Anda di halaman 1dari 31

EFEK RUMAH KACA

1.1 Pengertian Pemanasan Global


Pemanasan global atau dalam bahasa inggrisnya disebut global warming adalah
suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.yang
disebabkan oleh peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemanasan
global akan diikuti dengan perubahan iklim, seperti meningkatnya curah hujan
dibeberapa belahan dunia sehinga menimbulkan banjir dan erosi. Sedangkan di
belahan Bumi lain akan mengalami musim kering yang berkepenjangan yang
disebabkan oleh kenaikan suhu. Pemanasan global yang berakibat pada perubahan
iklim disebabkan oleh aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan
penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia dengan
kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung menyebabkan perubahan komposisi
alami atmosfer, yaitu meningkatnya jumlah gas rumah kaca secara global.

1.2 Penyebab Pemanasan Global


Pemanasan global dapat disebabkan oleh efek rumah kaca, efek umpan balik, dan
penggundulan hutan. Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari
matahari. Sebagian energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi tiba dipermukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang
menguap ke atmosfir. Maraknya kasus penggundulan hutan merupakan salah satu
penyebab pemanasan global saat ini. Penggundulan hutan yang mengurangi
penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20%
dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis sehingga mempengaruhi
kesuburan tanah.

1.3 Pengertian Efek Rumah Kaca


Efek merupakan suatu resiko yang ada positif dan negatifnya yang diterima setelah
melakukan suatu hal.Rumah kaca adalah analogi atas bumi yang dikelilingi gelas
kaca. Panas matahari masuk ke bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa
radiasi gelombang pendek. Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan
kembali ke angkasa sebagai radiasi gelombang panjang. Namun, panas yang
seharusnya dapat dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas
kaca dan terperangkap di dalam bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca (green
house) di pertanian, ruangan kaca memang berfungsi menahan panas untuk
menghangatkan/menstabilkan suhu dalam rumah kaca.
Rumah kaca dalam arti harfiah yaitu adanya gedung-gedung bertingkat di kota
besar yang dindingnya menggunakan kaca sehingga memantulkan panas matahari
kembali ke atmosfer bumi.
Sartain menyatakan yang dimaksud lingkungan meliputi kondisi dan alam dunia ini
yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan,
perkembangan atau life processes.
Efek rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824. Efek
rumah kaca merupakan proses pemanasan dari permukaan suatu benda langit atau
benda angkasa yang disebabkan oleh komposisi serta keadaan atmosfernya. Beda-
benda langit yang dimaksudkan terutama adalah planet maupun satelit. Sebenarnya
efek rumah kaca hampir ada di berbagai planet di tata surya seperti Mars, Venus,
dan benda-benda langit lainnya.
Efek rumah kaca tentu saja mempunyai kaitan yang sangat erat dengan gas rumah
kaca. Hal ini lantaran gas rumah kaca itu merupakan sekumpulan gas-gas pada
atmosfer yang menjadi sebuah adanya efek rumah kaca. Gas-gas yang disebut gas
rumah kaca bisa muncul secara alami di lingkungan Bumi, namun bisa juga timbul
akibat aktifitas manusia.
Pihak NASA telah mengemukakan bahwa efek dari rumah kaca sebenarnya
bukanlah dari pemanasan global ini karena pemanasan global mampu diredam
dengan memperbanyak penanaman pohon di sekitar area yang terjadi efek rumah
kaca . Tetapi efek sebenarnya adalah " serangan meteor yang akan menghujam bumi
" . Karena menurut NASA sekitar jutaan meteor menghujam bumi setiap tahunnya,
dan semuanya terbakar habis di atmosfer. Namun setelah penelitian selama 10
tahun , kadar lapisan atmosfer bumi terus menurun secara drastis, dan diperkirakan
6 - 10 tahun ke depan bumi akan terbuka lebar oleh serangan-serangan batu meteor-
meteor yang tidak akan mampu lagi ditahan oleh atmosfer bumi karena atmosfer
bumi terus menipis.
Istilah Efek Rumah Kaca (green house effect) berasal dari pengalaman para petani
di daerah iklim sedang yang menanam sayur-mayur dan bunga-bungaan di dalam
rumah kaca. Yang terjadi dengan rumah kaca ini, cahaya matahari menembus kaca
dan dipantulkan kembali oleh benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai
gelombang panas yang berupa sinar infra merah. Namun gelombang panas itu
terperangkap di dalam ruangan kaca serta tidak bercampur dengan udara dingin di
luarnya. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih tinggi daripada di luarnya.
Inilah gambaran sederhana terjadinya efek rumah kaca (ERK).
Pengalaman petani di atas kemudian dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi
dan atmosfir. Lapisan atmosfer terdiri dari, berturut-turut: troposfer, stratosfer,
mesosfer dan termosfer: Lapisan terbawah (troposfer) adalah yang yang terpenting
dalam kasus efek rumah kaca. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke
permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha,
beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Sedangkan lainnya
dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan
dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfer. Di dalam troposfer ini,
14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51%
yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung
dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfer
oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap
sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk
sinar inframerah.
Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang
antara lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas
inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfer dan oleh karenanya, suhu udara
di troposfer dan permukaan bumi menjadi naik. Terjadilah efek rumah kaca. Gas
yang menyerap sinar inframerah disebut Gas Rumah Kaca.
Seandainya tidak ada efek rumah kaca, suhu rata-rata bumi akan sekitar minus 180
C terlalu dingin untuk kehidupan manusia. Dengan adanya efek rumah kaca, suhu
rata-rata bumi 330 C lebih tinggi, yaitu 150C. Jadi, efek rumah kaca membuat suhu
bumi sesuai untuk kehidupan manusia.Namun, ketika pancaran kembali sinar
inframerah terperangkap oleh CO2 dan gas lainnya, maka sinar inframerah akan
kembali memantul ke bumi dan suhu bumi menjadi naik. Dibandingkan tahun 50-
an misalnya, kini suhu bumi telah naik sekitar 0,20 C lebih.Efek rumah kaca
pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824, merupakan proses
pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang
disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. Mars, Venus, dan benda
langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus,Titan) memiliki efek
rumah kaca,(dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia).
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda, yaitu : efek
rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca
ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia.Ketika radiasi matahari tampak
maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi, 10 energi radiasi matahari itu diserap
oleh berbagai gas yang ada di atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan
bumi, 42% membuat bumi menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023%
dimanfaatkan tanaman untuk perfotosintesis.Malam hari permukaan bumi
memantulkan energi dari matahari yang tidak diubah menjadi bentuk energi lain
seperti diubah menjadi karbohidrat oleh tanaman dalam bentuk radiasi inframerah.
Tetapi tidak semua radiasi panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh
gas-gas yang ada di atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas
pantulan dari bumi.
Dalam skala yang lebih kecil, hal yang sama juga terjadi di dalam rumah kaca.
Radiasi sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah kaca. Pantulan
dari benda dan permukaan di dalam rumah kaca adalah berupa sinar inframerah dan
tertahan atap kaca yang mengakibatkan udara di dalam rumah kaca menjadi hangat
walaupun udara di luar dingin. Efek memanaskan itulah yang disebut efek rumah
kaca atau green house effect. Sedangkan gas-gas yang berfungsi bagaikan pada
rumah kaca disebut gas rumah kaca atau green house gases.
1.71 Gas rumah kaca
Gas-gas rumah kaca (Green House Gases) adalah beberapa jenis gas yang
terperangkap di atmosfer dan berfungsi seperti atap rumah kaca yang mampu
meneruskan radiasi gelombang panjang matahari, namun menahan radiasi
inframerah yang diemisikan oleh permukaan bumi.
Gas-gas yang dimaksud antara lain adalah Karbon diokasida (CO2), Metan (CH4),
Nitrous Oksida (N2O), Hydrofluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (PFCs) dan
Sulfur heksaflorida (SF6).
Sumber gas-gas rumah kaca tersebut dapat terbagi menjadi dua yaitu alami dan
akibat aktifitas manusia. Gas rumah kaca yang terjadi secara alami adalah CO2,
methane. Sedangkan gas yang dihasilkan akibat aktifitas manusia antaralain CO2
(Proses pembakaran bahan bakar fosil), NO2 (aktifitas pertanian dan industri),
CFC, HFC, PFC (proses industri dan konsumen). dan kebakaran hutan, industri
peternakan, pembangkit listrik, dan transportasi merupakan penyumbang terbesar
emisi karbon,yang menyebabkan pemanasan global.
Menurut Forest Destruction, Climate Change and Palm Oil Expansion in Indonesia
2008, Indonesia menduduki urutan ketiga dunia sebagai penyumbang emisi gas
rumah kaca dunia, setelah Cina dan Amerika Serikat Penyebabnya diperkirakan
hilangnya 2 juta hektare lahan hutan di Indonesia setiap tahun, baik karena
kebakaran maupun penebangan liar, khususnya hutan di lahan gambut di
Kalimantan.
Aktivitas penebangan dan kebakaran hutan di Asia Tenggara diperkirakan
menyumbang 2 miliar ton karbon dioksida (CO2) ke udara. Nilai ini setara dengan
8 % emisi global yang berasal dari bahan bakar fosil. Dan sekitar 90 persen emisi
CO2 dari hutan gambut di Asia Tenggara disumbangkan oleh Indonesia.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup menyatakan, sepanjang 2003-2008, total
sumber emisi karbon dioksida di Indonesia setara dengan 638,975 gigaton.
Selubung gas rumah kaca tepatnya terdapat di lapisan troposfer pada ketinggian 7-
16 km diatas permukaan bumi.
1.72 Pemanasan global
Pemanasan global adalah terjadinya kecenderungan meningkatnya suhu udara
dipermukaan bumi dan lapisan atmosphere bawah dari waktu ke waktu, akibat
terjadinya efek rumah kaca (green house effect).
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pada dekade sekarang ini telah terjadi
kenaikan rata-rata suhu udara antara 0.3-0.6oC.
Bila emisi gas-gas rumah kaca terus meningkat dengan laju peningkatan seperti
sekarang maka diperkirakan pada tahun 2030 rata-rata kenaikan suhu udara akan
berkisar antara 3 sampai 5oC dan menyebabkan perubahan iklim global.
1.73 Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Secara umum iklim sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik
parameternya, seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah hujan yang terjadi
pada suatu tempat di muka bumi. Untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat,
menurut ukuran internasional diperlukan nilai rata-rata parameternya selama
kurang lebih 30 tahun. Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak
tetap dengan adanya perputaran atau revolusi bumi mengelilingi matahari selama
kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan
radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu
daerah. Daerah yang berada di posisi sekitar 23,5 Lintang Utara 23,5 Lintang
Selatan, merupakan daerah tropis yang konsentrasi energi suryanya surplus dari
radiasi matahari yang diterima setiap tahunnya (MenLH, 2003).
Ketika suhu di bumi semakin panas, sehingga lebih dari kondisi normal, inilah efek
rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer
terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka
terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim
dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara
global.
1.74 Konsentrasi gas rumah kaca Pemanasan Global Perubahan Iklim
Adanya gas-gas rumah kaca di atmosfir menyebabkan efek rumah kaca di bumi.
Konsentrasi gas-gas rumah kaca yang tidak seimbang di atmosfir mengakibatkan
pemanasan global dan perubahan iklim.
1.75 Dampak peningkatan konsentrasi gas rumah kaca :
Peningkatan radiasi gelombang panjang.
Mempengaruhi variasi dan kecenderungan suhu udara.
Mempengaruhi variasi dan kecenderungan curah hujan, yang mengakibatkan
banjir dan kekeringan.

