Anda di halaman 1dari 7

NALISIS RISIKO PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI MENGGUNAKAN TOWER CRANE PROYEK

GEDUNG KANTOR SKPD PEMERINTAH KOTA PEKANBARU OLEH PT.WASKITA KARYA

Makomulamin1, Qori Eka Safitri1


1
Program Studi Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Hang Tuah Pekanbaru
Email:makomul_amin@rocketmail.com

Abstrak

Tower crane merupakan alat yang digunakan pada pembangunan gedung bertingkat dengan
risiko kecelakaan tinggi.Berdasarkanhasil penelusuran dokumen PT. Waskita Karya telah terjadi
kecelakaan kerja akibat kabel tali sling penahan segment TC putus, 2 orang luka ringan. Penelitian
bertujuan menganalisispelaksanaan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengawasan pada
penggunaan tower crane. Metode penelitian denganpendekatan kualitatif analitik. Jumlah informan 5
orang.Alat ukur yang digunakan adalah lembar checklist dan matriks risiko.Analisis data
menggunakan triangulasi sumber, metode dan data.Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan
identifikasi bahaya menggunakan inspeksi harian pada awal pelaksanaan proyek. Penilaian risiko
dilakukan oleh HES, pelaksana lapangan, kepala proyek serta teknik administrasi kontrak
menggunakan matriks risiko dengan risiko beban terjatuh yang harus segera ditangani. Pengawasan
pada penggunaan tower crane tidak memiliki supervisor khusus dari pemilik tower crane.

Kata kunci: pengoperasian tower crane,identifikasi bahaya, pengawasan, penilaian risiko.

Abstract

Tower crane was a tool used to build a multistory building which has a high risk. Based on
results document, PT. Waskita Karya had accidents due to cable sling strap anchoring segment TC
disconnected, causing two people suffered minor injuries. Research aims to analyze the
implementation of hazards identification, risk assessment and supervison on the used of tower
cranes.This research method to design qualitative analytic.Number of informants are5 people.
Measuring instrument used was checklist sheet and risk matrix. Data analysis used triangulation of
data sources, methods and data.The results showed implementation of hazard identification used
daily inspection carried out at the beginning of the project, the risk assessment carried out by the
HES, field implementers, project heads and engineering contract administrationwith risk matrixat the
risk of falling loads must be addressed.The supervison on the used of tower cranes hadnt the direct
supervisor of the owner tower crane.

Keyowrds : Operation of the tower crane,hazard identification, supervison,risk assessment

PENDAHULUAN
Pembangunan gedung bertingkat dengan konstruksi modern merupakan salah satu faktor yang
signifikan terhadap lajunya pertumbuhan nasional khususnya dibidang infarstruktur, akan tetapi
disamping peranan positif tersebut terdapat dampak negatif terhadap terjadinya kecelakaan kerja
dilingkungan kerja.Pekerjaan dalam sektor industri konstruksi mempunyai potensi bahaya yang sangat
tinggi yang merupakan faktor yang saling berhubungan, mulai dari faktor manusia, faktor lingkungan
dan juga faktor peralatan.Untuk menjamin pelaksanaan industri, aspek keselamatan kerja memegang
peranan penting didalam menghilangkan potensi bahaya yang ada ditempat kerja atau meminimalkan
risiko bahaya yang ada di tempat kerja.Keselamatan Kerja haruslah mendapat perhatian utama demi
berhasilnya program-program perusahaan dalam rangka meningkatkan produktivitas bagi
perusahaan. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (IBPR) merupakan elemen pokok dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan langsung dengan upaya pencegahan
dan pengendalian bahaya dalam menentukan potensi bahaya yang menimbulkan dampak serius
terhadap Keselamatan pekerja. (1,2 )
Tower crane adalah salah satu alat yang sering digunakan pada proyek bangunan bertingkat.
Alat ini digunakan sebagai alat pemindah material (Material HandlingEquiptment) dari suatu tempat ke
tempat lain baik secara vertikal maupun horizontal.Pengoperasian tower crane merupakan pekerjaan
yang berisiko tinggi, kesalahan dalam pemasangan, pengoperasian dan pembongkaran akan
mengakibatkan kecelakaan kerja. Kondisi lingkungan yang tidak aman juga merupakan sebab dari

