Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Kandidiasis Oral pada Pasien Eritroderma dd/


Sindroma Steven Johnson

Disusun Oleh:

Silmi Kaffah, S.Ked 04054821618012

Muhammad Reyhan, S.Ked 040848217--------

Pembimbing:

drg. Emilia Ch P, Sp.Ortho, MM.Kes

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Kandidiasis Oral pada Pasien Eritroderma dd/ Sindroma Steven Johnson

Oleh :
Silmi Kaffah, S.Ked 04054821618012

Muhammad Reyhan, S.Ked 04084821----------

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 28 Oktober-06
November 2017.

Palembang, Oktober 2017

drg. Emilia Ch P, Sp.Ortho, MM.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Kandidiasis Oral pada
Pasien Eritrodermasebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada drg.


Emilia Ch P, Sp.Ortho, MM.Kes selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
rekan-rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat.

Palembang, Oktober 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................1
BAB I STATUS PASIEN
1.1. Identifikasi..............................................................................................2
1.2. Anamnesis...............................................................................................2
1.3. Pemeriksaan Fisik...................................................................................3
1.4. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................5
1.5. Lampiran Foto Pasien.............................................................................5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA


2.1. Anatomi Rongga Mulut..........................................................................6
2.2. Ulkus Traumatikus
2.2.1. Definisi........................................................................................24
2.2.2. Epidemiologi...............................................................................24
2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko.........................................................25
2.2.4. Patofisiologi................................................................................25
2.2.5. Diagnosis.....................................................................................25
2.2.6. Tatalaksana.................................................................................25
2.2.7. Prognosis.....................................................................................26
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identifikasi Pasien


Nama : Tn. B
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam

1
Alamat : Prabumulih
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Polri
Pendidikan : SLTA
Ruangan : Musi Elok
MRS : 20 Oktober 2017, pukul 21.45 WIB

1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama: Mulut kering
b. Riwayat Perjalanan Penyakit:

c. Riwayat Pengobatan :

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal


Alergi : debu, dingin
Alergi : makanan seafood
Penyakit Kulit: eritroderma 4 minggu SMRS
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit Rinosinusitis
Epilepsi
e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya
Riwayat cabut gigi (-)
Riwayat tumpat gigi (+) pada 2 gigi geraham bawah kanan dan kiri
Riwayat membersihkan karang gigi (-)
Riwayat trauma (-)
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan menggosok gigi 2 kali sehari.

1.3 Pemeriksaan Fisik (Jumat, 20 Oktober 2017, pukul 10.30 WIB)


a. Status Umum Pasien
1. Keadaan Umum Pasien : Tampak sakit sedang

2
2.
Kesadaran : Compos mentis
3.
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respiration rate : 20x/menit
Temperatur : 36,70C
4. Berat Badan : 72 kg
5. Tinggi Badan : 167 cm
6. Kesan Gizi : overweight
b. Pemeriksaan Ekstra Oral
Wajah : Simetris
Bibir : eritem, berskuama tipis
Kelenjar getah bening submandibula
Kanan : tidak teraba dan tidak sakit
Kiri : tidak teraba dan tidak sakit
Kelenjar getah bening lainnya : pada region colli pembesaran ada,
kenyal, diameter 5 cm, tidak sakit
c. Pemeriksaan Intra Oral
Debris : tidak ada
Plak : ada pada gigi
Kalkulus : ada pada gigi
Perdarahan papila interdental : tidak ada
Gingiva : tidak ada kelainan
Mukosa : tidak ada kelainan
Palatum : tidak ada kelainan
Lidah : leukoplakia (+)
Dasar mulut : tidak ada kelainan
Hubungan rahang : Orthognathi
Kelainan gigi : tidak ada

d. Odontogram

e. Status Lokalis

3
Gangguan integritas mukosa bibir dan mulut

f. Perencanaan
Nystatin drop
Povidone iodine
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Rujukan normal Kesan

Hematologi

Hemoglobin 11 g/dL 11,3-14,1 g/dL Normal

Eritrosit 4,09 /mm3 4,40-4,48x106/mm3 Abnormal

Leukosit 13,9 /mm3 4,5-13,5/mm3 Abnormal

Hematokrit 33 % 35-41% Normal

Trombosit 375.000/mm3 150.000-419.000/mm3 Normal

Hitung jenis Basofil = 0 % Basofil = 0-1% Abnormal


Leukosit
Eosinofil = 0 % Eosinofil = 1-%
Neutrofil = 81% Neutrofil =
Limfosit = 13 % Limfosit = 20-40%
Monosit = 6 % Monosit = 2-8%

Protombin Time 14,3 detik 14,3 detik Normal

CRP 145 mg/L <5 mg/L Abnormal

1.5. Lampiran Foto Pasien

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 ANATOMI RONGGA MULUT

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara gusi serta gigi
dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya
oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal
farinx. (Pearce, 1979)
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap
mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole
berakhir pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari
rongga mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior. (Swartz, 1989)

Gambar 1. Rongga Mulut (Swartz, 1989)


Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ aksesori
yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang
maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan
faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya terletak
kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya akan
pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. (Pearce, 1979)
2.1.1. Palatum
Secara anatomi, palatum terbagi menjadi palatum durum (merupakan bagian
dari rongga mulut) dan palatum molle (merupakan bagian dari oropharynx). Palatum

5
memisahkan rongga mulut dengan rongga hidung dan sinus maksilaris. Mukosa
palatum merupakan keratinisasi epitel skuamos pseudostratified. Namun demikian,
submukosa memiliki banyak sekali kelenjar saliva minor, terutama pada palatum
durum. Periosteal yang membungkus palatum durum menjadi barier relative terhadap
pemisaha kanker kedalam tulang palatine (Sadeghi, 2011).
Batas-batas rongga mulut ialah:
Depan : tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah
Atas : palatum durum dan molle
Lateral : bukal kanan dan kiri
Bawah : dasar mulut dan lidah
Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus
glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla
sirkumvalata lidah.
Ruang lingkup tumor rongga mulut meliputi daerah spesifik dibawah ini:
(Reksoprawiro, 2003)
a. bibir
b. lidah 2/3 anterior
c. mukosa bukal
d. dasar mulut
e. ginggiva atas dan bawah
f. trigonum retromolar
g. palatum durum
h. palatum molle
Suplai neurovascular palatum berasal dari foramina palatine, yang berada di
medial sampai gigi molar ketiga. Foramina ini membagi jalur untuk pemisahan tumor.
Arteri palatina desendes dari maksilari interna membagi suplai darah. Pembuluh darah
melewati secara anterio melalui foramen nasopalatina sampai ke hidung. Sensoris dan
serat sekretomotor dari nervus maksilaris (VII) cabang dari nervus trigeminus dan
ganglion pterygopalatina melintasi palatum durum melalui nervus palatine major dan
minus (Sadeghi, 2011).
Secara anatomi, palatum molle adalah bagian dari oropharynx. Ini
mengandung mukosa pada kedua permukaanya. Intervensi antara kedua permukaan
mukosa adalah jaringan penyambung, serat otot, aponeurosis, banyak pembuluh
darah, limfatik, dan kelenjar saliva minor. Secara fungsional, palatum molle berperan
untuk memisahkan oropharynx dari nasopharynx selama menelan dan berbicara.
Palatum molle mendekat ke dinding posterior pharyngeal selama menelan untuk
mencegah regurgitasi nasopharyngeal dan mendekat selama berbicara untu mencegah
udara keluar dari hidung (Sadeghi, 2011).

6
7
2.1.2 Tulang Alveolar
Tulang alveolar adalah jaringan ikat yang termineralisasi yang terdiri atas:
a. Matrik tulang
Matrik tulang ini terdiri dari komponen organik, non-organik dan air.
1. Non-organik
Kalsium dan fosfor ditemukan lebih banyak daripada bikarbonat, sitrat,
magnesium, potassium, dan sodium. Bentuk mineralnya adalah Hidroksiapatit
[Ca10(PO4)6(OH)2] berbentuk seperti jarum kristalit atau lempengan tipis yang
tebalnya 8 nm dan panjangnya bervariasi.
2. Organik
90 % komponen material organik tampak sebagai kolagen tipe 1. Substansi
dasar mengandung proteoglikan dan sejumlah kecil protein lain seperti
osteoklasin, osteonektin, dan osteopontin.
b. Sel tulang
1. Osteosit, yaitu sel tulang utama.
2. Osteoblas, merupakan sel-sel tulang muda yang kemudian akan berkembang.
3. Osteoklas, yaitu sel tulang yg berfungsi untuk resorpsi sel tulang yang sudah
rusak.
4. Sel osteoprogenitor, yaitu sel tulang yang aktif saat pertumbuhan tulang dan
pada saat proses remodeling tulang.Sel ini dapat membelah dan
berdiferensiasi.
5. Lapisan sel tulang
c. Periosteum dan Endosteum (Chatterjee, 2006)
Sumber : Oral Anatomy, Histology, and Embryology.B.K.B

Berkovitz.Mosby.2009 (a.Keping alveolar bagian buccal. b.Keping alveolar


bagian lingual. c.Interdental septum. d.Interradicular septum)

Prosesus alveolar terbagi menjadi dua yaitu tulang alveolar sebenarnya


(Alveolar proper bone) dan tulang alveolar pendukung (Alveolar supporting bone)
(Grossman, 1995).

8
Fungsi utama dari tulang alveolar adalah mendistribusikan serta sebagai kekuatan

penyangga gigi yang ditimbulkan, contohnya pengunyahan makanan serta kontak gigi
lain.
Fungsi tulang alveolar secara umum antara lain :
1. Penyangga utama gigi, membentuk tulang soket yang berfungsi menahan akar
tulang sama halnya dengan menempelnya dengan ligamen periodontal.
2. Membentuk kerangka sumsum tulang
3. Bertindak sebagai penyimpanan ion (khususnya kalsium)
4. Tempat menempelnya otot
5. Komponen biologi yang terpenting adalah plastisi, memungkinkan penyesuaian
bentuk sesuai tuntutan fungsional. Komponen ini sangat penting untuk
pergerakan gigi orthodontik (Chatterjee, 2006)

Sumber : Oral Anatomy, Histology, and Embryology. B.K.


