Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini, atau disebut dengan istilah PROM (Premature Rupture of
Membranes) mengacu kepada kasus ruptur lapisan ketuban pada usia kehamilan di atas 37
minggu, yang prosesnya terjadi sebelum proses persalinan (labor) berlangsung, atau
disebut juga berlangsung selama fase laten. Sedangkan istilah PPROM (Preterm
Premature Rupture of Membrane) mengacu kepada kasus ruptur lapisan ketuban pada usia
kehamilan di bawah 37 minggu. Pada usia kehamilan term (37-42 minggu), terjadi proses
kematian sel lapisan ketuban yang terprogram serta aktivasi enzim katabolik seperti
kolagenase yang menyebabkan pecahnya ketuban sesaat sebelum menjelang persalinan.
Namun, ketuban pecah dini memiliki beberapa faktor resiko. Faktor yang berhubungan
dengan ketuban pecah dini adalah status sosial ekonomi yang rendah, indeks masa tubuh
yang rendah, merokok, riwayat persalinan preterm, infeksi saluran kemih, pendarahan
vagina, serviks yang pendek.

Pasien dengan ketuban pecah dini memiliki tanda keluarnya cairan amnion beserta darah
dari vagina tanpa disertai kontraksi uterus. Diagnosis bisa ditegakan dengan pemeriksaan
spekulum pada serviks dan vagina yaitu dengan mendapatkan berkumpulan cairan pada
vagina (pooling of fluid), atau kebocoran dari serviks. Pemeriksaan USG bisa mendapatkan
gambaran cairan amnion yang sangat sedikit pada ruang uterus. Penilaian yang akurat
terhadap usia kehamilan, pengetahuan ibu, serta status fetus yang dikandung sangat
penting untuk evaluasi, konseling, serta memberikan perawatan yang optimal terhadap ibu
dengan ketuban pecah dini.

Sebanyak 30-40 persen dari persalinan preterm merupakan akibat dari kasus ketuban pecah
dini dan menyebabkan komplikasi persalinan pada 3 persen kasus. Saat ketuban pecah dini
berlangsung jauh sebelum usia kehamilan term, resiko morbiditas dan mortalitas fetus dan
ibu meningkat dengan signifikan. Maka, dokter yang memberikan perawatan terhadap ibu
hamil dengan ketuban pecah dini perlu untuk memperhatikan kondisi dengan baik,
mengidentifikasi adanya komplikasi, serta memberikan terapi yang tepat untuk mengurangi
resiko kematian ibu serta bayi1.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Epidemiologi


Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dimulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu.3 Ada pula yang
mendefinisikan KPD yaitu pecahnya ketuban sebelum inpartu, bila pembukaan pada
primi kurang dari 3cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.4 Biasanya sering terjadi
pada preterm yakni usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 37 minggu atau term
yakni usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 37 minggu . Secara umum insiden
KPD yaitu 7-12% dari semua kehamilan.2

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko


Ketuban pecah dini dapat disebabkan oleh melemahnya membran secara alami atau
dari kekuatan kontraksi7. Faktor lain yang mungkin terkait dengan Ketuban pecah dini
meliputi berikut ini: penyebab yang tidak diketahui5,6,7 , infeksi menular seksual,
seperti klamidia dan gonore, kelahiran prematur sebelumnya5,7, serviks inkompeten5,6,
merokok selama kehamilan6,7, gemeli (kehamilan kembar atau multipel), hidramnion
(kelebihan air ketuban), disproporsi sevalopelvik5, abnormalitas uterus, Trauma
termasuk kecelakaan kendaraan bermotor atau kekerasan dalam rumah tangga, operasi
serviks sebelumnya (konisasi atau cone biopsy) , penggunaan obat-obat terlarang, gaya
hidup dan stress, nutrisi6, sosial ekonomi (perempuan dengan status sosial ekonomi
yang rendah cenderung untuk menerima perawatan prenatal yang kurang tepat),
perdarahan vagina7