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 20


kecelakaan pada pengoperasiantower crane. Beberapa kasus kecelakaan yang terjadi baru-baru ini
seperti robohnya tower crane menimpa Mesjidil Harram. Ini disebabkan oleh kondisi alam dan
lingkungan yang tidak mendukung. Sebanyak 107 orang yang meninggal, 238 lainnya luka-luka (3,4).
Sejak tahun 2000 ada lebih dari 1.125 kecelakaan tower crane yang telah mengakibatkan lebih
dari 780 kematian dan luka yang tak terhitung jumlahnya. Perlu diingat bahwa banyak kecelakaan
yang tidak pernah dilaporkan, jadi angka ini bisa menjadi ganda. Kecelakaan tower crane pada tahun
2009 sebanyak 188 kecelakaan dengan 78 kematian dan pada tahun 2010sebanyak 154 Kecelakaan
dengan 113 yang meninggal.Kasus kecelakaan di Indonesia, robohnya tower crane milik kontraktor
PT. Modern Widya Technical. Ketika sedang membongkar tower crane mengakibatkan robohnya
crane dan menimpa7 karyawan, 1 orang tewas dan 6 luka-luka (5,6).
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa terdapat potensi
bahaya yang ada di dalam proses penggunaan tower crane di proyek gedung kantor SKPD
Pemerintah Kota Pekanbaru oleh PT. Waskita Karya. Seperti kondisi pekerja yang membahayakan diri
karena bekerja pada ketinggian. Saat pemasangan slingtower crane pada concrete bucket, pekerja
tidak memberi pengganjal dibawah concrete bucket, apabila slingtower crane putus maka akan
menimpa pekerja tersebut. Pada saat pekerjaan pengecoran, material yang ada didalam concrete
bucket dituangkan dalam pondasi, peneliti melihat bahwa beberapa pekerja berdiri dan bersandar
pada pondasi yang berada dibawah concrete bucket.
Hasil penelusuran dokumen PT.Waskita Karya, telah terjadi kecelakaan kerja akibat kabel sling
penahan segmen tower crane terputus, hal ini menyebabkan 2 orang pekerja mengalami luka ringan
yang merupakan mekanik. Hasil investigasi yang dilakukan oleh tim PT.Waskita Karya, hal ini terjadi
dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan pada pekerja. Perusahaan telah menyediakan
APD yang memadai, namun faktor manusia yang tidak memakai APD saat bekerja merupakan
penyebab langsung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana risiko pada pekerjaan
konstruksi menggunakan tower crane proyek gedung kantor SKPD Pemerintah Kota Pekanbaru oleh
PT.Waskita Karya

METODE
Rancangan penelitian ini bersifat observasional dengan pendekatan kualitatif analitik, melalui
wawancara mendalam dan walk trough surveyserta penelusuran dokumen.Penelitian dilaksanakan di
proyek gedung kantor SKPD Pemerintah Kota Pekanbaru oleh PT.Waskita Karya. Jumlah informan 5
orang.Alat ukur dalam penelitian ini dengan menggunakan matriks risiko dan lembar checklist.Analisis
data pada penelitian ini menggunakan triangulasi sumber data, metode serta triangulasi pada data.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil observasi pada penggunaan tower crane proyek konstruksi, operator melalui sabuk
pengaman tower crane yang terhubung antara tower crane dan kolom lantai 6. Pada saat operator
menaiki tangga mencapai cabin, operator tidak menggunakan full body hardnest.Sebelum dan selama
pengoperasianoperator memeriksa dan memastikan bahwa tower crane dalam keadaan aman.Tower
crane diuji dan diinspeksi pada awal pelaksanaan proyek yang dilakukan oleh HES, pelaksana, teknik
administrasi kontrak, kepala proyek serta disnaker.(Lihat tabel 1)
Pelaksanaan identifikasi bahaya pada penggunaan tower crane dilakukan dengan
menggunakan metode inspeksi harian, dimana bahaya yang ditemukan pada penggunaan tower
crane proyek gedung kantor SKPD Pemerintah Kota Pekanbaru adalah beban terjatuh, jatuh dari
ketinggian, tali sling putus, membentur material lain, tower crane runtuh, suhu panas, sengatan listrik,
kaki dan punggung pegal, cedera muskoloskeletal, kelelahan, stress kerja, terpeleset, terkena
sengatan matahari, getaran mesin, boom/jib patah, kebisingan, overload.Sedangkan, penilaian risiko
dilakukan dengan menggunakan matriks risiko, adapun hasil matriks risiko (lihat tabel2).Pengawasan
pada penggunaan tower crane tidak memiliki supervisor khusus dari pemilik tower crane.
Hasil wawancara pelaksanaan identifikasi bahaya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
identifikasi bahaya pada pekerjaan konstruksi dengan menggunakan tower crane sudah sesuai,
dimana perusahaan menggunakan inspeksi harian untuk mengetahui bahaya yang ada pada
pekerjaan konstruksi dengan menggunakan tower crane. Wawancara yang dilakukan terhadap
penilaian risiko dapat disimpulkan bahwapenilaian risiko pada penggunaan tower crane di proyek
gedung kantor SKPD Pemerintah Kota Pekanbaru oleh PT. Waskita Karya, dilakukan oleh kordinasi
lapangan seperti K3, teknik administrasi kontrak, pelaksana serta kepala proyek.
Penilaian risiko digunakan untuk mengetahui tingkatan risiko, dalam pengoperasian tower
crane pada proyek konstruksi memiliki risiko dengan tingkat risiko tinggi.Berdasarkan hasil
penelusuran dokumen HIRA PT. Waskita Karya, jatuh dari ketinggian memiliki risiko yang sangat
tinggi. Namun, pernyataan yang berbeda dari 4 informan lain yang mengatakan beban terjatuh

