Anda di halaman 1dari 20

USAHA PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

INDONESIA
A. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konflik antara Indonesia dengan Belanda
1. Kedatangan Tentara Sekutu Diboncengi oleh NICA

14 September 1945: Mayor Greenhalgh tiba di Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan
keadaan Indonesia menjelang pendaratan sekutu.

29 September 1945: sekutu mendarat di Indonesia dan melucuti tentara Jepang dan
dilaksanakan oleh SEAC pimpinan Lord Louis Mountbatten yang membentuk komando
khusus AFNEI pimpinan Sir Phillip Christison yang memiliki 5 tugas yaitu terima kekuasaan
dari Jepang, bebaskan tawanan perang, memulangkan Jepang, menegakkan damai, menuntut
penjahat perang.
AFNEI di Sumatera & Jawa.
Sekutu ternyata membawa NICA atau pegawai sipil Belanda.

2. Kedatangan Belanda (NICA) Berupaya untuk Menegakkan Kembali Kekuasaannya di


Indonesia

NICA mempersenjatai KNIL (tentara kerajaan Belanda), memprovokasi memancing


kerusuhan.
1 Okt 1945 Christison mengakui Pemerintahan RI secara de facto untuk kelancaran tugasnya.

Nyatanya sekutu sering membuat huru hara sehingga Bangsa Indonesia melawan melalui cara
Diplomasi dan Senjata.
B. Peran Dunia Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia-Belanda
(Baca Juga : Rangkuman Lengkap Perang Dunia 2 )
1. Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa
25 Maret 1947 Persetujuan Linggajati, namun dilanggar Belanda dengan Agresi Militer I
pada 21 Juli 1947.
31 Juli 1947 India & Australia ajukan masalah RI-Bld ke DK-PBB.

1 Agust 1947 Resolusi DK-PBB keluar untuk hentikan tembak menembak dan diselesaikan
scr damai melalui Arbitrase.

25 Agust 1947 DK-PBB menerima usul AS membentuk Komisi Jasa-jasa Baik yg dikenal
KTN beranggotakan: Australia, Belgia, AS.

8 Desember 1947 Perundingan Renville di Teluk Jakarta yg berakibat wilayah RI makin


sempit.
2. Peranan Konferensi Asia dan Resolusi Dewan Keamanan PBB
19 Des 1948 Agresi Militer II, sehingga PM India & Burma usul Konferensi.

20-23 Jan 1949 Konferensi Asia, RI a.l diwakili: Mr. AA Maramis & Dr. Soemitro
Djojohadikusumo.

Konferensi Asia hasilkan 4 Resolusi a.l: Pemerintahan RI kembali ke Yogya, bentuk ad


interim sebelum 15 Maret 1949, tarik tentara Belanda, serahkan kedaulatan ke NIS paling
lambat 1 Januari 1950.

28 Jan 1949 DK-PBB keluarkan resolusi: desak Bld hentikan opreasi militer & hentikan
gerilya RI, desak Bld bebaskan tawanan politik-pemerintahan RI ke Yogya.

Anjurkan perundingan lagi RI-Bld, buat Dewan Pembuat UUD NIS paling lambat 1 Juli
1949.

KTN diubah menjadi UNCI untuk melancarkan perundingan, urus pengembalian


pemerintahan RI.

C. Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda terhadap Keberadaan Negara Kesatuan Republik


Indonesia

1. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada waktu Agresi Militer Belanda
Pertama
Politik: Bld Kepung Ibukota RI & hapus RI dari Peta.
Ekonomi: Bld kuasai JABAR-JATIM sbg pnghasil beras, Sumatera pnghasil bahan ekspor.
Militer; Penghancuran TNI.
Namun, penghancuran TNI sulit krn TNI ber-gerilya.
18 Nov 1946 Liga Arab mengakui kemerdekaan RI.

2. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada waktu Agresi Militer Belanda
Kedua
Saat Agresi Militer Belanda II, para pimpinan RI ditawan & Yogyakarta jatuh.
19 Des 1948 Syafrudin Prawiranegara (Menteri Kemakmuran) berhasil dirikan PDRI di
Bukitinggi, Sumatera.

Rakyat & TNI di pimpin Jend. Soedirman melakukan siasat perang gerilya di sekitar
JATENG s. d JATIM (Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Kediri).

