Anda di halaman 1dari 14

A.

Model pembelajaran TGT


metode kooperatif tipe Teams GamesTournament (TGT). Dalam berbagai
penelitian dapat disimpulkan penggunaan metode kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan dan motivasi belajar siswa pada
pembelajaran kimia [7-8].Pada jurnal yang berujudu lThe Effect Of Teams-Games-
Tournament On Acheivment, Retens ion, And AttitudesOfEconomic Education Student
menyimpulkan bahwa hasil daripenggunaan metode TGT dalam pembelajaran
lebihbaikdaripada metode ceramah.Penggunaan metode kooperatif tipe Teams Games
Tournament(TGT)dari beberapa penelitian digunakan pada pokok bahasan perbedaan
unsur, senyawa dan campuran,ikatan kimia dan hidrokarbon.Metode ini belum banyak
digunakan pada materi koloid,sehingga mendorong peneliti untuk mengetahui sejauh
mana keberhasilan metode kooperatif tipe TGT(Teams Games Tournament) jika
diterapkan pada materi koloid dalam upaya membantu siswa memahami mata pelajaran
kimia.Pada jurnal yang berjudul Reviewing for Exam: Do Cross word Puzzle Helpin the
Succes of Student Learning? menyatakan bahwa teka-teki silang efektif untuk belajar
siswa[13].Mengacu dari jurnal diatas maka untuk melengkapi pembelajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) digunakan media
Teka-Teki Silang dalam penelitian ini.
(Lulukdkk ,2012: 91)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang berangggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru
menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Akhirnya
untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka
seluruh siswa akan diberikan permaian akademik. Menurut Slavin (Rusman, 2012:225)
pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan, yaitu tahap penyajian
kelas (class presentasion), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games),
pertandingan (tournament), dan penghargaan (teamrecognition).
(Yulia Ayu, 2012: 4)

Model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) adalah salah satu model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa
adanya perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya, dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas siswa dengan model TGT memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks disampung menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda.
TGT Menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem
skor kemajuan individu, dimana peran siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.
Jadi model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) merupakan salah satu
model pembelajran kooperatif dimana bagiannya terdiri dari penyampaian materi secara
klasikal, pengelompokan, permainan, turnamen, dan penghargaan kelompok. Model TGT
(Team Games Tournament) akan dapat menambah motivasi, rasa percaya diri, toleransi,
kerjasama dan pemahaman materi siswa.
komponen-komponen dalam Teams Games Tournament, yaitu:
1) Penyajian Kelas (Class Presentation)
Penyajian kelas pada pembelajran Kooperatif tipe TGT tidak berbeda dengan
pengajaran biasa atau pengajaran klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan
pada materi yang sedang dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah
berada dalam kelompoknya sehingga mereka akan memperhatikan dengan serius selama
pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus mengerjakan games
akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan menentukan kelompok mereka.

2) Kelompok (Teams)
Kelompok disusun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewaili pencampuran
dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau
etnik.

3) Permainan (Games)
Pertanyaan dalam game harus dirancang dari materi yang relevan dengan materi
yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili masing-masing
kelompok.

4) Kompetisi/Turnamen (Turnaments)
Turnamen adalah susunan beberapa game yang dipertandingkan. Biasanya
dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit atau pokok bahasan, setelah guru
memberikan penyajian kelas dan kelompok mengerjakan lembar kerjanya.

Bagan 2.1. Penempatan Siswa ke Meja Turnamen

5) Pengakuan Kelompok (Teams Recognition)


Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberi penghargaan berupa hadiah atau
sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai
kriteria yang disepakati bersama. Penghitungan skor tim dilaksanakan dengan cara sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Menghitung Poin-poin Turnamen untuk Permainan dengan Tiga Pemain

Pemain Tidak ada yang Seri nilai Seri nilai Seri 3 macam
seri tertinggi terendah
Peraih skor 60 poin 50 poin 60 poin 40 poin
tertinggi
Peraih skor 40 poin 50 poin 30 poin 40 poin
tengah
Peraih skor 20 poin 20 poin 30 poin 40 poin
rendah
Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Penghargaan Tim

Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan


40 Tim Baik
45 Tim Sangat Baik
50 Tim Super

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament adalah:


a. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya dalam
kelas kooperatif.
b. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.
c. Perilaku mengganggu siswa lain menjadi lebih kecil.
d. Motivasi belajar siswa bertambah.
e. Pemahaman lebih mendalam terhadap pokok bahasan yang dipelajari.
f. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi antara siswa denga siswa dan antara
siswa dengan guru.
g. Siswa dapat mempelajari pokok bahasan bebas mengaktualisasikan diri dengan seluruh
potensi yang ada di dalam diri siswa dapat keluar, selain itu kerja sama antar siswa juga
siswa dengan guru akan membuat interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak
membosankan.
(Indra Mugas, 2014: 17-21)

Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai


berikut :

a. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT mengikuti urutan sebagai


berikut : pengaturan klasikal, belajar kelompok, turnamen akdemik, penghargaan tim.
b. Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran, selanjutnya diumumkan kepada
semua siswa bahwa akan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siswa
diminta memindahkan bangku untuk membentuk tim. Kepada siswa disampaikan bahwa
mereka akan bekerja sama dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan,
mengikuti turnamen akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta
diberitahukan tim yang mendapat nilai tinggi akan mendapat penghargaan.
c. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari masing-masing
tim. Pada permulaan turnamen diumumkan penetapan meja bagi siswa. Siswa diminta
mengatur meja turnamen yang ditetapkan. Nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah
kelengkapan dibagikan dapat dimulai kegiatan turnamen.
d. Pada akhir putaran, pemenang akan mendapat penghargaan dan yang kalah tidak
diberikan hukuman. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan jawaban benar dari
soal.
e. Dengan model yang mengutamakan kerja kelompok dan kemampuan menyatukan
intelegensi siswa yang berbeda-beda akan dapat membuat siswa mempunyai nilai dalam
segi kognitif, afektif dan psikomotor secara merata satu siswa dengan siswa yang lain.
(Dwi Windiana,2014: 19-20)

Siswa sebagai input memiiki kemampuan dan pengetahuan yang berbeda dalam
belajar. Kemampuan dan pengetahuan itu akan diasah dan dikembangkan dalam
melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe TGT (Team Games
Tournament) dengan pendekatan saintifik melalui tahapan berikut : 1) Kegiatan awal yaitu
guru menyampaikan judul, tujuan, dan memotivasi siswa. 2) Kegiatan inti yang meliputi
lima tahap utama yaitu : tahap penyajian kelas, tahap belajar dalam kelompok (guru
membagi siswa ke dalam kelompok, membagikan LKS atau LDS, dan melakukan diskusi),
tahap game, tahap turnamen, dan tahap penghargaan kelompok. 3) Kegiatan akhir yaitu
menyimpulkan materi pelajaran dan mengadakan tes akhir.
(Dwi Windiana,2014: 29)

Salah satu contoh model pembelajaran kooperatif adalah TGT (Teams Games
Tournaments). Model pembelajaran TGT terdiri dari lima langkah yaitu: tahap penyajian
kelas, belajar dalam kelompok, permainan, pertandingan dan penghargaan kelompok [9].
Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
penguatan. Dalam model ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat
sampai lima orang yang berbeda- beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya.
Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka. Untuk
memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran, selanjutnya diadakan
turnamen, di mana siswa memainkan permainan akademik dengan anggota tim lain untuk
menyumbangkan poin bagi skor timnya [12]. Dalam pembelajaran TGT, belajar dapat
dilakukan sambil bermain. Penerapan model ini dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menarik bagi siswa serta dapat meningkatkan keaktifan semua siswa di dalam kelas
sehingga siswa menjadi termotivasi dan memiliki minat untuk belajar. Sesuai dengan
suasana seperti ini, siswa selain dapat mengasah kemampuan kognitifnya, juga
mendapatkan pengalaman langsung, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi
siswa. Pembelajaran bermakna membuat siswa dapat menemukan sendiri fakta dan
konsep, menumbuhkembangkan nilai-nilai yang dituntut serta merangsang kreativitas
siswa.
Inti dari kreativitas adalah pengembangan kemampuan berpikir divergen,
berpikir divergen merupakan proses menguraikan suatu masalah atas beberapa
kemungkinan pemecahan atau dapat pula didefinisikan melihat suatu masalah dari
berbagai sudut pandang . Untuk pengembangan kemampuan demikian, guru perlu
menciptakan situasi belajar mengajar yang banyak memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memecahkan masalah dan mengembangkan konsep atau gagasan siswa
sendiri. Salah satu model pembelajaran yang mendukung pengembangan kreativitas
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT).
Leonard dan Kusumaningsih (2009) telah melakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
terhadap peningkatan Hasil Belajar Biologi pada Konsep Sistem Pencernaan
Manusia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, rata-rata peningkatan prestasi belajar
siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
( Tri, Haryono, Ashadi)

