TGT, PBL, PJBL
TGT, PBL, PJBL
Model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
adanya perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas siswa dengan model TGT memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks disampung menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
TGT Menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem
skor kemajuan individu, dimana peran siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
Jadi model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) merupakan salah satu
model pembelajran kooperatif dimana bagiannya terdiri dari penyampaian materi secara
klasikal, pengelompokan, permainan, turnamen, dan penghargaan kelompok. Model TGT
(Team Games Tournament) akan dapat menambah motivasi, rasa percaya diri, toleransi,
kerjasama dan pemahaman materi siswa.
komponen-komponen dalam Teams Games Tournament, yaitu:
1) Penyajian Kelas (Class Presentation)
Penyajian kelas pada pembelajran Kooperatif tipe TGT tidak berbeda dengan
pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan
pada materi yang sedang dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah
berada dalam kelompoknya sehingga mereka akan memperhatikan dengan serius selama
pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus mengerjakan games
akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan kelompok mereka.
2) Kelompok (Teams)
Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewaili pencampuran
dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau
etnik.
3) Permainan (Games)
Pertanyaan dalam game harus dirancang dari materi yang relevan dengan materi
yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili masing-masing
kelompok.
4) Kompetisi/Turnamen (Turnaments)
Turnamen adalah susunan beberapa game yang dipertandingkan. Biasanya
dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit atau pokok bahasan, setelah guru
memberikan penyajian kelas dan kelompok mengerjakan lembar kerjanya.
Tabel 2.1 Menghitung Poin-poin Turnamen untuk Permainan dengan Tiga Pemain
Pemain Tidak ada yang Seri nilai Seri nilai Seri 3 macam
seri tertinggi terendah
Peraih skor 60 poin 50 poin 60 poin 40 poin
tertinggi
Peraih skor 40 poin 50 poin 30 poin 40 poin
tengah
Peraih skor 20 poin 20 poin 30 poin 40 poin
rendah
Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Penghargaan Tim
Siswa sebagai input memiiki kemampuan dan pengetahuan yang berbeda dalam
belajar. Kemampuan dan pengetahuan itu akan diasah dan dikembangkan dalam
melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe TGT (Team Games
Tournament) dengan pendekatan saintifik melalui tahapan berikut : 1) Kegiatan awal yaitu
guru menyampaikan judul, tujuan, dan memotivasi siswa. 2) Kegiatan inti yang meliputi
lima tahap utama yaitu : tahap penyajian kelas, tahap belajar dalam kelompok (guru
membagi siswa ke dalam kelompok, membagikan LKS atau LDS, dan melakukan diskusi),
tahap game, tahap turnamen, dan tahap penghargaan kelompok. 3) Kegiatan akhir yaitu
menyimpulkan materi pelajaran dan mengadakan tes akhir.
(Dwi Windiana,2014: 29)
Salah satu contoh model pembelajaran kooperatif adalah TGT (Teams Games
Tournaments). Model pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah yaitu: tahap penyajian
kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan dan penghargaan kelompok [9].
Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
penguatan. Dalam model ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat
sampai lima orang yang berbeda- beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka. Untuk
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran, selanjutnya diadakan
turnamen, di mana siswa memainkan permainan akademik dengan anggota tim lain untuk
menyumbangkan poin bagi skor timnya [12]. Dalam pembelajaran TGT, belajar dapat
dilakukan sambil bermain. Penerapan model ini dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menarik bagi siswa serta dapat meningkatkan keaktifan semua siswa di dalam kelas
sehingga siswa menjadi termotivasi dan memiliki minat untuk belajar. Sesuai dengan
suasana seperti ini, siswa selain dapat mengasah kemampuan kognitifnya, juga
mendapatkan pengalaman langsung, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi
siswa. Pembelajaran bermakna membuat siswa dapat menemukan sendiri fakta dan
konsep, menumbuhkembangkan nilai-nilai yang dituntut serta merangsang kreativitas
siswa.
Inti dari kreativitas adalah pengembangan kemampuan berpikir divergen,
berpikir divergen merupakan proses menguraikan suatu masalah atas beberapa
kemungkinan pemecahan atau dapat pula didefinisikan melihat suatu masalah dari
berbagai sudut pandang . Untuk pengembangan kemampuan demikian, guru perlu
menciptakan situasi belajar mengajar yang banyak memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memecahkan masalah dan mengembangkan konsep atau gagasan siswa
sendiri. Salah satu model pembelajaran yang mendukung pengembangan kreativitas
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT).