Resolusi DK-PBB tidak dipatuhi Bld, RI lakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 dgn
memukul mundur Bld dari Yogyakarta selama 6 jam yang membuktikan RI masih ada & TNI
masih kuat.

D. Aktivitas Diplomasi Indonesia di Dunia Internasional untuk Mempertahankan


Kemerdekaan Indonesia
a. Perundingan Awal hingga Hooge Velowe

Perundingan awal, 10 Februari 1942, Dr. H.J Van Mook (Belanda) : Indonesia akan
dijadikan Negara Commonwealth & masalah dalam negeri diurus Indonesia, tapi urusan luar
negeri diurus pemerintah Belanda.

RI punya usulan balasan, 12 Maret 1946 yang salah satunya berbunyi : RI harus diakui
sbg negara berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.

Tanggal 14-25 April 1946 terjadi perundingan resmi di Hooge Velowe (Belanda)yang
berisi tuntutan RI atas Jawa, Madura, & Sumatera, sedangkan Belanda hanya
menyetujui Jawa & Madura. Maka perundingan tsb mengalami kegagalan.
b. Perundingan Linggajati

10 Nov 1946, RI diwakili Sutan Syahrir, Belanda oleh Schermerhorn, & penengah Lord
Killearn (Inggris).
Isi perundingan :
1). Belanda scr de facto mengakui RI meliputi Sumatera, Jawa, & Madura.
2). RI-Belanda akan bekerja sama membentuk RIS.
3). RIS & Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda (Ketua : Ratu Yuliana).
Ternyata perundingan tsb ditafsirkan berbeda oleh kedua pihak sehingga terjadi : Agresi
Belanda I 20 juli 1947.

1-8-47 DK-PBB memerintahkan penghentian tembak menembak, akhirnya 4-8-47 agresi


berakhir namun Belanda masih memiliki Garis van Mook (Batas terakhir wilayah yg
dikuasai).
Perundingan Renville (Kapal Pengangkut Pasukan AS)
Sejak 8 Des 1947 dgn dihadiri KTN (komisi Tiga Negara): Australia, Belgia & AS.
Wakil RI = Amir Syarifuddin; Wakil Belanda : R.Abdulkadir Wijoyoatmodjo.
Hasil perundingan a.l :
1). Penghentian tembak-menembak.
2). Di Garis van Mook harus dikosongkan pasukan RI.
3). Belanda bebas membentuk Negara federal melalui Plebisit (Jajak Pendapat).
Scr umum hasil tsb sangat merugikan RI.

18 Des 1948 Belanda merasa tdk terikat Renville lagi, shg besoknya melakukan Agresi
Militer II dgn menyerbu & menduduki Yogyakarta.

Pada saat itu, para tokoh nasional : Soekarno, M.Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, &
AK.Pringodigdo diasingkan Belanda ke tempat yang berbeda agar terisolasi serta tak bisa
saling kontak.
Perlawanan d luar kota dipimpin Jend.Soedirman.

Pada saat itu ada peristiwa terkenal Serangan Umum Satu Maret 1949 yang berhasil
menguasai Yogyakarta selama 6 jam dipimpin Letkol. Soeharto utk menunjukkan bhw TNI
masih ada, keberhasilan tsb didukung karena bantuan Sultan Hamengkubuwono IX.
d. Perundingan Roem Royen
PBB membentuk UNCI (United Nations Comisssion for Indonesia) atau Komisi utk
Indonesia (Diketuai : Merle Cochran-AS) yg bertujuan mempertemukan Indonesia (Diwakili
: Muh.Roem) & Belanda (diwakili : Dr.van Royen) dimulai 17 April 1949.
Pada 7 Mei 1949 tercapai persetujuan dgn nama : Roem-Royen Statements .
e. Konferensi Meja Bundar (KMB)

Merupakan puncak perjuangan Bangsa Indonesia dlm mempertahankan kedaulatan yang


terus diusik Belanda.
KMB berlangsung di Den Haag pada 23 Agustus 1949.
Setelah berlarut-larut tercapai persetujuan a.l :
1). Belanda mengakui RIS sbg Negara berdaulat & merdeka.
2). Masalah Irian Barat akan diselesaikan dlm satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
RI diwakili : Moh.Hatta, Belanda : J.H. Van Maarseveen, & UNCI : Merle Cochran.