Berkovitz.Mosby.2009 (a. Keping alveolar bagian buccal. b.Keping alveolar bagian
lingual. c. Interdental septum. d. Interradicular septum)

Tulang Alveolar Sebenarnya (Alveolar proper bone)


Tulang alveolar yang sebenarnya adalah tulang yang membatasi alveolus atau
soket tulang yang berisi akar gigi. Tulang alveolar yang sebenarnya merupakan
bagian dari jaringan periradikular.

9
Tulang alveolar yang sebenarnya terdiri dari bundel tulang di tepi alveoli dan
tulang yang berlamela ke arah pusat prosesus alveolar. Tulang alveolar yang
sebenarnya disebut juga sebagai plat kribriform. Istilah ini timbul karena banyaknya
foramina yang melubangi tulang. Foramina ini berisi pembuluh darah dan saraf
yang berfungsi menyuplai gigi gigi, ligamen periodontal, dan tulang (Grossman,
1995). Gambaran radiografik tulang alveolar sebenarnya disebut lamina dura.

Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Grossman, Louis. EGC. 1995


Tulang alveolar sebenarnya adalah modifikasi dari tulang padat yang
mengandung lubang serat (Sharpeys). Serat-serat kolagen ini menembus tulang
alveolar sebenarnya pada sudut atau miring ke permukaan sumbu panjang gigi. Ini
merupakan sarana penghubung bagi ligamen periodontal pada gigi. Ikatan serat
yang berasal dari tulang ini jauh lebih besar dibandingkan ikatan serat yang ada di
sementum (Avery, 2002).
Karena tulang pada prosesus alveolar biasanya ditembus oleh ikatan kolagen
sehingga disebut ikatan tulang atau tulang alveolar sebenarnya. Lamina dura
tampak lebih padat daripada tulang pendukung di sampingnya, tetapi kepadatannya
di radiografi mungkin karena orientasi mineral disekitar ikatan serat dan kurangnya
nutrisi pada kanal tersebut.Tidak semua tulangalveolar sebenarnya tampak seperti

10
ikatan tulang. Terkadang, tidak terdapat lubang serat yang jelas pada lapisan tulang
soket (Avery, 2002).
Pada tulang alveolar sebenarnya, osteosit dalam tulang yang mengapur terletak
dalam ruang oval yang disebut lakuna, yang saling berhubungan dengan kanakuli.
Sistem kanal inilah yang membawa nutrien ke dalam osteoid dan membuang hasil
metabolik yang tidak berguna.
Secara konstan, tulang pendukung melalui modifikasi dalam adaptasi
pergerakan gigi minor sehingga serat mungkin bisa hilang atau digantikan di daerah
akar sepanjang hidup manusia (Avery, 2002).
Tulang Alveolar Pendukung (Alveolar supporting bone)
Tulang alveolar pendukung adalah tulang yang mengelilingi tulang alveolar
sebenarnya dan merupakan penyokong dari soket. Di tulang alveolar pendukung,
pada tulang spons juga ditemukan kanal nutrien. Kanal ini berisi pembuluh
pembuluh dan saraf saraf. Kanal ini biasanya berakhir pada krista alveolar pada
foramina kecil kecil. Melalui foramina inilah pembuluh dan saraf masuk ke gingiva.
Tulang alveolar pendukung terdiri atas 2 bagian, yaitu:
1. Keping Kortikal Eksternal. Dibentuk oleh tulang Havers dan lamella tulang
kompak yang terdapat di dalam dan luar lempeng pada prosesus alveolar.
Keping kortikal di maksila lebih tipis dibandingkan di mandibula. Dan lebih
tebal dibagian molar serta premolar pada regio mandibula.Keping kortikal
eksternal berjalan miring ke arah koronal untuk bergabung dengan tulang
alveolar sebenarnya dan membentuk dinding alveolar dengan ketebalan sekitar
0,1 0,4 mm. Tulang kortikal (padat) menutupi tulang spons dan dibentuk
oleh tulang berlamela. Tulang berlamela ini memiliki lakuna yang tersusun
dalam lingkaran konsentrik disekeliling kanal sentral disebut sistem Havers.
Tulang kortikal bergabung dengan tulang alveolar yang sebenarnya
membentuk krista alveolar (crest alveolar) disekeliling leher gigi. Pada
septum interdental terdapat lubang kanal of Zukerkandl dan pada septum
interradikular terdapat kanal of hirschfel, tempat arteri interdental dan
interradikular, vena, pembuluh getah bening, dan saraf.

