduk non
permanen. Jadi migrasi adalah gerak penduduk yang melintas batas wilayah asal
menuju ke wilayah lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebaliknya
mobilitas non permanen ialah gerak penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain
dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan.
Gerak penduduk non permanen (sirkulasi, circulation) dapat dibagi menjadi dua,
yaitu ulang-alik (commuting) dan menginap atau mondok di daerah tujuan. Ulang-alik
adalah gerak penduduk daeri daerah asal menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu
tertentu dengan kembali ke daerah asal pada hari yang sama; menginap/mondok
diukur dari lamanya meninggalkan daerah asal lebih dari satu hari, tetapi kurang dari
enam bulan; sedangkan mobilitas permanen diukur dari lamanya meninggalkan
daerah asal enam bulan atau lebih, kecuali bagi orang yang sejak semula telah berniat
untk menetap.
Komponen perubahan penduduk ada tiga, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi.
Dari tiga komponen tersebut yang paling sulit merumuskan dan mengukur adalah
migrasi. Hal ini disebabkan karena migrasi terkait dengan demensi fisik, sosial,
ekonomi dan kultural. Berkaitan dengan migrasi ini banyak teori dan model yang
berusaha untuk menerangkan fenomena tersebut, yaitu sebagai berikut.
a. Teori dorong-tarik (puss-pull theory)
Lee (1966) dalam menjelaskan terjadinya migrasi mengemukanan teori, yaitu teori
dorong-tarik. Menurut teori ini terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap
keputusan seeorang untuk melakukan migrasi, yaitu (1) faktor-faktor yang terdapat di
daerah asal, (2) faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan, (3) faktor-faktor
rintangan, dan (4) faktor-faktor yang bersifat pribadi.
Faktor-faktor di daerah asal maupun tujuan dapat bersifat positif, negatif, maupun
netral terhadap migrasi. Faktor positif (+) di daerah asal berarti mempunyai daya
dorong seseorang untuk pergi meninggalkan daerah tersebut, sedangkan faktor positif

9
di daerah tujuan berarti mempunyai daya tarik terhadap seseorang untuk datang ke
daerah tersebut. Sebaliknya faktor negatif (-) di daerah asal akan berfungsi sebagai
penghambat seseorang pergi ke daerah lain, sedangkan faktor negatif di daerah tujuan
adalah faktor yang tidak menyenangkan bagi seseorang untuk mendatangi suatu
daerah. Perbedaan nilai komulatif antara kedua tempat tersebut cenderung
menimbulkan arus migrasi penduduk.
Selanjutnya Lee juga menjelaskan bahwa besar kecilnya arus migrasi juga dipengaruhi
oleh rintangan antara, misalnya berupa biaya perjalanan, peraturan perundang-
undangan, sarana transportasi, dan penghalang alami.
Secara diagramatis teori dapat digambarkan sebagai berikut.

Daerah Asal Daerah Tujuan


+-0-+-0 +-+-+- 0

+ - + - 0 Rintangan
-0 antara - -+- 0 -+

+-00+-- +-+0+ - -

b. Teori gravitasi
Teori gravitasi dikemukakan oleh Ravenstain. Ravenstain (dalam Sunarto, 1985)
menjelaskan hokum-hukum mengenai fenomena migrasi sebagai berikut.
1) Semakin jauh jarak, semakin berkurang volume migran.
2) Setiap arus migrasi yang benar akan menimbulkan arus balik sebagai
penggantinya.
3) Adanya perbedaan desa dengan kota akan mengakibatkan timbulnya migrasi.
4) Wanita cenderung bermigrasi ke daerah-daerah yang dekat letaknya.
5) Kemajuan teknologi akan meningkatkan intensitas migrasi.
6) Motif utama migrasi alah ekonomi.
c. Teori ekonomi
Lee (1966) dan Todaro (1979) berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk pindah
adalah motif ekonomi. Motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan
ekonomi antara daerah. Todaro (1979) menyatakan bahwa keputusan untuk
10
bermigrasi adalah merupakan fenomena yang rasional. Walaupun pengangguran di
kota telah bertumpuk, namun seseorang masih memiliki harapan untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih tinggi daripada upah di sektor pertanian. Alasannya adalah
bahwa di kota terdapat bermacam-macam pekerjaan, sehingga seseorang dapat
memilih salah satu yang dapat memberi harapan penghasilanyang lebih tinggi.
Besarnya harapan tersebut diukur dengan perbedaan upah riil di desa dan di kota, dan
kemungkinan seseorang mendapatkan pekerjaan.
Esensi dari teori Todaro adalah bahwa dalam jangka waktu tertentu haraan
penghasilan di kota masih lebih tinggi daripada di desa walaupun telah diperhitungkan
biaya untuk bermirasi.

