Anda di halaman 1dari 21

PENDAHULUAN

Anemia merupakan salah satu komplikasi paling sering terkait dengan kehamilan.
Anemia adalah penurunan kapasitas darah membawa oksigen dan ditandai dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah ekspansi volume
darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak proporsional, sehingga biasanya terjadi
penurunan hematokrit.1,2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia
pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun
2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011
yang sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan
anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama
periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian
anemia masih tinggi.3
Penyebab tersering anemia dalam kehamilan ada kekurangan zat besi. Penyebab
lainnya diantaranya defisiensi asam folat. Wanita yang paling berisiko adalah kelompok
sosio-ekonomi rendah dan remaja. Anemia didiagnosis dengan mengestimasi konsentrasi
hemoglobin dan pemeriksaan apus darah tepi untuk memeriksa perubahan sel darah merah.
Suplemen besi dan folat diindikasikan selama kehamilan untuk mencegah komplikasi ini.
Bahkan pada kehamilan normal, konsentrasi Hb menjadi terdilusi berdasarkan peningkatan
volume darah yang bersirkulasi. Wanita hamil cenderung mengalami anemia defisiensi besi
dan anemia defisiensi asam folat karena sejumlah zat besi dan asam folat ditransporkan
kepada fetus. Seorang wanita dewasa memiliki sekitar 2 gram zat besi pada tubuhnya. Saat
hamil, kebutuhan zat besi meningkat, membutuhkan tambahan 1 gram zat besi.4,5

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Tungkal I
Masuk RS : 20 September 2016
Jam Masuk RS : 21.00 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 21 September
2016 pukul 13.00 WIB di Zall Kebidanan RSUD Hasanuddin Damrah Manna

II.1 Keluhan Utama


Badan lemas sejak 5 hari SMRS.

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Datang Seorang G1P0A0, umur 21 tahun, datang dengan keluhan badan terasa lemas,
mata sering berkunang-kunang dan pusing. Pasien merasakan badan terasa lemas saat
beraktifitas sejak 1 bulan yang lalu, semakin menjadi lemas dan tak bertenaga sejak 5
hari SMRS. Pasien merasakan badan lemas setelah melakukan aktivitas ringan, pasien
juga sering merasakan mata berkunang-kunang dan pusing jika berdiri agak lama atau
jika berubah posisi dari duduk ke berdiri. Nafsu makan berkurang (+), Mual(-), muntah
(-), Perut kenceng-kenceng (-).

2
II.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : Disangkal


Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/makanan: Disangkal
Riwayat Minum Obat Selama Hamil : Tidak kontrol kehamilan
Riwayat Operasi : Disangkal

II.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : Disangkal


Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
Riwayat DM : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi Obat/ makanan : Disangkal

II.5 Riwayat Menstruasi


Menarche : 13 tahun
Lama : 5 hari
Siklus : 28 hari

II.6 Riwayat Pernikahan : Pasien menikah 1 kali, dengan suami sekarang selama
1 tahun.

II.7 Riwayat Obstetri : Baru hamil ini

II.8 Riwayat KB : Belum menggunakan kontrasepsi

3
III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status Generalis


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Suhu : 36.5oC
Pernafasan : 22x/ menit
Kepala : Normocephali, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thorax :
Paru : Suara nafas vesikuler ( + / + ), ronkhi ( - / - ),
wheezing ( - / - )
Jantung : S1-S2 reguler, mumur ( - ), gallop ( - )
Abdomen : Supel, Bising Usus (+), massa (-), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat ( + / + ), Akral Pucat (+/+), Oedem (-/- )

3.2 Status Obstetri

Abdomen: Supel, NT (-), Hepar Lien sulit dinilai, teraba janin tunggal, IU,
presentasi kepala, kepala belum masuk PAP, puka, TFU: 28cm, TBJ 2635gr,
His:-, DJJ: 130x/m
VT: tidak dilakukan pemeriksaan

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium Hematologi 20-09-2016

Pemeriksaan Hasil Satuan


Leukosit 7.7 10^3 / ul
Haemoglobin 7,3 12-16g/dl
Hematokrit 24 36-48%
Trombosit 261 150-450^3 / ul
Goldar B
CT 715 5-11 menit
BT 321 1-5 menit

Laboratorium Kimia Darah Lengkap 20-09-2016

Pemeriksaan Hasil Satuan


GDS 109 80-140mg/dL
Kolesterol total 184 <200mg/dL
Ureum 21 6-20mg/dL
Creatinin 1.0 0.5-0,9mg/dL
SGOT 31 15-37 U/L
SGPT 18 <34 U/L

V. RESUME

Seorang G1P0A0, umur 21 tahun, hamil 35-36 minggu, badan sering terasa lemas,
mata sering berkunang-kunang dan pusing, riwayat obstetrik baik, riwayat fertilitas baik,
belum dalam persalinan, pemeriksaan fisik conjungtiva anemis +/+, extremitas pucat +/+,
dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan anemia (Hb 7,3 gr/dl dan Ht: 24%).