2.3. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini berhubungan dengan kelemahan menyeluruh membran fetus
akibat kontraksi uterus dan peregangan berulang. Membran yang mengalami ruptur
prematur ini tampak memiliki defek fokal dibanding kelemahan menyeluruh. Daerah
dekat tempat pecahnya membrane ini disebut restricted zone of extreme altered
morphology yang ditandai dengan adanya pembengkakan dan kerusakan jaringan
kolagen fibrilar pada lapisan kompakta, fibroblast maupun spongiosa. Daerah ini akan
muncul sebelum ketuban pecah dini dan merupakan daerah breakpoint awal.
Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya

2
penurunan kandungan kolagen dalam selaput ketuban sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini terutama pada pasien dengan resiko tinggi.8

Untuk mempertahankan kekuatan tegangan selaput ketuban diperlukan keseimbangan


antara sintesis dan degradasi komponen matriks ekstraseluler. Terjadinya perubahan
dalam selaput ketuban, termasuk penurunan kandungan kolagen, perubahan struktur
kolagen, dan peningkatan aktivitas kolagenolitik, berhubungan dengan ketuban pecah
dini.8

Perubahan dalam konten, struktur, dan katabolisme kolagen yang berujung pada
menurunnya jumlah kolagen disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya kelainan
atau penyakit jaringan ikat, kekurangan nutrisi untuk sintesis kolagen, dan peningkatan
degradasi kolagen.8

Kelainan atau penyakit jaringan ikat

Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan melemahnya selaput ketuban dan


peningkatan insiden ketuban pecah dini preterm. Kelainan jaringan ikat pada ibu
hamil yang mengidap EhlersDanlos syndrome merupakan contoh dramatis dari
ketuban pecah dini preterm yang berhubungan dengan konten dan struktur kolagen
yang abnormal. EhlersDanlos syndrome merupakan sekelompok setidaknya 11
kelainan jaringan ikat diwariskan yang ditandai dengan adanya hiperelastisitas pada
kulit dan sendi, yang disebabkan oleh berbagai kerusakan dalam sintesis atau
struktur kolagen. Dari 18 pasien dengan EhlersDanlos syndrome yang dapat
diketahui riwayat melahirkannya, sebanyak 13 pasien (72%) melahirkan secara
prematur setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm.8

Kekurangan nutrisi

Selain itu kekurangan nutrisi seperti tembaga dan asam askorbik juga berhubungan
dengan ketuban pecah dini. Kolagen cross-links, yang terbentuk dalam serangkaian
reaksi diinisiasi oleh lysyl oxidase, berperan dalam meningkatkan ketegangan
kolagen fibrilar. Lysyl oxidase diproduksi oleh sel mesenkimal amnion yang
menyusun lapisan kompakta kolagen amnion. Lysyl oxidase merupakan enzim
tergantung tembaga, dan wanita dengan ketuban pecah dini memiliki kandungan
tembaga pada serum maternal dan tali pusat yang lebih rendah dibandingkan
3
dengan wanita yang selaput ketubannya secara artifisial pecah selama persalinan.
Demikian pula pada wanita dengan konsentrasi asam askorbik serum yang rendah,
dimana asam askorbik diperlukan untuk pembentukan struktur tripel heliks
kolagen, memiliki tingkat ketuban pecah dini yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang memiliki konsentrasi asam askorbik serum yang normal.
Terjadinya penurunan konsentrasi asam askorbik dan tembaga dalam serum juga
dapat disebabkan karena merokok. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
penurunan kolagen cross-links (mungkin akibat kekurangan asupan nutrisi atau
perilaku/gaya hidup) dapat mempengaruhi wanita mengalami ketuban pecah dini.8