Leonard dan Kusumaningsih (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
terhadap peningkatan Hasil Belajar Biologi pada Konsep Sistem Pencernaan
Manusia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, rata-rata peningkatan prestasi belajar
siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
( Tri, Haryono, Ashadi)
No Indikator Kegiatan
1 Proses orientasi Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Guru
peserta didik pada menjelaskan logistic yang diperlukan,
masalah memotivasi peserta didik
untukterlibatdalamaktifitaspemecahanmas
alahdan mengajukanmasalah
a. Orientasisiswa
1)Membentuk suatu kelompok kerja dan diskusi
2)Menanyakan tujuan,informasi dan penjelasan dari guru
3)Memotivasi diri dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
kegiatan belajar
b. Pengorganisasian siswa untuk belajar
1)Memahami prosedurdari kegiatan yang akan dilaksanakan
2)Merumuskan masalah
c. Penyelidikan secara individu maupun kelompok
1)Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan
2)Melakukan kegiatan baik secara individu maupun kelompok
d. Pengembangan dan penyajian hasil
1) Menganalisis datahasil
2) Melakukan diskusi
e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
1)Merefleksi serta mengevaluasi hasil pengamatan
2)Merumuskan konsep dan kesimpulan yang dilaksanakan dalam penelitian dengan
memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja dan berbagi pengetahuan
melalui kegiatan kelompok yaitu praktikum dan diskusi.
Pembelajaran juga dilaksanakan dengan menggunakan media berupa LKS berbasis
PBL untuk membantu memperlancar jalannya kegiatan.LKS PBL tersebut telah
disajikan tujuan pembelajaran,petunjuk, cara kerja,data pengamatan,masalah dan data
ilmiah, lembar tugas individu dan diskusi yang harus dipecahkan bersama sehingga
kegiatan pembelajaran menjadi lebih teratur serta dapat meningkatkan kerjasama dan
tanggungjawab siswa dalam menemukan konsep.Pokok bahasan pertama adalah hukum
kekekalan massa (Lavoisier). Indikator pembelajaran pada pertemuan ini adalah
membuktikan berdasarkan percobaan bahwa massa zat sebelum dan sesudah reaksi
tetap. Langkah yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut adalah
dengan melakukan pembuktian dan pengamatan langsung melalui kegiatan
praktikum.Rata-rata nilai posttest hukum kekekalan massa adalah 77,06 dengan
56,25% siswa yang mencapai nilai KKM (75). Secara umum,aktivitas siswa pada
pertemuan pertamaini tergolong baik dengan rata-rata nilai yang diperoleh siswa
adalah sebesar 80,75.
Pelaksanaan pembelajaran PBL diterapkan dalam kelompok-kelompok
belajar.Kelompo tersebu tterdiri dari 8 kelompok dengan anggota sebanyak 4 orang
siswa.Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan heterogen dengan tujuan agar
setiap siswa kelompok bawah maupun kelompok atas mempunyai kesempatan yang
sama
Pertemuan kedua membahas hukum perbandingan tetap dan kelipatan
perbandingan.Indikator pembelajaran pertemuan kedua adalah membuktikan berdasarkan
percobaan dan menafsirkan data tentangperbandingan massa dua unsur yang bersenyawa
(hukum Proust) dan membuktikan berlakunya hukum kelipatan perbandingan (hukum
Dalton) pada beberapa senyawa melalui beberapa data percobaan.Pertemuan ini
dilaksanakan dengan dua kegiatanya itu praktikum untuk materi hukum perbandingan
tetap dan diskusi untuk materi hukum kelipatan perbandingan. Pencapian posttest terhadap
KKM pada pertemuan kedua adalah sebesar50% dengan rata-rata nilai 75,81.
Pertemuan ketiga membahas mengenai hukum perbandingan volume Gay
Lussac dan hukum Avogadro. Indikator pembelajaran pada pertemuan ketiga ini adalah
menggunakan data percobaan untuk membuktikan hukum perbandingan volume Gay
Lussac danmenemukan hubungan antara volume gas dengan jumlah molekulnya yang
diukur pada suhu dan tekanan yang sama (hukum Avogadro). Pembelajaran PBL
dilaksanakan dengan kegiatan diskusi. pencapaian nilai posttest pada pembelajaran kali ini
hanya sebesar 62,50% dengan rata-rata nilai siswanya adalah sebesar 75,31. Hal ini diduga
karena mereka belum begitu memahami konsep hukum perbandingan volume secara tepat
dan karena materi ini dianggap mereka merupakan materi yang paling sulit. Aktivitas
siswa pada pertemuan ketiga secara umum baik dan mengalami peningkatan dari
pertemuan pertama dan kedua.Ketercapaian aspek aktivitas siswa pada pertemuan ketiga
adalah sebagai berikut: visual 85,94%,oral 84,12%, writing 85,15%, listening
85,15%, mental 83,33%, dan emotional84,38%.