1.4 Proses Terjadinya Efek Rumah Kaca


Energi matahari berupa radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik, yakni
sinar ultraviolet, dan cahaya akan diteruskan ke permukaan Bumi, sebagian dari
sinar itu akan diserap,dan sebagian lagi akan dipantulkan ke angkasa. Radiasi yang
sampai dipermukaan Bumi akan diserap,dan berubah menjadi kalor. Kalor ini
kemudian di radiasikan kembali ke angkasa oleh Bumi dalam bentuk inframerah
dan ketika mengenai gas rumah kaca di atmosfer maka sinar tersebut akan
dipantulkan kembali ke Bumi Akibatnya panas tersebut terperangkap di permukaan
Bumi, dan menjadikan Bumi panas.

1.5 Penyebab Terjadinya Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2)
dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh
kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar
organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
mengabsorbsinya. Energi yang masuk ke bumi mengalami :
- 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer.
- 25% diserap awan.
- 45% diadsorpsi permukaan Bumi.
- 5% dipantulkan kembali oleh permukaan Bumi.
Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah oleh
awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan
bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke
permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan
adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak
terlalu jauh berbeda.Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca
adalah sulfur dioksida , nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2)
serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan khloro fluoro karbon (CFC).
Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah
kaca.
Selain itu, efek rumah kaca juga dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1. Kerusakan hutan (kebakaran hutan dan penebangan liar)
2. Pemanfaatan pupuk, pembusukan sisa-sisa pertanian dan pembusukan
kotoran-kotoran ternak, dan pembakaran sabana di sektor pertanian dan peternakan.
3. Pemakaian AC yang berlebihan.
4. CFC yang banyak terdapat pada spray dan parfume.
5. Asap kendaraan bermotor.
6. Hasil buangan industri.

1.6 Dampak Terjadinya Efek Rumah Kaca


Meningkatnya suhu permukaan Bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim
yang sangat ekstrem di Bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan
ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya menyerap
karbondioksida (CO2) di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya
gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan
air laut. Efek rumah kaca juga dapat mengakibatkan meningkatnya suhu air laut
sehingga air laut mengambang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Perubahan cuaca dan lautan juga dapat mengakibatkan munculnya dampak sosial
dan politik yaitu munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas,
penyebaran penyakit melalui air. Temperature yang panas menyebabkan gagal
panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata
Bumi sampai dengan 1-5C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap
seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1.5C -
4.5C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer,
maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan
Bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan Bumi
semakin meningkat.