11
Sumber : Oral Development and Histology. Avery K, James. Thieme.2002
2. Tulang Spons (Tulang kanselus). Inilah tulang yang mengisi ruang antara
tulang kompak dan tulang alveolar sebenarnya. Septum interdental terdiri dari
tulang spons yang mendukung tulang dan menutupi bagian dalam dari tulang
kompak.
Tulang sponge merupakan bagian dari tulang alveolar yang membentuk
trabekula. Lamela pada tulang spons tersusun satu sama lain membentuk
trabekula dengan ketebalan 50 m.
Di dalam tulang spons akan ditemui kanal nutrient. Kanal kanal ini berisi
pembuluh pembuluh dan saraf saraf. Jumlah tulang spons bervariasi di
antara rahang atas dan rahang bawah dan tergantung pada lebar prosesus
alveolar serta ukuran dan bentuk akar gigi (Grossman, 1995).
Secara radiografis, tulang spons terbagi menjadi dua tipe
1. Tipe I Interdental dan interradikular trabekula tersusun teratur dan horizontal
seperti susunan tangga. Biasanya terlihat di mandibula dan menunjukkan bentuk
lintasan pada tulang spons.
2. Tipe II Menunjukkan susunan yang tidak beraturan, banyak, serta interdental
yang halus dan interradikular trabekula. Tidak memiliki pola lintasan yang
berbeda. Susunan ini seringkali ditemukan di maksila (Chatterjee, 2006).

12
Sumber : Essentials of Oral Histology.Chatterjee, Kabita. Jaypee Brothers Medical
Publication.2006

2.1.3. Gingiva
Gingiva adalah bagian dari mucosa oral yang berlokasi disekitar leher dari gigi
geligi, Memanjang secara apikal di atas tulang alveolar, dan berakhir di mucogingival
junction. Seperti mucosa palatina, gingiva mengalami keratinisasi dan berfungsi
selama mastikasi. Gingiva biasanya di bagi menjadi tiga zona : zona marginal atau
zona bebas, yang mengelilingi gigi dan menjelaskan sulkus gingiva sebagai ruang
antara gigi dan gingiva bebas; zona cekat, yang melekat ke gigi melalui epithelium
junction yang unik dan melekat erat pada dasar tulang alveolar; zona interdental, yang
menempati ruang antara 2 gigi yang berdekatan secara apikal ke area kontak. Gingiva
bebas seringkali dipisahkan dari gingiva cekat oleh intervening groove yang disebut
groove gingival bebas, yang berjalan paralel dan sedikit apikal ke margin gingival
bebas.
Bagian-bagian gingiva secara klinis
Marginal Gingiva
Marginal gingiva (free gingiva) merupakan perbatasan (atau tepi terminal)
dari gingiva sekitar leher gigi. Pada sekitar 50% dari kasus, marginal gingiva
ditandai dari gingiva terikat sampai berdekatan dengan linier bawah dangkal
alur gingiva bebas. MArginal gingiva terdiri dari dinding jaringan lunak dari
sulkus gingiva yang dapat dipisahkan dari permukaan gigi dengan probe
periodontal.
Sulkus Gingiva

13
Sulkus gingiva adalah celah dangkal di sekitar gigi dibatasi oleh permukaan
gigi di satu sisi dan epitel yang melapisi margin bebas dari gingiva di
sebelahnya. Penentuan klinis kedalaman alur ini menyediakan indeks penting
dari kesehatan periodontal. dalam kondisi sehat normal kedalaman sulkus ini
adalah sampai dengan 2 mm meskipun kedalaman 1,5-1,8 mm secara klinis
dianggap sehat.
Gingiva Cekat
Gingiva cekat adalah terusan dari marginal gingiva. Gingiva cekat lebih kuat
dan erat terikat pada periosteum alveolar yang mendasarinya, yaitu
mucoperiosteum. Aspek wajah gingiva ini meluas ke relativery longgar dan
alveolar mukosa movable. Yang mana ia dibatasi oleh junction mucogingival.
Lebar gingiva cekat memberikan parameter klinis yang penting. Hal ini
didefinisikan sebagai jarak antara persimpangan mucogingival dan proyeksi
dasar sulkus gingiva (atau saku periodontal) pada permukaan gigi eksternal.
Lebar gingiva terpasang pada aspek wajah berbeda antara daerah yang
berbeda dari mulut, menjadi sekitar 3,5-4,5 mm pada rahang atas dan 3,3-3,9
mm pada mandibula. Lebar gingiva lebih sempit pada bagian posterior
(molar) dari pada di daerah anterior (gigi seri) pada mulut dan lebih sedikit
lagi di daerah premolar (1,9 mm di rahang atas dan 1,8 mm di rahang
bawah.)
Junction mucogingival tetap di lokasi standar sepanjang hidup orang dewasa.
sehingga setiap perubahan lebar gingiva terikat terjadi karena modifikasi pada
posisi akhir koronal nya. Luas dari gingiva terikat meningkat sesuai umur dan
pada erupsi gigi. Pada aspek lingual mandibula, gingiva terikat teminates di
persimpangan dengan mukosa alveolar lingual, yang terus-menerus dengan
mukosa dari lantai mulut. Permukaan palatal dari gingiva terpasang pada
rahang atas memadukan kentara dengan mucoperiosteum palatal sama kuat
dan tangguh.
Gingiva Interdental
Ruang interproksimal antara bidang kontak gigi yang berdekatan, lubang di
dinding gingiva, ditempati oleh gingiva interdental. dalam mulut yang sehat itu
terdiri dari dua papila dipisahkan oleh central col. kedua terdiri dari depresi
seperti lembah yang sesuai dengan bentuk kontak gigi interproksimal. ketika

