Anda di halaman 1dari 37

SKENARIO 3

Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri dada yang
dirasakan memberat sejak 1 minggu terakhir. Keluhan dirasakan substernal, tidak terus
menerus dan dan tidak menjalar. Nyeri terjadi ketika melakukan kegiatan berat dan membaik
dengan istirahat. Dia menyangkal mengalami keluhan, mual, muntah atau diaforesis. Dia
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan dislipidemia. Riwayat sebagai perokok aktif sejak
SMA dan menghabiskan sekitar 2 bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisis diperoleh tekanan
darah 150/90 mmHg, nadi 100 kali permenit dan lainnya dalam batas normal.
1. KLARIFIKASI KATA SULIT
1. Dislipidemia
2. Diaforesis
2. TENTUKAN KATA KUNCI
- Seorang laki-laki berusia 45 tahun
- Keluhan nyeri dada memberat sejal 1 minggu terakhir
- Riwayat penyakit hipertensi dan dyslipidemia
- Keluhan dirasaka substernal, terus menerus, dan tidak menjalar
- Nyeri terjadi jika melakukan kegiatan berat dan membaik jika istirahat
- Riwayat perokok aktif sejak SMA dan menghabiskan 2 bungkus/hari
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 100x/menit,
dan lainnya dalam batas normal

3. TENTUKAN PROBLEM KUNCI DENGAN MEMBUAT PERTANYAAN-


PERTANYAAN PENTING
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi organ yang terkait dengan scenario?
2. Bagaimana hubungan penderita sebagai perokok aktif terhadap keluhan yang di
derita pasien?
3. Mengapa keluhan memberat saat beraktivitas dan membaik setelah beristirahat?
4. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan usia terhadap keluhan yang di derita
pasien?
5. Pengaruh riwayat penyakit terhadap gejala yang di derita pasien?
6. Bagaimana mekanisme nyeri dada?
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis dari scenario?
8. Bagaimana cara membedakan nyeri akibat kardiovaskuler dan non
kardiovaskuler?
9. Apa saja diferensial diagnosis yang didapat dari scenario?
4. JAWABAN PERTANYAAN

1. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan
kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang
jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan
ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium
dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri dinamakan septum.

Batas-batas jantung:
Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior
(VCI)
Kiri : ujung ventrikel kiri

Anterior : atrium kanan, ventrikel kanan, sebagian kecil ventrikel kiri

Posterior : atrium kiri, 4 vena pulmonalis

Inferior : ventrikel kanan yang terletak hampir horizontal sepanjang diafragma


sampai apeks jantung
Superior : apendiks atrium kiri

Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat


katup yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar
darah tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup
trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup
pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang
terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di antara
ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu leaflet
anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet) .
Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung.
Serabut post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit
menyebar pada ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal
atas, mensuplai kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai
persarafan somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan
dipersepsi sebagai nyeri.
Suplai darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal
dari sinus aorta anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks
atrium kanan, turun ke lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan
interventrikuler posterior. Pada 85% pasien arteri berlanjut sebagai arteri posterior
desenden/ posterior decendens artery (PDA) disebut dominan kanan. Arteri
koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan terbagi menjadi arteri
anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD) interventrikuler dan
sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.
Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan.
Sinus koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara
morfologi berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler.
Fisiologi Jantung
Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait
fungsinya sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel
kiri dan kanan. Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut,
pompa kanan berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung
yang kiri berperan dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis
sirkulasi yang dilakukan oleh jantung ini adalah suatu proses yang
berkesinambungan dan berkaitan sangat erat untuk asupan oksigen manusia demi
kelangsungan hidupnya.
Ada 5 pembuluh darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung.
Vena cava inferior dan vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi
vena (disebut darah biru) dan mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah
kanan. Darah masuk ke atrium kanan, dan melalui katup trikuspid menuju
ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru melalui katup pulmonal.
Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida, mengalami oksigenasi di
paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah. Darah merah ini
kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari atrium kiri,
darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya dipompakan
ke aorta.
Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri, dinamakan
tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal, ventrikel ini
mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke ventrikel
ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah. Tekanan ini
selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium berkontraksi secara
bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.
Referensi:
2. Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipetensi dan
hiperkolesterolemia. Orang yang merokok lebih 20 batang perhari dapat
mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian
Sanders, mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-laki perokok 10
kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4 kali lebih
besar dari pada bukan perokok. Rokok dapat menyebabkan 25 % kematian PJK
pada laki-laki dan perempuan umur di bawah 65 tahun atau 80 % kematian PJK
pada laki-laki umur di bawah 45 tahun.

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan


oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi CO. Akibat
selanjutnya adalah takikardi, vasokonstruksi pembuluh darah, perubahan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan perubahan 5-10 % Hb menjadi
carboksi-Hb. Nikotin akan menyebabkan debaran yang lebih cepat dan gas CO
akan mengikat butir darah merah (hemoglobin) lebih kuat dibanding oksigen
sehingga oksigenisasi jantung relatif berkurang. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Selim (2013) didapati hasil yang menunjukkan nadi istirahat perokok secara
signifikan lebih tinggi ( p < 0,001 ) dan tekanan darah sistolik ( p = 0,001 )
dibandingkan dengan non perokok dan memiliki resiko lebih besar terhadap angka
kejadian PJK.

Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol. Makin banyak
jumlah rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Pada
perempuan perokok maka penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar
dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV
hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada
diabetes melitus disertai obesitas dan hipertensi sehingga perokok cenderung lebih
mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan perokok.
Apabila berhenti merokok, maka penurunan resiko PJK akan mencapai 50 % pada
akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak
merokok setelah berhenti merokok 10 tahun. Harus diupayakan seseorang berhenti
merokok untuk selama-lamanya. Menghentikan merokok secara total
memungkinkan tapi dapat juga sedikit demi sedikit mengurangi jumlah rokok
yang dihisap sampai akhirnya berhenti total.
Referensi :
Letsoin, HV. 2014. Faktor-faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner. Sidorejo:
UKSW.

3. Secara umum nyeri dadadisebabkan oleh timbulnya iskemia miokard Karena


suplai darah dan oksigen ke miokard berkurang. Aliran darah berkurang Karena
terjadi penyempitan pumbuluh darah coroner (arteri koronaria). Penyempitan
terjadi Karena proses arterosklerosis atau spasme pembuluh coroner atau
kombinasi dari keduanya. Pada mulanya suplai darah tersebut walaupun
berkurang masih cukup untuk memenuhi kebutuhan miokard pada waktu istirahat,
tetapi tidak cukup bila kebutuhan oksigen miokard meningkat seperti pad waktu
pasien melakukan aktivitas fisik yang cukup berat. Oleh Karena itu nyeri dada
pada pasien tersebut timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas.
Referensi :
Kumar, vinav Ramzi S. Cotran. Stanley L. Robbins. 2007. Patologi. Jakarta: EGC.
Prince. Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC

4. USIA
Usia merupakan faktor penentu penting pada pasien sindrom coroner akut. Tahun
2004 sindrom koroner akut menyebabkan 36% kematian pada orang berusia 65
tahun di Amerika serikat. Morbiditas kardiovaskular dan tingkat kematian
meningkat sangat pesat. Usia adalah prediktor yang kuat pada faktor resiko
sindrom koroner akut.
Pada penelitian Ruiz dkk didapatkan bahwa terjadinya aterosklerosis dipercepat
dengan bertambahnya usia, penelitian ini membagi 2 kelompok usia <65tahun dan
>65tahun. Penelitian ini dilakukan secara in vivo untuk menilai karakteristik dan
komposisi plak. Penelitian ini menjelaskan bahwa dengan penuaan, peningkatan
plak, necrotic core, dan peningkatan kadar kalsium yang secara signifikan
menunjukkan efek yang berhubungan dengan pengembangan aterosklerosis.
Pada penelitian Radovanovic dkk, pada studinya mendapatkan usia merupakan
prediktor independen untuk terjadinya MACE dengan OR 1,08 per tahun (IK 95%
1,07-1,09). Komplikasi gagal jantung, edema paru atau syok meningkat sesuai
dengan usia, lebih dari 40% pasien SKA usia lanjut disertai dengan gagal jantung
dan syok kardiogenik saat dirawat dirumah sakit. Kejadian iskemia dan infark
berulang juga lebih sering dijumpai pada usia lanjut, fungsi sistolik ventrikel kiri
juga mengalami penurunan yang bermakna pada pasien SKA usia lanjut.
Pengaruh usia lanjut pada pasien menjadi lebih berat dua kali lipat. Penjelasan
dalam hal ini karena perubahan fungsi endotel vaskular dan thrombogenesis. Pada
orang tua ditandai dengan peningkatan sirkulasi fibrinogen dan faktor VII.
Kerusakan fungsi ginjal pada orangtua juga dapat berkontribusi untuk
meningkatkan thrombogenesis melalui efek rusaknya fungsi endotel dengan
konskuensi terganggunya aktivitas fibrinolitik dan respon vasodilator koroner.
JENIS KELAMIN
Data dari Amerika Serikat (Heart Disease and Stroke Statistics 2005 Update),
menunjukkan bahwa mortalitas kardiovaskular pada pria selama dua puluh tahun
terakhir telah mengalami penurunan, namun pada wanita cenderung menetap
bahkan meningkat.
Penelitian oleh Vaccarino dkk tentang hubungan antara jenis kelamin dan usia
dalam hal prognosis pasca infark miokard akut (IMA). Pada kelompok pasien
berusia kurang dari 50 tahun, angka mortalitas dalam rumah sakit pada wanita
hampir dua kali lipat angka pada pria dengan usia sama.
Perbedaan jenis kelamin dari hasil bukti yang dikumpulkan selama beberapa
dekade terakhir pengobatan dan hasil dari penyakit arteri koroner yang
menjelaskan kesenjangan yang berhubungan dengan jenis kelamin. Wanita usia
muda, yang sebagian besar masih dalam efek
proteksi estrogen umumnya terlindungi dari kejadian kardiovaskular. Hal ini
menunjukkan bahwa estrogen mempengaruhi stabilisasi plak.
Pada penelitian Ruiz dkk bahwa perbedaan jenis kelamin pada perempuan dan
laki-laki sangat spesifik. Komposisi pada plak coroner terjadi pada pasien
perempuan usia <65tahun (bukan >65tahun).
Wanita usia muda, yang sebagian besar masih dalam efek proteksi estrogen
umumnya terlindungi dari kejadian kardiovaskular. Namun jika faktor risiko lain
mendominasi sehingga terjadi suatu plak atherosclerosis pada usia muda, adanya
estrogen justru dapat meningkatkan kemungkinan ruptur plak. Estrogen
menimbulkan up-regulation kelompok enzim matrix metalloproteinase (MMP),
antara lain MMP-9. MMP mendegradasi matriks ekstraselular di dalam dinding
arteri. Pada arteri yang relatif sehat, proses up-regulation ini tidak menimbulkan
konsekuensi buruk, namun pada pembuluh darah dengan lesi atherosklerotik,
peningkatan ekspresi MMP-9 di daerah plak dapat menimbulkan risiko ruptur dan
terjadinya SKA.
Pada literatur yang berkembang dan studi klinis mengenai perempuan, memiliki
dokumentasi tingginya kematian setelah terserang infark miokard akut. Pasien
wanita dengan penyakit arteri coroner memiliki prevalensi faktor resiko lebih
tinggi dan memiliki status fungsional yang lebih rendah dari pada pria. Ada bukti
bahwa hormon seks berperan dalam patofisiologi penyakit vaskular. Dimana
selama hidup wanita, vaskularisasinya mengalami fluktuasi yang bermakna dalam
pengaruh hormonal. Sumber dominan estrogen sebelum monopause adalah
estradiol. Setelah monopause, tingkat estrogen lebih rendah terutama dihasilkan
dari konversi androgen menjadi estrone di jaringan adiposa.
Variasi ini berimplikasi pada perbedaan penyakit jantung iskemik antara jenis
kelamin yang terjadi setelah monopause. Didukung oleh fakta bahwa wanita muda
dengan defisiensi endogen estrogen memiliki peningkatan 7 kali lipat terjadinya
rusaknya arteri koroner.
Menurut Sheifer SE dkk bukti yang menjelaskan akibat variasi pada penyakit
arteri koroner adalah perbedaan jenis kelamin dalam struktur pembuluh darah.
Wanita memiliki tipe pembuluh darah yang lebih kecil dan perbedaan diameter
saluran pembuluh darah dengan pria. Hal ini juga
dipengaruhi pada tinggi tekanan darah.
Pada penelitian Jeffrey dkk didapatkan bahwa MACE setelah 30 hari diikuti oleh
136,247 pasien dengan 9,6% pada wanita lebih tinggi dan 5,3% pada pria (OR
1,91; IK 95% 1,832,00; p<0,001).
Referensi:
Siska Hestu Wahyuni. 2014. Usia, Jenis Kelamin Dan Riwayat Keluarga Penyakit
Jantung Koroner Sebagai Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse
Cardiac Events Pada Pasien Sindrom Koroner Akut. Jakarta : Fk-UIN Syarif
Hidayatullah. Hal 12-15.
5. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi ventrikel
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh miokardium
akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibatkan peningkatan
beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina dan infark.
Pokok persoalan dalamhipertensi adalah asetilkolin merangsang terjadinya
vasokontriksi yang berlawanan pada arteri koronaria epikardial, oeningkatan
aliran darah karena asetilkolin pada lengan depan dan sirkulasi koroner ditemukan
menjadi menurun dalam semua studi kecuali satu studi. Disfungsi endotel pada
hipertensi dapat mendukung peningkatan tekanan pembuluh darah perifer
(khususnya jika terjadi dalam tahanan arteri ) dan komplikasi penyakit pembuluh
darah, apabila hal ini terjadi pada pembuluh darah berukuran besar dan sedang.
Tekanan darah tinggi secara kronis (lambat laun) menimbulkan gaya regang yang
dapat merobek lapisan endotel arteri dan arteriole . Gaya regang terutama terjadi
pada tempat yang bercabang (bifurcatio) atau membelok hal ini khas terjadi
robekan pada lapisan endotel maka dapat menimbulkan kerusakan berulang
hingga terjadinya siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit
serta pembentukan terjadinya pembekuan darah (thrombus), setiap thrombus yang
terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga terjadi embolus pada bagian hilir.
Hipertensi mempercepat timbulnya arteriosklerosis yaotu terjadinya penumpukan
kolagen kolagen pada pembuluh arteri. Semula arteri elastic kemudian menjadi
kaku atau keras, hal ini mengakibatkan peningkatan hambatan vaskuler perfifer
yang dapat meningkatkan afterload dan kebutuhan oksigen miokardium. Pada
hipertensi sendiri dipengaruhi oleh asupan kandungan natrium yang tinggi,
kegemukan, minum-minuman beralkohol dan stress.