1.7 Usaha Mengurangi Efek Rumah Kaca


Banyak hal mudah yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global. Caranya, kita bisa mematikan lampu dan
peralatan elektronik saat tidak digunakan. Selain hemat energi dan uang untuk
bayar listrik, juga mengurangi polusi karena penggunaan bahan bakar. Rajin-rajin
memanggil tukang servis AC. Carpooling atau berangkat bareng teman atau
keluarga ke sekolah, tempat les, atau mal. Selain mengurangi kemacetan, kita juga
menghemat energi. Saat mencetak tugas, usahakan memakai dua sisi kertas. Plastik
adalah bahan yang sulit untuk diuraikan. Jika dibakar, plastik akan menjadi zat
racun atau polusi. Pemakaian kantong plastik saat belanja harus dikurangi. Seluruh
plastik itu hanya menjadi sampah. Coba pakai tas karton atau tas kanvas.
Selain itu, hal yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa untuk berkontribusi positif
dalam pengurangan efek rumah kaca. Sebenarnya mudah, tapi tidak mudah untuk
dilakukan. Untuk kita yang dirumah kita bisa melakukan :
Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda
standby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya, Anda terus
berkontribusi pada pemanasan global.
Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi.
Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan
biarkan pakaian kering secara alami.
Matikan keran saat sedang menggosok gigi.
Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman.
Segera perbaiki keran yang bocor. Karena keran yang bocor
dapat menumpahkan air bersih hingga 13 liter air per hari.
Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam
merupakan cara yang paling boros air.
Gunakan kembali amplop bekas.
Kurangi penggunaan produk sekali pakai seperti piring dan sendok kertas
atau pisau, garpu dan cangkir plastik.
Gunakan baterai isi ulang.
Jangan membuang sampah sembarangan, sebisanya untuk mengkategorikan
sampah yang perlu didaur ulang dan yang dapat ditimbun dan diurai oleh
mikroorganisme.
Mengurangi penggunaan kendaraan yang membutuhkan bahan bakar fosil,
jika dekat dengan rumah sebaiknya tidak menggunakan kendaraan.
Melakukan penanaman tumbuhan di sekitar rumah ataupun lingkungan
sebagai bentuk usaha awal untuk mengurangi dampak efek rumah kaca.
DEFORESTASI
1.1 HUTAN
Hutan tidak hanya bermanfaat bagi spesies hewan, spesies tumbuhan, atau
kelompok etnik tertentu yang meninggalinya saja. Setidaknya ada tiga manfaat
hutan yang berpengaruh global terhadap bumi sebagai habitat yang lebih luas.
Tiga manfaat tersebut adalah: hutan sebagai tempat resapan air; hutan sebagai
payung raksasa; hutan sebagai paru-paru dunia; dan hutan sebagai-wadah-
kebutuhan-primer.

Hutan tidak hanya bermanfaat bagi spesies hewan, spesies tumbuhan, atau
kelompok etnik tertentu yang meninggalinya saja. Setidaknya ada tiga manfaat
hutan yang berpengaruh global terhadap bumi sebagai habitat yang lebih luas.
Tiga manfaat tersebut adalah: hutan sebagai tempat resapan air; hutan sebagai
payung raksasa; hutan sebagai paru-paru dunia; dan hutan sebagai-wadah-
kebutuhan-primer.

Sebagai tempat resapan air, hutan merupakan daerah penahan dan area
resapan air yang efektif. Banyaknya lapisan humus yang berporipori dan
banyaknya akar yang berfungsi menahan tanah, mengotimalkan fungsi hutan
sebagai area penahan dan resapan air tersebut. Kerusakan hutan bisa
menyebabkan terganggunya fungsi hutan sebagai penahan air. Daerah dan
habitat sekitar hutan yang rusak itupun sewaktu-waktu bisa ditenggelamkan
banjir. Selain itu, kerusakan hutanpun akan membuat fungsi hutan sebagai area
resapan terganggu. Ketiadaan area resapan ini bisa menimbulkan kelangkaan air
yang bersih dan higienis, atau air siappakai. Selain fungsinya sebagai tempat
resapan air, hutan berfungsi pula sebagai payung raksasa. Rapatnya jarak
antara tetumbuhan satu dengan tumbuhan lainnya, juga rata-rata tinggi pohon di
segenap lokasinya, berguna untuk melindungi permukaan tanah dari derasnya
air hujan.

Tanpa payung raksasa ini, lahan gembur yang menerima curah hujan
tinggi lambat laun akan terkikis dan mengalami erosi. Maka, dengan begitu,
daerah-daerah sekitarnyapun akan rentan terhadap bahaya longsor. Jika manfaat
hutan sebagai daerah resapan terkait dengan keseimbangan kondisi air, bila
fungsinya sebagai payung raksasa terkait dengan kondisi tanah permukaan,
maka sebagai paru-paru dunia hutanpun bertanggung-jawab atas
keseimbangan suhu dan iklim.

Melihat lokasinya, hutan bumi terbagi dalam tiga kelompok besar: hutan
tropis, hutan subtropis (temperate), dan hutan boreal. Brazil dan Indonesia
adalah negara dengan hektaran hutan tropis terluas di dunia. Luas lahan hutan
Indonesia sendiri adalah 140,3 juta Ha, dengan rincian: 30,8 juta Ha hutan
lindung; 18,8 juta Ha cagar alam dan taman nasional; 64,3 juta Ha hutan
produksi; 26,6 juta Ha hutan yang dialokasikan untuk dikonversi menjadi lahan
pertanian, perumahan, transmigrasi dan lain sebagainya. Dari data dan rincian
tersebut, berarti sekitar 54% dari total luas daratan negara kita adalah hutan.

1.2 FUNGSI HUTAN

Kerusakan yang terjadi terhadap salah satu ekosistem dapat menimbulkan


dampak lanjutan bagi aliran antar ekosistem maupun ekosistem lain di
sekitarnya. Kerusakan hutan dipicu oleh kebutuhan manusia yang semakin
banyak dan berkembang, sehingga terjadi hal-hal yang dapat merusak hutan
Indonesia Pengelolaan hutan sangat penting demi pengawetan maupun
pelestariannya karena banyaknya fungsi hutan seperti berikut ini:

1. Mencegah erosi; dengan adanya hutan, air hujan tidak langsung jatuh
ke permukaan tanah, dan dapat diserap oleh akar tanaman.

2. Sumber ekonomi; melalui penyediaan kayu, getah, bunga, hewan, dan


sebagainya.

3. Sumber plasma nutfah; keanekaragaman hewan dan tumbuhan di hutan


memungkinkan diperolehnya keanekaragaman gen.

4. Menjaga keseimbangan air di musim hujan dan musim kemarau.

Dengan terbentuknya humus di hutan, tanah menjadi gembur. Tanah


yang gembur mampu menahan air hujan sehingga meresap ke dalam tanah,
resapan air akan ditahan oleh akar-akar pohon. Dengan demikian, di musim
hujan air tidak berlebihan, sedangkan di musim kemarau, danau, sungai, sumur
dan sebagainya tidak kekurangan air.