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 21


memiliki risiko yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil wawancara tersebut asumsi peneliti adalah
penilaian terhadap risiko harus mempertimbangkan keparahan dan akibat yang ditimbulkan oleh risiko
itu sendiri, serta ruang lingkup dampak dari risiko tersebut.
Pengawasan penggunaan tower crane proyek gedung kantor SPKD Pemerintah Kota
Pekanbaru, seluruh informan mengatakan pengawasan dilakukan oleh koordinasi lapangan, namun
tidak memiliki supervisor khusus yang berkompeten langsung dari pemilik tower crane itu sendiri.
Tabel 1. Lembar Checklist pada Penggunaan Tower Crane Proyek Gedung Kantor SKPD Pemerintah
Kota Pekanbaru oleh PT. Waskita Karya
Checklist
No. Objek Variabel
Ya Tidak
1. Pengoperasian tower Apakah dilakukan identifikasi bahaya?
crane Apakah dilakukan inspeksi sebelum pengoperasian ?
Tali sling diperiksa setiap kali sebelum digunakan?
Apakah posisi boom pada crane jauh dari tiang listrik?
Apakah rambu-rambu keselamatan dipasang dan
lengkap?
Apakah perusahaan memiliki SOP pengoperasian tower
crane ?
Apakah dilakukan penilaian risiko pada pengoperasian
tower crane ?
Apakah dilakukan pengendalian risiko pada
pengoperasian tower crane?
Apakah perusahaan mempunyai lifting plan ?
Apakah pengangkatan barang tidak melebihi kapasitas
crane ?
2. Operator Apakah operator adalah orang yang kompeten ?
Apakah operator mengetahui bahaya?
Apakah operator mengecek keadaan tower crane setiap
sebelum digunakan ?
Apakah operator memiliki SIO dan mengerti K3?
Apakah operator memakai full body harnest?
Apakah operator memakai APD lengkap ?
3. Maintanance Apakah dilakukan pemeliharaan pada tower crane?
Apakah pemeliharaan dilakukan oleh orang yang ahli ?

Tabel 2. Lembar Matriks Risiko pada PenggunaanTower Crane Proyek Gedung Kantor SKPD
Pemerintah Kota Pekanbaru Oleh PT. Waskita Karya.

Risk
KMxKP Leve
No. Peristiwa Risiko Akibat Risiko KM KP Pengendalian Risiko
l
1. Naik turun TC Jatuh dari Luka berat, 3 5 15 H APD lengkap, full body
ketinggian kaki patah harnest, sistem
meninggal perlindungan tepi,
dunia sistem pengendalian
perjalanan, ukuran
control.
Kelelahan Nyeri pada 4 2 8 M pengaturan shift kerja
seluruh
anggota
tubuh
Terpeleset Luka berat, 2 5 10 M Safety shoes, full body
kaki patah, hardnest,
meninggal
dunia
2. Pengangkatan Membentur Luka berat, 3 4 12 H Alat komunikasi untuk
Material Material lain cacat. operator dan signaler,
SOP, pengangkatan
atau penurunan material
di area yang luas,
pelatihan untuk operator
dan signaler.

