Anda di halaman 1dari 10

PENELITIAN HIBAH BERSAING

DRAFT TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG)

TEKNIK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK


(Spodoptera litura F.) RAMAH LINGKUNGAN PADA
TANAMAN TEMBAKAU

2016
ABSTRAK
Oleh : Meidiwarman dan Murdan

Pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura F.) sampai saat ini masih mengandalkan
insektisida organik sintetik yang diaplikasikan secara berjadwal pada tanaman berumur 20-65
hari setelah tanam dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian hama secara berjadwal ini
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain terbunuhnya agen pengendali
hayati (musuh alami) seperti parasitoid, predator dan pathogen. Oleh karena itu Teknologi Tepat
Guna (TTG) dalam Pengendalian Hama pada Tanaman Tembakau mutlak diperlukan.
Teknologi tersebut adalah Teknologi Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan.
Konsep Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam Pengendalian Hama dimulai dari
beberapa penelitian yaitut
Tahun 2003 dengan Skim Penelitian BOPTN tentang Biodiversitas Predator Araneae (agen
pengendali hayati) pada habitat pinggir tanaman kedelai di Pulau Lombok
Tahun 2004. Biodiversitas Predator Araneae pada beberapa tanaman pinggir (kacang panjang,
kecipir, kacang tunggak dan jagung). Hasil penelitian 2 tahun tersebut tanaman kacang panjang
dan jagung paling berperan dalam mengkonservasi predator Araneae juga tanman perangkap
hama terutama hama ulat grayak (Spodoptera litura Hbn.)
Tahun 2005 sub penelitian tentang Pengaruh beberapa Insektisida Ramah Lingkungan terhadap
serangan hama ulat grayak (Spodoptera litura F.). Hasil penelitian Insektisida Biologi Organtrin
paling efektif dibandingkan dengan insektisida yang lain
Dari hasil penelitian 3 tahun tersebut, maka dapat dirancang Teknologi Tepat Guna
dalam mengendalikan hama ulat grayak terutama pada tanaman tembakau yaitu penggunaan
tanaman pinggir kacang panjang/jagung, aplikasi insektisida biologi organotrin dan cara
pengendalian ramah lingkungan lainnya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
. Potensi luas pengembangan tembakau rakyat di NTB pada tahun 2010 sebesar
43.708,91 ha. luas pengembangan baru mencapai 6.820,66 ha. Dengan produksi 8.081,26 ton
(rata-rata 1.185,47 kg/ha). Tembakau sebagai salah satu komoditi andalan pada tahun 2007 telah
menempati 17.124 ha luas lahan, dengan kapasitas produksi 33.046 ton/ha. Kapasitas produksi
ini telah mampu mensuplai kebutuhan 70 % tembakau nasional dan 1-2 % kebutuhan tembakau
luar negeri. Kontribusi pertembakauan terhadap pendapatan petani dan pemerintah khususnya
NTB cukup signifikan di banding dengan komoditi lain.
Potensi ini bukan tidak memiliki ancaman kedepan manakala pengelolaan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) yang merupakan faktor pembatas dalam peningkatan produksi.
Salah satu OPT yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman tembakau adalah hama
Spodoptera litura F. (Lapidoptera, Noctuidae). Ulat grayak, Spodoptera litura F. adalah salah
satu hama penting pada tanaman tembakau di Indonesia. Hama ini menyerang daun pada
pertanaman stadium vegetatif hingga generatif menyebabkan gangguan pada proses fotosintesis
dan mengakibatkan kehilangan hasil panen.
Pengendalian ulat grayak sampai saat ini masih mengandalkan insektisida organik
sintetik yang diaplikasikan secara berjadwal pada tanaman berumur 20-65 hari setelah tanam
dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian hama secara berjadwal ini memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan antara lain terbunuhnya agen pengendali hayati seperti parasitoid,
predator dan pathogen (Ooi P.A.C. and B.M. Shepard, 1994).. Oleh karena itu Teknologi Tepat
Guna (TTG) dalam Pengendalian Hama pada Tanaman Tembakau mutlak diperlukan.
Teknologi tersebut adalah Teknologi Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan

1.2. Tujuan Khusus

Teknologi Tepat Guna Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F) pada
Tanaman Tembakau adalah untuk merubah cara pengendalian yang Konvensional yang
sekarang ini masih diterapkan oleh petani dan perusahaan tembakau Virginia atau prngendalian
hama masih bersifat Unilateral. Oleh karena itu perubahan teknik pengendalian hama harus kea
rah Multilateral melalui Teknologi Tepat Guna Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera
litura F) pada Tanama Tembakau.

II. PENGERTIAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA

TTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar dari appropriate technology, suatu
pengertian yang mempunyai makna tertentu, pada dasarnya, dilihat dari aspek teknis. Perujudan
TTG banyak ditemukan dalam bentuk teknologi tradisional yang dipraktekkan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah. Masyarakat tersebut, kecil sekali peluang memiliki kesempatan memakai
teknologi maju dan efisien, yang merupakan pola teknologi dari masyarakat maju/industri.
Secara teknis TTG merupakan jembatan antara teknologi tradisional dan teknologi maju. Oleh
karena itu aspek-aspek sosio-kultural dan ekonomi juga merupakan dimensi yang harus
diperhitungkan dalam mengelola TTG.