14
gigi tidak bersentuhan, col sering absen, meskipun mungkin juga col tidak ada
bahkan ketika gigi berada dalam kontak pada beberapa orang. Setiap papilla
interdental adalah piramidal dalam bentuk dengan permukaan wajah dan
lingual meruncing menuju area col interproksimal. perbatasan lateral dan
ujung papila interdental dibentuk oleh kelanjutan dari gingiva marginal dari
gigi yang berdekatan. Dengan tidak adanya kontak gigi proksimal gingiva
dengan kuat terikat pada tulang interdental dan membentuk permukaan, halus
bulat tanpa papila interdental atau col. (Avery, 2002)

Epitelium Gingiva
Gingiva terdiri dari inti jaringan ikat pusat ditutupi oleh epitel skuamosa
berlapis, yang terakhir yang dibagi menjadi beberapa daerah yang berbeda.
Oral epithalium
Epitel (luar) menutupi puncak dan permukaan luar gingiva marginal dan
permukaan gingiva terikat. Oral epithalium ini terdiri dari keratin skuamosa
epithalium atau parakeratinized bertingkat, yang dapat dibagi menjadi
beberapa lapisan yang berbeda.
1. Lapisan basal kuboid atau kolumnar
2. Lapisan sel spinosus poligonal
3. Lapisan sel granular yang terdiri dari sel-sel diratakan dengan butiran
keratohyalin basofilik dan inti hiperkromik
4. lapisan sel keratin superfisial atau parakeratinized

15
Sel dari epitel mulut dihubungkan oleh desmosom. terdiri dari dua plak
lampiran padat di mana tonofilaments insert, raduating dari sitoplasma seluler
dan garis elektron-padat menengah dalam ruang ekstraseluler. garis besar dari
setiap membran sel sangat tidak teratur, membentuk proyeksi yang baik
memperpanjang ke dalam ruang intercelullar atau interdigitate dengan sel yang
berdekatan.
Epitel yang bergabung dengan jaringan ikat yang mendasari oleh lamina basal
lamina lucida terdiri berdekatan dengan sel epitel basal dan sebagian besar
densa glikoprotein lamina. The lamina basal dapat disintesis sebagian oleh sel-
sel epitel basal dan mungkin dapat ditembus cairan tetapi tidak partikulat.
Sulcular Epithelium
Garis epitel sulkus gingiva sulcular ini adalah lapisan tipis non-keratin epitel
skuamosa memanjang dari batas koronal epitel junctional ke puncak margin
gingiva. Meskipun non-keratin dalam kondisi normal, mungkin menjadi
keratin mengikuti terapi antibakteri intensif. itu adalah melalui lapisan
semipermeabel yang iritasi bakteri lolos ke jaringan di bawahnya.
Junctional Epithelium
Epitel junctional terdiri dari band kerah-seperti non-keratin epitel skuamosa 3-
20 sel tebal dan 0,25-1,35 panjang. lampiran dari lapisan ini epithalial ke
jaringan ikat yang mendasari terdiri densa lamina berdekatan dengan enamel
atau sementum dan lamina lucida mana hemidosmosomes melekat. ini epitel
junctional telah dibagi menjadi tiga zona:
1. zona apikal, yang terdiri dari sel-sel germinal basal.
2. zona tengah, yang memiliki sifat dominan perekat.
3. zona koronal, yang cukup permeabel.
Perlekatan dari epitel junctional pada gigi diperkuat oleh serat gingiva yang
penjepit gingiva marginal terhadap permukaan gigi. epitel dan gingiva
junctional serat ligamen periodontal karena itu disebut sebagai unit
dentogingival.
Jaringan Ikat Gingiva
Jaringan ikat gingiva yang disebut lamina propria. Hal ini padat kolagen, yang
terdiri dari dua lapisan:
1. Sesuatu yg terletak di bawah lapisan papiler pada epitel yang terdiri dari proyeksi
papiler.

16
2. Lapisan retikuler berdekatan dengan periosteum dari tulang alveolar.
Jaringan ikat dari gingiva marginal berisi bundel kolagen yang menonjol, serat
gingiva, yang mempunyai fungsi-fungsi berikut:
1. Untuk menjepit gingiva marginal terhadap gigi.
2. Untuk memberikan kekakuan yang diperlukan untuk menahan perpindahan
gingiva dari permukaan gigi selama pengunyahan.
3. Untuk menyatukan gingiva marginal bebas (free marginal gingiva) dengan
semental permukaan gigi dan gingiva terikat yang berdekatan.
Serat-serat gingiva disusun dalam tiga kelompok:
1. Kelompok gingivodental yang tertanam ke dalam sementum tepat di bawah epitel
di dasar sulkus gingiva.
2. Kelompok melingkar dengan arah melalui jaringan marginal dan interdental ikat
gingiva untuk mengelilingi gigi seperti cincin.
3. Kelompok trans-septum dari serat membentuk bundel horizontal antara sementum
dari gigi yg berdekatan ke dalam mereka tertanam. Mereka terletak di daerah
antara epitel di dasar sulkus gingiva dan puncak tulang interdental dan kadang-
kadang diklasifikasikan sebagai salah satu kelompok utama serat ligamen
periodontal.
4. Selain fibroblas dan makrofag, jaringan ikat gingiva sering mengandung lekosit
polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma. Sel-sel ini kemudian tertanam dalam
substansi dasar non-kolagen yang terdiri dari sebagian besar glikoprotein dan
glikosaminoglikan.