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 22


Tali sling putus Luka berat 3 4 12 H Inspeksi alat setiap hari,
penggantian alat jika
sudah tidak layak pakai,
Tertimpa Luka Berat, 4 5 20 E Rigger terlatih, inspeksi
Material cacat, pada tali dan shackle,
meninggal layar alat, layar jala,
dunia penjadwalan kerja,
sistem penahanan,
pemeriksaan sebelum
pengangkatan. (SOP)
Overload Luka berat 2 4 8 M Pengangkatan material
sesuai SWL.
Boom/Jib patah Luka berat, 2 5 10 M Pengangkatan material
kerugian sesuai SWL, aktifitas
waktu, cacat, slewing dan trolleying
kerugian sesuai dengan Instruksi
material dan kerja (SOP)
meninggal
dunia
3. Pengoperasia Stress Kerja Konsentrasi 2 2 4 L Shift kerja,
n TC terganggu
Kebisingan Gangguan 1 3 3 L ear plug, pengaturan
akibat mesin pendengaran shift kerja,
Masalah Nyeri pada 3 1 3 L pengaturan shift kerja,
punggung dan kaki dan
kaki pegal punggung,
Cedera Cedera 3 3 9 M pengaturan shift kerja,
musculoskeleta sedang
l
Terkena Nyeri pada 2 2 4 L Memakai pakaian
sengatan kulit, menutupi seluruh
matahari penyakit kulit badan,
Suhu panas Gerah, 2 2 4 L penyediaan AC didalam
penyakit kulit cabin
Getaran mesin Kebas pada 1 3 3 L pengaturan shift kerja,
tangan
Sengatan listrik Meninggal 1 5 5 M Pemeriksaaan alat rutin
disebabkan dunia setiap minggu, sebelum
peralatan rusak digunakan setiap hari
diperiksa, maintenance
rutin, pemakaian alat
tidak mebihi batas
Sembaran petir Meninggal 1 5 5 M Penangkal petir,
dunia berhenti disaat hujan
dan petir
TC runtuh Kerugian 1 5 5 M Pembuatan pondasi TC
material, dipastikan sesuai dan
aktifitas kuat, diarea
terganggu, pengoperasian TC tidak
meninggal ada aktifitas lain.
dunia

Tingkatan Risiko : L = Low (rendah)


H = High ( Tinggi)
M = Medium (Sedang)
E = Extreme(SangatTinggi)

Pelaksanaan Identifikasi Bahaya


Pelaksanaan identifikasi bahaya dilakukan untuk mengetahui bahaya yang ada pada
penggunaan tower crane.Tower crane sebelum digunakan dilakukan pengujian dan inspeksi oleh
kontraktor pelaksana, pemilik tower crane serta Disnaker.Setiap hari, sebelum dan selama
pengoperasian operator memeriksa tower crane dalam keadaan aman.Perbaikan, inspeksi dan
pengujian dilakukan oleh orang yang kompeten. Operator harus memastikan tower crane dioperasikan
tanpa risiko dan aman sebelum dan selama pengoperasian tower crane.Hasil observasi pelaksanaan

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 23


identifikasi bahaya pada penggunaan tower crane Proyek Gedung Kantor SKPD Pemerintah Kota
Pekanbaru dilakukan dengan menggunakan inspeksi harian pada awal proyek, sejalan dengan hasil
wawancara mendalam.Metode identifikasi bahaya salah satunya adalah dengan melakukan inspeksi.
Asumsi peneliti adalah pelaksanaan identifikasi bahaya pada penggunaan tower crane tidak hanya
dapat dilakukan dengan metode inspeksi namun bisa dilakukan dengan metode lainnya seperti Fault
Tree Analysis, Event Tree Analysis, FMEA, ect. Sehingga dari metode pelaksanaan identifikasi bahaya
seperti diatas, identifikasi terhadap bahaya dapat diperoleh secara maksimal (7,8).