Berdasarkan KMB pada 27 Desember 1949, Ratu Yuliana menandatangani Piagam


Pengakuan Kedaulatan di Amsterdam.
Sejak itulah kedaulatan Indonesia telah diakui secara sah.

Usaha Bangsa Indonesia Mempertahankan Kemerdekaan


1. Pertempuran Surabaya

Pada tanggal 25 oktober 1945 Brigade 49 dibawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S
Mallaby mendarat dipelabuhan tanjung perak Surabaya. Brigade ini merupakan bagian dari
devisi India ke-2, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas
melucuti tentara jepang dan menyelamatkan tawanan sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000
personil dimana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang inggrisdan prajuritnya orang-
orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintahan Jawa
Timur di bawah pimpinan gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan
Sekutu. Kemudian antara wakil-wakil pemerintahan RI dan Brigjen AW.S Mallaby
mengadakan pertemuan yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.
1) Inggris berjanji mengikut sertakan Angkatan Perang Belanda

2) Disetujui kerjasama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan


ketentraman
3) Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar
4) Inggris hanya akan melucuti senjata jepang

Pada tanggal 26 oktober 1945 pasukan sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan
penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda
diantaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamphlet-
pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka.
Rakyat Surabaya dan TKR bertekad akan mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan
tidak akan menyerahkansenjata mereka.

Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober
1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan
berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya dalah dengan
mengepungdan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian
melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang
gemilang walaupun dipihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung
Karno beserta Jenderal D.C Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara
pemerintahan RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata.
Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak sekutu. Dalam satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh.

Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggung jawaban kepada rakyat
Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C Mansergh sebagai pengganti
Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum ini
isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri
dengan senjata, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan diatas kepala berbaris satu
persatu, jika pada pukul 06.00 ultimatum ini tidak di indahkan maka inggris akan akan
mengerahkan seluruh kekuatan darat, kekuatan laut dan udara. Ultimatum ini dirasa
menghina terhadap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai
tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut
secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo.

Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 November
1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No. 4 Bung Tomo membakar
semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul
18.00. pasukan sekutu dibawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu devisi
infantry sebanyak 10.000-15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang
penjelajah Sussex serta pesawat tempur mosquito dan Thunderbolt.

Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari
TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah
komandan pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir
November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran
Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap
tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai
penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia
dari kekuasaan asing.
2. Pertempuran Ambarawa

Kedatangan sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir


Jenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyatkarena akan mengurus tawanan
perang. Akan tetapi, secara diam-diam mereka bersama-sama NICA dan mempersenjatai para
bekas tawanan perang Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara
TKR dengan tentara Sekutu maka tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan
BrigJend Bethtel mengadakan Perundingan gencatan senjata.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa.
Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah dibawah pimpipinan Letnal Kolonel M.
Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa . Pasukan Angkatan muda dibawah
Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan
Surakarta menghadang sekutu didesa Lambu.

Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen
Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Komandan pasukan dipegang oleh
kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto.
Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi
penyerangan terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil
mengepung musuh yang bertahan dibenteng Willem, yang terletak ditengah-tengah kota
Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Kerena merasa terjepit maka
pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke
Semarang.
3. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada waktu itu para
pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang gencar-gencarnya merebut senjata dan
kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang
supaya diserahkan padanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, sekutu mengeluarkan
ultimatum agar Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Indonesia paling lambat
tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk menjaga keamanan. Oleh para pejuang,
ultimatum tersebut tidak diindahkan sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan
pasukan-pasukan Sekutu.

