Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ASUHAN KEPERWATAN ANAK


DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(RDS)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak

KELOMPOK 9:

1. Hikmah Nazilatus S (P17420513034)


2. Ilham Di Arfianto (P17420513035)
3. IstiQomah (P17420513036)
4. Karlina Rizqy (P1742-513036)

NAKULA 1

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih
panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja
aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering
adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadi sejak bayi baru lahir.
RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian
neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau
pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu
campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan
mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005).
Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) ,
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).
Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin
antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di
USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman
modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara
berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi
dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome (RDS).
Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat
501-1500 gram (lemons et al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman 2000). Saat ini
RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus. Defisiensi surfaktan
diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor
penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang
kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator
dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik
penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,1985), surfaktan dari cairan amnion
manusia ( Merrit,1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring,1985)
dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan
sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi
yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memperoleh pengetahuan mengenai

sindrom gawat napas.


Tujuan khusus
Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswi mengenai sindrom gangguan

pernapasan.

BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease
(HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. (Malloy & Freeman
2000).
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik (Stark,1986).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau tidak
adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.RDS dikatakan sebagai Hyaline
Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS adalah suatu sindrom kegawatan pada pernafasan yang terdiri atas gejala
dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60 kali permenit, sianosis, merintih pada saat
ekspirasi; terdapat retraksi pada suprasternal, interkostal dan epigastrium. Pada
penyakit ini terjadi perubahan paru yaitu berupa pembentukan jaringan hialin pada
membran paru yang rusak.Kerusakan pada paru timbul akibat kekurangan
komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang memberikan
pelumasan pada ruang antar alveoli sehingga dapat mencegah pergesekan dan
timbulnya kerusakan pada alveoli yang selanjutnya akan mencegah terjadinya
kolaps paru. (Yuliani, 2001)

B. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, secsiocaesaria.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan
untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan
daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala
tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini
dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan
disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan
sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH),

C. Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang,
pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi
surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada
alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10%
protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga
agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi,
adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan
edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi
dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau
volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan
epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi
yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
Gejala utama Gawat napas / distress respirasi pada neonatus yaitu :
Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per
menit)
Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96
jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
Grunting : suara merintih saat ekspirasi
Pernapasan cuping hidung

Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes

Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat

E. Penatalaksanaan
1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam incubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat.
2. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati
karena berpengaruh kompleks pada bayi premature.pemberian oksigen yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti fobrosis paru,dan
kerusakan retina. Untuk mencegah timbulnya komplikasi pemberian oksigen
sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas
untuk pemeriksaan analisis gas darah arteri tidak ada, maka oksigen diberikan
dengan konsentrasi tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis menghilang.
3. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa
5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah
60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu dijumpai harus segera
dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena yang berguna untuk
mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45. Bila tidak ada fasilitas untuk
pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3 dapat diberi langsung melalui
tetesan dengan menggunakan campuran larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3
1,5% dalam perbandinagn 4:1
4. Pemberian antibiotic. bayi dengan PMH perlu mendapat antibiotic untuk
mencegah infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.
5. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan
eksogen (surfaktan dari luar). Obat ini sangat efektif tapi biayanya sangat
mahal.

F. Komplikasi
1. Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada
bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi,
apnea, atau bradikardi.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum
vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventricular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan
frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
2. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen
pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu.BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
b. Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

G. Pencegahan RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada
bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:
Mencegah kelahiran < bulan (premature).
Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
Management yang tepat.
Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.

H. Pengkajian
Riwayat maternal
- Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
- Kondisi seperti perdarahan placenta
- Tipe dan lamanya persalinan
- Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
- Prematur, umur kehamilan
- Apgar score, apakah terjadi aspiksia
- Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
- Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling
Neurologis
- Immobilitas, kelemahan, flaciditas
- Penurunan suhu tubuh
- Pulmonary
- Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )
- Nafas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan
persentase desaturasi hemoglobin
- Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
Status Behavioral
- Lethargy
Study Diagnostik
- Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
- Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion
(untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
- Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45
- Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus

Seorang Ibu bernama Siti melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-
laki disuatu Rumah sakit dengan usia kehamilan 32 minggu dan status kehamilan
G3 P3 Ao ketuban pecah dini kemudian Ibu Siti melahirkan prematur secara
secsio caesaria. Kemudian setelah di lahirkan kurang lebih 2 hari kemudian bayi
tersebut mengalami sesak napas dan disertai dengan perubahan warna biru pada
sekitar bibir dan kuku (sianosis). Setelah dilakukan pengamatan retraksi dinding
dada berlebihan, nafas 80x/menit dan pernafasan dengan menggunakan cuping
hidung Selain itu suhu tubuh mencapai 37,7 C.