VI. DIAGNOSIS

G1P0A0 UH 35-36 minggu dengan Anemia sedang suspek defisiensi Fe dan asam folat,
JTH IU,Preskep

5
VII. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 20tpm
Observasi KU, TTV, DJJ, His
Transfusi PRC 3 kolf

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam
Ad Fungsionam: ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP

6
Tanggal/ Jam Hasil Pemeriksaan
21 September S : -
O: KU : Baik
2016
TD : 120/80 mmHg
08.00 WIB N : 80 x/m
P : 20 x/m
T : 36.4 oC
DJJ: 129x/m
His: -
Mata: CA +/+
Ext pucat: +/+

A : G1P0A0 UH 35-36 minggu dengan Anemia sedang dalam


perbaikan, JTH IU,Preskep

P:
- IVFD RL 20 tpm
- Observasi KU, TTV, DJJ, His
- Tranfusi 2 kolf PRC

22 September S : -
O : KU : Baik
2016
TD : 120/80 mmHg
08.00 WIB N : 80 x/m
P : 20 x/m
T : 36 oC
Hb: 9.5
Mata: CA-/-
Ext pucat: -/-

A : G1P0A0 UH 35-36 minggu dengan Anemia sedang dalam


perbaikan, JTH IU,Preskep

P:
- BLPL
- Promavit 1x1
- Sulfas Ferrosus 1x1
- Vit C 3x1

BAB II

ANALISA KASUS

7
Diagnosis pasien ini ditegakkan setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Saat anamnesis pasien mengaku sering lemas sejak 1 bulan terakhir,
namun semakin menjadi 5 hari SMRS. Pasien merasakan badan lemas setelah melakukan
aktivitas ringan, pasien juga sering merasakan mata berkunang-kunang dan pusing jika
berdiri agak lama atau jika berubah posisi dari duduk ke berdiri. Pasien mengaku jarang
makan karena tidak nafsu makan, dan tidak pernah kontrol ke bidan maupun pelayanan
kesehatan lainnya, dikarenakan tidak ada yang mengantar. Semua keluarga sibuk berkebun.
Dari anamnesis dapat disimpulkan bahwa pasien kurang asupan atau nutrisi untuk
pembentukan hemoglobin yang memerlukan Fe (zat besi). Dan kekurangan asam folat dan
b12 untuk pematangan bahan pengangkut hb dan oksigen yaitu eritrosit. Karena terjadi
kekurangan pembentukan Hb dan bahan untuk mengangkut Hb dan oksigen yaitu eritrosit.
Maka timbul gejala seperti lemas, mata berkunang dan pusing. Saat dilakukan pemeriksaan
fisik didapatkan conjungtiva anemis dan ke empat extremitas terlihat pucat. Saat dilakukan
pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Hb: 7,3 gr/dL, hematokrit: 24%. Dari hasil
penunjang yang menyatakan penurunan hasil hemoglobin dan hematokrit sehingga pasien
dalam keadaan anemia sedang. Dimana terjadi penurunan kapasitas darah membawa oksigen
dan ditandai dengan penurunan konsentrasi hemoglobin. Dan perubahan ekspansi volume
darah dengan peningkatan volume plasma, sehingga terjadi penurunan hematocrit.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

3.1 Definisi Anemia dalam Kehamilan


Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin kurang dari 12 gr/dL pada
wanita dewasa tak hamil dan kurang dari 10 gr/dL selama kehamilan atau masa nifas.
Centers for Disease Control and Prevention (1998) mendefinisikan anemia pada ibu hamil
yang mendapat suplemen besi dengan menggunakan batas dari persentil ke 5-11 gr/dL pada
trimester pertama dan ketiga, dan 10,5 gr/dL pada trimester kedua. Menurut WHO (1997)
seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl,
pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl.2,6
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan
produksi eitropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit)
meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb akibat
hemodilusi.7
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai
maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-
37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil
dibandingkan perempuan tidak hamil. Penurunan hematokrit, Hb, dan eritrosit biasanya
tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16
sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.7
Pada trimester pertama, konsentrasi Hb mulai menurun. Konsentrasi Hb paling rendah
terjadi pada trimester kedua sekitar usia kehamilan 30 minggu. Pada trimester ketiga terjadi
sedikit peningkatan Hb.7

9
Status Kehamilan Hemoglobin (gr/dL) Hematokrit (%)

Tidak Hamil 12,0 36

Hamil Trimester I 11,0 33

Hamil Trimester II 10,5 32

Hamil Trimester III 11,0 33

Tabel 2.1 Nilai batas untuk anemia pada perempuan (Prawirohardjo, Sarwono. 2010) 7

Setelah persalinan, kadar hemoglobin berfluktuasi dan kemudian meningkat dan


biasanya melebihi kadar hemoglobin wanita tak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan
pada awal masa nifas ditentukan dari jumlah hemoglobin yang ditambahkan selama
kehamilan dan jumlah kehilangan darah saat persalinan yang biasanya dimodifikasi oleh
penurunan normal volume plasma postpartum.2