Dalam mengeksploitasi sumber daya tumbuhan, khususnya hutan, perlu


memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. tidak melakukan penebangan pohon di hutan dengan semena-mena


(tebang habis). Penebangan kayu di hutan dilaksanakan dengan terencana
dengan sistem tebang pilih (penebangan selektif). Artinya, pohon yang
ditebang adalah pohon yang sudah tua dengan ukuran tertentu yang telah
ditentukan.
2. Cara penebangannya pun harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
tidak merusak pohon-pohon muda di sekitarnya.
3. Melakukan reboisasi (reforestasi), yaitu menghutankan kembali hutan
yang sudah terlanjur rusak.
4. Melaksanakan aforestasi, yaitu menghutankan daerah yang bukan hutan
untuk mengganti daerah hutan yang digunakan untuk keperluan lain.
5. Mencegah kebakaran hutan.

1.3 FAKTOR PEMICU PENEBANGAN HUTAN


Konsep manajemen hutan menyatakan bahwa sebetulnya penebangan adalah
salah satu rantai kegiatan yang telah terakumulasi yang terdiri dari kegiatan
memanen proses biologis dan ekosistem selama daur hidupnya. Penebangan sangat
diharapkan atau jadi tujuan, tetapi harus dicapai dengan rencana dan dampak
negatif seminimal mungkin (reduced impact logging). Penebangan dapat dilakukan
oleh siapa saja asal mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari (sustainable forest
management), Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan
penebangan liar (illegal logging) bukan dalam kerangka konsep manajemen hutan.
Sedangkan penebangan liar sendiri dapat didefinisikan sebagai tindakan menebang
kayu dengan melanggar peraturan kehutanan. Tindakan ini adalah sebuah kejahatan
yang mencakup kegiatan seperti menebang kayu di area yang dilindungi, area
konservasi dan taman nasional, serta menebang kayu tanpa ijin yang tepat di hutan-
hutan produksi. Mengangkut dan memperdagangkan kayu illegal dan produk kayu
illegal juga dianggap sebagai kejahatan kehutanan.
Jika penebangan liar sudah terjadi maka laju penebangan liar ini akan sulit
dihentikan. Nukhrid (2010) mengemukakan beberapa alasan manusia melakukan
penebangan liar atau illegal logging yaitu :
1) Masalah sosial dan ekonomi
2) Kelembagaan
3) Kesenjangan ketersediaan bahan baku
4) Kelemahan koordinasi
5) Kurangnya komitmen dan lemahnya law enforcement (penegakan hukum)
Masalah sosial dan ekonomi yang dimaksud adalah berkaitan dengan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan keadaan individu yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keadaan masyarakat yang miskin dimanfaatkan oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab (pemodal) yang mengingikan keuntungan
yang cepat. Para pemodal tersebut menggerakkan masyarakat miskin untuk
melakukan penebangan liar. Ketika era reformasi dan demokratisasi tiba masalah
ini semakin memburuk, dimana tafsir yang salah mendorong terjadinya anarki
melalui pergerakan massa yang akibatnya semakin menguntungkan para raja kayu
dan pejabat korup yang menjadi perlindungan mereka. Faktor kedua yang
menyebabkan manusia melakukan penebangan liar adalah terkait dengan
kelembagaan. Adanya sistem pengusahaan melalui HPH (Hak Pengusahaan Hutan)
dan lemahnya pengawasan instansi kehutanan menyebabkan celah-celah untuk
melakukan penebangan liar terbuka lebar. Kesenjangan ketersediaan bahan baku
kayu bulat untuk kebutuhan industri dan kebutuhan domestik mencapai sekitar 37
juta m per tahun telah mendorong terjadinya penbengan kayu secara liar.
Disamping itu permintaan kayu yang berasal dari luar negeri, juga mengakibatkan
terjadinya penyulundupan kayu dalam jumlah besar. Deteksi aliran kayu ilegal
lintas batas sulit dilakukan karena dibukanya kra kayu ekspor. Sedangkan faktor
keempat dan kelima yaitu kelemahan koordinasi, kurangnya komitmen, serta
lemahnya penegakan hukum itu semua berkaitan dengan pihak pemerintah yang
dalam hal ini ternyata ada beberapa yang turut andil dalam kegiatan penebangan
liar.
Mutaqin (2013) juga menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan manusia
melakukan penebangan hutan adalah karena sebagai berikut :
1) Pembangunan pemukiman
2) Perluasan lahan pertanian
3) Penggunaan bahan bakar kayu
4) Pembalakan
5) Penebangan terbuka
6) Kemiskinan
7) Pengangguran
8) Pekerjaan yang tidak maksimal
9) Keuntungan yang menggiurkan
10) Permintaan akan kayu banyak
Berdasarkan beberapa faktor yang telah disebutkan dapat disimpulkan
bahwa faktor dominan atau faktor paling dasar yang menyebabkan penebanga liar
atau illegal logging adalah karena faktor masalah sosial dan ekonomi. Sebagian
besar masyarakat Indonesia masih hidup dalam garis kemiskinan. Jika masyarakat
sudah dihadapkan pada masalah ekonomi maka apapun akan dilakukan agar
manusia tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan
kebutuhan yang diperlukan tersebut manusia akan melakukan berbagai macam cara
bahkan yang tidak dibenarkan sekalipun seperti penebangan liar atau illegal
logging. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus hal tersebut akan semakin
mepercepat laju deforestasi hutan di Indonesia.

1.4 DEFORESTASI HUTAN

Penggundulan hutan atau deforestasi adalah kegiatan penebangan hutan


atau tegakan pohon (stand of trees) sehingga lahannya dapat dialih gunakan
untuk penggunaan nir-hutan (non-forest use), yakni pertanian, peternakan atau
kawasan perkotaan.
Pengertian deforestasi yang lain adalah panen permudaan disuatu tempat
dihutan yang nantinya digunakan untuk dialihkan pada penggunaan lainnya.
Pengertian deforestasi hutan sering diartikan sebagai penggundulan hutan tanpa
adanya penanaman kembali. Deforestasi tidak akan membuat kerugian pada
hutan apabila setelah hutan ditebang, lahan dimanfaatkan kembali menjadi lahan
pertanian, peternakan dan sebagainya. Indonesia sebagai negara yang besar dan
berkembang, juga mempunyai peran yang cukup besar dalam problematika
lingkungan tersebut. Indonesia merupakan negara kedua di asean yang harus
bertanggung jawab atas perubahan iklim dunia. Maraknya penggundulan hutan,
emisi industri, lalu lintas dan perusakan lahan gambut di Indonesia
mengakibatkan efekrumah kaca yang dahsyat. Hanya saja penggundulan hutan
ini merupakan penyebab terbesar efek rumah kaca tersebut (80-81%).

Deforestasi merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang
menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas.

Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia.


Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang
dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai
1,17 juta hektar pertahun.

Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization
(FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta
hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of
The Record memberikan gelar kehormatan bagi Indonesia sebagai negara
dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.

Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga
mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak
penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau
setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan
hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan
industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang
diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di
Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan
yang sustainable(lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh
Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter
setahun.

Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh


pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan
menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta
ha hutan sampai akhir 1997.

Dampak Deforestasi. Deforestasi (kerusakan hutan) memberikan dampak


yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di Indonesia. Kegiatan
penebangan yang mengesampingkan konversi hutan mengakibatkan penurunan
kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan peristiwa bencana alam,
seperti tanah longsor dan banjir.

Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian


satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa
endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya
lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa
(Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus
bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera
(Elephant maximus sumatranus).

Kerugian yang diderita negara akibat laju deforestasi hutan di Indonesia


diperkirakan dapat mencapai hingga sekitar Rp71 triliun, menurut lembaga
swadaya masyarakat Indonesia Corruption Watch.

Berdasarkan data riset ICW yang diterima di Jakarta, kerugian dari aspek
laju deforestasi hutan pada periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektare atau
setara Rp71,28triliun. Jumlah tersebut, terdiri atas kerugian nilai tegakan
(Rp64,8 triliun) dan provisi sumberdaya hutan (Rp6,48 triliun). Kerugian
tersebut masih ditambah tidak diterimanya dana reboisasi.

ICW juga memaparkan bahwa lembaga swadaya masyarakat Human Rights


Watch pernah meluncurkan riset pada 2009 yang menyebutkan bahwa praktik
korupsi dan mafia sektor kehutanan setidak-tidaknya merugikan negara rata-rata
Rp 20 triliun per tahun.

1.5 UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH

Pemerintah Indonesia melalui keputusan bersama Departemen Kehutanan


dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan sejak tahun 2001 telah
mengeluarkan larangan ekspor kayu bulat (log) dan bahan baku serpih. Selain
itu, Pemerintah juga telah berkomitmen untuk melakukan pemberantasan illegal
logging dan juga melakukan rehabilitasi hutan melalui Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang diharapkan di tahun 2008 akan
dihutankan kembali areal seluas tiga juta hektar.

Kerusakan alam sangat merugikan masyarakat dan untuk menanggulanginya


pemerintah melakukan tebang pilih dan memberikan pendidikan kepada
masyarakat bagaimana cara mengolah hutan dan hutan ditegakan bagi orang yang
melanggar hukum kehutanan diberi sangsi dan keamanan harus diperketat.

Sistem pengelolaan hutan pada dasarnya bertumpu pada aspek ekonomi dan
hanya sedikit yang memperhatikan aspek pengelolaan hutan itu sendiri. Hal inilah
yang menimbulkan dampak yang negatif, seperti terjadinya bencana alam banjir,
tanah longsor dan pencemaran udara akibat pembakaran hutan secara di sengaja
ataupun proses alam. Menghentikan penebangan liar ini tidaklah mudah, karena
terkait dengan mekanisme struktur budaya masyarakat yang sudah beradaptasi
secara turun temurun. Dengan melihat hal tersebut maka diperlukan penanganan
yang serius dan terpadu dalam program pembangunan hutan, dan dalam hal ini
adalah Dinas Perhutani. Pentingnya peran Dinas Perhutani dalam menjaga
kelestarian hutan menjadi tanggung jawab utama disamping masyarakat. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya harus berbagai upaya dilakukan oleh pihak
Dinas perhutani. Berdasarkan fenomena tersebut membuat penulis ingin
mengetahui lanjut tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan oleh
dinas yang terkait dalam menaggulangi pengendalian illegal logging.

Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya


memiliki tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan
terbentuknya pelestarian lingkungan hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah
antara lain:

1. Mengeluarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur


tentang Tata Guna Tanah.

2. Menerbitkan UU No. 23 Tahun 1997, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


mengenai Pendidikan Lingkungan Hidup.

3. Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang


AMDAL ( Analisis Dampak Lingkungan ).

Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian Lingkungan,


dengan tujuan pokoknya:

a) Menanggulangi kasus pencemaran.

b) Mengawasi bahan berbahaya dan beracun (B3).

c) Melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).

Pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon. Jeda penebangan


hutan atau Moratorium Logging adalah suatu metode pembekuan atau
penghentian sementara seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar (skala
industri) untuk sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan
tercapai. Lama atau masa diberlakukannya moratorium biasanya ditentukan oleh
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut (Hardiman
dalam Hutan Hancur, Moratorium Manjur).
Sebagai langkah awal dalam pencegahan kerusakan hutan nasional, metode
ini dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak. Bentuknya dapat berupa reformasi
hutan yang dilaksanakan oleh semua pihak sebgai bentuk partisipasi pemerintah,
privat, dan masyarakat dalam melindungi hutan dari kerusakan. Moratorium
Logging dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

1. Pemerintah mendapatkan manfaat berupa jangka waktu dalam melakukan


restrukturisasi dan renasionalisasi industri olahan kayu nasional, mengkoreksi
over kapasitas yang dihasilkan oleh indsutri kayu, serta mengatur hak-hak
pemberdayaan sumber daya hutan, dan melakukan pengawasan illegal logging
bersama sector private dan masyarakat.

2. Private/investor mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya harga


kayu di pasaran, sumber daya (kayu) kembali terjamin keberadaannya, serta
meningkatkan efisiensi pemakaian bahan kayu dan membangun hutan-hutan
tanamannya sendiri.

3. Masyarakat mendapatkan keuntungan dengan kembali hijaunya hutan


disekeliling lingkungan tinggal mereka, serta dapat terhindar dari potensi
bencana akibat kerusakan hutan.

1.6 DAMPAK PENEBANGAN HUTAN TERHADAP KEADAAN


ATMOSFER

Indonesia merupakan Negara yang memiliki berbagai macam jenis hutan.