d. Teori Berantai
Berlangsungnya proses migrasi di suatu daerah tidak terlepas dari keberadaan famili
atau kawan yang telah tinggal lebih dulu di suatu daerah. Migran pemula yang
berperan sebagai pionir akan menarik penduduk dari daerah asal yang mengakibatkan
timbulnya pola migrasi berantai (Sunarto, 1985).
Salah satu akibat terjadinya moboitas desa-kota adalah terjadinya urbanisasi. Menurut
Bintarto (1983), urbanisasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam artian sebagai
berikut.
1. Meningkatnya jumlah dan kepadatan penduduk kota, sebagai akibat dari
pertambahan penduduk, baik karena kenaikan fertilitas penghuni kota maupun
karena adanya tambahan penduduk dari desa ke kota.
2. Bertambahnya jumlah kota dalam satu negara atau wilayah sebagai akibat dari
perkembangan ekonomi, budaya, dan teknologi baru.
3. Berubahnya kehidupan desa atau suasana desa menjadi suasana kehidupan kota.
Urbanisasi dapat menimbulkan permasalahan, baik di desa mauun di kota. Bagi kota
adanya tambahan jumlah penduduk yang besar yang berasal dari desa merupakan
beban yang berat, terutama berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja,
perumahan, transportasi, lingkungan, dan lain-lain.

11
Menurut Bintarto (1983), banyaknya perpindahan penduduk dari daerah perdesaan ke
kota adalah karena adanya daya dorong dari desa seperti rendahnya pendapatan
perkapita, pengangguran baik nyata maupun tersembunyi, kurangnya atau tidak
adanya pemilikan tanah. Selain itu juga adanya daya tarik kota seperti kesempatan
kerja dengan upah yang menarik, daya daya beli penduduk, kesempatan bersekolah
atau kesempatanmengikuti kursus keterampilan di bidang teknik ataupun bidang
administrasi.

B. Masalah Kependudukan di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya


Ciri dan perilaku demografi penduduk Indonesia pada saat ini tidak hanya belum
menguntungkan bagi terlaksananya pembangunan nasional, tetapi juga sudah menimbulkan
fenomena kependudukan di berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup yang harus segera diatasi agar tidak
merupakan hambatan dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu fenomena tersebut
sebagian besar sudah dapat diidentifikasi dan merupakan masalah yang harus diatasi.
Sebagai fenomena yang sudah menjadi masalah dapat disebut antara lain tekanan-
tekanan pada usaha peningkatan ekonomi karena jumlah penduduk yang besar, dan laju
pertumbuhan penduduk yang cepat, tekanan-tekanan pada usaha pembangunan pendidikan
dan tenaga kerja karena komposisi yang muda dan pertumbuhan yang cepat dari golongan
penduduk usia sekolah dan tenaga kerja, masalah-masalah pada usaha keamanan dan
pembangunan daerah karena tidak terpenuhinya kesempatan kerja dan kepadatan
penduduk yang cepat yang tidak merata dan masalah masalah lain yang komplek. Kebijakan
dalam bidang pembangunan pada hakikatnya selain tertuju pada peningkatan kualitas hidup
melalui sistem di luar sistem demografi, juga tertuju untuk mengatasi masalah
kependudukan yang secara langsung dipengaruhi oleh sistem demografi.
Terdapat empat masalah pokok dalam kependudukan di Indonesia yaitu, (1) jumlah
penduduk yang besar, (2) tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, (3) kualitas penduduk
yang relatif rendah, dan persebaran yang tidak merata. Muculnya masalah tersebut
disebabkan karena adanya masalah pada faktor penyebab dari setiap masalah pokok