Penilaian Risiko
Menurut hasil observasi yang dilakukan, penilaian risiko pada pengoperasian tower crane
dilakukan menggunakan matriks risiko, mengalikan antara probability dan consequence untuk
mendapatkan tingkatan risiko.Dari hasil telaah dokumen, perusahaan memiliki HIRA untuk seluruh
pekerjaan pada pengoperasian tower crane.Dan didukung oleh hasil wawancara bersama
informan.Upaya penilian risiko digunakan untuk menentukan tingkatan risiko yang ada pada
perusahaan dengan menggunakan matriks risiko (2).
Menurut Occupational Safety and Health Branch of the Labour Departement penilaian risiko
harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan melibatkan proses konsultasi antara kontraktor utama,
pemilik crane dan operator,serta anggota crane lainnya, namun berbeda dengan hasil observasi dan
hasil wawancara mengatakan bahwa penilaian risiko pada penggunaan tower crane dilakukan oleh
HES, pelaksana, Teknik Administrasi Kontrak serta Kepala Proyek (9).
Peneliti menggunakan alat ukur matriks risiko untuk menilai bahaya, adapun hasil penilaian
risiko (Tabel 2). Bahaya yang memiliki tingkatan risiko yang tinggi antara lain:
1. Beban Terjatuh atau Tertimpa Material
Hasil observasi yang dilakukanpada penilaian risiko dengan menggunakan matrik risiko, bahaya
beban terjatuh atau tertimpa material menduduki level risiko sangat tinggi dengan skor 20,
kemungkinan terjadinya risiko sering dan keparahannya mengakibatkan luka berat, cacat, serta
meninggal dunia. Kecelakaan kerja material yang diangkat oleh tower crane sudah pernah terjadi saat
pengangkatan material pada proyek gedung kantor SKPD Pemerintah Kota Pekanbaru oleh PT.
Waskita Karya. Hasil wawancara mendalam, 4 informan mengatakan beban terjatuh memiki risiko
sangat tinggi.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wicaksono dan Moses , bahwa risiko paling tinggi adalah ketika proses pengangkatan material
(beban) dengan risiko material jatuh memiliki tingkat risiko sebesar 13,95 (risiko tertinggi). Berbeda
dengan hasil penelitian Chundawan, beban terjatuh memiliki tingkat risiko tinggi dan pernah terjadi
kecelakaan kerja dengan mean 2.26. Risiko kecelakaan pada beban terjatuh tingkat risiko medium (4-
9) dengan keparahan luka parah, kaki retak dan kemungkinan kecelakan tidak pernah terjadi.
(10,11,12)
Asumsi peneliti bahwa hasil penelitian yang berbeda pada penilaian tingkatan risiko pada
penggunaan tower crane dapat disebabkan oleh keadaan tower crane yang digunakan oleh setiap
perusahaan berbeda, penerapan K3 yang dilakukan dan kebijakan K3 yang diterapkan oleh setiap
perusahaan memiliki perbedaan serta prilaku operator dan rigger dalam proses pengangkatan
material.Untuk itu perlunya dilakukan pengendalian terhadap risiko tertimpa material yaitu, rigger
(msandor) harus selalu memastikan ikatan tali sling pada material yang akan diangkat harus benar,
dilakukan inspeksi pada tali slingdan shackle sebelum digunakan, pemeriksaan bahwa material yang
akan diangkat telah aman. Dan tali sling ditukar jika sudah terkelupas dan aus, memiliki zona eksklusi,
lanyar alat, layar jala, penjadwalan kerja, sistem penahanan (13,14).
2. Jatuh Dari Ketinggian
Hasil observasi yang dilakukandengan menggunakan matriks risiko, menunjukkan bahwa
bahaya jatuh dari ketinggian menduduki level risiko tinggi dengan skor 15 dengan kemungkinan terjadi
sekali-sekali dan keparahannya adalah mengalami luka berat, cacat, tulang patah serta meninggal
dunia. Ini disebabkan pekerjaan operator 2 yang setiap harinya memanjat tower crane untuk dapat
mencapai cabin operator untuk memulai pengoperasian.Sejalan dengan hasil penelitian Chundawan,
bahwa risiko kecelakaan yang pernah terjadi pada pengoperasian tower crane terjatuh dari ketinggian
yaitu memiliki risiko yang tinggi dan pernah terjadi kecelakaan dengan mean 2.00 (12)
Namun berbeda dengan dokumen HIRA PT. Waskita (2015) hasil wawancara ditemukan
pernyataan yang dinyatakan oleh informan 4 yang menyatakan bahwa jatuh dari ketinggian memilki
risiko sangat tinggi.berdasarkan penelitian Mayasari (2011), risiko jatuh dari ketinggian memiliki
tingkatan risiko medium dengan skor level risiko 4-9.Peneliti berasumsi bahwa penilaian risiko pada
penggunaan tower crane dengan risiko jatuh dari ketinggian memiliki tingkat risiko tinggi dikarenakan
dampak yang terjadi mengenai operator tower crane saja tanpa mengenai lingkungan dan masyarakat