Dislipidemia
Dislipidemia dapat diartikan sebagai perubahan kadar profil lipid darah yaitu
meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL atau menurunnya HDL
.Kadar kolesterol serta trigliserida yang tinggi dan berlangsung lama dapat
menyebabkan penebalan pembuluh darah dengan risiko penyempitan pembuluh
darah Penyakit yang diakibatkan dislipidemia merupakan masalah yang serius
pada negara-negara maju bahkan saat ini juga muncul sebagai penyebab kematian
dini dan ketidakmampuan fisik di negara-negara berkembang.
Kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan
terbentuknya arteriosklerosis. Pada pengidap arterisklerosis, pengendapan lemak
ditemukan diseluruh tunika intima dan meluas kedalam tunika media kolesterol
dan trigliserida dibawa didalam darah terbungkus dalam protein pengangkut
lemak yang disebut dengan lipoprotein . selanjutnya lipoprotein berdensitas tinggi
(HDL) membawa lemak keseluruh tubuh termasuk sel endotel arteri . Lipoprotein
meresap ke dalam sel mengakibatkan kolesterol dalam trogliserida menyebabkan
terbentuknya radikal radikal bebab yang mengakibatkan terjadinya keruskan sel-
sel endotel, kerusakan sel endotel berpengaruh terhadap elastisitas pembuluh
darah arteri dalam merespon rangsang saraf simpatis dan para simpatis (
vasodilatasi dan vasokontriksi ) . Pada tahap berikutnya tumpukan lemak terlepas
(emboli) berjalan bersama darah yang akan berhenti pada pembuluh darah kecil
sehingga emboli ini akan mengakibatkan sumbatan (obstruksi), pada daerah yang
terkena sumbatan mengalami pengurangan pasokan darah dan terjadi iskemik
apabila ni tidak teratasi dengan baik berakibat kematian jaringan (infark).
Referensi:

6. Nyeri sebenarnya adalah mekanisme protektif yang dimaksudkan untuk


menimbulkan kesadaran bahwa telah atau akan terjadi kerusakan jaringan. Salah
satunya akibat aterosklerosis yang dapat disebabkan karena merokok sehingga
terjadi akumulasi toksi di pembuluh darah yang pada akhirnya memicu timbulnya
hipertensi. Akibat adanya plak aterosklerosis ini, lumen pembuluh darah
menyempit dan memudahkan terjadinya oklusi (penyumbatan) pembuluh darah
terutama di arteri koronaria. Oklusi ini mengakibatkan aliran darah koroner tidak
adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah iskemia miokard. Terjadi penurunan perfusi
jantung yang berakibat pada penurunan intake oksigen dan akumulasi hasil
metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit ini timbul karena suplai
oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard mengompensasikan dengan
berespirasi anaerob. Sebagai produk sampingannya yaitu asam laktat. Asam laktat
membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel miokard inilah yang
menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area korteks sensoris
primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.
Referensi:

Universitas Muhamaddiyah Solo.2010. eprints.ums.ac.id

7. Anamnesis

Wawancara yang perlu diungkapkan dalam wawancara meliputi

1. Keluhan utama : Menanyakan riwayat kesehatan klien dengan menanyakan


adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan antara lain : fatique, retensi
cairan , pulse yang tidak teratur , dyspnea, nyeri dada, sakit kepala,
kelelahan, tenderness in calfof leg, dll.
2. Riwayat kesehatan masa lalu : Menanyakan tentang penyakiat-penyakit yang
berhubungan lansung dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada
pasien adanya riwayat nyeri dada , nafas pendek, alkoholik, anemia, demam
rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus, penyakit jantung
bawaan, stroke, pingsan hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang
timbul, varises dan oedema.
3. Riwayat pengobatan : Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang
pernah pasien jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus
di tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan dan efek
sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi system
kardiovaskuler seperti : anticonvulsants, antidepressant, antipsychotics,
cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic analgesics dan
antipyretics, oral contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics.
4. Riwayat pembedahan atau pengobatan lain : Pasien juga harus ditanyakan
secara spesifik tentang pengobatan-pengobatan pembedahan yang pernah di
jalani, Perwatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Hasil-hasil data diagnostik yang pernah di lakukan selama perwatan harus
lebih di kaji. Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan
data dasar.

PEMERIKSAAN FISIK

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan


fisik yaitu:

1. Keadaan umum.
- Pasien tampak lemah/cukup baik/tampak sakit berat/tampak sesak.
- Kesadaran penderita kompos mentis, apatis, somnolens, sopor,
soporokoma dan coma.
2. Tanda-tanda vital,meliputi:
a. Tekanan Darah
Sebelum diperiksa , pasien sebaiknya tidak makan, merokok, minum
kopi atau olahraga dalam 30 menit. Tekanan darah diukur waktu
berbaring. Pada penderita hipertensi perlu juga diukur tekanan darah
waktu berdiri. Tekanan darah juga tidak hanya diukur dilengan tapi
juga ditungai karena akan terdapat perbedaan yang jelas yang mungkin
disebabkan oleh koartasio aorta atau penyakit takayasu. Kadang-
kadang dijumpai masa bisu (auscultatory gap) , gejala ini sering
dijumpai pada penderita hipertensi dan dapat muncul bila manset
dikembangkan terlalu lambat. Hal ini dapat menyebabkan kekeliruan
menaksir tekanan sistolik rendah. Untuk mengukur tekanan darah harus
menggunakan ukuran manset yang tepat. Manset harus menutupi
lengan atas atau tungkai. Manset diikatkan diatas arteri brachialis kira-
kira 2 cm diatas lipat siku. Manset yang terlalu kecil akan memberikan
hasil yang lebih tinggi dan manset besar memberikan hasil yang lebih
rendah.ukuran manset biasanya 20% - 25% lebih lebar daripada
diameter lengan.
b. Denyut nadi.
Tekanan arteri radialis dengan jari telenjuk dan tengah. Perhatikan nadi
teratur atau tidak. Hitung nadi selama 15 detik kemudian kalikan 4.
Namun jika nadi tidak teratur nadi dihitung selama satu menit.
Kemudian catat irama dan kecepatan. Irama jantung dimonitor jika ekg
monitor tersedia. (Lihat pada pemeriksaan arteri perifer).
c. Suhu tubuh.
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan melalui mulut,ketiak, dan
rektum.suhu tubuh tinggi mengidentifikasikan kemungkinan adanya
reaksi inflamasi atau proses infeksi, misalnya miokardiak infark,
perikarditis, endokarditis, dll.
3. Pernafasan.
4. Berat badan dan tinggi badan.
5. Pemeriksaan kepala dan leher.
- Wajah
ekspresi wajah : tampak sesak gelisah, kesakitan, pucat, biru.
- Mata
1) Palpebra
Adanya palpebrarum xantoma( bintik kekuningan, lunak atau
plak pada kelopak mata)
2) Konjuntiva
Pucat (anemia), ptechiae(perdarahan bawah kulit atau selaput
lendir) pada endocarditis bakterial.
3) Skelera
Kuning(ikterus), pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.
4) Kornea
Akut senellis(garis melingkar putih atau abu-abu ditepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol pada penyakit
jantung koroner. Tapi normal bila ditemukan pada pasien lanjut.
5) Eksopthalmus.
Berhubungan dengan tiroksikosis, dapat ditemukan pada CHF
dengan hipertensi pulmonal.
6) Gerakan bola mata.
Lateral, medial,bawah nasal, atas, dll.
7) Reflek kornea.
Kapas disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam
(nervus V)
8) Funduscopi
Pemeriksaan dengan oftalmoskop untuk menilai kondisi
pembuluh darah retina. Untuk melihat perubahan arteri dan vena
karena hipertensi, arteri skelerossis, diabetes, hiperkolesteromia,
endokarditis.
- Telinga.
- Hidung.
Simetris/ tidak
Adanya peradangan
Adanya kelainan bentuk
Mukosa membran terdapat edema, exudat atau perdarahan.
- Mulut dan pharynx
Bibir sianosis ( pada penyakit jantung bawaan )
Bibir pucat ( anemia )
Pharinx hals dan basa, tidak terjadi exudat, ulserasi dan
pembengkakan.
- Leher
Pada pemeriksaan leher dinilai JVP, pulsasai arteri karotis, kelenjar
tiroid dan trakea.
6. Perut.
Adanya bruit atau bising pembuluh yang dapat disebabkan oleh
stenosis yang menyangkut pembuluh-pembuluh cabang aorta.
Pada payah jantung dapat ditemui hepatomegali, kadang-kadang
disertai acites. Hepar terasa kenyal dan nyeri tekan, tetapi pada
keadaan kronik nyeri tekan tidak terasa.
Pada TI berat, kadang teraba hepar berdenyut sesuai kontraksi atrium,
kadang terdapat bendungan pada lien.
Pada AI pulsasi aorta abdominal teraba kuat di daerah abdomen
sebelah kiri.
Pada aneurisma aorta abdominal, aorta teraba amat besar dengan
pulsasi yang nyata.
7. Kulit/ekstremitas.
Temperatur/acral yang dingin atau hangat, kulit basah dapat
mencerminkan tanda gagal jantung ( low output ).
Kadang-kadang tedapat sianosis perifer pada dasar kuku.
Sianosis yang lebih terlihat dibagian atas tubuh mencerminkan adanya
pirau intra cardial karena adanya kelainan jantung bawaan.
Pada hiperlipidemia terlihat adanya santomata yang merupakan
penumpukan lemak pada nodul-nodul dibawah kulit.
Adanya edema.
Pada sindrom vena cava superior, mungkin akan terlihat adanya
pelebaran vena di bawah kulit pada daerah thorax bagian atas sebagai
garis-garis biru kecil yang mencolok.
Perdaran kecil pada kulit kuku atau jaringan mukosa dapat menjadi
tanda endokarditis.
8. Pemeriksaan kuku.
Warna : kebiruan mengidentifikasikan adanya sianosis perifer
Clubbing ( jari tabuh ) mengidentifikasikan adanya hipoksia kronik.
Splinter hemoragic : garis merah kehitaman dibawah dasar kuku yang
muncul dari dasar sampai ujung kuku. Kemungkinan
mengindikasikan adanya endokarditis bakterial.
Inspeksi dan Palpasi

