PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini, atau disebut dengan istilah PROM (Premature Rupture of
Membranes) mengacu kepada kasus ruptur lapisan ketuban pada usia kehamilan di atas 37
minggu, yang prosesnya terjadi sebelum proses persalinan (labor) berlangsung, atau
disebut juga berlangsung selama fase laten. Sedangkan istilah PPROM (Preterm
Premature Rupture of Membrane) mengacu kepada kasus ruptur lapisan ketuban pada usia
kehamilan di bawah 37 minggu. Pada usia kehamilan term (37-42 minggu), terjadi proses
kematian sel lapisan ketuban yang terprogram serta aktivasi enzim katabolik seperti
kolagenase yang menyebabkan pecahnya ketuban sesaat sebelum menjelang persalinan.
Namun, ketuban pecah dini memiliki beberapa faktor resiko. Faktor yang berhubungan
dengan ketuban pecah dini adalah status sosial ekonomi yang rendah, indeks masa tubuh
yang rendah, merokok, riwayat persalinan preterm, infeksi saluran kemih, pendarahan
vagina, serviks yang pendek.
Pasien dengan ketuban pecah dini memiliki tanda keluarnya cairan amnion beserta darah
dari vagina tanpa disertai kontraksi uterus. Diagnosis bisa ditegakan dengan pemeriksaan
spekulum pada serviks dan vagina yaitu dengan mendapatkan berkumpulan cairan pada
vagina (pooling of fluid), atau kebocoran dari serviks. Pemeriksaan USG bisa mendapatkan
gambaran cairan amnion yang sangat sedikit pada ruang uterus. Penilaian yang akurat
terhadap usia kehamilan, pengetahuan ibu, serta status fetus yang dikandung sangat
penting untuk evaluasi, konseling, serta memberikan perawatan yang optimal terhadap ibu
dengan ketuban pecah dini.
Sebanyak 30-40 persen dari persalinan preterm merupakan akibat dari kasus ketuban pecah
dini dan menyebabkan komplikasi persalinan pada 3 persen kasus. Saat ketuban pecah dini
berlangsung jauh sebelum usia kehamilan term, resiko morbiditas dan mortalitas fetus dan
ibu meningkat dengan signifikan. Maka, dokter yang memberikan perawatan terhadap ibu
hamil dengan ketuban pecah dini perlu untuk memperhatikan kondisi dengan baik,
mengidentifikasi adanya komplikasi, serta memberikan terapi yang tepat untuk mengurangi
resiko kematian ibu serta bayi1.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
penurunan kandungan kolagen dalam selaput ketuban sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini terutama pada pasien dengan resiko tinggi.8
Perubahan dalam konten, struktur, dan katabolisme kolagen yang berujung pada
menurunnya jumlah kolagen disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya kelainan
atau penyakit jaringan ikat, kekurangan nutrisi untuk sintesis kolagen, dan peningkatan
degradasi kolagen.8
Kekurangan nutrisi
Selain itu kekurangan nutrisi seperti tembaga dan asam askorbik juga berhubungan
dengan ketuban pecah dini. Kolagen cross-links, yang terbentuk dalam serangkaian
reaksi diinisiasi oleh lysyl oxidase, berperan dalam meningkatkan ketegangan
kolagen fibrilar. Lysyl oxidase diproduksi oleh sel mesenkimal amnion yang
menyusun lapisan kompakta kolagen amnion. Lysyl oxidase merupakan enzim
tergantung tembaga, dan wanita dengan ketuban pecah dini memiliki kandungan
tembaga pada serum maternal dan tali pusat yang lebih rendah dibandingkan
3
dengan wanita yang selaput ketubannya secara artifisial pecah selama persalinan.
Demikian pula pada wanita dengan konsentrasi asam askorbik serum yang rendah,
dimana asam askorbik diperlukan untuk pembentukan struktur tripel heliks
kolagen, memiliki tingkat ketuban pecah dini yang lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita yang memiliki konsentrasi asam askorbik serum yang normal.