Pengenalan teknologi semacam TTG, dihadapkan kepada beragam nama, tergantung pada
dimensi yang dicakupnya seperti: teknologi tepat, teknologi pedesaan, teknologi madya
(intermediate), teknologi biaya rendah (low cost technology), teknologi padat karya (labour
intensive technology) dan lain-lain. Kiranya tidak perlu diperdebatkan tentang pengertian
sematik, mengingat selera berbeda-beda. Pengertian yang terkandung dan tersirat pada
terminologi berbagai TTG di atas kiranya sudah cukup jelas.

4.Kriteria Dan Syarat TTG

Menilai ketepat gunaan suatu teknologi, dalam hal ini, yang memberikan makna atau pengertian
berhubungan dengan masalah pembangunan pedesaan atau masyarakat berpenghasilan rendah.
Menurut Suwarto Martosudarjo dari LIPI makna/pengertian yang perlu digaris bawahi kriteria
ketepat gunaan teknologi itu bahwa: 1) Teknologi itu ekonomis (viable), 2) Teknologi itu dapat
dipertanggung jawabkan (technically feasible) dan 3) Teknologi dapat beradaptasi secara mapan
kepada lingkungan kultur dan sosial pada sesuatu lokal yang kita perbincangkan (socially
acceptable and ecologically sound).

Dalam bentuk pengertian lain TTG adalah hasil dari pendekatan kepada masalah-masalah
pembangunan. Menilai TTG adalah dalam pengertian kebutuhan yang nyata dan sumber-sumber
yang tersedia, tidak dalam pengertian maju yang telah ada. Pendekatan ini menyadari bahwa
perbedaan ekonomi, geografis dan kebudayaan memerlukan teknologi yang berbeda dan
pembangunan hendaknya menjadi pengabdi kepada manusia dan bukan sebagai tuan atau raja
bagi kebutuhan manusia.

Banyak rumusan lain mengenai Teknologi Tepat Guna. Rumusan berikut adalah yang dianut
Pusat Teknologi Pembangunan ITB (PTP ITB). PTP ITB mengajukan tiga
kriteria/persyaratan yang harus dipenuhi yaitu Teknis, Sosial dan Ekonomik

Persyaratan Teknis meliputi:

1)Memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup, menggunakan sebanyak mungkin bahan


baku dan sumber energi setempat dan sesedikit mungkin menggunakan bahan baku yang di
import.

2)Jumlah produksi harus cukup dan mutu produksi harus dapat diterima oleh pasaran yang ada,
baik dalam maupun luar negeri. mengenai Mutu baca: Apakah Mutu dan Bermutu Itu ?
https://lizenhs.wordpress.com/2011/05/07/apakah-mutu-dan-bermutu-itu/

3)Menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasar dengan sarana angkutan yang tersedia dan yang
masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindarkan kerusakan atas mutu hasil (produk) serta
menjamin kesinambungan peneyediaan pasokan (suplay) cukup teratur.

4)Memperhatikan ketertersediaan peralatan, serta operasi dan perawatannya demi


kesimanbungan (kontinuitas) persyaratan teknis.

Persyaratan Sosial meliputi:

1)Memanfaatkan keterampilan yang sudah ada atau kerterempilan yang mudah pemindahannya,
serta sejauh mungkin mencegah latihan ulang yang sukar dilakukan, mahal dan memakan waktu

2)Menjamin timbulnya perluasan lapangan kerja yang dapat terus menerus berkembang.
3)Menekan serendah mungkin pergeseran tenaga kerja yang mengakibatkan pengangguran
ataupun setengah pengangguran. 4)Membatasi timbulnya ketegangan sosial dan budaya, dengan
mengatur agar peningkatan produksi berlangsung dalam batas-batas tertentu. 5)Menjamin agar
peningkatan produksi serasi dengan peningkatan yang merata atas pendapatan

Persyaratan Ekonomi meliputi:

1)Membatasi sesedikit mungkin kebutuhan modal,. 2)Menekan, sehingga minimum kebutuhan


akan devisa, 3)Mengarahkan pemakaian modal, agar sesuai dengan rencana pengembangan
lokal, regional dan nasional 4)Menjamin agar hasil dan keuntungan kembali kepada produsen
dan tidak menciptakan terbentuknya mata-rantai baru. 5)Mengarahkan usaha pada
pengelompokan secara koperatif.

5.Kesesuaian (Ketepatgunaan)

Kapan suatu teknologi itu yang sesuai (tepat guna)? Suatu pertanyaan yang sering diajukan.
Berbagai jawaban dikemukakan. Dari beberapa jawaban-jawaban dan bertolak dari kriteria dan
syarat TTG yang dikemukakan diatas, dapat diajukan beberapa ketentuan bahwa suatu teknologi
dikatakan sesuai (tepat guna):

1). apabila teknologi itu sebanyak mungkin mempergunakan sumber-sumber Daya Alam yang
tersedia di suatu tempat, 2)apabila teknologi itu sebanyak mungkin mempergunakan sumber-
sumber Daya Manusia yang terdapat disuatu tempat, 3)apabila teknologi itu dapat sesuai dengan
keadaan ekonomi dan sosial masyarakat setempat dan 4)apabila teknologi itu membantu
memecahkan persoalan/masalah yang sebenarnya, bukan teknologi yang hanya bersemayam
dikepala perencananya.