Inspeksi secara keseluruhan dari struktur tulang dada,termasuk sambungan


sternoclavicular, manubrium dan bagian atas sternum adalah merupakan tahap
awal dalam pemeriksaan. Derajat yang didapatkan, angle of Louis,bahwa
digambarkan dimana manubrium dan badan sternum bersatu yang jelas pada garis
tengah sternum. Sudut louis (Angle of louis) terletak pada tulang iga ke 2 dan
kemudian dapat digunakan untuk menghitung ICS dan lokasi area auskultasi
spesifik. Area jantung (prekordial) di inspeksi dan palpasi secara simultan untuk
mengetahui adanya ketidak normalan denyutan atau dorongan.Palpasi dilakukan
secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai dari area aorta,area
pulmonal, area trikuspidalis ,area apikal dan area epigastrik.

Dengan cara sebagai berikut:

a. Bantu pasien mengatur posisi supin dan perawat pemeriksa berdiri disisi
kanan pasien.
b. Tentukan lokasi sudut louis(angle of louis).
c. Pindahkan jari-jari ke bawah ke arah tiap sisisudut sehingga akan terasa
ruang interkostalis ke 2. Area aorta terletak di ruang interkostalis ke 2
kanan dan area pulmonal terletak pada ruang interkostalis ke 2 kiri.
d. Inspeksi dan kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal untuk
mengetahui ada atau tidaknya pulsasi.
e. Dari area pulmonal pindahkan jari-jari anda ke bawah sepanjang tiga
ruang interkostal kiri.Area ventrikel atau trikuspidalis terletak pada
ruang interkostal kiri menghadap ke sternum.Amati ada atau tidaknya
pulsasi. Dari area trikuspidalis ,pindahkan tangan anda secara lateral 5-7
cm ke garis midclavikular kiri dimana akan ditemukan area apikal atau
PMI (Point of Maximal Impulse).
f. Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apikal. Sekitar 50 % orang dewasa
akan memperlihatkan pulsasi apikal. Ukuran jantung dapat diketaui
dengan mengamati lokasi apikal. Pada orang dewasa normalnya terletak
di ruang sela iga ke 4 kiri 2-3 cm dari garis midklavikula. Sedangkan
pada anak normalnya terletak di ruang sela iga ke 4 kiri.Apabila jantung
membesar maka pulsasi ini akan bergeser secara lateral ke garis
midklavikula.
g. Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palpasi pada area
epigastrik di dasar sternum. Pada saat dilakukan palpasi akan dapat
ditemukan adanya getaran ( thrill) pada pasien yang mengalami kelainan
katup. Pasien dengan pulmonal stenosis akan ditemukan adanya thrill
pada sela iga ke 2 kiri sternum. Pasien dengan ventrikular septal defek,
thrill ditemukan pada sela iga ke 4 kiri sternum. Pasien dengan aortik
stenosis ,thrill ditemukan pada sela iga ke 2 kanan sternum (basis). Dan
untuk pasien dengan mitral insufisiensi, thrill dapat ditemukan pada
apeks. Getaran tersebut lebih mudah diraba bila penderita membungkuk
ke depan, dengan nafas di tahan waktu ekspirasi,kecuali getaran mitral
stenosis lebih mudah teraba bila penderita berbaring ke sebelah kiri.

Perkusi

Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk


jantung secara kasar. Perawat melakukan perkusi jantung hanya dalam
keadaan yang sangat diperlukan. Perkusi dilakukan dengan meletakan jari
tengah tangan kiri sebagai landasan pada dinding dada. Perkusi dapat
dilakukan dari semua arah menuju letak jantung. Untuk menentukan batas
sisi kanan dan kiri , perkusi di kerjakan dari arah samping ke tengah dada.
Batas atas jantung diketahui dengan perkusi dari atas ke bawah. Perawat
berdiri di sebelah kanan dengan posisi pasien berbaring dan lakukan perkusi
di sepanjang liku tulang rusuk di sela iga ke 4 dan ke 5, di mulai pada garis
midaxillaris. Suara yang dihasilkan perkusi pada jantung adalah tumpul
(Dull) ,yang dapat dibedakan dengan suara pada area paru-paru
(resonan).Batas kiri jantung pada umumnya tidak lebih dari 4; 7 dan 10 cm
ke arah kiri dari garis mid sternal pada ruang interkostal ke 4;5 dan 8.
Dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak
anteroposterior.

Auskultasi

Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi-bunyi yang


diakibatkan oleh adanya kelainan pada struktur jantung dengan perubahan-
perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Stateskop
adalah alat yang dipergunakan dalam mengauskultasi jantung. Yang terdiri
dari 2 bagian yaitu: Bell (untuk mengukur suara yang nadanya rendah,seperti
Bj 3 dan bj 4 ,bising mid sistolik mitral/trikuspid) dan Difragma (untuk
mendengarkan suara yang nadanya tinggi,seperti:Bj 1 dan Bj 2, opening
snap, bunyi ejeksi, pericardial friction rub, bising sistolik dan awal diastolik).

