Peningkatan jumlah penduduk tumbuh berdasarkan deret ukur sedangkan peningkatan
jumlah pangan tumbuh berdasarkan deret hitung, sehingga pada saat tertentu persediaan pangan tidak mencukupi untuk kebutuhan manusia. Revolusi hijau yang dimulai pada tahun 1950an hingga tahun 1980an merupakan upaya pengembangan teknologi untuk meningkatkan produksi pangan yang berhasil mengubah pertanian tradional menjadi pertanian yang modern atau lebih maju, sehingga memudahkan petani untuk memperbaiki produksi pangan dalam mencapai swasembada pangan. Peningkatan produksi pangan melalui penggunaan pupuk anorganik secara optimal, penggunaan pestisida untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT), penyediaan air melalui sistem irigasi dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam yang berkulitas. Dampak positif dari revolusi hijau ialah adanya peningkata produksi pangan yang signifikan shingga kebutuhan pangan di Indonesia dapat terpenuhi bahkan Indonesia dapat mengekspor beras ke berbagai wilayah. Selain dampak positif tentu memiliki dampat negative, lambat laun dampak negative dari revolusi hijau mulai dirasakan, yaitu hama mulai resisten terhadap pestisida yang digunakan, munculnya hama baru, adanya ketergantungan masyarakat pada pupuk dalam melakukan usaha tani. Pada tahun 1990 pertanian organik mulai dikenal. Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem pertanian yang bebas dari bahan kimia, baik dari penggunaan pupuk maupun pestisida. Larangan menggunakan bahan sintetik dalam system pertanian organic merupakan kendala utama yang dihadapi oleh petani karena pada umumnya petani telah akrab dengan penggunaan pupuk maupun pestisida dalam usaha tani yang dilakukan. Selain berpengaruh terhadap budaya penggunaan bahan sitetik, pertanian organik juga memiliki produksi yang rendah jika dibandingkan dengan penggunaan bahan sintetik. Menurut WHO (World Health Organization), selama beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan penyakit akibat keracunan zat kimia yang digunakan untuk pertanian (pestisida dan pupuk kimia). Produk pertanian yang memiliki residu bahan kimia beracun dapat memicu proses degradasi kronik, penuaan dini, dan penyakit degenerative. Pestisida sintetik merupakan bahan beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Pestisida sintetik bersifat polutan sehingga dapat menyebarkan radikal bebas yang mengakibatkan kerusakan organ tubuh, mutasi gen, dan gangguan susunan saraf pusat. Bahan utama penyusun pestisida adalah persistent organic pollutants (POPs) yang menurut Rodan et al. (1999) sangat resisten di lingkungan, terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup, dan memiliki toksisitas yang tinggi. Terdapat 12 jenis senyawa POPs di alam, dan sembilan diantaranya terdapat dalam pestisida, yaitu aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, exachlorobenzene, mirex, dan toxaphene (Ritter et al., 2007). Senyawa POPs ini juga bersifat semi volatil sehingga dapat berada dalam fase uap ataupun terserap di dalam partikel debu, sehingga POPs dapat menempuh jarak yang jauh di udara (long-range air transport) sebelum akhirnya terdeposisi di bumi (Ritter et al., 2007). Dengan sifat-sifat demikian, senyawa POPs cenderung terakumulasi dan selalu terdapat di lingkungan. Salah satu masalah yang dialami petani ialah adanya ketergantungan pada penggunaan bahan-bahan sintetik shingga dapat merusak lingkungan. Meningkatnya penggunaan bahan sintetik dibidang pertanian dapat merusak tanah sehingga akan mengancam kehidupan maupun makhluk hidup lainnya. Menurut Diperta (2012) indikator yang memprihatinkan dari hasil evaluasi perkembangan kegiatan pertanian hingga saat ini, yaitu: (1) tingkat produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5) tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung lingkungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, (10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Untuk mengatasi dampak negative dari pertanian an-organik maka pertanian organic semakin digalakkan. Pertanian organic dapat menjamin keberlanjutan pertanian dan kesehatan konsumen. Adapun prinsip dari pertanian organic yaitu: 1. Prinsip Kesehatan yaitu Pertanian Organik harus mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, kesehatan tanaman, hewan, dan manusia sebagai sesuatu yang utuh dan tak dapat dibagi atau dipisahkan. 