Peningkatan degradasi kolagen


Degradasi kolagen dimediasi oleh matrix metalloproteinases (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease yang disebut tissue
inhibitor of metalloproteinase (TIMP). Ketuban pecah dini disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara aktivitas matrix metalloproteinases dan inhibitornya.
Pada ketuban pecah dini yang term (cukup umur kehamilan) terjadi peningkatan
aktivitas kolagenase (MMP-1 dan MMP-8). Secara keseluruhan, aktivitas protease
meningkat dalam selaput ketuban pada wanita yang mengalami ketuban pecah dini
preterm, yang aktivitasnya didominasi oleh MMP-9. Selain itu, aktivitas
gelatinolitik yang berkaitan dengan bentuk laten dan aktif dari MMP-9 mengalami
peningkatan dan konsentrasi TIMP-1 rendah pada wanita yang mengalami ketuban
pecah dini preterm. danpreterm terjadi peningkatan aktivitas MMP-1, MMP-2,
MMP-8 dan MMP-9 dan penurunan konsentrasi TIMP-1 dan TIMP-2 sehingga
menyebabkan peningkatan degradasi kolagen.8

Pengamatan lain menunjukkan degradasi fisiologis dan patologis matriks


ekstraseluler terkait dengan persalinan. Aktivitas kolagenase interstisial meningkat
secara dramatis dalam jaringan serviks selama dilatasi serviks pada kelahiran
manusia. Penyakit periodontal yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas
matrix metalloproteinases dalam jaringan gingival, telah dilaporkan menjadi faktor
risiko independen untuk kelahiran prematur. Temuan ini menimbulkan suatu
kemungkinan yang menarik bahwa beberapa wanita yang memiliki kecenderungan
genetik untuk degradasi matriks ekstraseluler karena adanya peningkatan aktivitas
matrix metalloproteinases, mungkin diwujudkan secara klinis sebagai periodontitis,

4
dilatasi serviks prematur, atau ketuban pecah dini. Beberapa faktor berhubungan
dengan degradasi kolagen pada ketuban pecah dini, diantaranya adalah adanya
infeksi, hormon, apoptosis, dan peregangan selaput ketuban.8

Infeksi
Infeksi intra uterus dapat menyebabkan rupturnya selaput ketuban melalui beberapa
mekanisme salah satunya adalah dengan menginduksi degradasi matriks
ekstraseluler. Beberapa organisme yang umumnya ditemukan dalam flora vagina
seperti group B streptococci, Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan
mikroorganisme lainnya penyebab vaginosis bakteri, mensekresikan protease yang
dapat mendegradasi kolagen sehingga selaput ketuban menjadi lemah. Pada sistem
in vitro, proteolisis terhadap matriks selaputketuban dapat dihambat dengan
pemberian antibiotic.8

Respon imun tubuh terhadap adanya infeksi bakteri juga berperan dalam ketuban
pecah dini. Respon inflamasi yang dimediasi oleh polimorfonuklear netrofil dan
makrofag pada lokasi infeksi mengeluarkan sitokin, matrix metalloproteinases, dan
prostaglandin. Sitokin inflamasi seperti interleukin-1 dan tumor necrosis factor-
(TNF-) yang diproduksi akibat stimulasi dari monosit menyebabkan peningkatan
pembentukan MMP-1 dan MMP-3 pada tingkat transkripsional dan post
translasional dalam sel korion manusia. Pada ketuban pecah dini, prostaglandin
yang diproduksi oleh selaput membran akibat infeksi bakteri dan respon inflamasi
tubuh menyebabkan terjadinya iritabilitas uterus dan degradasi kolagen. Strain
tertentu bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2, yang menyebabkan
pengeluaran asam arakidonat sebagai prekursor prostaglandin dari membran
fosfolipid amnion. Selain itu, respon imun terhadap infeksi bakteri termasuk
produksi sitokin oleh monosit yang teraktivasi menyebabkan peningkatan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion. Stimulasi sitokin terhadap produksi prostaglandin
E2 oleh amnion dan korion juga menginduksi aktivitas enzim cyclooxygenase II
yang dapat mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Regulasi yang tepat
mengenai sintesis prostaglandin E2 terkait dengan infeksi bakteri dan respon
inflamasi tubuh masih belum dipahami secara jelas, dan hubungan langsung antara
produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini masih belum dapat dipastikan.
Namun, prostaglandin (khususnya prostaglandin E2 prostaglandin F2) dianggap