17
2.1.4. Ligamentum Periodontal
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang
alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke
tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam tulang.
Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih memungkinkan sedikit
gerak (Fawcett, 2002).
2.1.5. Pulpa
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk
papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa
melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan
sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang
letaknya lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)
2.1.6.Lidah
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-
otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu
pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik
mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam

18
proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf
otak ke-12. (Wibowo, 2005)
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka
mulut ditutupi oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla).
Pada papilla ini terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis,
asin, asam (di ujung depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah
juga mempunyai ujung-ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas
dan dingin. Rasa pedas tidak termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi
suatu rasa panas yang termasuk sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak
ke-7 dan sensasi umum oleh saraf otak ke-5. (Wibowo, 2005)
Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah lidah di garis tengah yang menghubungkan lidah dengan dasar
mulut. (Swartz, 1989)

Gambar 3. Gambar lidah dari atas (Swartz, 1989)


2.1.7. Kelenjar ludah
1. Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid
kiri dan kanan mandibularis.
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar. Nervus fasial berjalan
melalui kelenjar ini. (Swartz, 1989)
Parotid gland terletak di belakang tulang rahang bawah di bawah daun telinga
dan mempunyai saluran yang bermuara di depan gigi geraham ke-2 atas.
Gondongeun atau parotitis epidemica merupakan penyakit infeksi virus yang
mengenai kelanjar ini. (Wibowo, 2005)
2. Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang.
3. Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.

19
2.1.2 Gigi dan Komponennya
Sebuah gigi mempunyai mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas
gusi, lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang
sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa. (Pearce, 1979)

Gambar 4. Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia (Fawcett, 2002)

Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris maksila dan 16
di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului oleh satu set sebanyak 20 gigi
desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap pada umur 6-8 tahun.
Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti secara berangsur oleh gigi
permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini berlangsung sekitar 12 tahun sampai
gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan munculnya molar ketiga atau gigi
kebijakan. (Fawcett, 2002)
Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau gingival, dan
satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di dalam
tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher atau serviks.
(Fawcett, 2002)
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1
taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi

20
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk total
keseluruhan 32 gigi.

Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).


Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan bawah.
Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-mindahkan makanan linak ke
palatum keras ensit gigi-gigi. (Pearce, 1979)
Makanan yang masuk kedalam mulut di potong menjadi bagian-bagian kecil dan
bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.

Komponen-komponen gigi meliputi:


a. Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan dan
hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah mineral
dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organic hanya merupakan
tidak lebih dari 1% massanya. (Fawcett, 2002)
b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan. Apabila
lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke pulpa,
sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa sakit itu
ke otak. (Maulani, 2005)
Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan segar, dan berwarna agak kekuningan.
Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih keras. Bahannya 20% organic dan
80% anorganik. (Fawcett, 2002)
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan bentuk
kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan
jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan keseluruhan
jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium
juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi. (Tarigan, 2002)
Bentuk kamar pulpa hampir menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya
tanduk pulpa terletak di bawah tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu,
akan terbentuk lantai kamar pulpa yang mempunyai pintu masuk ke saluran akar,

21
disebut orifisum. Dari orifisum ke foramen apical disebut saluran akar. Bentuk
saluran akar ini sangat bervariasi, dengan kanal samping yang beragam, selain
kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan (aksesori) yang ujungnya buntu,
tidak bermuara ke jaringan periodontal. (Tarigan, 2002)
Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan ensiti, yaitu:
- Glukosaminoglikan
- Glikoprotein
- Proteoglikan
- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat.
(Tarigan, 2002)
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf. (Pearce, 1979)
Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf, yang
masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur serta
menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen apical,
tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe,
jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen ensit. (Tarigan, 2002)
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang sangat
mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang dari
jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-serat kolagen, glikoprotein,
dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis tipis dekat
dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular, dimana terkurung
sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam ensit dalam matriks. (Fawcett, 2002)

2.1.3 Jaringan Sekitar Rongga Mulut


Jaringan sekitar mulut (Harshanur, 1991):

1. Bibir dengan bagian-bagian


a. Bibir atas
b. Bibir bawah
c. Tepi bibir
d. Sudut bibir (commisure) dimana bibir atas dan bawah bertemu
e. Tuberkel yaitu tonjolan bulat pada bibir atas tengah bawah
2. Filtrum
Yaitu lekukan antara tuberkel dan hidung.
3. Labiomental groove
Yaitu groove yang berjalan horizontal di bawah bibir bawah yang membatasi dagu.