Sekutu mengulangi ultimatumnya pada tanggal 23 Maret 1945 yakni agar TRI meninggalkan
kota Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintahan RI di Jakarta menginstruksikan
agar TRI mengosongkan kota bandung, akan tetapi dari markas TRI
Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, para pejuang
Bandung meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat hati. Sebelum meninggalkan
kota Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah
kedudukan-kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Bandung Lautan Api

4. Puputan Margarana

Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946 adalah bahwa Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi
Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto
paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan
pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali, ikut pula tokoh-tokoh yang memihak Belanda.
Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai Komandan Resiman Nusa Tenggara
sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI.
Sementara itu perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang
menguntungkan akibat perundingan Linggajati di mana Bali tidak diakui sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa kecewa terhadap isi perundingan ini. Lebih-
lebih ketika Belanda membujuk Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk
Negara Indonesia Timur. Ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai,
bahkan dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946 I Gusti
Ngurah Rai memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.
Kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatan di Bali dan Lombok untuk menghadapi
perlawanan rakyat Bali ini. Pertempuran hebat terjadi pada tanggal 29 November 1946 di
Margarana, sebelah utara Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan Ngurah
Rai dapat dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai mengobarkan perang Puputan atau habis-habisan
demi membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai bersama anak buahnya gugur
sebagai kusuma bangsa.
5. Peristiwa Westerling di Makassar

Sebagai Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J. Ratulangie
melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional Indonesia (PPNI).
Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi pemuda ini pernah dipimpin oleh
Manai Sophian. Sementara itu pada bulan Desember 1946 Belanda mengirimkan pasukan ke
Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk
membersihkan daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik dan menumpas
perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia Timur. Di
daerah ini pula, pasukan Australia yang diboncengi NICA mendarat kemudian membentuk
pemerintahan sipil. di Makassar karena Belanda melakukan usaha memecah belah rakyat
maka tampillah pemuda-pemuda pelajar seperti A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter
Monginsidi melakukan perlawanan dengan merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai
NICA. Selanjutnya untuk menggerakkan perjuangan dibentuklah Laskar Pemberontak
Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng
Daeng Djarung, dan Robert Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya. Sejak tanggal
7 25 Desember 1946 pasukan Westerling secara keji membunuh beribu-ribu rakyat yang
tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda menyatakan Sulawesi dalam keadaan
perang dan hukum militer. Pada waktu itu Raymond Westerling mengadakan aksi
pembunuhan massal di desa-desa yang mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa
menjadi korban kebiadaban. Bagaimanakah pendapat kamu tentang tindakan Raymond
Westerling tersebut?
6. Serangan Umum 1 Maret 1949

Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan Desember 1948 ibu
kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.
Hatta beserta sejumlah menteri ditawan oleh Belanda. Belanda menyatakan bahwa RI telah
runtuh. Namun di luar perhitungan Belanda pada saat yang krisis ini terbentuklah Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Buktitinggi, Sumatera Barat. Di samping itu Sri Sultan
Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tetap mendukung RI
sehingga masyarakat Yogyakarta juga memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di
bawah Jenderal Sudirman yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan
TNI melalui surat Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara.
lain:

(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap
posisi militer Belanda;

(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan


(wehrkreise); dan

(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk
segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi
Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk
pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI
setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto.

Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan
kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang
mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir.
Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-
besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret
1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta
persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor
Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan
Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan
sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai
jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah
Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu
disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R.
Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada
Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York,
Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu
sebagai berikut. Ke dalam : Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak

langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung
dalam BFO. Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini
berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung
Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan
dengan RI. Ke luar Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai
kekuatan untuk melakukan serangan; dan Mematahkan moral pasukan Belanda.

7. Peristiwa Merah Putih di Manado

Peristiwa Merah Putih terjadi tanggal 14 Februari di Manado. Para pemuda tergabung dalam
pasukan KNIL Kompeni VII bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan
perebutan kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon, dan Minahasa. Sekitar 600 orang
pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Februari 1946 mereka
mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan diseluruh Manado telah
berada di tangan Republik Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia,
para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda
Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Waisan.

Bendera Merah Putih dikibarkan diseluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu
sejak tanggal 14 Februari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur Sulawesi
bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi. Ia
memerintahkan pembentukan badan perjuangan pusat keselamatan rakyat. Dr. Sam Ratulangi
membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu
dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia.
Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946, Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian
Barat dan sekarang Papua)
8. Agresi militer I (1947)

Dalam bulan november 1946 diselenggarakan perundingan antara pihak Indonesia dan
Belanda di Linggajati (Linggarjati), sebuah tempat peristirahatan disebelah Selatan Cirebon.
Persetujuan Linggajati yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, itu berisi antara lain
:

1. Pemerintah RI dan Pemerintah Belanda bersama-sama menyelenggarakan berdirinya


sebuah negara yang berbentuk federasi dengan nama RepublikInonesia Serikat (RIS).