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 24


kerja sekitar, sehingga pengendalian risiko jatuh dari ketinggian dapat dicegah dengan sistem
perlindungan tepi, sistem pengendalian perjalanan, system full body harnest dan lebih dari satu
ukuran kontrol mungkin diperlukan(15).
3. Membentur Material Lain
Hasil observasi yang dilakukan, pekerjaan mengangkat material beton memakai concrete
bucket saat pengecoran tangga dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja membentur
material. Ketika mengangkat besi baja yang panjang diantara kolom-kolom pada area lantai 7A dapat
membentur kolom-kolom tersebut, apabila komunikasi antara mandor (signaler) dan operator tidak
baik.Pada penilaian risiko dengan menggunakan matrik risiko, bahaya membentur material lain
dengan level risiko tinggi skor 12 dengan kemungkinan terjadi adalah terjadi sekali-sekali dan
keparahannya luka berat dan cacat.
Berbeda dengan hasil penelitian Chundawan, bahwa risiko kecelakaan membentur material lain
memiliki risiko sangat tinggi dan kecelakaan sering terjadi dengan mean 2.37. Berdasarkan
pembahasan, peneliti berasumsi bahwa pekerjaan pengecoran dengan menggunakan concrete
bucket dan pengangkatan material-material dengan bentuk yang panjang dan beratpada proyek
konstruksi sering digunakan, sehingga risiko membentur material lain dapat dicegah dengan
melakukanpengendalian seperti komunikasi antara signaler dan operator harus baik dan satu
pemahaman, signaler harus memberitahukan operator keadaan saat mengoperasikan tower crane
diantara kolom-kolom pada struktur bangunan yang sedang dikerjakan, material-material yang berada
saat pengoperasian tower crane.
4. Tali Sling Putus
Hasil observasi menggunakan matrik risiko menunjukkan, bahaya tali sling putus dengan level
tinggi dengan skor 12, kemungkinan terjadi sekali-sekali dan keparahannya mengalami luka
berat.Didukung oleh penelitian yang Wicaksono dan Moses, risiko tali sling putus yaitu memiliki risiko
tinggi dengan nilai 11.85. Berdasarkan pembahasan diatas, peneliti berasumsi bahwa risiko
kecelakaan pada pekerjaan pengangkatan material karena tali sling putus memiliki tingkat risiko tinggi,
maka perlunya pemeriksaan secara berkala pada tali yang digunakan, pemeriksaan pada tali sling
setiap kali ingin digunakan dan tali diganti jika tali tidak layak lagi digunakan serta kapasitas beban
yang diangkat tidak boleh melebihi SWL.
Pengawasan
Menurut hasil observasi yang dilakukan, pengawasan pada pemggunaantower crane tidak
memiliki supervisor (pengawas) khusus dari subkontraktor, namun dilakukan oleh pelaksana, HES,
kepala proyek, Teknik Administrasi Kontrak dan konsultan dari PT. Indah Karya, didukung oleh
pernyataan dari informan.Personel yang bertugas adalah mandor lini pertama dan contractor
supervisor yang bertugas sebagai pengawas yang memastikan ketentuan selama pengoperasian
crane dan pengangkatan di semua daerah penempatan(16).