B. Model pembelajaran berbasis pbl

Salah satu model pembelajaran ilmiah berlandaskan teori konstruktivisme yang


dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran hukum-hukum dasar kimia adalah Problem
Based Learning (PBL).Pelaksanaan model PBL terdiri dari lima langkah utama yaitu:
orientasi siswa pada masalah,pengorganisasian siswa untuk belajar,penyelidikan individu
maupun kelompok, pengembangan dan penyajian hasil,serta kegiatan analisis dan evaluasi
Model PBL diawali denganpenyajian masalah, kemudian siswa mencari dan
menganalisis masalah tersebut melalui percobaan langsung atau kajian ilmiah. Melalui
kegiatan tersebut aktivitas dan proses berpikir ilmiah siswa menjadi lebih logis,teratur,dan
teliti sehingga mempermudah pemahaman konsep.
Model PBL dipilih karena mempunyai beberapa kelebihan,antara lain adalah:
1)Pemecahan masalah yang diberikan dapat menantang dan membangkitkan kemampuan
berpikir kritis siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan suatu pengetahuan
baru,
2)Pembelajaran dengan model PBL dianggap lebih menyenangkan dan lebih disukai
siswa,
3)Model PBL dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran,dan
4)Model PBL dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang
mereka miliki kedalam dunia nyata.
Kelebihan model PBL dalam pembelajaran ini juga didukung dengan beberapa
hasil penelitian antara lain adalah:
1)Suardana berpendapat bahwa kualitas kemampuan siswadalam menemukan konsep dan
melakukan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui pembelajaran PBL,
2)Lightner berpendapat bahwa model PBL dapat membangun dan meningkatkan tingkat
kerjasamadan komunikasi antar siswa,
3)Sahala berpendapat bahwa pada kegiatan pembelajaran dengan pola pembelajaran
berbasis masalah (PBL), siswa dibiasakan untuk menemukan serta mengkontruksi
pengetahuannya sendiri sehingga belajar akan menjadi lebih bermakna,dan
4)Mergendoller dan Bellisimo berpendapat bahwa model PBL dapat meningkatkan
aktivitas siswa, dimana siswa yang mempunyai rata-rata keterampilan dan
pengetahuan rendah akan belajar lebih giat dan aktif.
PBL dapat diaplikasikan pada materi hukum-hukum dasar kimia untuk
memberikan pengalaman belajaryang lebih bermakna kepada siswa dengan
Pelaksanaan fase yang sistematis dan tidak loncat-loncat, sehingga keaktifan dan hasil
belajar siswa dapat tercapai dengan baik .Keberhasilan model PBL ini didukung oleh
keaktifan siswa dalam membangun konsep, sedangkan guru juga dituntut untuk
memiliki keahlian dalam membimbing serta memfasilitasi kegiatan belajar siswa dengan
baik.
Pembelajaran model PBL selain mempunyai beberapa kelebihan juga mempunyai
kelemahan, antara lain yaitu sulitnya membangun minatdan motivasi
siswauntukterlibataktifdalam kegiatan pemecahan masalah dan waktu yang cukup lama
dalam pelaksanaannya, untuk mengatasi masalah tersebut digunakan suatu media
pembelajaran yaitu berupa lembar kerja siswa (LKS) berbasis PBL yang diharapkan
dapat membangun minat dan keaktifan siswa dalam rangka menyelesaikan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan materi hukum-hukum dasar kimia.LKSPBLperlu
berisi mengenai petunjuk singkat mengenai suatu masalah, hal-hal yang akan diamati,
diuijicoba,diukur, dihitung dan lain-lain agarsiswa dapat bekerja secara teratur dan
meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep[7].LKS PBL dalam penelitian ini
disusun secara mandiri dengan menyajikan data, petunjuk praktikum, fakta-fakta
ilmiah, dan latihan soal hukum-hukum dasar kimia yang harus ditemukan jawabannya
oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.Pemanfaatan LKS berbasis model PBL
tersebut juga diharapkan dapat membantu membangun proses berpikir ilmiah,melatih
kerjasama, membentuk rasa tanggungjawab dalam belajar,dan dapat dijadikan salah satu
sumber belajar yang efektif bagi siswa.
(Ratna dkk 2014:68)
Pembelajaran berbasis masalah (ProblemBasedLearning) adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah berbagai masalah sebagai
titik tolak(starting point)pembelajaran.Masalahtersebut adalah masalah
yang memenuhi konteks dunia nyata baik yang ada didalam buku teks maupun
dalam sumber lain seperti peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar,
peristiwa dalam keluarga atau kemasyarakatan untuk belajar berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Abbas (2000) menjelaskan bahwa pelaksanaan model PBM berbasis
multimedia terdiri dari lima langkah proses pembelajaran seperti
ditunjukan pada Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah
dalam pembelajaran