Sudewa (2013) menyebutkan beberapa jenis hutan yang ada di Indonesia
diantaranya adalah hutan bakau, hutan rawa, sabana, hutan musim, dan hutan
hujan tropis. Hutan bakau tumbuh pantai yang landai, berlumpur dan terkena
pasang surut air laut. Hutan bakau sangat penting karena menjadi tempat
berbagai jenis ikan dan udang. Selain itu hutan bakau juga dapat melindungi
daratan dari abrasi serta menjadi penampung banjir dari pedalaman daratan.
Hutan bakau dapat ditemui di Pantai Papua, Sumatra bagian timur, dan
sepanjang pesisir Kalimantan.
Kedua adalah hutan rawa yang merupakan daerah rawa-rawa dengan
berbagai jenis tumbuhan seperti beluntas, pandan, dan ketapang. Jenis hutan ini
banyak terdapat di pantai timur Sumatra, Kalimantan Barat, dan Kalimantan
Tengah. Sedangkan sabana adalah padang rumput yang diselingi pepohonan dan
banyak terdapat semak belukar. Ketiga adalah sabana, umumnya sabana
dijumpai di Nusa Tenggara. Keempat adalah hutan musim. Hutan musim
merupakan hutan yang memiliki perbedaan kondisi pada musim hujan dan
kemarau yang cukup mencolok. Tumbuhan yang ada di hutan musim pada
musim kewarau biasanya akan meranggas dan pada musim hujan akan tumbuh
lebat kembali. Tumbuhan yang mengalami peristiwa ini di antaranya pohon jati
dan pohon randu. Hutan ini biasanya terdapat di daerah bertemperatur tinggi.
Hutan musim banyak terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, sampai Nusa
Tenggara. Kelima adalah hutan hujan tropis. Menurut Irwan (2012:143) hutan
hujan tropis (tropical rain forest atau mountain rain forest) sangat menarik,
merupakan ekosistem yang klimaks klimatik. Tumbuhan-tumbuhan yang ada
dalam hutan tersebut tidak pernah menggugurkan daun, kondisinya bervariasi
atau masing-masing tumbuhan berada dalam tingkatan kehidupan sesuai dengan
sifat atau kelakuan masing-masing jenis tumbuhan tersebut. Hutan hujan tropis
ini memiliki vegetasi yang khas daerah tropis basah dan menutupi semua
permukaan daratan yang memiliki iklim panas dan curah hujan yang banyak
serta terbagi merata. Hutan hujan tropis terdapat di Pulau Sumatra, Pulau
Kalimantan, dan Pulau Irian Jaya (Utami:2013).

Hutan- hutan tersebut memiliki fungsi yang digunakan semua makhluk


hidup yang ada di bumi untuk melakukan keberlangsungan hidupnya. Vihel
(2011) menyebutkan beberapa fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk di muka bumi, diantaranya adalah:

1) Menyediakan oksigen (O2)


2) Menyerap karbon dioksida (CO2)
3) Mencegah erosi
4) Pelestarian Plasma Nutfah
5) Mengatasi Penggenangan
6) Pelestarian Air Tanah

Disamping itu Kennedy (2013) menjelaskan manfaat atau fungsi hutan


adalah sebagai berikut :
1) Manfaat/Fungsi Ekonomi
2) Manfaat/Fungsi Klimatologis
3) Manfaat/Fungsi Hidrolis
4) Manfaat/Fungsi Ekologi
Dari pengelompokan tersebut dapat dilihat bahwa sebenarnya
pengelompokan yang disebutkan oleh Vihel sudah masuk dalam pengelompokan
yang disebutkan oleh Kennedy. Dalam manfaat atau fungsi ekonomi bahwa
hutan adalah sebagai sumber devisa negara dari berbagai macam benda yang
dihasilkan oleh hutan. Misalnya adalah kayu gelondongan maupun kayu-kayu
yang sudah diubah menjadi barang-barang kebutuhan rumah tangga. Hal negatif
yang terdapat pada fungsi ekonomis ini adalah membuka lapangan kerja bagi
para pembalak liar. Dalam fungsi klimatologis hutan adalah sebagai pengasil
oksigen dan sebagai penyerap karbondioksida. Sedangkan fungsi hidrolis adalah
hutan sebagai penampung air hujan di dalam tanah, pencegah intrusi air laut yang
asin serta menjadi pengatur tata air tanah. Yang terakhir dalam fungsi ekologi
hutan adalah sebagai pencegah erosi dan banjir, menjaga dan mempertahankan
kesuburan tanah, dan sebagai wilayah untuk melestarikan kenaekaragaman
hayati.
Dari fungsi-fungsi hutan tersebut maka dapat dilihat fungsi hutan yang
berkaitan dengan keadaan atmosfer. Fungsi tersebut adalah fungsi hutan sebagai
penghasil oksigen (O2) dan fungsi hutan sebagai penyerap karbon dioksida
(CO2) atau dengan kata lain adalah fungsi klimatologis. Dalam fungsi
klimatologis hutan merupakan kumpulan pepohonan yang berperan sebagai
produsen oksigen (O2). Tumbuhan hijau akan menghasilkan oksigen sebagai
hasil dari proses fotosintesis yang berlangsung di daun tumbuhan tersebut.
Dalam melakukan proses fotosintesis tumbuhan hijau memerlukan karbon
dioksida (CO2). Sehingga tumbuhan menyerap karbon dioksida (CO2) untuk
dapat melakukan proses fotosintesis. Dilain sisi karbon dioksida (CO2)
merupakan gas yang berbahaya bagi kehidupan manusia. Peluang penyerapan
karbon dioksida (CO2) besar ketika keberadaan hutan luas sehingga udara di
bumi menjadi bersih dan jumlah oksigen (O2) yang dihasilakan hutan pun besar.