5
sebagai mediator dalam persalinan semua mamalia,dan prostaglandin E2
mengurangi sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan ekspresi
MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblast manusia.8

Komponen lain dari respon imun tubuh terhadap adanya infeksi adalah dengan
memproduksi glukokortikoid. Pada kebanyakan jaringan aksi antiinflamasi dari
glukokortikoid dimediasi oleh penekanan produksi prostaglandin. Namun, pada
beberapa jaringan termasuk amnion, glukokortikoid secara paradoks menstimulasi
produksi prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin
dan kolagen tipe III dalam kultur sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan
bahwa glukokortikoid yang dihasilkan sebagai respons terhadap adanya infeksi
mikroba memfasilitasi terjadinya pecah selaput ketuban.8

Hormon
Beberapa hormon berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini. Relaxin,
suatu hormon protein yang mengatur remodeling jaringan ikat, diproduksi secara
lokal di desidua dan plasenta. Hormon ini menyebabkan peningkatan aktivitas dan
konsentrasi MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban. Ekspresi gen relaxin
meningkat sebelum persalinan dalam selaput ketuban manusia pada kehamilan
yang normal. Berkebalikan dengan relaxin, progesteron dan estradiol mempunyai
efek menghambat terjadinya remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduksi. Penelitian pada kelinci menunjukkan bahwa kedua hormon ini bekerja
dengan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan TIMP.
Selain itu penelitian pada babi menunjukkan bahwa konsentrasi progesteron yang
tinggi saja dapat menurunkan produksi kolagenase. Meskipun penting untuk
mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaksin dalam proses
reproduksi, keterlibatan mereka dalam proses pecah ketuban janin masih harus
diteliti lagi.8

Kematian sel terprogram (apoptosis)


Pada amnion dan korion manusia yang diperoleh setelah terjadinya ketuban pecah
dini ditemukan mengandung banyak sel apoptosis di area yang berdekatan dengan
lokasi pecahnya selaput ketuban dan lebih sedikit sel apoptosis di area lain dari
selaput ketuban. Selanjutnya, dalam kasus korioamnionitis, dapat ditemukan
adanya sel epitel amnion apoptosis disertai banyak granulosit adesif yang
6
menandakan bahwa respon imun tubuh dapat mempercepat kematian sel pada
selaput ketuban. Meskipun adanya perubahan apoptosis telah diidentifikasi dalam
selaput ketuban segera sebelum persalinan, mekanisme yang mengatur apoptosis
dan efek berikutnya terhadap kekuatan tegangan selaput ketuban janin masih belum
begitu jelas.8

Peregangan selaput ketuban


Overdistensi uterus karena polihidramnion dan kehamilan multifetal menginduksi
peregangan selaput ketuban dan meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini.
Peregangan mekanis pada selaput ketuban janin menyebabkan diproduksinya
beberapa faktor amniotik, termasuk prostaglandin E2 dan interleukin-8. Peregangan
juga meningkatkan aktivitas MMP-1 dalam selaput ketuban. Sebagaimana
dinyatakan di atas, prostaglandin E2 meningkatkan iritabilitas uterus, mengurangi
sintesis kolagen selaput ketuban, dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3
oleh fibroblast manusia. Interleukin-8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion,
merupakan kemotaktik untuk neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase.
Produksi interleukin-8 yang konsentrasinya rendah dalam cairan ketuban selama
trimester kedua tetapi dalam konsentrasi yang jauh lebih tinggi di akhir kehamilan,
dihambat oleh progesteron. Dengan demikian, adanya produksi interleukin-8 dan
prostaglandin E2 merupakan perubahan biokimia dalam selaput ketuban janin yang
dapat dipicu oleh tekanan fisik (peregangan membran), dan hal ini dapat
menjelaskan hipotesis bahwa adanya tekanan dan perubahan biokimia pecah dapat
menginduksi terjadinya pecah ketuban.8