No Indikator Kegiatan
1 Proses orientasi Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Guru
peserta didik pada menjelaskan logistic yang diperlukan,
masalah memotivasi peserta didik
untukterlibatdalamaktifitaspemecahanmas
alahdan mengajukanmasalah

2 Mengorganisasi Guru membagi peserta didik ke


peserta didik dalamkelompok, membantu peserta didik
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah

3 Membimbing Guru mendorong peserta didik untuk


penyelidikan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan,
individu maupun melaksanakan eksperimen dan
kelompok penyekidikan untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahanmasalah

4 Mengembangkan dan Guru membantu peserta didik dalam


menyajikanhasil merencanakan dan menyiapakan laporan,
dokumentasi atau model dan membantu
mereka berbagi tugas dengan sesame
temannya

5 Menganalisis dan Guru menganalisis dan mengevaluasi proses


mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah. Pada tahap
dan hasil pemecahan ini guru membantu peserta didik untuk
masalah melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses dan hasil penyelidikan yang mereka
lakukan.

(Rudi danIbrahim 130 131)


Langkah pembelajaran PBL dalam penelitian secara umum dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini:
Langkah Pembelajaran PBL pada
Tahap Pelaksanaan Tindakan untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki.
Pembagian kelompok belajar ini didasarkan pada teori belajar Vygotsky bahwa
kegiatan belajar individu akan mempunyai hasil yang lebih baik apabila dilaksanakan
melalui kegiatan bersama (co-constructivisme). Hal ini sesuai dengan hakikat
pembelajaran PBL.