Cara / metode auskultasi:

a. Siapkan ruangan /lingkungan yang tenang dan tidak berisik.


b. Pasien berbaring telentang dengan kepala sedikit ditinggikan.
c. Selalu lakukan pemeriksaan pada sisi kanan pasien.
d. Dengarkan dengan diafragma stateskoppada ruang interkostal 2 kanan di
dekat sternum (untuk daerah aorta).
e. Dengarkan dengan diafragma stateskop pada ruang interkosta 2 kiri
dekat sternum (untuk daerah pulmonal).
f. Dengarkan dengan difragma stateskop pada ruang interkosta 3,4 dan 5 di
dekat sternum kiri (untuk area trikuspid)
g. Dengarkan dengan diafragma stateskop pada apek (PMI) ruang
interkosta ke 4 garis midklavikula (untuk area mitral).
h. Kemudian pasien diputar ke sisi kiri dan dengan Bell stateskop pada
apeks akan memperjelas adanya S 3 dan bising mitral.
i. Pasien diminta untuk duduk tegak,miring ke depan dan menahan nafas
setelah ekshalasi. Dengarkan dengan diafragma stateskop pada ruang
interkosta 3 dan 4kiri dekat sternum dan posisi ini akan memperjelas
adanya bising aorta.
j. Catat Bj 1, Bj 2, Bj 3, Bj 4 serta derajat dan kekuatan/intensitas bunyi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Non Invasive
1. Foto Thorax PA
Tujuan :
Jantung:Melihat bentuk dan pembesaran jantung
Paru : Melihat tanda-tanda kongesti paru pada gagal jantung kongestif
2. EKG
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan perubahan
potensial atau perubahan voltage yang terdapat dalam jantung.
Elektrokardiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik
jantung yang dihubungkan dengan waktu.
Tujuan EKG adalah:
1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan dari irama jantung
(aritmia)
Irama mengacu kepada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi
irama normal dan urutan eksitasi jantung disebut aritmia. Artitmia
dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik, perubahan aktivitas pemacu
nodus SA atau gangguan hantaran.
2. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan myocardium seperti
infarct, hipertropi atrial atau ventrikel.
3. Untuk mengetahui pengaruh atau efek obat-obat jantung terutama
digitalis dan quinidine
4. Untuk mengetahui adanya gangguan-gangguan elektrolit
5. Untuk mengetahui adanya perikarditis
3. Treadmill test (TMT)
Merupakan pemeriksaan yang luas dipakai untuk deteksi dan
sekaligus estimasi prognose PJK. Selama Treadmill, EKG, tekanan darah
dan keluhan pasien harus dimonitor. Dilakukan sampai simptom-
limited.
Disamping mendeteksi PJK, TMT juga dapat :
- Mengetahui status fungsional dari si terperiksa yang implikasinya, untuk
dapat merekomendasi dari aktvitas / kerja sehari-hari, apa saja yang dapat
dilakukan.
- Deteksi aritmia :hilang saat TMT
- kausa extra cardial.
- bertambah berat saat TMT, biasanya karena ada kelainan organic
- Seyogianya individu yang bekerja berhubungan dengan keselamatan
orang banyak (supir bus, pilot) perlu pemeriksaan TMT secara berkala

4. Echocardio
Fungsinya: mengetahui hemodinamik secara non invasive, yang apabila
dilakukan oleh tenaga expert hampir sama hasilnya dengan pemeriksaan
invasive (kateterisasi).
- dapat mengevaluasi cardiac structure dan performance secara cepat,
bahkan dalam keadaan emergency sekalipun. (tidak perlu persiapan)
- Echo Doppler (Color doppler dapat mendeteksi secara cepat apakah
valve stenosis atau regurgitasi
- Echocardiografi (Trans Thoracal Echocardiografi = TTE)Prinsip
pemeriksaan dengan Ultrasound (USG)
- Echocardiografi (2D; two dimensional) Dapat mem-visualisasikan
pergerakan jantung secara akurat sesuai dengan real time, meliputi :
o Myocardium
o rongga jantung
o katup-katup jantung
o pericardium
o pembuluh darah besar

5. Nuclear Medicine
Bahan radioaktif disuntikan ke tubuh pasien sehingga timbul radiasi dari
tubuh pasien yang nantinya ditangkap oleh sebuah alat. Bahan radioaktif
dibuat agar cenderung berkumpul di jaringan target.

6. Magnetik resonance imaging


Magnetik resonance imaging adalah pemeriksaan untuk bagian tubuh
dengan menggunakan medan magnet serta gelombang frequensi radio.
MRI adalah teknik dan alat diagnostik yang mutakhir dan dapat
melakukan pemeriksaan bagian tubuh tanpa operasi atau pun
menggunakan sinar x- ray dan radio aktif. Dengan kata lain pemeriksaan
ini untuk mendapatkan citra tiga dimensi bagian tubuh untuk mendapatkan
gambaran yang jelas bagian dalam tubuh tersebut.

PEMERIKSAAN INVASIVE
1. COROANGIOGRAFI
Tujuan : Untuk melihat tingkat, derajat dan besarnya penyumbatan
stenosis coroner.
Kateter untuk arteri kiri didorong sampai pangkal aorta hingga diprogram
tepat di pangkal aorta kiri. Contras disemprotkan masuk ke artery
coronary kiri dan cabang-cabangnya.

2. ELEKTROFISIOLOGI
Elektrofisiologi jantung merupakan pemeriksaan penunjang lanjutan bagi
pasien dengan aritmia (gangguan irama jantung) yang bertujuan untuk
mengetahui penyebab aritmia dan menentukan penanganan lebih lanjut.
Karena ini adalah pemeriksaan yang bersifat invasif tentu pasien telah
dilakukan pemeriksaan penunjang yang lebih sederhana dan aman
sebelumnya, yaitu EKG dan Holter EKG.
Referensi:
Brunner & suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC :
Jakarta.
Guyton. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC : Jakarta.
Price & Wilson.1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4.
Jakarta: EGC
Sylvia A. Price, Lorrain M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. EGC : Jakarta.
Soeparman & Waspadji.1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: BP FKUI

8. A. Nyeri dada pleuritik


Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang
bila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari
dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,
mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh:
- Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik ; pneumotoraks dan penumomediastinum.
B. Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.

Referensi:

Repository Universitas Sumatera Utara.2012.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3548/1/gizi-bahri7.pdf

9. Sindroma Koroner Akut (SKA)


1. DEFINISI
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan
kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang
disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya disebabkan oleh
thrombus akibat dari adanya rupture/ erosi plak aterosklerotik.
2. Etiologi
Penyebab dari Sindroma Koroner Akut ini adalah
o Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
o Obstruksi dinamik ( spasme koroner atau vasokonstriksi )
o Obstruksi mekanik yang progresif
o Inflamasi dan/atau infeksi
o Faktor atau keadaan pencetus

3. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut


Berdasarkan definisi yang disebutkan sebelumnya, Sindroma Koroner Akut
merupakan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala
lain. Sindroma Koroner Akut dibagi menjadi, angina tidak stabil (UAP),
miokard infark ST-elevasi (STEMI), dan infark miokard non ST- elevasi
(NSTEMI)
Angina pectoris tidak stabil
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi
nya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan,
dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina
pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia
miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-
kadang disebut angina pra infark.
Non ST Elevasi Miokard Infark
NSTEMI adalah pasien yang mengalami gejala nyeri dada diatas 20
menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang positif
atau perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen
ST yang persisten .
ST Elevasi Miokard Infark
ST elevasi miokard infark adalah nyeri dada dengan gambaran
elektrokardiogram elevasi segmen ST

4. Patofisiologi
o Gangguan plak atau ruptur plak
Ruptur plak sering terjadi pada bagian pinggir dari plak dimana bagian tersebut
menempel di dinding pembuluh darah. Pada area tersebut plak terinfiltrasi
dengan sel-sel inflamasi dan memiliki tekanan yang tinggi untuk ruptur. Plak
yang cenderung untuk ruptur memiliki struktur fibrous cap yang tipis dan massa
lemak yang besar. Struktur ini dipengaruhi faktor biomekanik dari plak tersebut
dan meningkatkan kemungkinan untuk rupture.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, agregasi platelet, dan
menyebabkan terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus
tidak menyumbat 100% akan menyebabkan angina pektoris tak stabil

o Erosi pada plak tanpa ruptur


Terjadinya penyempitan pada pembuluh darah juga disebabkan oleh
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi dari kerusakan endotel.
Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos
dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah dengan cepat

o Vasokonstriksi
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet, berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah
dan menyebabkan spasme.