Terjadinya penurunan konsentrasi asam askorbik dan tembaga dalam serum juga
dapat disebabkan karena merokok. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
penurunan kolagen cross-links (mungkin akibat kekurangan asupan nutrisi atau
perilaku/gaya hidup) dapat mempengaruhi wanita mengalami ketuban pecah dini.8
4
dilatasi serviks prematur, atau ketuban pecah dini. Beberapa faktor berhubungan
dengan degradasi kolagen pada ketuban pecah dini, diantaranya adalah adanya
infeksi, hormon, apoptosis, dan peregangan selaput ketuban.8
Infeksi
Infeksi intra uterus dapat menyebabkan rupturnya selaput ketuban melalui beberapa
mekanisme salah satunya adalah dengan menginduksi degradasi matriks
ekstraseluler. Beberapa organisme yang umumnya ditemukan dalam flora vagina
seperti group B streptococci, Staphylococcus aureus, Trichomonas vaginalis, dan
mikroorganisme lainnya penyebab vaginosis bakteri, mensekresikan protease yang
dapat mendegradasi kolagen sehingga selaput ketuban menjadi lemah. Pada sistem
in vitro, proteolisis terhadap matriks selaputketuban dapat dihambat dengan
pemberian antibiotic.8
Respon imun tubuh terhadap adanya infeksi bakteri juga berperan dalam ketuban
pecah dini. Respon inflamasi yang dimediasi oleh polimorfonuklear netrofil dan
makrofag pada lokasi infeksi mengeluarkan sitokin, matrix metalloproteinases, dan
prostaglandin. Sitokin inflamasi seperti interleukin-1 dan tumor necrosis factor-
(TNF-) yang diproduksi akibat stimulasi dari monosit menyebabkan peningkatan
pembentukan MMP-1 dan MMP-3 pada tingkat transkripsional dan post
translasional dalam sel korion manusia. Pada ketuban pecah dini, prostaglandin
yang diproduksi oleh selaput membran akibat infeksi bakteri dan respon inflamasi
tubuh menyebabkan terjadinya iritabilitas uterus dan degradasi kolagen. Strain
tertentu bakteri vagina memproduksi fosfolipase A2, yang menyebabkan
pengeluaran asam arakidonat sebagai prekursor prostaglandin dari membran
fosfolipid amnion. Selain itu, respon imun terhadap infeksi bakteri termasuk
produksi sitokin oleh monosit yang teraktivasi menyebabkan peningkatan produksi
prostaglandin E2 oleh sel korion. Stimulasi sitokin terhadap produksi prostaglandin
E2 oleh amnion dan korion juga menginduksi aktivitas enzim cyclooxygenase II
yang dapat mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin. Regulasi yang tepat
mengenai sintesis prostaglandin E2 terkait dengan infeksi bakteri dan respon
inflamasi tubuh masih belum dipahami secara jelas, dan hubungan langsung antara
produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini masih belum dapat dipastikan.
Namun, prostaglandin (khususnya prostaglandin E2 prostaglandin F2) dianggap
5
sebagai mediator dalam persalinan semua mamalia,dan prostaglandin E2
mengurangi sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan ekspresi
MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblast manusia.8
Komponen lain dari respon imun tubuh terhadap adanya infeksi adalah dengan
memproduksi glukokortikoid. Pada kebanyakan jaringan aksi antiinflamasi dari
glukokortikoid dimediasi oleh penekanan produksi prostaglandin. Namun, pada
beberapa jaringan termasuk amnion, glukokortikoid secara paradoks menstimulasi
produksi prostaglandin. Selain itu, deksametason mengurangi sintesis fibronektin
dan kolagen tipe III dalam kultur sel epitel amnion. Temuan ini menunjukkan
bahwa glukokortikoid yang dihasilkan sebagai respons terhadap adanya infeksi
mikroba memfasilitasi terjadinya pecah selaput ketuban.8
Hormon
Beberapa hormon berpengaruh terhadap terjadinya ketuban pecah dini. Relaxin,
suatu hormon protein yang mengatur remodeling jaringan ikat, diproduksi secara
lokal di desidua dan plasenta. Hormon ini menyebabkan peningkatan aktivitas dan
konsentrasi MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban. Ekspresi gen relaxin
meningkat sebelum persalinan dalam selaput ketuban manusia pada kehamilan
yang normal. Berkebalikan dengan relaxin, progesteron dan estradiol mempunyai
efek menghambat terjadinya remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduksi. Penelitian pada kelinci menunjukkan bahwa kedua hormon ini bekerja
dengan menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan TIMP.