a. Orientasisiswa
1)Membentuk suatu kelompok kerja dan diskusi
2)Menanyakan tujuan,informasi dan penjelasan dari guru
3)Memotivasi diri dan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam
kegiatan belajar
b. Pengorganisasian siswa untuk belajar
1)Memahami prosedurdari kegiatan yang akan dilaksanakan
2)Merumuskan masalah
c. Penyelidikan secara individu maupun kelompok
1)Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan
2)Melakukan kegiatan baik secara individu maupun kelompok
d. Pengembangan dan penyajian hasil
1) Menganalisis datahasil
2) Melakukan diskusi
e. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
1)Merefleksi serta mengevaluasi hasil pengamatan
2)Merumuskan konsep dan kesimpulan yang dilaksanakan dalam penelitian dengan
memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja dan berbagi pengetahuan
melalui kegiatan kelompok yaitu praktikum dan diskusi.
Pembelajaran juga dilaksanakan dengan menggunakan media berupa LKS berbasis
PBL untuk membantu memperlancar jalannya kegiatan.LKS PBL tersebut telah
disajikan tujuan pembelajaran,petunjuk, cara kerja,data pengamatan,masalah dan data
ilmiah, lembar tugas individu dan diskusi yang harus dipecahkan bersama sehingga
kegiatan pembelajaran menjadi lebih teratur serta dapat meningkatkan kerjasama dan
tanggungjawab siswa dalam menemukan konsep.Pokok bahasan pertama adalah hukum
kekekalan massa (Lavoisier). Indikator pembelajaran pada pertemuan ini adalah
membuktikan berdasarkan percobaan bahwa massa zat sebelum dan sesudah reaksi
tetap. Langkah yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut adalah
dengan melakukan pembuktian dan pengamatan langsung melalui kegiatan
praktikum.Rata-rata nilai posttest hukum kekekalan massa adalah 77,06 dengan
56,25% siswa yang mencapai nilai KKM (75). Secara umum,aktivitas siswa pada
pertemuan pertamaini tergolong baik dengan rata-rata nilai yang diperoleh siswa
adalah sebesar 80,75.
Pelaksanaan pembelajaran PBL diterapkan dalam kelompok-kelompok
belajar.Kelompo tersebu tterdiri dari 8 kelompok dengan anggota sebanyak 4 orang
siswa.Pembagian kelompok dilakukan secara acak dan heterogen dengan tujuan agar
setiap siswa kelompok bawah maupun kelompok atas mempunyai kesempatan yang
sama
Pertemuan kedua membahas hukum perbandingan tetap dan kelipatan
perbandingan.Indikator pembelajaran pertemuan kedua adalah membuktikan berdasarkan
percobaan dan menafsirkan data tentangperbandingan massa dua unsur yang bersenyawa
(hukum Proust) dan membuktikan berlakunya hukum kelipatan perbandingan (hukum
Dalton) pada beberapa senyawa melalui beberapa data percobaan.Pertemuan ini
dilaksanakan dengan dua kegiatanya itu praktikum untuk materi hukum perbandingan
tetap dan diskusi untuk materi hukum kelipatan perbandingan. Pencapian posttest terhadap
KKM pada pertemuan kedua adalah sebesar50% dengan rata-rata nilai 75,81.
Pertemuan ketiga membahas mengenai hukum perbandingan volume Gay
Lussac dan hukum Avogadro. Indikator pembelajaran pada pertemuan ketiga ini adalah
menggunakan data percobaan untuk membuktikan hukum perbandingan volume Gay
Lussac danmenemukan hubungan antara volume gas dengan jumlah molekulnya yang
diukur pada suhu dan tekanan yang sama (hukum Avogadro). Pembelajaran PBL
dilaksanakan dengan kegiatan diskusi. pencapaian nilai posttest pada pembelajaran kali ini
hanya sebesar 62,50% dengan rata-rata nilai siswanya adalah sebesar 75,31. Hal ini diduga
karena mereka belum begitu memahami konsep hukum perbandingan volume secara tepat
dan karena materi ini dianggap mereka merupakan materi yang paling sulit. Aktivitas
siswa pada pertemuan ketiga secara umum baik dan mengalami peningkatan dari
pertemuan pertama dan kedua.Ketercapaian aspek aktivitas siswa pada pertemuan ketiga
adalah sebagai berikut: visual 85,94%,oral 84,12%, writing 85,15%, listening
85,15%, mental 83,33%, dan emotional84,38%.
Pada akhir tindakan dilakukan tes (ranah pengetahuan) dan non tes
(ranah sikap, keterampilan, dan aktivitas) berupa angket dan observasi dengan hasil yang
dapat dilihat pada Tabel 2:
Pelaksanaan PBL sepenuhnya tergantung pada keaktifan, sikap, dan
keterampilan siswa selama KBM. Guru dalam hal inihanya berperan sebagai pembimbing
dan fasilitator, sedangkan pembelajaran didominasi oleh aktivitas siswa dalam
membangun pengetahuan melalui proses ilmiah seperti mengamati, menanya, menerapkan,
mengolah data, melakukan percobaan, melaporkan hasil, dan merumuskan kesimpulan
dengan proses yang menyenangkan dan tidak monoton sehingga produk pengetahuan yang
diperoleh siswa menjadi lebih kuat.
Proses belajar yang dimaksud dalam hal ini adalah bagaimana siswa itu dapat
terlibat aktif dalam pembelajaran dan penemuan konsep, berbeda dengan konsep Teacher
centered yang seluruh kegiatan didominasi oleh guru sehingga siswa cenderung hanya
menghafal. Oleh karena itu dalam penerapan model PBL didukung teori perkembangan
Piaget yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif siswa bergantung pada keaktifan
dalam berinteraksi dengan lingkungan serta memanfaatkan pengalaman nyata. Teori ini
sesuai dengan tujuan PBL pada penelitian ini yaitu mengaktifkan siswa
Pelaksanaan pembelajaran PBL dalam penelitian ini tidak sepenuhnya berjalan
baik, ada beberapa kelemahan yang dihadapi, antara lain: 1) Kurang terbangunnya minat
siswa untuk terlibat aktif dalam KBM, 2)Praktikum yang dilakukan sedikit karena
keterbatasan alat dan bahan praktikum, 3)Alokasi waktu pelaksanaan yang lebih lama dari
perencanaan karena siswa masih belum teratur dalam melaksanakan prosedur
kegiatan,serta 4)Kurangnya referensi belajar siswa sehingga pembangunan konsep masih
banyak digiring oleh guru.Beberapa upaya yang dilakukan guru untuk memperbaiki
kelemahan pelaksanaan tersebut adalah dengan member bimbingan dan motivasi kepada
siswa. Guru juga selalu mengingatkan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan baik individu
maupun kelompok akan selalu dinilai,hal ini mendorong siswa untuk terbiasa aktif dan
bekerja sama dalam melakukan tugas yang diberikan.
(Ratna dkk,2014 71-74)