Vasokonstriksi atau kurangnya vasodilatasi yang sesuai berkontribusi dalam


perkembangan episode iskemia pada pasien angina pektoris tak stabil dan
merupakan target dalam pemberian terapi

o Trombosis
Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi
yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya
trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak
berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.
Faktor jaringan menginisiasi kaskade koagulasi ekstrinsik, menghasilkan
aktivasi faktor X menjadi faktor Xa dimana hal ini akan mengubah
protrombin menjadi trombin. Trombin mengkatalisasi perubahan fibrinogen
menjadi fibrin, membentuk pembekuan platelet-fibrin yang membuat
obstruksi aliran darah coroner

5. Manifestasi klinik
Sebagian besar pasien SKA dating dengan keluhan nyeri dada , rasa berat , atau
rasa seperti ditekan, atau rasa seperti dicengkram di belakang sternum , bisa
menjalar ke rahang , bahu, punggung , atau lengan.
Keluhan angina pada SKA biasanya disertai dengan keringat dingin karena
respons simpatis , mual dan muntah karena stimulasi vagal , rasa lemas tidak
bertenaga.

6. Pemeriksaan penunjang
o Elektrokardiogram
Pemeriksaan melalui elektrokardiogram dapat menunjukkan adanya gejala
iskemia atau infark pada jantung. Adanya depresi segmen ST menunjukkan
terjadi iskemia. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia. Perubahan
gelombang ST dan T yang non spesifik seperti depresi pada segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk
iskemia.
Walaupun, gambaran elektrokardiogram tidak menunjukkan tanda dari angina
pektoris tak stabil bukan berarti menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak
menderita angina pektoris tak stabil. Pada angina tak stabil 4% mempunyai
gambaran EKG normal .

o Pemeriksaan biokimia kardiak marker


Pemeriksaan biokimia ini, dapat digunakan untuk mendiagnosis nekrosis
jantung dan untuk memperkirakan prognosis. Pemeriksaan biokimia yang
dilakukan adalah pemeriksaan CK-MB dan troponin jantung.

o Tehnik Pencitraan Non Invasif


Pemeriksaan ini dilakukan dengan ekokardiografi, dimana melalui alat ini,
gambaran jantung dapat dilihat melalui layar. Pemeriksaan ekokardiografi tidak
memberikan data untuk diagnosis angina pektoris tak stabil secara langsung.

7. penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan angina pektoris tak stabil harus dilakukan dalam waktu
yang cepat. Target pengobatan adalah kontrol gejala dari iskemia miokard,
infark miokard dan pencegahan kematian. Efek dari pengobatan didapat dengan
mengoptimalisasi keseimbangan antara kebutuhan dan jumlah oksigen miokard,
hal ini dapat dipenuhi dengan cara mengkontrol proses pembentukan trombus
yang sedang terjadi .
o penanganan awal
a) atasi nyeri dada akibat iskemia
b) melakukan penilaian status hemodinamik dan perbaiki kelainannya.
c) Pemeberian penyekat beta untuk mencegah terjadinya iskemia berulang dan
aritmia ventrikuler
d) Inisasi anti trombotik untuk mencegah terjadinya thrombosis baru dan
embolisasi dari plak aterosklerosis yang rupture atau erosi
e) Risiko untuk terjadi komplikasi diestimasi menggunakan stratifikasi resiko
dini.

o Terapi anti iskemia


a) Nitrat
b) Bloker beta adrenergik
c) Antagonis kalsium
d) ACE inhibitor dan Angiotensin receptor antagonist

o Terapi antiplatelet
a) Aspirin
b) Adenosine diphosphate receptor antagonis
c) GPIIb/IIIa inhibitor
d) Upstream GPIIb/GPIIIa
e) Adjunctive GPIIb/GPIIIa

o Terapi antikoagulan
a) Unfractioned Heparin
b) Low molecular weight heparin
c) Fondaparinux
d) Direct thrombin inhibitor (Fuster et al, 2008)
o Revaskularisasi koroner
Tindakan ini dapat menghilangkan gejala, meningkatkan prognosis dan
kapasitas fungsional. Pemilihan tindakan ini dilakukan setelah
mempertimbangkan banyak hal yaitu, anatomi pembuluh darah koroner, fungsi
ventrikel kiri, kapasitas fungsional, dan keparahan gejala
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia
berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada angina tak stabil
tindakan ini dilakukan tergantung dari stratifikasi resiko pasien. Pada resiko
tinggi, seperti angina terus-menerus adanya depresi segmen ST, kadar troponin
yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, dan adanya gangguan irama
jantung yang maligna seperti takikardi ventrikel perlu tindakan invasif dini
o Intervensi coroner perkutan
Intervensi coroner perkutan umumnya menggunakan cincin untuk
mengurangi oklusi tiba-tiba dan penyempitan kembali

8. Prognosis Sindroma Koroner Akut


Pasien dengan Sindroma Koroner Akut dapat memiliki prognosis yang berbeda.
Pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan peningkatan konsentrasi troponin
terdapat peningkatan mortalitas pada hari ke 30 atau 6 bulan. Adanya elevasi
dari segmen ST merupakan prediktor kuat untuk menentukan prognosis.

9. Komplikasi Sindroma Koroner Akut


o Iskemia yang berulang
o Aritmia, seperti fibrilasi ventrikel, aritmia supraventrikular, blok konduksi
o Gagal jantung kongestif
o Syok kardiogenik
o Infark ventrikel kanan
o Komplikasi mekanis , seperti ruptur otot papilari,rupture septal ventrikel
o Perikarditis
o Tromboembolisme
PENYAKIT JANTUNG KORONER

DEFINISI

Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu kondisi yang disebabkan


oleh suplai dara dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat; terjadi
ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai darah. Penyebab utama PJK ialah
sumbatan plak aterom pada arteri koroner sehingga disebut juga penyakit jantung
iskemik.

EPIDEMIOLOGI

PJK merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi


masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Di USA setiap
tahunnya 550.000 orang meninggal karena penyakit ini. Di Eropa diperhitungkan
20-40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. Hasil survei yang
dilakukan departemen kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK di Indonesia dari
tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, sekarang (tahun 2000an) dapat
dipastikan, kecenderungan penyebab kematian di Indonesia bergeser dari
penyakit infeksi ke penyakit kardiovaskular (antara lain PJK) dan degeneratif.

PATOFISIOLOGI

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami


kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain : faktor hemodinamik seperti
hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap rokok,
diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C.