B. Analisa Kasus

DO: usia kehamilan 32 minggu, ketuban pecah dini, retraksi dinding dada
berlebihan. RR: 80x/menit s: 37,7 C
DS : Ibu Klien mengatakan setelah melakukan persalinan prematur 2 hari
kemudian anaknya mengalami perubahan warna menjadi biru pada area sekitar
mulut dan kuku selain itu bayi tersebut juga susah untuk bernafas

C. Pembahasan
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari kemudian,
biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-paru. Hal ini bisa terjadi
pada bayi dengan riwayat kelahiran normal atau bermasalah, semisal karena
ketuban pecah dini atau lahir prematur. Pada bayi prematur, sesak napas bisa
terjadi karena adanya kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru
harusnya berfungsi saat bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat
itu pulalah bayi mulai bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat itu
organnya tidak siap, misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar atau
membuka, sehingga udara tidak masuk. Itu sebabnya ia tak bisa menangis. Ini
yang namanya penyakit respiratory distress syndrome (RDS). Tidak membukanya
gelembung paru-paru tersebut karena ada suatu zat, surfactan, yang tak cukup
sehingga gelembung paru-paru atau unit paru-paru yang terkecil yang seperti
balon tidak membuka. Ibaratnya, seperti balon kempis. Gejala pada kelainan
jantung bawaan adalah napas sesak. Ada juga yang misalnya sedang menyusui
atau beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru dan ia jadi pasif. Jadi, penyakitnya itu
utamanya karena kelainan jantung dan secondary-nya karena masalah pernapasan.
Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi ini tidak bersifat mendadak. Walaupun
demikian, tetap harus segera dibawa ke dokter.

D. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan


1. Dx. 1 Gangguan pertukaran gas b.d imaturitas paru dan neuromuskular,
defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pola nafas efektif.
KH:
Jalan nafas bersih
Frekuensi jantung 100-140 x/i
Pernapasan 40-60 x/i
Takipneu atau apneu tidak ada
Sianosis tidak ada
Intervensi
1. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada posisi
telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap keatap
dalam posisi mengendus
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
2. Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
3. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan , kenali
tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.

4. Lakukan penghisapan
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari nasofaring,
trakea, dan selang endotrakeal.
5. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
6. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian surfaktan
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar
7. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
8. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi puncak dan
oksigen
Rasional: mencegahhipoksemia dan distensiparu yang berlebihan.

2. Dx 2: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan,
batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
Tujuan :
Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
Pasien bebas dari dispneu
Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas
Tindakan :
Independen
1. Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
2. Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat meningkatkan fremitus

3. Catat karakteristik dari suara nafas


Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas
4. Catat karakteristik dari batuk
Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang
banyak, tebal dan purulent
5. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan
bila perlu
Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten

Kolaboratif
1. Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
2. Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi

3. Dx 3: Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan


nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi bantuan
ventilator yang kurang tepat.
Tindakan :
Independen
1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas
Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing
Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles
terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler.
Wheezing terjadi karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan
nafas
3. Kaji adanya cyanosis
Selalu berarti bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang
indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku
dan ekstremitas adalah vasokontriksi.
4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan
beristirahat
Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
5. Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen

Kolaboratif
1. Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
2. Review X-ray dada
Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
3. Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik,
bronchodilator dan ekspektorant
Untuk mencegah ARDS

4. Dx 4: Resiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake yang tidak
adekuat
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil :
Tidak terjadi penurunan BB> 15 %.
Muntah (-)
Bayi dapat minum dengan baik

Intervensi :
1. Observasi intake dan output.
2. Observasi reflek menghisap dan menelan bayi.
Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
3. Pasang NGT bila diperlukan
4. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi.
5. Timbang BB tiap hari.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi

5. Dx 5: Devisit volume cairan b.d metabolisme yang meningkat

Tujuan : Volume cairan terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan

Kriteria hasil :

Suhu 36-37 C
Nadi 120-140 x/mnt
Turgor kulit baik.

Intervensi:

1. Observasi suhu dan nadi.


2. Berikan cairan sesuai kebutuhan.
3. Observasi tetesan infus.
4. Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi atau overhidrasi.
5. Kolaborasi pemberian therapy.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan Yuliani, 2001).
B. Saran
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier
: St. Louis Missouri
Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
http//RDS/MakalahkuRDSRespiratiryDistressSyndrome.htm
http://RDS/AniraForeverMateriRespiratoryDistressSyndrome.htm

Anda mungkin juga menyukai