2. Prinsip Ekologi yaitu Pertanian organik harus berdasarkan kepada siklus dan sistem ekologi yang hidup, bekerja dengannya, melampauinya dan membantu mempertahankannya 3. Prinsip Keadilan yaitu Pertanian organik harus dibangun berdasarkan hubungan yang memastikan adanya kejujuran dan keadilan dengan lingkungan umum dan peluang kehidupan 4. Prinsip Kepedulian yaitu Pertanian Organik harus dikelola dalam cara yang penuh kehati- hatian dan bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi dan lingkungan sekarang dan masa mendatang. Berdasarkan hasil penelitian National Centre of Organic Farming India (2009), selain aman dikonsumsi, produk organik mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan produk non-organik (konvensional). Berikut tiga kelebihan produk organik: 1. Kandungan zat antioksidan lebih banyak, khususnya kandungan fenol dan asam salisilat. 2. Kandungan vitamin C dan mineral lebih banyak, khusunya pada sayuran dan buah. 3. Seratus persen tidak mengandung residu pestisida yang beracun. Jika dilihat dari prinsip penerapan pertanian organik maka system pertanian organik sangat direkomendasikan dikalangan masyarakat. Namun system pertanian organik memiliki kelemahan sehingga petani cenderung memilih menggunakan bahan sintetik. Kelemahan pertanian organik diantaranya: (a) Penyediaan pupuk, untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman dengan pupuk organik maka, dibutuhkan pupuk organik dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pupuk sintetik, (b) Teknologi pendukung, adanya pengetahuan khusus terkait dengan teknik bercocok tanam yang baik seperti rotasi tanaman dengan pertimbangan efek allelopati dan pemutusan siklus hidup hama, tanaman yang dapat menyumbangkan hara seperti N pada tanaman legume, teknologi pencegahan hama dan penyakit yang umumnya pada musim tertentu. Dengan perpaduan system pertanian organik dan an-organik yaitu dengan penggunaan bahan-bahan kimia secara bijak akan mampu menekan resiko atau dampak negative dari bahan sintetik. Seperti halnya dalam penggunaan pupuk harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan pertimbangan kandungan hara dalam tanah, sehingga pemanfaatan hara dapat seefektif mungkin, selain itu penggunaan pestisida sintetik pada serangan yang melampaui ambang batas ekonomi, sehingga penggunaan bahan sintetik akan ditekan serendah mungkin. Daftar Pustaka Husnain et. al. Tantangan Pertanian Ramah Lingkungan Akibat Penggunaan Bahan Agrokimia. Balai Penelitian Tanah, BBSDLP. bogor Ritter L, KR Solomon, J Forget. 2007. Persistent Organic Pollutants: An Assessment Report on DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane,Heptachlor, Hexachlorobenzene, Mirex, Toxaphene, Polychlorinated Biphenyls, Dioxins, and Furans. Canadian Network of Toxicologi Centres. Rodan BD, DW Pennington, N Eckley, RS Boethling. 1999. Screening for Persistent Organic Pollutants: Technique to Providea Scientific Basis for POPs Criteria in International Negotiations. Environ. Sci. Technology 33: 3482-3488. Soenandar M. dan Tjachjono R.H. 2012. Membuat Pestisida Organik. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Soetrisno, Loekman. 1998. Pertanian Pada Abad Ke-21. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi dan Kebudayaan. Jakarta Fariadi Herri, 2013. Pertanian Organik Sebagai Solusi Alternatif Dalam Pembangunan Pertanian Yang Berwawasan Lingkungan Sudarti dan Arnold C.Turang, 2016. Pertanian Organik Penting untuk Masa Depan Bangsa. BPTP Sulawesi Utara.