PENUTUP
Pelaksanaan identifikasi bahaya menggunakan inspeksi harian pada awal pelaksanaan proyek.
Penilaian risiko yang dilakukan oleh HES, pelaksana lapangan, kepala proyek serta teknik
administrasi kontrak menggunakan matriks risiko dengan risiko beban terjatuh yang harus segera
ditangani. Pengawasan pada penggunaan tower crane tidak memiliki supervisor khusus dari pemilik
tower crane. Sehingga diharapkan perusahaan tidak hanya menggunakan metode inspeksi harian
dalam pelaksanaan identifikasi bahaya, tetapi bisa menggunakan metode lain seperti ETAatau
FTAuntuk mengetahui bahaya lebih detail dan maksimal, penilaian risiko seharusnya melalui
konsultasi dengan pemilik tower crane, operator serta anggota tower crane lainnya, sehingga dapat
mengetahui keadaan tower crane dengan baik dan menilai tingkatan risiko. Diharapkan perusahaan
dan pemilik tower crane dapat membuat kesepakatan diperlukannya supervisor khusus yang terlatih
untuk mengawasi pengoperasian tower crane, sehingga dapat berjalan sesuai Instruksi Kerja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyuni, I. (2010). Sistem Pengendalian Bahaya Bekerja Pada Ketinggian Dalam Upaya
Pencegahan Kecelakaan Kerja Di PT. Gunanusa Utama Pabricators Serang Banten. Laporan
Khusus. Universitas Sebelas Maret.
2. Ramli, S (ed). (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Prespektif K3 OHS Risk
Management. Jakarta: Dian Rakyat.
3. Kuswanto, W. (2015).Identifikasi Potensi Risiko Pada Pengoperasian Tower Crane.Tugas Akhir.
Universitas Gadjah Mada. [online] http://etd.repository.ugm.ac.id diakses 13 Desember 2015.

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 25


4. PT. Waskita, K. (2015). Data Profil dan Kecelekaan Kerja Proyek Gedung Kantor SKPD
Pemerintah Kota Pekanbaru
5. Yulianigsih, T. (13 Sep 2015). Duka Raja Arab Atas Musibah Crane Jatuh Di
Mekkah.Liptan6.com. [online].
6. Redaktur Slidnews. (27 September 2015).Tower Crane Roboh, Satu Tewas dan enam Luber, Ada
Cerita Mistis Disana.SLIDNEWS. [online].
7. Towercrane support.com. (2010). Data Kecelakaan Tower Crane Tahun 2010.[online].
8. State of Queensland (Department of Justice and Attorney-General). Tower Crane Code Of
Practice 2006. Queensland Government Gazette: 2011, 28:51. [online].
9. ILO.(2013). Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja Sarana Untuk Produktifitas Modul
5. Jakarta: ILO, 2013.
10. Occupational Safety and Health Branch of the Labour Department. (ed). 2011. Code of Practice
for Safe Use of Tower Cranes. Second Edition.
[online]:http://www.labour.gov.hk/eng/public/content2_8b.htm. diakses pada tanggal 22 Desember
2015.
11. Wicaksono, I.K dan Moses L.S. (2011).Manajemen Risiko K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) Pada Proyek Pembangunan Apartemen Puncak Permai Surabaya.Thesis.Institut Teknologi
Surabaya.
12. Chundawan, E. (2010). Kecelakaan Kerja Dan Penerapan K3 Dalam Pengoperasian Tower
Crane pada Proyek Konstruksi. Laporan Khusus. Universitas Kristen Petra Surabaya.
13. Mayasari, A.S. (2011). Identifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko Pada Tower Crane Merk
Shenyang 96521 Tipe G 25/15 Di Proyek Plaza Simatupang Pt.Tatamulia Nusantara Indah
Jakarta. Laporan Khusus. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
14. OHSAS 18001.(2007). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja-Persyratan. For
Training Purpose Only.Terjemahan oleh Jack Matula.
15. PT. Waskita, K. (2015). Instruksi Kerja PT. Waskita Karya pada Proyek SKPD Pemkot Pekanbaru.
16. Buku Pelatihan PT. INDUSTRIALindo Konsultrain Services.Rigging dan Lifting. Makalah disajikan
dalam Seminar Pelatihan Mengenai Rigging dan Lifting.
17. Undang-Undang RI Nomor 18 tentang Jasa Konstruksi 1999. (2007). Jakarta: CV. Tamita Utama
Jakarta.
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor 09 Tahun 2010 tentang Operator
dan Petugas Pesawat Angkat dan Angkut. [online].

Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 4 No. 1, April 2017 26

Anda mungkin juga menyukai