Pada akhir tindakan dilakukan tes (ranah pengetahuan) dan non tes
(ranah sikap, keterampilan, dan aktivitas) berupa angket dan observasi dengan hasil yang
dapat dilihat pada Tabel 2:
Pelaksanaan PBL sepenuhnya tergantung pada keaktifan, sikap, dan
keterampilan siswa selama KBM. Guru dalam hal inihanya berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator, sedangkan pembelajaran didominasi oleh aktivitas siswa dalam
membangun pengetahuan melalui proses ilmiah seperti mengamati, menanya, menerapkan,
mengolah data, melakukan percobaan, melaporkan hasil, dan merumuskan kesimpulan
dengan proses yang menyenangkan dan tidak monoton sehingga produk pengetahuan yang
diperoleh siswa menjadi lebih kuat.
Proses belajar yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana siswa itu dapat
terlibat aktif dalam pembelajaran dan penemuan konsep, berbeda dengan konsep Teacher
centered yang seluruh kegiatan didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung hanya
menghafal. Oleh karena itu dalam penerapan model PBL didukung teori perkembangan
Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif siswa bergantung pada keaktifan
dalam berinteraksi dengan lingkungan serta memanfaatkan pengalaman nyata. Teori ini
sesuai dengan tujuan PBL pada penelitian ini yaitu mengaktifkan siswa
Pelaksanaan pembelajaran PBL dalam penelitian ini tidak sepenuhnya berjalan
baik, ada beberapa kelemahan yang dihadapi, antara lain: 1) Kurang terbangunnya minat
siswa untuk terlibat aktif dalam KBM, 2)Praktikum yang dilakukan sedikit karena
keterbatasan alat dan bahan praktikum, 3)Alokasi waktu pelaksanaan yang lebih lama dari
perencanaan karena siswa masih belum teratur dalam melaksanakan prosedur
kegiatan,serta 4)Kurangnya referensi belajar siswa sehingga pembangunan konsep masih
banyak digiring oleh guru.Beberapa upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki
kelemahan pelaksanaan tersebut adalah dengan member bimbingan dan motivasi kepada
siswa. Guru juga selalu mengingatkan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan baik individu
maupun kelompok akan selalu dinilai,hal ini mendorong siswa untuk terbiasa aktif dan
bekerja sama dalam melakukan tugas yang diberikan.
(Ratna dkk,2014 71-74)
Siklus I
Penelitian ini, menggunakan Project Based Learning (PjBL) disertai dengan peta
konsep. Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru memberikan pengarahan bahwa
metode yang akan digunakan pada materi redoks yaitu Project Based Learning (PjBL)
disertai dengan peta konsep. Kemudian guru terlebih dahulu memberikan apersepsi berupa
pertanyaan dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa yang berkaitan dengan materi. Tahap
selanjutnya guru memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan dari pembelajaran. Pada
tahap eksplorasi, guru telah membagi siswa menjadi enam kelompok yang beranggotakan
enam siswa setiap satu kelompok. Guru memberikan pe-ngarahan terlebih dahulu tentang
hasil produk atau proyek serta memberikan tugas kepada tiap kelompok untuk membuat
peta konsep dan memberikan pertanyaan essensial materi redoks. Tahap selanjutnya
elaborasi dalam sintaks Project Based Learning (PjBL) terdiri dari Design a plan for the
project yaitu guru mendampingi siswa mencari informasi tentang materi konsep redoks.
Tahap selanjutnya Create a Schedule yaitu siswa membuat deadline (waktu atau jadwal)
pe-nyelesaian proyek. Tahap berikutnya konfirmasi yang terdiri dari monitoring the student
and the progress of the project dan asses the outcome. Tahap akhir kegiatan yaitu guru
membimbing siswa menyimpulkan materi pem-belajaran dan menginformasikan agar setiap
kelompok membuat rangkuman dari hasil diskusi dan materi yang dipelajari menggunakan
desain buletin tiap kelompoknya sehingga pertemuan ketiga desain dan isi produk sudah
dalam bentuk buletin atau buku siswa.
Siklus II
Pelaksanaan tindakan pada siklus II mengacu pada hasil refleksi siklus I untuk
menyempurnakan dan memperbaiki tindakan pada siklus I. Tindakan yang dimaksud
adalah pertama, mengubah kelompok diskusi sesuai dengan hasil tes kognitif siklus I
secara heterogen sehingga penyebaran siswa dengan kemampuan akademik lebih
tinggi dapat tersebar merata. Kedua, proyek yang telah diselesaikan setiap kelompok
pada siklus I yang berupa buletin redoks dipakai buku pedoman setiap siswa pada
proses pembelajaran siklus II. Ketiga, peta konsep yang dibuat setiap kelompok telah
dibenarkan oleh guru dan dijadikan acuan konsep pada proses pembelajaran siklus II.
Keempat, guru menegaskan agar siswa lebih aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran dan setiap siswa harus mempunyai catatan hasil diskusi secara lengkap.
Dengan demikian diharapkan prestasi dan aktivitas belajar siswa dapat meningkat dari
siklus I.
(Istiqomah,2014:10-11)