C.Model pembelajaran PjBL


Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan Project Based
Learning (PjBL) disertai Peta Konsep. (Thomas dkk, 1999) mengatakan pembelajaran
berbasis proyek adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan guru untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Pembelajaran berbasis
proyek merupakan metode pembelajaran yang dapat membantu siswa membangun
pemikirannya dan keterampilan berkomunikasi. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project
Based Learning) secara umum memiliki langkah : Planning (perencanaan), Creating
(implementasi) dan Processing (pengolahan). Project Based Learning dapat membantu
siswa dalam belajar kelompok, mengembangkan keteram-pilan dan proyek yang dikerjakan
mampu memberikan pengalaman pribadi pada siswa dan dapat menekankan kegiatan
belajar yang berpusat pada siswa [2]. Dengan demikian guru tidak lagi berperan sebagai
sumber belajar melainkan hanya sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak membantu
siswa untuk belajar, guru juga memonitoring kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.
Pada penelitian Bagheri (2013) dalam jurnalnya pembelajaran berbasis proyek dapat
meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar siswa. [3]. Pada penelitian Anggriani
dinyatakan bahwa siswa yang diberi pembelajaran dengan metode proyek mempunyai
prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
menggunakan metode eksperimen [4].
Pada penelitian Pohan (2013) dinyatakan bahwa strategi pem-belajaran peta konsep
dapat me-mudahkan siswa belajar mandiri dan dapat mengaitkan antara konsep satu dengan
konsep yang lainnya [5].
Penerapan metode Project Based Learning (PjBL) ini disertai juga dengan
penggunaan peta konsep. Peta konsep merupakan media pembelajaran yang sederhana dan
bisa mewakili semua konsep dalam materi. Salah satu tujuan peta konsep yaitu untuk
melatih siswa menyimpulkan konsep dari materi yang dipelajari. Peta konsep adalah suatu
gambar yang memaparkan struktur konsep yaitu keterkaitan antarkonsep dari suatu
gambaran yang menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dari suatu
materi pelajaran yang dihubungkan dengan suatu kata penghubung [6]. Karena itu, peta
konsep akan mendorong siswa meng-hubungkan konsep-konsep selama belajar, sehingga
siswa akan lebih mudah memahami pelajaran. Pada penelitian Mustafa (2013) dinyatakan
bahwa dengan penerapan peta konsep dapat membuat belajar lebih interaktif dan aktif serta
dapat memudahkan siswa belajar [7].
Dari uraian di atas, peneliti memandang perlunya dilakukan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yang merupakan penelitian tindakan
yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki kualitas pembelajaran. Pada intinya
Penilaian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk memperbaiki berbagai persoalan nyata
dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam
interaksi antara guru dengan siswa yang sedang belajar [8]. Penerapan metode
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) disertai dengan peta konsep diharapkan siswa
lebih berminat, termotivasi, aktif, dapat memecahkan masalah melalui pe-mahaman konsep
sehingga prestasi belajarnya meningkat. Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan pe-
nelitian untuk meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar siswa pada SMA Negeri
Kebakkramat dengan judul Penerapan Metode Pembelajaran project Based Learning
(PjBL) disertai dengan Peta Konsep untuk Me-ningkatkan Prestasi dan Aktivitas Belajar
Siswa pada Materi Redoks Kelas X-3 SMA Negeri Kebakkramat Tahun Pelajaran
2013/2014.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, terdapat permasalahan-permasalahan
yang dapat disimpulkan bahwa di kelas X-3 mempunyai permasalahan yaitu pada prestasi
dan aktivitas belajar rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mengatasi
permasalah tersebut dengan menerapkan metode yang sesuai.
Adapun metode yang digunakan yaitu Project Based Learning (PjBL) disertai peta
konsep. Metode pembelajaran proyek sesuai dengan permasalahan yang diidentifikasi yang
melibatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran serta memper-mudah siswa dalam
memahami materi pelajaran, karena siswa diharapkan dapat menyelesaikan suatu proyek
membuat buletin redoks yang men-cakup semua indikator kompetensi pada materi redoks.
Peta konsep materi redoks merupakan salah satu produk siswa yang terdapat dalam isi
buletin. Dengan membuat peta konsep, siswa secara tidak langsung membangun konsep
pengetahuan mereka dalam materi redoks. Penelitian Rejeki (2013) menyatakan bahwa
pembelajaran menggunakan peta konsep dapat meningkatkan aktivtas dan prestasi belajar
siswa [9].