Kedua fungsi tersebut sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup


yang ada di bumi ini. Jika hutan mengalami kerusakan akibat penebangan yang
dilakukan manusia maka kehidupan di bumi akan terganggu karena dampak
yang ditimbulkan oleh kerusakan tersebut. Salah satu dampak kerusakan hutan
tersebut adalah terhadap keadaan atmosfer yang menyelimuti bumi. Dampak
tersebut antara lain :
1) Polusi udara
2) Efek rumah kaca (green house effect)
3) Kerusakan lapisan ozon (O3)
Dampak yang pertama muncul dari rusaknya hutan akibat penebangan
yang dilakukan secara terus menerus adalah polusi udara. Natalia (2013)
mengatakan bahwa Polusi udara adalah suatu keadaan dimana udara
mengandung bahan kimia, partikel, atau bahan biologis lainnya yang
menyebabkan kerugian atau ketidaknyamanan pada manusia atau organisme
hidup lainnya, atau menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam atau
lingkungan binaan, ke atmosfer. Dalam hal ini artinya jika hutan mengalami
kerusakan maka tidak ada lagi komponen yang akan menyerap gas-gas yang
berbahaya bagi makhluk hidup. Dapat dibayangkan jika hal ini terjadi maka akan
timbul berbagai penyakit pernafasan pada manusia. Selain itu makhluk hidup
yang lain juga akan terganggu kehidupannya bahkan dapat mengalami
kepunahan akibat kekurangan oksigen (O2). Dampak yang kedua muncul adalah
efek rumah kaca atau green house effect. Green house effect pertama kali
dikemukakan oleh Joseph Fourier pada tahun 1924. Joseph Fourier mengatakan
bahwa efek rumah kaca merupakan proses pemanasan permukaan suatu
benda langit terutama planet atau satelit yang disebabkan oleh komposisi
dan keadaan atmosfernya. Hutan sebai paru-paru bumi mempunyai fungsi
meyerap gas karbon dioksida (CO2). Berkurangnya hutan dan meningkatnya
pemakaian energi fosil yang berupa minyak, batubara, dan sebagainya akan
menyebabkan kenaikan karbon dioksida (CO2) pada atmosfer. Gas tersebut
makin lama akan semakin banyak, dan akhirnya membentuk satu lapisan yang
mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari
yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh
pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan
dipantulkan kembali kepermukaan bumi oleh lapisan CO2 tersebut, sehingga
terjadi pemanasan di permukaan bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca.
Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada
umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin
meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal
ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota
dan wilayah di pinggir pantai akan terendam air, sementara daerah yang kering
karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering. Dampak yang terakhir yaitu
kerusakan lapisan ozon (O3). Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi
memiliki fungsi sebagai penahan radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi
kehidupan makhluk hidup di bumi. Kerusakan hutan dapat menimbulkan
rusaknya lapisan ozon. Kerusakan pada lapisan ozon tersebut itu akan
menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat semakin
bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet akan menembus
sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker kulit dan kerusakan pada
tanaman-tanaman di bumi. Beberapa hal tersebut merupakan dampak apabila
hutan terus ditebang hingga mengalami kerusakan. Jika kerusakan yang dialami
semakin parah maka kehidupan manusia serta makhluk hidup yang lain akan
mengalami gangguan untuk melangsukan kehidupannya. Adapun dampak lain
yang ditimbulkan diantaranya :
1. Banjir yang terjadi terus menerus. Apabila deforestasi hutan dilakukan terus,
akan membawa korban lebih banyak lagi.
2. Perubahan iklim Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer,
dimana hutan merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas
tersebut.Selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang
menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Ketika hutan mengalami
deforestasi, berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan
iklim yang ekstrem.
3. Kehilangan berbagai jenis spesies Deforestasi jugaber dampak pada hilangnya
habitat berbagai jenis spesies yang tinggal di dalam hutan.Menurut National
Geographic, sekitar 70 % tanaman dan hewan hidup di hutan. Dengan
hilangnya habitat-habitat tanaman dan hewan, akan menyebabkan kepunahan
spesies. Hal ini bisa berdampak di berbagai bidang seperti bidang pendidikan.
Pada bidang ini, akan musnah berbagai spesies yang dapat menjadi objek
suatu penelitian.Selain itu, di bidang kesehatan deforestasi berakibat
hilangnya berbagai jenis obat yang biasanya bersumber dari berbagai jenis
spesies hutan.
4. Terganggunya siklus air Pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus
air, yaitu menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya
akan dilepaskan ke atmosfer. Semakin sedikit jumlah pohon yang ada di
bumi, maka kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke
tanah dalam bentuk hujan juga sedikit. Selain itu, pohon juga berperan dalam
mengurangi tingkat populasi air, yaitu dengan menghentikan
pencemaran.Semakin berkurangnya jumlah pohon-pohon yang ada di hutan
diakibatkan oleh deforestasi hutan, maka hutan tidak bisa lagi menjalankan
fungsinya dalam menjaga tata letak air.
5. Erosi tanah dan longsor Jika terjadi hujan besar, akan mengakibatkan besarnya
laju aliran air di permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang.
Selain itu, air hujan dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga
menimbulkan erosi tanah atau tanah longsor.
6. Mengakibatkan Kekeringan Hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan
berimbas pada musim kemarau, dimana di dalam tanah tidak ada lagi
cadangan air yang seharusnya bisa digunakan dalam musim kemarau. Hal ini
disebabkan karena pohon yang bertindak sebagai tempat penyimpanan
cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga akan berdampak pada terjadinya
kekeringan yang berkepangjangan
7. Rusaknya ekosistem darat dan laut Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis
spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kegiatan deforestasi hutan dapat
mengakibatkan kerusakan bahkan kepunahan bagi kekayaan alam
tersebut.Kerusakan hutan yang terjadi akan membawa akibat terjadinya banjir
maupun erosi yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah menuju kelaut
yang nantinya akan mengalami proses sedimentasi atau pengendapan di sana.
Hal tersebut akan merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan, terumbu
karang dan lain-lain.
8. Abrasi Pantai Eksploitasi hutan secara liar tidak hanya dilakukan oleh pihak-
pihak tak bertanggung jawab di kawasan hutan yang ada di darat saja.
Kegiatan tersebut juga bisa dilakukan terhadap hutan-hutan mangrove yang
berfungsi untuk melindungi pantai dari terjangan gelombang dan badai yang
berada di pesisir pantai. Jika hal tersebut terus dibiarkan, akan berakibat
terjadinya abrasi pantai.
9. Kerugian Ekonomi Jika hutan rusak, maka sumber penghasilan masyarakat
pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan akibat deforestasi, akan
menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga sulit untuk bercocok tanam.
10. Mempengaruhi Kualitas Hidup Terjadinya erosi tanah sebagai akibat
kerusakan hutan dapat mengangkut partikel-partikel tanah yang mengandung
zat-zat berbahaya seperti pupuk organik yang akan masuk ke danau, sungai,
maupun sumber air lainnya. Akibatnya, kualitas air menjadi buruk dan akan
berdampak pada tingkat kesehatan yang buruk pula.

1.7 UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENJAGA


DAMPAK PENGGUNDULAN HUTAN TERHADAP ATMOSFER

Hutan merupakan penopang kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan


bukan hanya menyediakan bahan pangan maupun bahan produksi, melainkan
juga penghasil oksigen, penahan lapisan tanah, dan penyimpan cadangan air
(Dilla:2012). Oleh karena itu kerusakan hutan merupakan masalah serius yang
dapat menimbulkan berbagai dampak baik dalam jangka waktu dekat maupun
jangka waktu panjang. Masalah kerusakan hutan membutuhkan perhatian
khusus serta penanganan yang cepat agar kelestarian hutan dapat segara pulih
sehingga keberlangsungan hidup makhluk hidup tidak terganggu. Syahida
(2013) menyebutkan beberapa upaya pelestarian hutan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan reboisasi
2. Menerapkan sistem tebang pilih
3. Menerapkan sistem tebang tanam
4. Melakuakan penebangan secara konservatif
5. Menerapkan larangan penebangan hutan secara sewenang-wenang dan
memberikan sanksi yang berat bagi pelakunya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan yang pertama adalah
reboisasi. Hutan-hutan yang telah rusak ditanami kembali dengan pohon-pohon
baru sehingga hutan akan tetap terjaga keberadaannya. Di Indonesia program
reboisasi ini telah berlangsung sejak tahun 2005 dengan nama programnya
adalah Program Pohon Asuh. Upaya kedua yang dapat dilakukan adalah
diterapkannya sistem tebang pilih. Kebijakan pemerintah ini sebenarnya sudah
ada namun dalam pelaksanaannya masih banyak oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab menebang hutan secara sembarangan. Sistem tebang tanam
dilakukan untuk mengimbangi keadaan hutan. Apabila terdapat pohon ditebang
maka harus ada pohon baru yang ditanam sehingga keadaan hutan tetap
seimbang. Penebangan secara konservatif merupakan penebangan dengan cara
menebang pohon yang sudah tidak produktif lagi. Sehingga mencegah
kemungkinan terjadinya penebangan pada pohon yang masih muda dan
produktif. Selain masyarakat, pemerintah juga harus ikut terlibat dalam
pelestarian hutan. Pemerintah dapat berpartisipasi dengan cara memberikan
sanksi yang berat bagi para pelaku perusak hutan, yang bisa membuat mereka
jera dan tidak melakukan kegiatan penebangan liar tersebut. Selain beberapa hal
tersebut juga terdapat program rehabilitasi hutan dan tanah kritis. Husein
(1992:128) menjelaskan bahwa program rehabilitasi hutan dan tanah kritis ini
dilakukan untuk meningkatkan kembali kemampuan hutan dan tanah yang
rusak, sehingga hutan dan tanah tersebut akan berfungsi lagi dalam produksi dan
kelestarian lingkungan hidup.
Upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis ini dilakukan bersamaan dengan
upaya peningkatan kesadaran, kemampuan, dan kemauan serta mendorong
terbinanya keterpaduan antar instansi, lembaga-lembaga swasta masyarakatluas
agar peran serta dan swadaya masyarakat dalam pemeliharaan pemeliharaan
hutan dan tanah tersebut dapat berkembang selamanya. Upaya ini diharapkan
mampu meningkatkan persediaan sumber alam di masa depan bagi keperluan
rumah tangga, industri, kehutanan, pertanian, serta peningkatan mutu
lingkungan hidup.