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecul


seperti sitokin (IL-1; TNF-alpha; MCP-1; IL-8 dan growth factor (PDGF);
bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk ke permukaan
endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit kemudian
beridiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat
lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan
respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi.

Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi


fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosis, yang dipisu oleh inflamasi. Plak yang
terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur sehingga
terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).

DIAGNOSIS

1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisis
3. Laboratorium
4. Foto thoraks
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
EKG istirahat
Uji latihan jasmani (treadmill)
Uji latih jasmani kombinasi pencitraan :
o Uji latih jasmani ekokardiografi ( Stress Eko)
o Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
o Uji latih jasmani Farmakologi Koombinasi teknik Imaging
Ekokardiografi istirahat
Monitoring EKG ambulator
Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner:
o Computed Tomography
o Magnetic Resonanse Arteriography
6. Pemeriksaan jantung invasif menentukan anatomi koroner
Arteriografi koroner
Ultrasound intra vaskular (IVUS)

FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang tidak bisa dihindari
Penuaan : seiring dengan bertambahnya usia, fungsi sistem
kardiovaskular juga akan memburuk.
Jenis kelamin : penelitian menunjukkan bahwa pria yang berusia di
bawah 50 tahun memiliki risiko kematian yang lebih besar akibat
penyakit jantung koroner, 3 hingga 5 kali lebih tinggi daripada wanita
pada usia yang sama. Namun, bagi para wanita yang berusia di atas 50
tahun atau telah mengalami menopause, perbedaan faktor jenis kelamin
ini tidak terlalu berpengaruh.
Keturunan : orang-orang yang orangtua atau saudara kandungnya pernah
mengalami penyakit jantung atau stroke memiliki tingkat risiko yang
lebih tinggi untuk mengidap penyakit jantung koroner.
Suku bangsa : orang-orang yang berasal dari suku bangsa Eropa dan
Amerika Serikat memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi daripada
orang-orang Hongkong.
Faktor sosial : lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kepadatan
tinggi, gaya hidup yang sangat sibuk dan penuh dengan tekanan akan
meningkatkan kerja jantung.

Faktor risiko yang bisa dihindari


Merokok : nikotin dalam rokok merangsang pelepasan hormon, yang
menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan menyempitkan pembuluh
darah. Menghirup karbon monoksida bisa menurunkan kandungan
oksigen pada otot jantung. Karbon monoksida dan nikotin juga bisa
meningkatkan viskositas trombosit dan kemungkinan pembentukan plak,
yang pada akhirnya bisa merusak dinding dalam pembuluh darah dan
meningkatkan risiko pengerasan arteri. Kemungkinan serangan jantung
terjadi pada wanita yang menghisap 20 batang rokok dalam sehari adalah
enam kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak merokok.
Obesitas : risiko berkembangnya penyakit jantung koroner pada prang
yang mengalami obesitas adalah 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada
orang yang memiliki berat badan normal.
Kurangnya aktivitas fisik : olahraga bisa meningkatkan elastisitas
pembuluh darah dan mengurangi kemungkinan mengerasnya pembuluh
darah. Oleh karena itu, kurangnya olahraga bisa melemahkan fungsi
kardiovaskular.
Stres : stres membuat jantung berdetak lebih cepat, membuat otot
jantung lebih tegang dan meningkatkan tekanan darah yang bisa
menyebabkan penyakit janntung koroner.

Faktor risiko yang bisa diobati


Kadar lipid darah yang tinggi : hal ini meningkatkan risiko penumpukan
kolesterol, menyebabkan aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah )
yang mempersempit pembuluh darah, dan penyempitan pembuluh darah
atau bahkan menyebabkan trombosis (gumpalan darah dalam arteri atau
vena)
Hipertensi : hal ini menyebabkan pengerasan dan penebalan dinding
pembuluh darah, dan penyempitan pembuluh darah akan memperlambat
aliran darah.
Diabetes Melitus : peningkatan kadar gula darah akan meningkatkan
risiko kerusakan dan pengerasan pembuluh darah.

PENATALAKSANAAN

o Farmakologi
o Obat antiangina
o Nitrat
Obat
Kerja cepat efek
singkat
Nitogliserin (SL) Nitrokaf (2,5 0,15-1,2 mg 10-30 min
mg dan 5
mg/tab) 5-10 g/min
Nitrogiserin (IV) Nitrosin (10 (titrasi
mg/10cc) dosis)
GTN
(50mg/10cc)

ISDN (SL) Cedocard 5 mg 10-60 min


Fasorbid 5 mg 2,5-5 mg
Isoket 5 mg (sesuai
Isorbit 5 mg kebutuhan)
Vaskardin 5
mg
ISDN (IV)
Cedocard < 8 min setelah infus
(1mg/cc) 1-5 mg/jam dihentikan
Fasorbit (10
mg/cc)
Isoket (10
mg/cc)
Kerja sedang
Nitrogliserin Nitrokaf R F 5-10 mg (3-4 6-8 jam
(oral) (5mg/tab) x/hari)

ISDN (oral) Cedoracard 10


mg, R
Fasorbid 10 mg
Isoket 10 mg, 10-60 mg (3- 4-6 jam
R 4 x/hari)
Isorbit 5 mg
(Ch)
Vaskardin 10
mg
Kerja lama
ISMN (oral)
Cardismo 20
ISMO 20
Ismonit 20 20 mg 6-10 jam
Pentocard 20 (2 x/hari)
Monecto 20
Nitrogliserin 2,5 -15 mg 16 am
(topical/patch)

o Antiplatelets
Aspirin. Pemberian aspirin dosis rendah (75 mg/hari) pada pasien
angina pektoris, pasca infark miokard atau pasca coronary artery
bypass graft (cABGs) bermanfaat untuk mencegah infark miokard
ulang dan mati mendadak. Jadi aspirin 80-160 mg sehari mutlak harus
diberikan pada pasien angina pektoris stabil, kecuali ada
kontraindikasi.

o -Bloker
o Calcium Channel Blockers
o ACE-inhibitors
o Ivabradine

Operatif
o Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
o Coronary Artey Bypass Graft (cABGs)
o Enhanced External Counterpulsation (EECP)

ANGINA PECTORIS STABIL

1. DEFINISI

Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidak nyaman di
dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktifitasatau stress
emosional yang berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin.

2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, kurang lebih 50% dari Penderita Jantung Koroner(PJK) mempunyai
manifestasi angina pektoris. Jumlah angina pektoris sulitdiketahui. Dilaporkan bahwa
insiden angina pektoris pertahun pada penderita diatas 3 tahun sebesar 213 penderita
per 100.000 penduduk.
3. ETIOLOGI

Angina pektoris stabil terjadi karena suplai oksigen yang dibawa olehaliran darah
koroner tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium. Hal initerjadi bila kebutuhan
oksigen miokardium meningkat (misalnya karena kerjafisik, emosi, tirotoksikosis,
hipertensi), atau bila aliran darah koroner kurang (misalnya pada spasme atau trombus
koroner) atau bila terjadi keduanya.Faktor-faktor resiko:

Kelebihan aktifitas
Kelelahan
Rokok
Stress
Obesitas
Terlalu kenyang
Tidak berolahraga
Hipertensi atau tekanan darah tinggi

4. PATOMEKANISME

Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatansuply oksigen


ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan penyempitan lumen
arteri koroner (aterosklerosis koroner). Tidak diketahuisecara pasti apa penyebab
aterosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktortunggal yang bertanggungjawab atas
perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosismerupakan penyakit arteri koroner yang
paling sering ditemukan. Sewaktu bebankerja suatu jaringan meningkat, maka
kebutuhan oksigen juga meningkat.Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang
sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen
ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami penyempitan akibat
aterosklerosis dantidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akanoksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No
(nitratOksida) yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif.
Dengantidak adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan
timbulspasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen
kemiokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang
begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 %serta dipicu
dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhikebutuhan energi
mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yangmenurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energisel-sel jantung berkurang, maka
suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel ototkembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidakmenghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam
laktat nyeri akan reda.