Suatu yang harus diperhatikan bahwa, masalah-masalah pembangunan boleh jadi memerlukan
pemecahan yang unik dan khas, jadi teknologi-teknologi tersebut tidak perlu dipindahkan ke
negara-negara atau kedaerah lain dengan masalah serupa. Apa yang sesuai disuatu tempat
mungkin saja tidak cocok di lain tempat.

Oleh karena itu tujuan TTG adalah melihat pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah
tertentu dan menganjurkan mengapa hal itu sesuai.

6.Ciri-ciri TTG
Sebagaimana telah dikemukakan pada kriteria dan syarat dan kesesuaian TTG, dapat
dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan TTG (walaupun tidak berarti sebagai
batasan) adalah sebagai berikut:

1)Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian, industri,
pengubah energi, transprtasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan,

2)Biaya investasi cukup rendah/relatif murah,

3)Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan
setempat,

4)Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya

5)Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam/energi/bahan secara


lebih baik/optimal dan

6)Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar (self-realiance
motivated).

7.Penerapan TTG

Penerapan TTG adalah sebuah usaha pembaruan. Meskipun pembaharuan itu tidak mencolok
dan masih dalam jangkauan masyarakat, tetapi harus diserasikan dengan keadaan sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta alam. Kalau tidak, maka usaha pembaharuan itu
akan mendapat hambatan yang dapat menggagalkan usaha permbaharuan tersebut.

Usaha pembaharuan itu dirancang sedemikan rupa sehingga seluruh masyarakat merasa bahwa
pembaharuan adalah prakarsa mereka sendiri. ABerarti di dalam pembaharuan teknologi itu,
terdapat minat dan semangat dalam masyarakat tersebut.

Banyak orang keliru atau salah sangka: kalau orang membawa pompa bambu, biogas, pengering
dengan energi radiasi matahari sederhana kedesa, maka orang itu telah menerapkan teknologi
tepat guna. Membawa paket-paket teknologi sederhana tersebut kesebuah desa belum dapat
dikatakan sebagai penerapan teknologi tepat guna, bahkan dapat menjerumuskan, apabila tidak
disertai pendidikan kepada masyarakat desa tersebut, bagaimana cara membuat dan memperbaiki
alat tersebut. Paling ideal penerapan teknologi tepat guna adalah teknologi yang telah ada pada
suatu masyarakat dan perbaikan itu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
semakin meningkat

Penerapan TTG juga harus mempertimbangkan keadaan alam sekitar. Dapat diartikan bahwa
dampak lingkungan yang disebabkan penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) harus lebih kecil
dibandingkan pemakaian teknologi tradisional maupun teknologi maju.

1. Penggunaan Varietas Unggul


2. Penggunaan Tanaman Pinggir Kacang Panjang dan Tanaman Sela Jagung
3. Penggunaan Insektisida Organtrin dan Ekstrak Daun Ninba
4. Pengendalian Secara Mekanis
TEKNIK PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.)
PADA TANAMAN TEMBAKAU

TTG PENGENDALIAN HAMA ULAT TTG PENGENDALIAN HAMA ULAT


GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA GRAYAK (Spodoptera litura F.) PADA
TANAMAN TEMBAKAU DENGAN TANAMAN TEMBAKAU DENGAN
PERANGKAP TANAMAN PINGGIR PERANGKAP TANAMAN PINGGIR
KACANG PANJANG JAGUNG
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 1994. Economic injury level and sequential sampling technique for the
common cutworm, Spodoptera litura (F.) on soybean. Contr. Central
Research Institute Food Crops Bogor. 82: 13-37.

Carter, H.O. 1989. Agricultural sustainability: an overview and research assessment.


Californian Agric. 43: 13-17.
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research.
2nd ed. John Wiley & Sons, New York. 680 p.

Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated
control concept. Hilgardia. 29: 81-101.

Kasumbogo Untung. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Stone, J.D. and L.P. Pedigo. 1970. Development and economic injury level of the green
cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.

Suwarso dan B. Hari-Adi. 1995. Pengujian varietas tembakau virginia di Lombok, Nusa
Tenggara Barat.

Ooi P.A.C. and B.M. Shepard, 1994. Predators and parasitoids of rice insect pests. In.
E.A. Heinreich (Ed) Biology and Management of Rice Insect. Wiley Eastern
Limited. New Delhi.

Pedigo, L.P. and L.G. Higley. 1992. The economic injury level concept and
environmental quality. American Entomologist. 38(1): 12-21.

Rudd, Robert L., 1970. Pesticides and the living landscape. The University of Wisconsin
Press Box 1379., Medison, Wisconsin.

Anda mungkin juga menyukai