2. Pemerintah RIS dan Pemerintah Belanda akan bekerjasama dalam sebuah perserikatan
negara yang bernama Uni Indonesia- Belanda.

Sesudah persetujuan Linggajati ditandatangani, hubungan RI-Belanda semakin memburuk.


Oleh pihak Kolonis Belanda, Persetujun Linggajati memang hanya dianggap sebagai alat
untuk memungkinkan mereka mendatangkan pasukan-pasukan yang lebih banyak dari
negerinya. Setelah mereka merasa cukup kuat, mereka beralih kepada maksud semula, yaitu
menghancurkan Republik Indonesia dengan kekuatan senjata. Untuk memperoleh dalih guna
menyerang RI, mereka mengajukan tuntutan yang bukan-bukan seperti :

1. Supaya dibentuk pemerintah federal sementara yang akan berkukasa diselulruh


Indonesia sampai pembentukan RIS yang berarti RI ditiadakan.

2. Pembentukan gandamerie (pasukan keamanan) bersama yang juga akan masuk ke


daerah Republik.

Dengan sendirinya Republik tidak mungkin menerima usul itu, karena akan berarti llikwidasi
bagi dirinya. Dengan penolakan RI itu, Belanda lalu merobek-robek Persetujuan Linggajati
dan pada tanggal 21 juli 1947 melancarkan Aksi Militer I kedalam wilayah kekuasaan RI.

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirirnkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab
dalam 14 hari, yang berisi:
1. Membentuk pemerintahan bersama;
2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga bersama;
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang
diduduki Belanda;

4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama. termasuk daerah daerah


Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama): dan
5. Menyelenggarakan penilikan bersama atas impor dan ekspor

Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama
masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras
dari kalangan parpol-parpol di Republik. Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung
tiba, Belanda terus mengembalikan ketertiban dengan tindakan kepolisian. Pada tanggal
20 Juli 1947 tengah malam (tepatnya 21 Juli 1947) mulailah pihak Belanda
melancarkan aksi polisionil mereka yang pertama. Polisionil adalah operasi militer Belanda
di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli sampai 5
Agustus 1947 (aksi pertama) dan dari 19 Desember 1948 sampai 5 Januari 1949 (aksi kedua).

Aksi Belanda ini sudah sangat diperhitungkan sekali dimana mereka telah menempatkan
pasukan-pasukannya di tempat yang strategis. Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan
Bandung untuk menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk
menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil
mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan
perairan-dalam di Jawa Di Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi-
instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan. Melihat
aksi Belanda yang tidak mematuhi perjanjian Linggarjati membuat Sjahrir bingung dan putus
asa, maka pada bulan Juli 1947 dengan terpaksa mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
Perdana Menteri, karena sebelumnya dia sangat menyetujui tuntutan Belanda dalam
menyelesaikan konflik antara pemerintah RI dengan Belanda.

Menghadapi aksi Belanda ini, bagi pasukan Republik hanya bisa bergerak mundur dalam
kebingungan dan hanya menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan. Dan bagi
Belanda, setelah melihat keberhasilan dalam aksi ini menimbulkan keinginan untuk
melanjutkan aksinya kembali. Beberapa orang Belanda, termasuk van Mook, berkeinginan
merebut Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang lebih lunak, tetapi
pihak Amerika dan Inggris yang menjadi sekutunya tidak menyukai aksi polisional tersebut
serta menggiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan sepenuhnya terhadap
Republik.

Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan agresi militemya secara serentak terhadap
kedudukan RI di seluruh daerah de facto Republik. Serangan Belanda yang mendadak dengan
persenjataan yang mutakhir dengan mudah menerobos garis-garis pertahanan TNI yang linier
dengan persenjataan terbatas dan sederhana. Kedudukan-kedudukan Republik di Sumatera
Ctara. Sumatra Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa, Timur
serentak di serang. Kapal-kapal terbangnya menyerang dan membom landasan-landasan
terbang serta daerah-daerah penting dan tempat-tempat yang dianggap sebagai pusat
pertahanan militer.
Di Jawa Barat Belanda mengarahkan dua divisi dan dengan cepat berhasil menduduki kota-
kota penting. Pada hari kedua Cirebon jatuh ke tangan Belanda dan dalam waktu kira-kira
satu setengah bulan, kecuali karasidenan Banten. semua kota-kota di Jawa Barat termasuk
Garut dan Tasikmalaya mereka duduki.