5. MANIFESTASI KLINIK
Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya. Nyeri berawal
sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang menyebar kelengan kiri
bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu dan leher kiri bahkan dapat sampai
ke kelingking kiri. Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang
gigi dan ada juga yang sampaikan ke lengan kananRasa tidak enak dapat juga dirasakan
di ulu hati, tetapi jarang terasa didaerah apeks kordis. Rasa nyeri dapat disertai
beberapan atau salah satu gejala berikut ini:

1.Berkeringat dingin

2.Mual dan muntah

3. Rasa lemas

4.Berdebar

5.Rasa akan pingsan (fainting).

Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil).Serangan ini akan
hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut dan beristirahat. Serangan
berlangsung hanya beberapa menit (1 5 menit) tetapi bisasampai lebih dari 20 menit.
Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi perubahan misalnya lamaserangan
bertambah, nyeri lebih hebat, ambang timbulnya serangan menurun atauserangan
datang saat bangun tidur, maka gangguan ini perlu diwaspadai.Perubahan ini mungkin
merupakan tanda prainfark (angina tidak stabil).Suatu bentuk ubahan (variant) yang
disebut angina Prinzmetal biasanyatimbul saat penderita sedang istirahat.Angina
dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadisesudah kerja fisik yang
lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong jugaangina tidak stabil.
Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidakmenunjukkan kelainan yang berarti.
Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan darah meningkat dan di
daerah prekordium pukulan jantungterasa keras. Pada auskultasi, suara jantung
terdengar jauh, bising sistolikterdengar pada pertengahan atau akhir sistol dan
terdengar bunyi keempat. Nyeri yang berasal dari jantung memiliki karakteristik
tersendiri sepertidibawah ini:

Rasa sesak di sekitar dada


Rasa tertekan di dalam dada
Dada terasa berat dan terikat.

Memang kebanyakan terapi farmakologis adalah untuk segera mengontrolangina dan


memperbaiki kualitas hidup, tetapi belakangan telah terbukti adanyaterapi
farmakologis yang mencegah serangan jantung dan kematian.

1.Farmakologis

2.Angina

3.Penyekat beta
4. Angiotensin converting enzyme, terutama bila disertai hipertensi ataudisfungsi LV

- Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien-pasien denganLDL>


130 mg/dL (target <100 mg/dL)
- Nitrogliserin semprot/sunlingual untuk mengontrol angina
- Antagosis kalsium atau nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuktambahan
beta blocker apabilaada kontraindikasi penyekat beta, atau efeksamping tak
dpat ditolerir atau gagal.
- Klopidogrel untuk pengganyi aspirin yang terkontraindikasi mutlak
- Antagonis Ca nonnhidropiridin long acting sebagai pengganti penyekat beta
untuk terapi permulaan.

Non Farmakologis

Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datangnyaserangan angina


misalnya, maka hal-hal yang telah disebut diatas seperti perubahan life style (termasuk
berhentu merokok dan lain-lain), penurunan BB penyesuaian diet, olahraga teratur dan
lain-lain, merupakan terapi nonfarmakologis yang dianjurkan.Semuanya ini termasuk
pula perlunya pemakaian obat secra terus-menerussesuia yang disarankan oleh dokter
dan mengontrol faktor risiko, serta tidak perlu mengikutsertakan keluarganya dalam
pengobatan pasien, dapatdimasukkan juga ke dalam edukasi.

PROGNOSIS

Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahuntahundengan hanya


sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasidari 2% - 8%
setahun. Apalagi dengan angina pectoris stabil dimana hanya dengan beristirahat sudah
dapat sembuh dan angka kematianpun akan sangat kecilkemungkinannya.Faktor yang
mempengaruhi prognosis adalah beratnya kelainan pembuluhkoroner. Pasien dengan
penyempitan di pangkal pembuluh koroner kirimempunyai mortalitas 50% dalam lima
tahun. Hal ini jauh lebih tinggidibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada
salah satu pembuluh darahlainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan
memperburuk prognosis. Dengan pengobatan yang maksimal dan dengan bertambah
majunya tindakan intervensidibidangkardiologi dan bedah pintas koroner, harapan
hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.

PENCEGAHAN

Dalam kebanyakan kasus, pencegahan terbaik adalah mencegah sesuatuyang dapat


menyebabkan serangan angina tersebut. Mulai dari mengontrol berat badan, kadar
kolesterol darah, tekanan darah, merokok, aktivitas yang berlebihdan lain-lain yang
menjadi penyebab timbulnya angina pektoris. Jika ia telahdiberi obat darah tinggi oleh
dokter, kepatuhan adalah suatu keharusan dan harusmenjadi prioritas.

KESIMPULAN
Angina pektoris adalah keadaan klinik yang ditandai dengan rasa tidak enak atau nyeri
di dada akibat iskemia jaringan otot jantung.Secara klinik bentuk angina dibedakan atas
dua bentuk, yaitu angina stabildan tidak stabil. Angina tidak stabil merupakan bentuk
yang lebih berat yangdapat berkembang menjadi dan/atau merupakan bentuk awal
infark miokardsehingga penderita perlu diperiksa dan diobservasi lebih lanjut di rumah
sakit.Angina pektoris stabil merupakan suatu sindroma klinis berupa rasa tidaknyaman
di dada, rahang, bahu, punggung, atau lengan yang timbul saat aktifitasatau stress
emosional.Adapun penanganan paling utama dari angina pectoris stabil adalah
cukupdengan beristirahat agar kebutuhan oksigen di dalam jantung dapat kembali
stabilakibat dari aktifitas yang berlebihan tersebut. Dan selama angina pectoris stabil ini
belum berubah menjadi angina pectoris tidak stabil, angina pectoris ini sangatkecil
kemungkinan untuk menyebabkan kematian.

Referensi:

Rilantono, Lily I.2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV).FK UI: Jakarta. Hal


138-148
Prof. Dr. Peter Kabo PhD, MD. 2014. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat
Kardiovaskular Secara Rasional. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta edisi IV jilid II. Jakarta : Media
Aeusculapius.
Majid, Abdul. 2007. Jurnal Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi,
Pencegahan, dan Pengobatan Terkini. Medan : Universitas Sumatera
Utara.

Anwar, T. Bahri. Angina Pektoris Tidak Stabil.Sumatera Utara: eUSUReposit


ory; 2004. Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-
bahri2.pdf
7. HASIL ANALISA & SINTESIS SEMUA INFORMASI

Dari skenario dan berbagai informasi yang telah didapatkan dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa diagnosis banding seperti Penyakit Jantung Koroner, Angina Stabil, dan
Sindrom Koroner Akut. Hal tersebut terlihat dari gejala pasien pada skenario yang nyeri
dada yang dirasakan memberat sejak 1 minggu terakhir. Keluhan dirasakan substernal,
tidak terus menerus dan dan tidak menjalar. Nyeri terjadi ketika melakukan kegiatan berat
dan membaik dengan istirahat. Pasien menyangkal mengalami keluhan, mual, muntah atau
diaforesis. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan dislipidemia. Riwayat sebagai
perokok aktif sejak SMA dan menghabiskan sekitar 2 bungkus/hari.

Anda mungkin juga menyukai