Siklus I
Penelitian ini, menggunakan Project Based Learning (PjBL) disertai dengan peta
konsep. Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru memberikan pengarahan bahwa
metode yang akan digunakan pada materi redoks yaitu Project Based Learning (PjBL)
disertai dengan peta konsep. Kemudian guru terlebih dahulu memberikan apersepsi berupa
pertanyaan dalam kehidupan sehari-hari kepada siswa yang berkaitan dengan materi. Tahap
selanjutnya guru memberikan motivasi dan menjelaskan tujuan dari pembelajaran. Pada
tahap eksplorasi, guru telah membagi siswa menjadi enam kelompok yang beranggotakan
enam siswa setiap satu kelompok. Guru memberikan pe-ngarahan terlebih dahulu tentang
hasil produk atau proyek serta memberikan tugas kepada tiap kelompok untuk membuat
peta konsep dan memberikan pertanyaan essensial materi redoks. Tahap selanjutnya
elaborasi dalam sintaks Project Based Learning (PjBL) terdiri dari Design a plan for the
project yaitu guru mendampingi siswa mencari informasi tentang materi konsep redoks.
Tahap selanjutnya Create a Schedule yaitu siswa membuat deadline (waktu atau jadwal)
pe-nyelesaian proyek. Tahap berikutnya konfirmasi yang terdiri dari monitoring the student
and the progress of the project dan asses the outcome. Tahap akhir kegiatan yaitu guru
membimbing siswa menyimpulkan materi pem-belajaran dan menginformasikan agar setiap
kelompok membuat rangkuman dari hasil diskusi dan materi yang dipelajari menggunakan
desain buletin tiap kelompoknya sehingga pertemuan ketiga desain dan isi produk sudah
dalam bentuk buletin atau buku siswa.
Siklus II
Pelaksanaan tindakan pada siklus II mengacu pada hasil refleksi siklus I untuk
menyempurnakan dan memperbaiki tindakan pada siklus I. Tindakan yang dimaksud
adalah pertama, mengubah kelompok diskusi sesuai dengan hasil tes kognitif siklus I
secara heterogen sehingga penyebaran siswa dengan kemampuan akademik lebih
tinggi dapat tersebar merata. Kedua, proyek yang telah diselesaikan setiap kelompok
pada siklus I yang berupa buletin redoks dipakai buku pedoman setiap siswa pada
proses pembelajaran siklus II. Ketiga, peta konsep yang dibuat setiap kelompok telah
dibenarkan oleh guru dan dijadikan acuan konsep pada proses pembelajaran siklus II.
Keempat, guru menegaskan agar siswa lebih aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran dan setiap siswa harus mempunyai catatan hasil diskusi secara lengkap.
Dengan demikian diharapkan prestasi dan aktivitas belajar siswa dapat meningkat dari
siklus I.