Persetujuan Renville dan Hijrah


Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dan dunia internasional, termasuk
Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan
Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke
dalam agenda Dewan Keamanan PBB, yang kemudian mengeluarkan Resolusi No. 27
tanggal 1 Aaustus 1947, yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan.

Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini terbukti
dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi
menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama,
yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25
August 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28
Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia
dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.

Dewan keamanan PBB membentuk komisi yang dikenal sebagai KTN (Komisi Tiga Negara)
dengan anggota-anggotanya Wakil Austalia. Belanda dan Amerika Serikat. Yang tugasnya
adalah membantu mencari penyelesaian sengketa RI-Belanda. Di bawah pengawasan KTN,
pada tanggal 6 Desember 1947 mulailah diadakan perundingan antara RI-Belanda bertempat
di atas kapal perang Amerika Serikat VSS Renville yang berlabuh di Tanjung Priek.
Perundingan berjalan sangat lambat namun pada tanggal 17 Januari 1948 tercapailah
kesepakatan dan naskah persetujuan Renville di tandatangani. Salah satu isinya adalah
keharusan bagi pasukan-pasukan RI untuk menionggalkan daerah-daerah kantong.
Sehubungan dengan hal itu maka kesatuan-kesatuan TNI dan kesatuan-kesatuan bersenjata
lainnya yang berada di kantong-kantong gerilya di Jawa Barat. Jawa Timur, Sumatera Timur
dan tempat-tempat lain bergerak menuju daerah Republik.

Demikianlah persiapan hijrah telah menyibukkan Divisi Siliwangi di Jawa Barat serta juga
kesatuan-kesatuan TP. Pada tanggal 1 Februari 1948 kolonel T.B Simatupang (sekarang
Letjan Pum) tiba di Tasikmalaya sebagai utusan Kementerian Pertahanan RI untuk membantu
mengatur pelaksanaan hijrah. Ada sebagian kecil dari pasukan Siliwangi yang menyusup
dengan berjalan kaki ke Banten menggabungkan diri dengan Brigade I Tirtayasa di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Sukanda Bratamenggala yang tidak terkena oleh perintah hijrah
karena mereka berada di daerah yang masih dikuasai R.I.

Pada akhir tahun 1947 oleh salah seorang anggota KNIP diajukan suatu usul agar diadakan
Reorganisasi dan Rasionalisasi (Rera) dalam kalangan TNI. Usul ini terutama didasarkan
pada pertimbangan ekonomis karena pada waktu itu keadaan semakin buruk akibat dari
persetujuan Renville yang telah mempersempit wilayah Republik. Dengan reorganisasi ini
diharapkan pengeluaran Negara dapat ditekan. Lebih-lebih pada waktu itu dirasakan bahwa
ancaman bahaya dari pihak Belanda terhadap RI semakin besar. Untuk menghadapi segala
kemungkinan perlu dibentuk pasukan yang mobilitas atau mudah digerakkan dan batalyon-
batalyon teritorial. Maka pada tanggal 25 Maret 1948 dikeluarkan instruksi bentuk
melaksanakan Rera.

Untuk divisi-divisi yang tidak mempunyai teritorial karena hijrah (seperti divisi Siliwangi)
dan kesatuan-kesatuan yang tidak dapat disusun dalam salah satu divisi yang ada dibentuklah
suatu bagian yang otonom yaitu Kesatuan Reserve umum (KRU). Untuk member wadah
pelajar jawa barat yang berada di daerah RI, dibentuklah oleh panglima Divisi Siliwangi
KRU W Corps Pelajar Siliwangi (CPS) pada tahun 1948 di Solo.
9. Agresi militer belanda II (1948)

Agresi Milner Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali
dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan
Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara
ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang
dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka menerjunkan pasukannya di Pangkalan
Udara Maguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di Yogyakarta. Kabinet mengadakan
sidang kilat. Dalam sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam
kota agar dekat dengan Komisi Tiga Negara (KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat
diadakan.

Peristiwa agresi ini terjadi pada tanggal 19 Desember 1948, dan penyerangan tersebut terjadi
di kota Yogyakarta. Belanda menyerangnya dari segala jurusan dan telah menduduki kota
tersebut.