12
tersebut. Misalnya, penyebab dari besarnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat
pertumbuhan kerena masih tingginya tingkat fertilitas dan bervariasinya tingkat fertilitas
pada setiap daerah yang berbeda, dan ini merupakan masalah tersendiri. Tidak meratanya
persebaran penduduk disebabkan karena arah laju mobilitas penduduk yang hanya terpusat
pada daerah-daerah tertentu saja, ini pun juga merupakan masalah tersendiri yang
mendapat perhatian.
Pada abad ke 17 (tahun 1600 an), jumlah penduduk Indonesia diperkirakan hanya
sekitar 10 juta jiwa. Pada awal abad ke 20 naik menjadi 40 juta jiwa, dan pada sensus yang
terakhir (tahun2010) sebanyak 237,6 juta jiwa. Rata-rata laju pertumbuahan penduduk per
tahun selama piriode 2000-2010 mencapai 1,49%. Angka ini termasuk tinggi karena laju
pertumbuhan penduduk dunia dalam kurun waktu yang sama hanya sekitar 1,2%. Sejak
tahun 1961 laju pertumbuhan penduduk Indonesia cenderung tidak stabil yakni 2,13%
manjadi 2,34% pada tahun 1980, menurun 1,89% pada tahun 1990 dan 1,45% pada tahun
2000, kemudian naik lagi menjadi 1,49% pada tahun2010. Meningkatnya pertumbuhan
penduduk ini disebabkan oleh faktor fertilitas. Sensus tahun 2000 tingkat fertilitas Indonesia
sebesar 1,7 per wanita usia subur, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 2,5 per wanita
usia subur.
Kebijaksanaan kependudukan di Indonesia meliputi penyediaan lapangan kerja,
memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan serta menambah
kesejahteraan penduduk. Secara garis besar kebijaksanaan kependudukan di Indonesia
meliputi :
1. Meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan kecerdasan bangsa
2. Pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, dan
peningkatan harapan hidup, dan pemerataan penduduk dan tenaga kerja
3. Peningkatan jumlah peserta keluarga berencana, dan peningkatan kesejahteraan ibu
dan anak
4. Peningkatan penanganan dan pendidikan mengenai masalah kependudukan.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berancana Nasional (BKKBN) telah tuntas
menyusun grand design Pengendalian kuantitas penduduk dan siap untuk

13
disinkronisasikan dengan aspek lain pada awal tahun2012. Grand design ini akan
menjadi acuan dalam rencana pembangunan nasional sampai 35 tahunke depan.
Skenario kuantitas ini akan disinkronisasikan dengan aspek kuaalitas yang menjadi
tangguang jawab Kementerian Kesehatan dan Kementerian Penddidikan dan
Kebudayaan, aspek administrasi kependudukan oleh Kementerian Dalam Negeri, serta
aspek molitas oleh Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi.
Grand design ini mengatur bagaimana mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk, sehingga tercapai penduduk tumbuh seimbang 1,1% pada tahun2015. Target
ini akan tercapai kalau program KB tetap stabil dan tidak mengurangi anggaran untuk
program KB. Mengerem laju pertumbuhan penduduk bukan sekedar kebutuhan tetapi
keharusan. Tanpa strategi yang tepat dan akurat, tahun 2050 Indonesia akan
menghadapi beban ganda. Di satu pihak ada ledakan penduduk lansia yang diperkirakan
berjumlah 80 juta, dan di pihak lain membengkaknya jumlah penduduk usia muda yang
membutuhkan lapangan kerja.
Program KB merupakan program prioritas nasional. Pemerintah seharusnya
memberikan pemahaman terus-menerus kepada masyarakat menyangkut KB.
Pengalaman masa lalu dalam mengatasi masalah kependudukan telah menjadikan
Indonesia menjadi contoh dunia dan tempat belajar negara-negara lain menyangkut
pengendalian penduduk. Jadi, Keluarga Berencana mutlak untuk direvitalisasikan.

14

Anda mungkin juga menyukai