Selain itu penelitian pada babi menunjukkan bahwa konsentrasi progesteron yang
tinggi saja dapat menurunkan produksi kolagenase. Meskipun penting untuk
mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaksin dalam proses
reproduksi, keterlibatan mereka dalam proses pecah ketuban janin masih harus
diteliti lagi.8
Secara skematis tentang beberapa mekanisme yang berperan dalam terjadinya ketuban
pecah dini dan ketuban pecah dini pada preterm dapat dijelaskan seperti gambar di bawah
ini.
7
Gambar 1. Diagram skematik tentang beberapa mekanisme yang berperan dalam
terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini pada preterm
Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu di periksa warna konsentrasi,bau dan PH nya.
Cairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban mungkin juga urine atu sekret
8
vagina, Sekret vagina ibu hamil pH :4,5 dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,
tetap kuning .
a. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). PH air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi
vagina dapat menghaslkan tes yang positif palsu
b. Mikroskop (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun psikis.
b. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan ini akan tampak keluar cairan dari jalan lahir. Apalagi bila kulit
ketuban baru pecah dengan jumlah cukup banyak serta bagian bawah janin belum
turun ke dalam jalan lahir.
9
d. Pemeriksaan laboratorium
- Ferningtes/ arborisation adalah pemeriksaan dengan mikroskop pembesaran
rendah. Cara ini mempunyai keakuratan 96%. Swab steril diletakkan pada tempat
berkumpulnya cairan dalam vagina atau diusapkan pada sepanjang dinding
samping vagina kemudian dioleskan pada gelas objek. Setelahkering Kristal NaCl
akan terbentuk pada protein dalam cairan amnion
- Kertas nitrazine : Akan berubah dari kuning menjadi biru dalam suasana alkalis
pH>7. Metode ini mempunyai keakuratan sebesar 93,3%
- Pengecatan globuli lemak janin dan pemeriksaan adanya squamosal janin/lanugo
- Pengukuran Diamin oxidase (DAO), alfa fetoprotein atau fibronectin janin.
Merupakan tes terbaru untuk mengumpulkan cairan vagina di forniks posterior
dengan memanaskan hapusan endoserviks pada gelas objek.
e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah cairan amnion terus berkurang atau
mengalami perbaikan. 12,14
10
3. - Cairan vagina berbau - Gatal Infeksi Vaginitis
- Tidak ada riwayat - Keputihan
Servicitis
ketuban pecah - Nyeriperut
- Perdarahan pervaginam
Sedikit
4. Cairan vagina berdarah - Cairan vagina berdarah Perdarahan
antepartum
Penanganan yang optimum pada kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini
tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterin, serta kondisi pasien.
Pada umumnya, pasien dengan ketuban pecah dini hendaknya dibawa ke rumah sakit
dan melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, dalam 24 jam dari
pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.16
Observasi di rumah sakit memungkinkan pengobatan pada gejala awal infeksi dan
untuk penilaian keadaan janin. Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi
janin adalah kepala. Jika induksi gagal, maka dilakukan seksio sesarea. Kelahiran
dianjurkan untuk pasien hamil muda dengan korioamnionitis, persalinan prematur, atau
gawat janin. Kelahiran traumatik tanpa hipoksia janin penting untuk memperkecil
mortalitas dan morbiditas perinatal. Bila resiko infeksi intrauterin rendah, observasi
11
kontinu tanpa pemeriksaan vagina adalah yang paling mungkin untuk kebaikan bayi
preterm.17,18
Pasien dapat diberikan antibiotika (ampisilin atau eritromisin) dan metronidazol selama
7 hari. Pada usia kehamilan 32-34 minggu pasien dapat diberikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu,
serta tidak ada infeksi, maka pasien dapat diberikan deksametason dan observasi tanda-
tanda infeksi. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, maka
pasien dapat diberikan salbutamol, deksametason dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia
kehamilan sudah mencapai 32-37 minggu dan terdapat infeksi, maka dapat diberikan
antibiotik dan segera dilakukan induksi.17,18
Pada ketuban pecah dini (preterm), kelahiran terjadi kira-kira pada rentang 1 minggu
setelah onset ruptur. Pada beberapa kasus ditemukan terjadi restorasi cairan pada
ketuban pecah dini (preterm). Sekitar 15-25% infeksi intraamniotic terjadi dan dapat
menimbulkan infeksi post partum sekitar 15-20%. Chorioamnionitis lebih sering terjadi
pada ketuban pecah dini (preterm). Semakin muda umur kehamilan kemungkinan
infeksi semakin tinggi. Abruptio placenta terjadi sekitar 2-5% pada ketuban pecah dini
(preterm). Komplikasi yang mungkin terjadi pada fetus adalah komplikasi akibat
prematuritasnya. Respitarory distress adalah komplikasi yang tersering pada kelahiran
preterm. Selain itu juga mungkin terjadi sepsis, intraventricular hemorrage, dan
necrotizing enterocolitis. Ketuban pecah dini (preterm) dengan inflamasi intrauterin
12
dikatakan berhubungan dengan gangguan perkembangan saraf yang dimana semakin
muda umur kehamilan yang mengalami ruptur meningkatkan resiko kerusakan
subtantia alba. Infeksi dan gangguan tali pusar setelah ketuban pecah dini (preterm)
meningkatkan resiko kematian fetus sekitar 1-2%. Oligohydramnion yaitu jumlah
cairan ketuban yang sedikit akibat rupture dapat menyebabkan deformitas pada fetus,
seperti Potter-like facies (telinga yang rendah dan lipatan epikandal) dan kontraktur
ekstremitas atau abnormalitas posisi lain.19
Prognosis
Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin timbul
serta umur kehamilan. Semakin muda umur kelahiran saat terjadi Ketuban Pecah Dini,
menyebabkan bayi yang dilahirkan belum matang secara sempurna sehingga dapat
menimbulkan komplikasi seperti respirasi distres. Untuk deformitas skeletal dapat
membaik saat pertumbuhan nanti dan dapat dikoreksi dengan physical terapi.
Dikatakan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini memiliki resiko untuk
mengalami ketuban pecah dini di kehamilan selanjutnya.19
13
BAB III
KESIMPULAN
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dimulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Lebih sering terjadi pada
kehamilan preterm (<37 minggu), namun bisa juga terjadi pada kehamilan term (37-42
minggu). Ada beberapa faktor risiko dari ketuban pecah dini. Patogenesis ketuban
pecah dini ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam selaput ketuban.
Penyebabnya antara lain kelainan atau penyakit jaringan ikat, kekurangan nutrisi
(tembaga dan asam askorbik, peningkatan degradasi kolagen, infeksi intra uterus,
hormon (estrogen, progesterone dan relaksin), apoptosis dan peregangan selaput
ketuban. Manifestasi klinis berupa adanya cairan keluar secara tiba-tiba ataupun saat
batuk dari vagina. Penegakan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan luar (ada
cairan bersih yang keluar dari jalan lahir dengan jumlah cukup banyak serta bagian
bawah janin belum turun ke dalam jalan lahir), pemeriksaan dengan spekulum,
pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan pH cairan didapatkan pH basa yaitu 7.1-7.3
yang merupakan tanda cairan amnion) dan pemeriksaan ultrasonografi/USG. Diagnosis
banding berupa amnionitis, infeksi vaginitis, servicitis, perdarahan antepartum dan
awal persalinan. Penatalaksanaannya memerlukan pertimbangan dari segi usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin serta adanya tanda-tanda persalinan.
Observasi di rumah sakit memungkinkan pengobatan gejala awal infeksi dan untuk
penilaian keadaan janin. Persalinan diinduksi dengan oksitosin jika presentasi janin
adalah kepala. Jika induksi gagal, maka dilakukan seksio sesarea. Komplikasi dari
ketuban pecah dini berupa infeksi intra uterin, abruptio placenta, dan penurunan status
kesehatan bayi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada fetus adalah akibat
prematuritasnya. Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi yang
mungkin timbul serta umur kehamilan.
14