Secara skematis tentang beberapa mekanisme yang berperan dalam terjadinya ketuban
pecah dini dan ketuban pecah dini pada preterm dapat dijelaskan seperti gambar di bawah
ini.

7
Gambar 1. Diagram skematik tentang beberapa mekanisme yang berperan dalam
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini pada preterm

2.4. Manifestasi Klinis


Ketuban pecah dini didiagnosis secara klinis. Ada riwayat ada cairan yang keluar
secara tiba-tiba ataupun pada saat batuk, dari vagina pada masa kehamilan kurang dari
37 minggu. Pasien juga merasa basah di vagina, dansensasi tidak dapat menahan
urinasi.9,10

Dikonfirmasi dengan beberapa pemeriksaan minimal invasive . Beberapa pemeriksaan


itu antara lain, adanya cairan bersih yang keluar dari forniks atau dari servik. Cairan
yang keluar tersebut memiliki pH basa, dikarenakan cairan amnion memiliki pH 7.1-
7.3 sedangkan sekresi vagina secara umum memilki pH 4.5-6.0.9

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi,bau dan PH nya.
Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atu sekret

8
vagina, Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,
tetap kuning .
a. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). PH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi
vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu
b. Mikroskop (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri
pada kasus Ketuban pecah dini terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidroamion. Walaupun pendekatan
diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya ,namun pada umunya KPD sudah
bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana.11

2.6. Kriteria Doagnosis dan Diagnosis Banding


Beberapa tahapan dalam menegakkan diagnosis ketuban pecah dini antara lain :
a. Anamnesis
Penderita mengeluh telah mengeluarkan cairan dari jalan lahir berupa perembesan
maupun aliran cairan yang terjadi secara tiba-tiba. Perlu untuk diketahui kapan
pertama kali keluarnya, warna, kekentalan maupun bau. Hal tersebut untuk
membedakan dengan lendir pada gejala prodromal.

b. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan ini akan tampak keluar cairan dari jalan lahir. Apalagi bila kulit
ketuban baru pecah dengan jumlah cukup banyak serta bagian bawah janin belum
turun ke dalam jalan lahir.

c. Pemeriksaan dengan spekulum


Terlihat pembesaran cairan dari ostium uteri eksternum ke dalam forniks posterior.
Jika tidak ada cairan yang keluar dapat dirangsang dengan menekan fundus secara
lembut atau penderita diminta untuk batuk agar cairan amnion keluar. Pemeriksaan
ulang dapat dilakukan setelah beristirahat beberapa jam dalam posisi supinasi.

9
d. Pemeriksaan laboratorium
- Ferningtes/ arborisation adalah pemeriksaan dengan mikroskop pembesaran
rendah. Cara ini mempunyai keakuratan 96%. Swab steril diletakkan pada tempat
berkumpulnya cairan dalam vagina atau diusapkan pada sepanjang dinding
samping vagina kemudian dioleskan pada gelas objek. Setelahkering Kristal NaCl
akan terbentuk pada protein dalam cairan amnion
- Kertas nitrazine : Akan berubah dari kuning menjadi biru dalam suasana alkalis
pH>7. Metode ini mempunyai keakuratan sebesar 93,3%
- Pengecatan globuli lemak janin dan pemeriksaan adanya squamosal janin/lanugo
- Pengukuran Diamin oxidase (DAO), alfa fetoprotein atau fibronectin janin.
Merupakan tes terbaru untuk mengumpulkan cairan vagina di forniks posterior
dengan memanaskan hapusan endoserviks pada gelas objek.