22
4. Nasolabial groove
Yaitu lekukan antara hidung/nasal dan bibir/labia.
5. Dagu

Di sebelah depan, mulut dibatasi oleh bibir dan otot-otot yang melingkarinya. Bibir
ini merupakan peralihan dari kulit dan selaput lendir. Perbedaannya dengan kulit adalah
bahwa bibir tidak mempunyai lapisan tanduk dan lapisan epidermisnya tipis. Warna merah
pada bibir disebabkan oleh warna merah darah dalam kapiler di bawahnya. Karena kulitnya
tipis, bibir juga merupakan bagian yang ensitive pada manusia. (Wibowo, 2005)
Pada orang yang kurang darah (anemia) warnanya pucat, sedangkan pada mereka
yang darahnya mengalami gangguan oksigenasi & karbonisasi, darah dapat menjadi kebiru-
biruan. (Wibowo, 2005)

2.2 Kandidiasis Oral


2.2.1 Definisi
Infeksi oportunistik di rongga mulut yang disebabkan oleh pertumbuhan abnormal
dari jamur Candida albican. Kandida albikan ini sebenarnya merupakan flora normal rongga
mulut, namun berbagai faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh maupun pengobatan
kanker dengan kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal tersebut menjadi pathogen.
2.2.2. Epidemiologi
Terdapat sekitar 30-40% Candida albican pada rongga mulut orang dewasa sehat,
45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi
palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang, 90%
pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien HIV/AIDS.
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi Candida albican ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds
dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS,
sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.

2.2.3. Etiologi dan Patogenesis


Pada orang yang sehat, Candida albican umumnya tidak menyebabkan masalah
apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh
secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua,
yaitu :
a. Patogenitas jamur

23
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler.
Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan
bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses
penyerangan Kandida terhadap sel host. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti
aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Candida albican.
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.
Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat
menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral
karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat
mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat
terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan
yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi
faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan
gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang
rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh
pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan
keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi
seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan
seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan
kemoterapi.
2.2.4. Patofisiologi
Patofisiologinya sendiri sebenarnya dapat didasarkan dari penyebab masing-masing.
Pada kasus diketahui ada faktor resiko berupa mengkonsumsi bubuk soda api yang sifatnya
korosif. bahan korosif tersebut akan mengiritasi lapisan mukosa pada rongga mulut dan akan
menyebabkan nyeri. Soda api yang bersifat basa kuat biasanya menyebabkan nekrosis
liquesfaction akibat proses denaturasi protein yang disertai saponifikasi lemak. Pada injuri
akibat asam, biasanya akan menyebabkan nekrosis koagulasi akibat denaturasi protein.
Derajat keparahan dari luka bergantung pada pH bahan, konsentrasi, lama kontak, banyaknya
bahan, dan bentuk/sediaan dari bahan tersebut. Contohnya, ingesti dari bahan pada yang
bersifat alkal akan menyebabkan kontak yang bersifat prolonged pada lambung sehhingga
menyebabkan luka bakar dengan derajat tinggi, sedangkan pada bahan yang telah diencerkan,

24
akan menyebabkan injuri kaustik saja atau injuri akibat perubahan suhu akibat reaksi zat
kimia.
2.2.5. Diagnosis
Diangnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang jika dibutuhkan. Pada anamnesis, biasanya pasien akan menceritakan
kronologis kejadian beserta penyebab luka, seperti pada kasus akibat konsumsi bahan kimia
yang iritatif. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan derajat luka bakar pada mulut yang
sifatnya ringan atau sedang. Namun, harus diperhatikan pada lesi yang penyebabnya kurang
jelas karena bisa saja merupakan gejala dari keganasan pada mulut ataupun lesi
granulomatous akibat infeksi. Selain itu, jika tidak didapatkan perbaikan dengan terapi
konvensional, pemeriksaan penunjang seperti biopsi dapat dibutuhkan untuk memastikan
diagnosis.
2.2.6. Tatalaksana
Untuk tatalaksananya, terdapat beberapa prinsip, yaitu: membersihkan luka dari
pengiritasi, mengirigasi/mencuci daerah luka menggunakan NaCl fisiologis hangat dengan
tekanan rendah, penggunaan kortikosteroid topikal, dan penggunaan anatesi topikal bila
perlu. Bila pasien belum dapat makan atau minum secara normal, dapat diberikan alat bantu
seperti feeding tube. Pada keadaan gawat darurat, pasien dapat diajarkan untuk langsung
membersihkan mulut dari bahan iritatif menggunakan air bersih dengan cara dikumur untuk
menetralkan zat iritatif tersebut sebelum meminta pertolongan ke dokter. Jika terdapat luka
yang dalam, dapat diberikan antibiotik yang berfungsi untuk pencegahan infeksi. Antibiotik
yang dapat dipakai seperti kapsul 100 mg doksisiklin 100 mg yang dilarutkan dalam 10 ml air
lalu dikumur selama 3 menit 3-4x kali sehari. Dapat juga dipakai obat kumur chlorhexidine
glukonat dengan dosis 10 ml sekitar 1 menit 2 sehari.