Penyerangan Belanda ini di karenakan pada pada tanggal 2 November 1948, Kementrian
Penerangan RI menyangkal tuduhan Belanda tentang pelanggaran gencatan senjata. Tuduhan-
tuduhan Belanda itu sama dengan sebelum aksi militernya tanggal 21-7-1947. Pada tanggal
4-11-1948, Perdana Mentri Hatta merrti atakan. bahwa suasana Indonesia-Belanda sangat
buruk dan mengingatkan kepada keadaan sebelum tanggal 20 Juli 1947 (sebelum aksi militer
Belanda D. Dan bersamaan dengan itu Nehru di Kairo menyatakan, bahwa ada satu
kekuasaan kolonial menyerang Indonesia, hal ini akan menimbulkan reaksi berbahaya di
India dan dunia lainnya.
Banyak pihak rang terlibat dalam peristiwa ini, terutama Amerika dan Australia yang
meminta supaya diadakan sidang istimewa dewan keamanan untuk membicarakan agresi
militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia, bersamaan dengan waktu
itu pula, apa yang dinamakan kabinet Negara Indonesia Timur. meletakkan jabatan sebagai
protes atas agresi Belanda terhadap Republik Indonesia.

Putusan Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Hatta tentang pemindahan kekuasaan : kepada
Mr. Sjafrudin Prawiranegara, dengan perantaraan radio diberi kuasa untuk membentuk
Pemerintah Darurat Indonesia (PDRI) di Sumatra. Bersamaan dengan itu apa yang
dinamakan Kabinet Pasundan, menyerahkan mandatnya kepada Wali Negara sebagai
protes atas agresi Belanda terhadap Republik Indonesia.

Pada tanggal 22 Desember 1948, KTN mengawatkan kepada dewan keamanan laporan yang
isinya menyalahkan Belanda sebagai aggressor dan yang melanggar perjanjian. Pada tanggal
23 Desember 1948, Rusia mengajukan resolusi kepada Dev, an Keamanan mengecam
Belanda sebagai aggressor. India dan Pakistan melarang pesawat KLM (Belanda) terbang di
atas wilayahnya serta tidak diperkenankan mendarat disana. Pada tanggal 24 Desember 1948,
dewan keamanan menerima Resolusi Amerika Serikat Diperintahkan dengan segera

kepada Belanda dan Indonesia untuk menghentikan tembak-menembak dan membebaskan


pimpinan-pimpinan republik yang ditawan. Pada tanggal 27 Desember 1948, Presiden
Sukarno, Sultan Sjahrir dan H. Agus Salim ditawan di Brastagi. sedangkan Wakil Presiden
Hatta di Bangka. Juga beberapa pimpinan-pimpinan lainn a lath mengalami hal yang serupa
(ditawan di Sumatra).

Pada tanggal 29 Desember 1948, pasukan gerilya menyerang pasukan Belanda di seluruh
kota yogyakarta (serangan pertama). Pada tanggal 31 Desember 1948. Presiden Sukarno,
Syahrir, dan H. Agus Salim oleh Belanda dipindahkan pengasinganya ke Prapat. Sebagai
hasil diplomasi republic maka di New Delhi dari tanggal 20 sampai 23 Januari 1949
berlangsung koprensi Asia yang dihadiri oleh 21 Negara Asia dan Australia. Resolusi
konprensi Asia tersebut tentang senaketa Indonesia-Belanda ini, berpengaruh besar kepada
resolusi Dewan Keamanan PBB berikutnya.

Mr. A. A. Maramis, Mentri Keuangan Republik yang sedang berada di New Delhi, di tunjuk
sebagai Mentri Luar Negeri dalam Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Pada
tanggal 24 Januari 1949, Resolusi konprensi New Delhi dikirim kepada Dewan Keamanan
PBB, yang menuntut antara lain :
1. Pembebasan para pemimpin (pembesar) Republik Indonesia

2. Penarikan mundur Belanda dari Yogyakarta dan penarikan berangsuir-angsur tentara


Belanda dari daerah-daerah yang diduduki sejak 19 Desember 1948.