e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah cairan amnion terus berkurang atau
mengalami perbaikan. 12,14

Adapun diagnosis banding dari Ketuban pecah dini yakni13,15 :

Gejala dan tanda


Gejala dan tanda kadang- Diagnosis
selalu
NO.
Kadang ada Kemungkinan
ada
1. Keluar cairan ketuban - Ketuban pecah tiba-tiba Ketuban pecah
- Cairan tanpa diintroitus
Dini
- Tidak ada his dalam 1 jam

2, - Cairan vagina berbau - Riwayat keluarnya cairan Amnionitis


- Demam/menggigil - Uterus nyeri
- Nyeriperut - Denyut jantung janin cepat
- Perdarahan pervaginam
- Sedikit

10
3. - Cairan vagina berbau - Gatal Infeksi Vaginitis
- Tidak ada riwayat - Keputihan
Servicitis
ketuban pecah - Nyeriperut
- Perdarahan pervaginam
Sedikit
4. Cairan vagina berdarah - Cairan vagina berdarah Perdarahan
antepartum

5. Cairan berupa darah - Pembukaan servik Awal Persalinan


lendir - Pendataran servik
- Ada his

2.7. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini


Penatalaksanaan pada ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan dari segi usia
gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-tanda dalam
persalinan. Penanganan konservatif sebaiknya perlu dilakukan pada ketuban pecah dini
pada kehamilan kurang bulan dengan harapan dapat tercapainya pematangan paru dan
berat badan janin yang cukup.16

Penanganan yang optimum pada kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini
tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, serta kondisi pasien.
Pada umumnya, pasien dengan ketuban pecah dini hendaknya dibawa ke rumah sakit
dan melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.16

Observasi di rumah sakit memungkinkan pengobatan pada gejala awal infeksi dan
untuk penilaian keadaan janin. Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi
janin adalah kepala. Jika induksi gagal, maka dilakukan seksio sesarea. Kelahiran
dianjurkan untuk pasien hamil muda dengan korioamnionitis, persalinan prematur, atau
gawat janin. Kelahiran traumatik tanpa hipoksia janin penting untuk memperkecil
mortalitas dan morbiditas perinatal. Bila resiko infeksi intrauterin rendah, observasi

11
kontinu tanpa pemeriksaan vagina adalah yang paling mungkin untuk kebaikan bayi
preterm.17,18

Pasien dapat diberikan antibiotika (ampisilin atau eritromisin) dan metronidazol selama
7 hari. Pada usia kehamilan 32-34 minggu pasien dapat diberikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu,
serta tidak ada infeksi, maka pasien dapat diberikan deksametason dan observasi tanda-
tanda infeksi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, maka
pasien dapat diberikan salbutamol, deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan sudah mencapai 32-37 minggu dan terdapat infeksi, maka dapat diberikan
antibiotik dan segera dilakukan induksi.17,18

2.8. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi
Ketuban pecah dini (term) didefinisikan sebagai pecahnya membran ketuban sebelum
waktu kelahiran term. Apabila pecahnya membran ketuban tejadi sebelum 37 minggu
dari umur kehamilan ini disebut Ketuban Pecah dini (preterm) . Adapun komplikasi
dari Ketuban pecah dini antara lain infeksi, abruptio placenta, dan penurunan status
kesehatan bayi. Ketuban pecah dini terjadi kira-kira 8% dari kehamilan dan akan
diikuti dengan kelahiran spontan. Kelahiran spontan biasanya akan terjadi antara 5
sampai 28 jam setelah onset ketuban pecah dini. Komplikasi ketuban pecah dini
tersering adalah infeksi intrauterin yang resikonya semakin tinggi seiring lamanya
kejadian ruptur hingga dilakukan tindakan.19