2.2.7. Prognosis
Zat kimia yang menyebabkan luka bakar tersebut dapat menyebabkan beberapa efek
signifikan. Contohnya pada esofagus dan lambung dapat menyebabkan striktura. Selain itu,
luka bakar yang merusak lapisan mukosa tersebut akan membuat lapisan dermis yang lebih
rentan terhadap infeksi mikroorganisme karena salah satu fungsi lapisan mukosa sebagai
pelindung. Luka bakar akibat trauma mekanis ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya
sekitar 10-14 hari.

25
Gambar 5. Contoh lesi akibat trauma (kiri) dan akibat panas (kanan)
(Frederick, 2010)

Gambar 6. Contoh lesi akibat bahan kimia (Frederick, 2010)

BAB III

ANALISIS MASALAH

Diagnosa penyakit ini dapat ditegakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaa


fisik.Anamnesis pasien didapatkan Abi Alfino umur 4 tahun dirawat di bagian pediatri RSMH
Palembang dengan diagnosis ulkus traumatikus. Berdasarkan alloanamnesis dari orang tua
pasien, pasien mengeluh mulut perih dan luka-luka akibat termakan soda api pada 3 hari yang
lalu.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak kompos mentis, denyut nadi
108x/m, laju pernapasan 30x/m, suhu 37,10 C dan tekanan darah 120/70 mmHg. Pada
pemeriksaan ekstraoral,dijumpai bentuk wajah simetris dan bibir tampak luka bakar dan
menghitam. Pada pemeriksaan intraoral, pasien kurang kooperatif untuk dilakukan
pemeriksaan karena merasa nyeri dan hanya terlihat lidah yang tampak ada luka bakar dan
berwarna menghitam.
Penatalaksanaan untuk pasien ini yang utama adalah untuk pembersihan rongga mulut
dari bahan iritatif, yaitu soda api yang bersifat basa kuat. Pembersihan dapat dilakukan
dengan irigasi NaCl hangat tekanan rendah atau dikumur. Pemberian kortikosteroid topikal

26
oral diperlukan juga sebagai pelindung pada daerah yang luka dan dapat mengurangi nyeri
akibat efek anti-inflamasi yang dimiliki. Pemberian terapi anastetik topikal oral (viscous
lidocaine) kurang disukai karena hanya berfungsi untuk menghilangkan nyeri dan cenderung
toxic jika dipakai berulang terutama pada anak-anak.
Prognosis pada penderita luka bakar akibat bahan kimia ini cenderung baik dan
biasanya akan sembuh sekitar 10-14 hari pasca kontak. Namun, perlu diperhatikan bahwa
biasanya agen iritatif tidak sekadar berada di rongga mulut. Agen iritatif tersebut dapat pula
masuk ke esofagus dan menyebabkan lesi yang dapat meninggalkan striktura saat sembuh
nanti. Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut pada orang dengan ulkus
traumatikus ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gilvetti, C, Porter, dan Fedele. 2010. Traumatic Chemical Oral Ulceration: A Case
Report and Review of the Literature. British Dental Journal208, 297 300.
2. Houston dalam James. 2014. Traumatic Ulcers.
http://emedicine.medscape.com/article/1079501-overview#showall, diakses pada 14
Juli 2017.
3. Press dalam Schraga. 2015. Topical Anesthesia.
http://reference.medscape.com/article/109673-overview#a7, diakses pada 14 Juli
2017.
4. Food and drug Administration. 2017. Triamcinolone Aerosol Solution.
https://www.drugs.com/cdi/triamcinolone-aerosol-solution.html, diakses pada 14 Juli
2017.
5. Fawcett, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. Jakarta: EGC.
6. Harshanur, Itjiningsih Wangidjaja. 1991. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC.
7. Maulani, Chaerita. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak, Panduan Orang Tua dalam
Merawat dan Menjaga Kesehatan Gigi bagi Anak-Anaknya. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

27
8. Pearce, Evelyn C. 1979. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
9. Swartz, Mark H. 1989. Textbook of Physical Diagnosis. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.
10. Tarigan, Rasinta. 2002. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta: EGC.
11. Wibowo, Daniel S. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Gramedia.
12. Reksoprawiro, Sunarto. Protokol Peraboi 2003. Protokol Penatalaksanaan Kanker
Rongga Mulut. Jakarta; 2003.
13. Sadeghi, Nader. Malignant Tumor of Palate. Medscape Reference Drug, Diseases, and
Procedur [internet]. Juli 2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/847807-overview
14. Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomi. Philadelphia : Elsevier Saunders
[internet];2012. Available from:
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/008/8432-0550x0475.jpg ,
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/056/56871-0550x0475.jpg
15. Avery, James K.. 2002. Oral Development and Hystology. Third Edition. New York :
Thieme Medical Publisher Inc.
16. Chatterjee, Kabita. 2006. Essential of Oral Histology. Jaypee Brothers Medical
Publication. 114-115
17. Garna Firena Devy, drg. 2004. Resorpsi Tulang Alveolar pada Penyakit Periodontal.
Universitas Sumatera Utara. 1-4
18. Grossman, Louis I. 1995.Ilmu Endodontik Dalam Praktek .Jakarta : EGC.62-64

28

Anda mungkin juga menyukai