Penggunaan Metode Project Based Learning (PjBL) pada penelitian dilengkapi


dengan peta konsep dengan materi redoks. Metode pembelajaran ini mendorong siswa
untuk aktif dalam proses pembelajaran. Siswa aktif bertanya, menjawab,
mengemukakan ide dan gagasan pada saat proses pembelajaran serta siswa mempunyai
kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Penerapan metode
pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran
di kelas yang melibatkan kerja proyek, dalam hal ini guru sebagai fasilitator saja.
Media peta konsep dalam hal ini digunakan untuk mempermudah siswa dalam mema-
hami dan mengaitkan konsep-konsep materi redoks sehingga siswa dapat memecahkan
permasalahan dalam menyelesaikan proyek yang ditugaskan kepada mereka. Pada
penelitian ini, proyek dikerjakan siswa berupa buletin redoks yang didalamnya memuat
enam indikator kompetensi yang harus dicapai siswa dan peta konsep yang dibuat oleh
siswa. Proyek siswa ini dikerjakan secara berkelompok. Pada penelitian ini indikator
yang dinilai yaitu prestasi belajar yang terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif
serta proses belajar yang dinilai yaitu aktivitas belajar siswa materi redoks.

(Rina Dwi, Dkk, 2015:76-78)


Model PjBL dapat menjadi pilihan yang tepat diantara model pembelajaran lain
dalam Kurikulum 2013, karena model pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir siswa melalui pemecahan masalah secara bersama (collaboration).
Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagi pembimbing atau pemimpin belajar dan
fasilitator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau
dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru atau
pembelaja-ran akan berlangsung secara SCL [5].
Pada model PjBL, siswa tidak hanya membangun konsep melalui pemecahanmasalah
yang diberikan, namun juga menghasilkan produk se-bagai hasil dari pemecahan masalah
sehingga siswa dapat aktif dalam pembelajaran baik dilihat dari kualitas proses, maupun
kualitas hasil. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas proses
yang diukur berdasarkan aktivitas siswa seperti visual activities, oral activities, listening
activities,writing activities, motor activities, mental activities, emotional activities, dan
mengetahui kualitas hasil meliputi prestasi belajar siswa meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Saat diterapkan pembelajaran model PjBL dengan siswa berkelompok, selama
pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator siswa dalam membangkitkan
siswa untuk lebih aktif. Langkah model PjBL yang diterapkan dalam penelitian secara
umum adalah sebagai berikut.
1. Dimulai dengan pertanyaan yang esensial
2. Perencanaan aturan pengerjaan projek
3. Memonitoring perkembangan projek siswa
4. Mendiskusikan hasil kerja siswa
5. Penilaian hasil kerja siswa
6. Evaluasi pengalaman belajar siswa

Diketahui dari langkah-langkah pembelajaran model PjBL, siswa lebih banyak


berperan dibandingkan guru. Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator dan motivator
siswa sehingga pembelajaran didominasi oleh aktivitas siswa dalam membangun atau
mene-mukan pengetahuan melalui proses ilmiah seperti mengamati, menanya, menerapkan,
mengolah data, melakukan percobaan, melaporkan hasil, dan meru-muskan kesimpulan
dengan proses yang lebih menyenangkan

(Istiqomah,2014:10-11)

Anda mungkin juga menyukai