Pada ketuban pecah dini (preterm), kelahiran terjadi kira-kira pada rentang 1 minggu
setelah onset ruptur. Pada beberapa kasus ditemukan terjadi restorasi cairan pada
ketuban pecah dini (preterm). Sekitar 15-25% infeksi intraamniotic terjadi dan dapat
menimbulkan infeksi post partum sekitar 15-20%. Chorioamnionitis lebih sering terjadi
pada ketuban pecah dini (preterm). Semakin muda umur kehamilan kemungkinan
infeksi semakin tinggi. Abruptio placenta terjadi sekitar 2-5% pada ketuban pecah dini
(preterm). Komplikasi yang mungkin terjadi pada fetus adalah komplikasi akibat
prematuritasnya. Respitarory distress adalah komplikasi yang tersering pada kelahiran
preterm. Selain itu juga mungkin terjadi sepsis, intraventricular hemorrage, dan
necrotizing enterocolitis. Ketuban pecah dini (preterm) dengan inflamasi intrauterin

12
dikatakan berhubungan dengan gangguan perkembangan saraf yang dimana semakin
muda umur kehamilan yang mengalami ruptur meningkatkan resiko kerusakan
subtantia alba. Infeksi dan gangguan tali pusar setelah ketuban pecah dini (preterm)
meningkatkan resiko kematian fetus sekitar 1-2%. Oligohydramnion yaitu jumlah
cairan ketuban yang sedikit akibat rupture dapat menyebabkan deformitas pada fetus,
seperti Potter-like facies (telinga yang rendah dan lipatan epikandal) dan kontraktur
ekstremitas atau abnormalitas posisi lain.19

Prognosis
Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin timbul
serta umur kehamilan. Semakin muda umur kelahiran saat terjadi Ketuban Pecah Dini,
menyebabkan bayi yang dilahirkan belum matang secara sempurna sehingga dapat
menimbulkan komplikasi seperti respirasi distres. Untuk deformitas skeletal dapat
membaik saat pertumbuhan nanti dan dapat dikoreksi dengan physical terapi.
Dikatakan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini memiliki resiko untuk
mengalami ketuban pecah dini di kehamilan selanjutnya.19

13
BAB III
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dimulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Lebih sering terjadi pada
kehamilan preterm (<37 minggu), namun bisa juga terjadi pada kehamilan term (37-42
minggu). Ada beberapa faktor risiko dari ketuban pecah dini. Patogenesis ketuban
pecah dini ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam selaput ketuban.
Penyebabnya antara lain kelainan atau penyakit jaringan ikat, kekurangan nutrisi
(tembaga dan asam askorbik, peningkatan degradasi kolagen, infeksi intra uterus,
hormon (estrogen, progesterone dan relaksin), apoptosis dan peregangan selaput
ketuban. Manifestasi klinis berupa adanya cairan keluar secara tiba-tiba ataupun saat
batuk dari vagina. Penegakan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan luar (ada
cairan bersih yang keluar dari jalan lahir dengan jumlah cukup banyak serta bagian
bawah janin belum turun ke dalam jalan lahir), pemeriksaan dengan spekulum,
pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan pH cairan didapatkan pH basa yaitu 7.1-7.3
yang merupakan tanda cairan amnion) dan pemeriksaan ultrasonografi/USG. Diagnosis
banding berupa amnionitis, infeksi vaginitis, servicitis, perdarahan antepartum dan
awal persalinan. Penatalaksanaannya memerlukan pertimbangan dari segi usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.
Observasi di rumah sakit memungkinkan pengobatan gejala awal infeksi dan untuk
penilaian keadaan janin. Persalinan diinduksi dengan oksitosin jika presentasi janin
adalah kepala. Jika induksi gagal, maka dilakukan seksio sesarea. Komplikasi dari
ketuban pecah dini berupa infeksi intra uterin, abruptio placenta, dan penurunan status
kesehatan bayi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada fetus adalah akibat
prematuritasnya. Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi yang
mungkin timbul serta umur kehamilan.

14

Anda mungkin juga menyukai