Pada tanggal 26 Januari 1949 Mr. Sjafrudin Prawiranegara memberi instruksi kepada Mr.
Maramis, supaya mengusahakan dewan keamanan untuk mengirimkan peninjau militer KTN
ke daerah-daerah yang masih dikuasai oleh Republik Sumatra.
Sejak tanggal 31 Januari 1949, perlawanan terhadap Belanda makin hari makin meluas dan
menghebat, terutama di seluruh pulau Jawa dan Sumatra. Pada akhir bulan Januari dan
permulaan Februari 1949, pasukan republic sudah kembali ke kantong-kantong mereka
semula (daerah-daerah asal), dan terus melakukan perang gerilya.

10. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya

Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal
ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut
dibawa oleh Mr. Teuku M. Hasan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan
oelh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatra dengan
membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu.

Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan sekutu mendarat di Sumatra Utara di bawah pimpinan
Brigadir Jenderal E.T.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini
yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para
tawanan tatas persetujuan Gubernur Teuku M. Hasan. Para bekas tawanan ini bersikap
congkak sehinggga menyebabkan terjadinya insiden dibeberapa tempat.

Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR
Sumatra Timur. Pada tanggal 10 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatra Timur
terbentuk Badan-badan perjuangandan laskar-laskar partai.

Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D Kelly memberikan ultimatum kepada
pemuda Medan agar menyerahkan senjatnya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu
dan NICA. Pada tanggal1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran Kota Medan.

Bagaimana sikap para pemuda kita ? mereka dengan gigih membalas setiap aksi
yang dilakukan oleh pihak Sekutu dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan
Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-
pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan inggris berhasil mendesak pemerintahan RI
ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar.
Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan
membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.

Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap
Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan BukitTinggi pertempuran berlangsung sejak
bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran
melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang
untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan
peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh
semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arief.
Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian diseluruh
Sumatra rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
TINDAKAN HEROIK RAKYAT DI BEBERAPA KOTA INDONESIA

Proklamasi kemerdekaan Indonesia mendapat sambutan dan dukungan seluruh rakyat


Indonesia yang ada di berbagai daerah. Bangsa Indonesia terus berjuang mempertahankan
kemerdekaan yang telah diperolehnya. Berbagai perlawanan berlangsung di beberapa daerah
berikut tindakan heroik rakyat di beberapa kota yang menduduki proklamasi kemerdekaan
Indonesia.

A. Jakarta

Para pejuang BKR dan pemuda menyerbu gudang senjata Jepang di Cilandak, Jakarta.
Mereka

melakukan penyerbuan tersebut setelah ikut unjuk semangat kemerdekaan dalam rapat
raksasa di Lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945

B. Semarang

Pada tanggal 15-20 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara pejuang Indonesia dan pasukan
Jepang yang terkenal dengan nama Pertempuran 5 hari di Semarang (Jawa Tengah).
Peristiwa itu diawali dengan adanya desus-desus bahwa Jepang telah meracuni air minum
penduduk desa candi. Akibat pertempuran ini ribuan pemuda gugur dan ratusan pasukan
Jepang tewas

C. Surakarta

Maras kempetai di Surakarta (Jawa Tengah) dikepung oleh rakyat sehingga terjadi
pertempuran sengit. Dalam pertempuran itu, seorang pemuda bernama Arifin gugur dan
untuk mengenangnya maka namanya diabadikan menjadi nama sebuah jembatan di Surakarta

D. Bandung

Para pemuda dan kaum buruh mengadakan perampasan senjata di gudang dan pabrik senjata
Jepang yang terletak di Lapangan Terbang Andir (Bandung, Jawa Barat). Di samping itu,
para pelajar dan pemuda mantan Tentara Peta (Pembela Tanah Air) telah berhasil melucuti
persenjataan pasukan panser Jepang.
E. Surabaya

Rakyat dengan dipelopori BKR berhasil merebut kompleks penyimpanan senjata Jepang dan
pemancar radio Embong, Malang selain itu, juga terjadi insiden berdarah pada 19 September
di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya. Beberapa orang Belanda mengibarkan bendera
Merah Putih Biru di atap hotel. Hal tersebut memicu kemarahan rakyat, sehingga rakyat
menyerbu hotel untuk merobek dan menurunkan warna biru bendera itu dan mengibarkan
Merah Putih.

Anda mungkin juga menyukai