1.8 DEFORESTASI HUTAN DI INDONESIA

Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia.


Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang
dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai
1,17 juta hektar pertahun.

Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds Forests
2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka
deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record
memberikan gelar kehormatan bagi Indonesia sebagai negara dengan daya
rusak hutan tercepat di dunia. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai
180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan
sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara
dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon
lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25
persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan
dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total
luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar
saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih
terjaga dan berupa hutan primer.

Penyebab Deforestasi. Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar


disumbang oleh kegiatan industri, terutama industri kayu, yang telah
menyalahgunakan HPH yang diberikan sehingga mengarah pada pembalakan
liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun,
sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari berkelanjutan)
sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut World
Bank adalah 22 juta kubik meter setahun. Penyebab deforestasi terbesar kedua
di Indonesia, disumbang oleh pengalihan fungsi hutan (konversi hutan) menjadi
perkebunan. Konversi hutan menjadi area perkebunan (seperti kelapa sawit),
telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai akhir 1997.

1.9 LAJU PERTUMBUH AN DEFORESTASI DI INDONESIA


Hancurnya kondisi pengelolaan hutan Indonesia nampak sangat jelas
tergambar dalam kejadian bencana kebakaran hutan dan kabut asap yang
melanda Sumatera dan Kalimantan antara September hingga Oktober 2015.
Kebakaran hutan tahun 2015 ini malah dipandang sebagai kasus kebakaran hutan
dan kabut asap terparah sepanjang sejarah bencana hutan di negeri ini. Fakta
yang lebih ironis lagi datang dari laporan Forest Watch Indonesia (FWI) pada
tahun 2015 ini yang mengatakan bahwa kenyataannya kerusakan hutan
Indonesia memang jadi yang terparah di dunia. Kesimpulannya, laju kerusakan
hutan Indonesia begitu deras, begitu masif menjadi laju kerusakan hutan
tertinggi di dunia. Bagaimana rincian faktanya? Berikut laporan dari Forest
Watch Indonesia seperti dikutip dari kantor berita Antara Ketua perkumpulan
FWI E. E Togu Manurung memberikan kenyataan yang istimewa bahwa
Indonesia memang selama ini dipandang sebagai salah satu negara dengan
luasan hutan yang terluas dan terkaya di dunia. Hanya berbeda sedikit dari
jumlah lahan hutan yang dimiliki oleh Brazil lewat kekayaan hutan Amazonnya.
Namun secara istimewa, Indonesia pun makin dikenal dunia sebagai negara
yang tak pernah bisa belajar dari sejarah tentang bencana alam yang muncul dari
kerusakan hutan. Bukannya hutan yang rusak ditambal dan dikembalikan ke
kondisi alamiahnya, malah catatan kerusakan hutan atatu deforestasi
menggambarkan kekacauan pengelolaan hutan yang begitu parah di sektor ini
selama beberapa dekade terakhir. Laporan FWI menunjukkan statistik yang
sungguh ironis, walau uniknya laju deforestasi atau kerusakan hutan Indonesia
dalam kurun waktu tiga periode terakhir menunjukkan penurunan yakni sekitar
2 juta hektare pertahun dalam kurun waktu 1980-1990 an, lalu menurun sekitar
1,5 juta pertahun selama 2000-2009, dan menurun lagi sekitar 1,1 juta hektare
di periode 2009-2013. Namun ironisnya, laju penurunan kerusakan hutan ini
bukan menjadi kabar baik. Pasalnya angka 1,1 juta di periode 2009-2013 masih
tetap menjadi negara dengan kerusakan hutan tertinggi di dunia. Statistik
penurunan ini pun disebabkan karena kawasan hutan Indonesia yang semakin
berkurang setiap tahunnya. Stastik buruk di tahun 2015 ini mengulang kembali
sejarah buruk masa lalu ketika pada tahun 2000 Indonesia pernah mendapatkan
predikat dari Guinness Book of World Records yang memalukan, karena dicap
sebagai negara tropis dengan laju deforestasi atau kerusakan hutan terparah dan
terburuk di dunia. Kala itu, angka kerusakan hutan yang tercatat adalah dua
hektare lahan hutan pertahun.
Jika merenungi statistik buruk itu maka wajar saja jika bencana banjir dan
tanah longsor tak pernah luput dari wilayah Indonesia. Pasalnya, bencana alam
banjir dan longsor pun punya kaitan erat dengan buruknya kerusakan lingkungan
yang dialami oleh tiap petak hutan di negeri ini.
Juru bicara Kementerian Kehutahan Eka Widodo mengakui hutan di
Indonesia berkurang pada 2012 lalu, tetapi jumlahnya jauh lebih kecil
dibandingkan hasil penelitian tersebut. "Berdasarkan data yang ada di
Kementerian Kehutanan ada terjadi deforestasi, penyebabnya itu antara lain
adalah kebakaran hutan, mungkin ada alih fungsi dan kemungkinan ada illegal
logging, deforestasi yang terjadi setiap tahun itu sekitar 450.000 hektar, tetapi
angkanya fluktuatif, kalau terjadi kebakaran hutan maka itu lunas (penanaman
lagi)," kata Eka. Mantan peneliti di Kementrian Kehutanan dan kini bekerja di
Universitas Maryland AS, Belinda Margono, menyebutkan Indonesia
mengalahkan angka deforestasi Brasil 460.000 hektar, di tahun yang sama,
setahun setelah moratorium penebangan hutan diberlakukan.
"Jadi ada peningkatan kehilangan luas hutan alam dari tahun 2000-2012,
bahkan di tahun 2012 kehilangan ini untuk Indonesia bahkan lebih besar
dibandingkan Brasil, ada peningkatan proporsi di wetland, ada peningkatan
proporsi forest land use yang seharusnya tak boleh diganggu," jelas Belinda.
Indonesia merupakan negara yang memproduksi gas emisi rumah kaca ketiga
terbesar di dunia, setelah Tiongkok dan AS dengan 85% emisi berasal dari
kerusakan dan berkurangnya jumlah luas hutan di Indonesia. Hutan alam
merupakan penyimpan karbon terbesar di dunia.

Anda mungkin juga menyukai