Hutan tidak hanya bermanfaat bagi spesies hewan, spesies tumbuhan, atau
kelompok etnik tertentu yang meninggalinya saja. Setidaknya ada tiga manfaat
hutan yang berpengaruh global terhadap bumi sebagai habitat yang lebih luas.
Tiga manfaat tersebut adalah: hutan sebagai tempat resapan air; hutan sebagai
payung raksasa; hutan sebagai paru-paru dunia; dan hutan sebagai-wadah-
kebutuhan-primer.
Sebagai tempat resapan air, hutan merupakan daerah penahan dan area
resapan air yang efektif. Banyaknya lapisan humus yang berporipori dan
banyaknya akar yang berfungsi menahan tanah, mengotimalkan fungsi hutan
sebagai area penahan dan resapan air tersebut. Kerusakan hutan bisa
menyebabkan terganggunya fungsi hutan sebagai penahan air. Daerah dan
habitat sekitar hutan yang rusak itupun sewaktu-waktu bisa ditenggelamkan
banjir. Selain itu, kerusakan hutanpun akan membuat fungsi hutan sebagai area
resapan terganggu. Ketiadaan area resapan ini bisa menimbulkan kelangkaan air
yang bersih dan higienis, atau air siappakai. Selain fungsinya sebagai tempat
resapan air, hutan berfungsi pula sebagai payung raksasa. Rapatnya jarak
antara tetumbuhan satu dengan tumbuhan lainnya, juga rata-rata tinggi pohon di
segenap lokasinya, berguna untuk melindungi permukaan tanah dari derasnya
air hujan.
Tanpa payung raksasa ini, lahan gembur yang menerima curah hujan
tinggi lambat laun akan terkikis dan mengalami erosi. Maka, dengan begitu,
daerah-daerah sekitarnyapun akan rentan terhadap bahaya longsor. Jika manfaat
hutan sebagai daerah resapan terkait dengan keseimbangan kondisi air, bila
fungsinya sebagai payung raksasa terkait dengan kondisi tanah permukaan,
maka sebagai paru-paru dunia hutanpun bertanggung-jawab atas
keseimbangan suhu dan iklim.
Melihat lokasinya, hutan bumi terbagi dalam tiga kelompok besar: hutan
tropis, hutan subtropis (temperate), dan hutan boreal. Brazil dan Indonesia
adalah negara dengan hektaran hutan tropis terluas di dunia. Luas lahan hutan
Indonesia sendiri adalah 140,3 juta Ha, dengan rincian: 30,8 juta Ha hutan
lindung; 18,8 juta Ha cagar alam dan taman nasional; 64,3 juta Ha hutan
produksi; 26,6 juta Ha hutan yang dialokasikan untuk dikonversi menjadi lahan
pertanian, perumahan, transmigrasi dan lain sebagainya. Dari data dan rincian
tersebut, berarti sekitar 54% dari total luas daratan negara kita adalah hutan.
1. Mencegah erosi; dengan adanya hutan, air hujan tidak langsung jatuh
ke permukaan tanah, dan dapat diserap oleh akar tanaman.
Deforestasi merupakan suatu kondisi saat tingkat luas area hutan yang
menunjukkan penurunan secara kualitas dan kuantitas.
Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds
Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization
(FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta
hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of
The Record memberikan gelar kehormatan bagi Indonesia sebagai negara
dengan daya rusak hutan tercepat di dunia.
Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga
mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak
penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau
setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan
hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer.
Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan
industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang
diberikan sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di
Indonesia mencapai 40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan
yang sustainable(lestari berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh
Departemen Kehutanan menurut World Bank adalah 22 juta kubik meter
setahun.
Berdasarkan data riset ICW yang diterima di Jakarta, kerugian dari aspek
laju deforestasi hutan pada periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektare atau
setara Rp71,28triliun. Jumlah tersebut, terdiri atas kerugian nilai tegakan
(Rp64,8 triliun) dan provisi sumberdaya hutan (Rp6,48 triliun). Kerugian
tersebut masih ditambah tidak diterimanya dana reboisasi.
Sistem pengelolaan hutan pada dasarnya bertumpu pada aspek ekonomi dan
hanya sedikit yang memperhatikan aspek pengelolaan hutan itu sendiri. Hal inilah
yang menimbulkan dampak yang negatif, seperti terjadinya bencana alam banjir,
tanah longsor dan pencemaran udara akibat pembakaran hutan secara di sengaja
ataupun proses alam. Menghentikan penebangan liar ini tidaklah mudah, karena
terkait dengan mekanisme struktur budaya masyarakat yang sudah beradaptasi
secara turun temurun. Dengan melihat hal tersebut maka diperlukan penanganan
yang serius dan terpadu dalam program pembangunan hutan, dan dalam hal ini
adalah Dinas Perhutani. Pentingnya peran Dinas Perhutani dalam menjaga
kelestarian hutan menjadi tanggung jawab utama disamping masyarakat. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya harus berbagai upaya dilakukan oleh pihak
Dinas perhutani. Berdasarkan fenomena tersebut membuat penulis ingin
mengetahui lanjut tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan oleh
dinas yang terkait dalam menaggulangi pengendalian illegal logging.
Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the Worlds Forests
2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka
deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju
deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record
memberikan gelar kehormatan bagi Indonesia sebagai negara dengan daya
rusak hutan tercepat di dunia. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai
180 juta hektar, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan
sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara
dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon
lagi. Artinya, 26 juta hektar hutan di Indonesia telah musnah. Selain itu, 25
persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan
dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total
luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar
saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih
terjaga dan berupa hutan primer.