2.2 Insidensi Anemia pada Kehamilan


Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di negara maju
maupun negara berkembang. WHO memperkirakan bahwa 35-75% ibu hamil di negara
berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Pada studi-studi dari
Amerika Serikat dilaporkan bahwa kadar hemoglobin rerata pada aterm adalah 12,7 gr/dL
pada wanita yang mendapat suplemen besi dibandingkan dengan 11,2 gr/dL pada wanita yang
tidak mendapat suplemen besi.2,5,7
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi anemia
pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun
2012 sebesar 85 %. Presentase ini mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011
yang sebesar 83,3 %. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan
anemia pada ibu hamil yaitu dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama
periode kehamilan dengan tujuan menurunkan angka anemia ibu hamil, tetapi kejadian
anemia masih tinggi.3

10
2.3 Penyebab Anemia dalam Kehamilan
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat nutrisi multipel seperti anemia
defisiensi besi (75%) dan anemia megaloblastik defisiensi folat dan defisiensi vitamin B12
dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti
hemoglobinopati. Anemia jenis ini lebih sering terjadi pada wanita dengan diet inadekuat dan
yang tidak mendapat suplemen zat besi atau folat. Penyebab lainnya yang didapat dalam
kehamilan yaitu hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan.1,7
Penyebab anemia didapat dan herediter. Anemia didapat diantaranya anemia defisiensi
besi, anemia akibat perdarahan akut, anemia pada peradangan atau keganasan, anemia
megaloblastik, anemia hemolitik didapat, anemia aplastik atau hipoplastik. Anemia herediter
diantaranya thalassemia, hemoglobinopati sel sabit, dan anemia hemolitik herediter.2

2.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan


Secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua tipe:4
A) Anemia patologis dalam kehamilan
1) Anemia Defisiensi Besi, asam folat, B12, dan protein.
2) Perdarahan; perdarahan akut (perdarahan pada awal bulan kehamilan) dan
perdarahan kronik seperti infeksi cacing tambang, perdarahan gastrointestinal.
3) Herediter: thalassemia, hemoglobinopati, anemia hemolitik herediter defek RBC.
4) Insufisiensi sumsum tulang diakibatkan oleh radiasi dan obat penekan sumsum.
5) Anemia pada infeksi; seperti malaria & tuberkulosis.
6) Penyakit kronis seperti nefropati dan penyakit neoplastik.
B) Anemia fisiologis dalam kehamilan
Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik dalam
kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit sirkulasi. Anemia fisiologis dalam kehamilan bertujuan menurunkan
viskositas darah maternal sehingga meningkatkan perfusi plasenta dan membantu
penghantaran oksigen dan nutrisi ke janin.7
Selama hamil terdapat peningkatan disproporsi pada volume plasma 50%,
RBC 33%, Hb 18-20%. Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi tambahan ketika
hamil terutama trimester kedua. Anemia secara fisiologis disebabkan kombinasi efek
hemodilusi dan ketidakseimbangan zat besi. Kriteria anemia fisiologis: Hb 10 gr/dL,
RBC 3,2-3,5 juta/mm3, morfologi RBC normokrom normositer dengan central
pallor.4,5

11
Anemia pada kehamilan dikategorikan menjadi beberapa kategori:
Kategori Keparahan anemia Tingkat Hb (gr/dL)

1 Mild 10,0 10,9

2 Moderate 7,0 10,0

3 Severe < 7,0

4 Very severe (dekompensata) < 4,0

Tabel 2.2 kategori anemia menurut Indian Council of Medical Research (Sharma J.B. 2010)5

2.5 Efek Anemia Pada Kehamilan


Efek anemia pada kehamilan dipelajari lebih dari 27.000 wanita dan mendapatkan
peningkatan ringan risiko persalinan kurang bulan pada anemia trimester kedua. Anemia pada
trimester pertama terutama usia kehamilan 13-18 minggu secara signifikan meningkatkan
risiko kematian janin, aborsi spontan, berat lahir rendah, persalinan kurang bulan atau
prematuritas, dan kecil masa kehamilan. Anemia pada wanita hamil mempengaruhi
vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis selama awal kehamilan.1,2,4,8
Efek anemia pada ibu hamil adalah peningkatan risiko infeksi, dengan tanda dan
gejala beragam dari asimptomatik sampai gejala seperti nyeri kepala, lemas, mudah lelah,
letargi, paresthesia, takikardi, takipnea, rambut rontok, dan pucat. Pada anemia parah dengan
Hb kurang dari 6 gr/dL, dapat berakibat gagal jantung dan penurunan jaringan yang
teroksigenasi termasuk otot jantung. Kondisi seperti ini terjadi karena komplikasi dari
plasenta previa, persalinan operatif, dan perdarahan pasca persalinan, tidak semata-mata
disebabkan oleh defisiensi besi saja. Kondisi ini dapat berakibat kematian bila tidak diobati
dengan transfusi darah dan suplementasi zat besi.1,4
Ibu hamil dengan anemia ringan mengalami penurunan kapasitas kerja ringan, tetapi
masih bisa melalui persalinan tanpa komplikasi karena masih terkompensasi dengan baik. Ibu
hamil dengan anemia sedang mengalami penurunan kapasitas kerja, lebih rentan terhadap
infeksi, waktu pemulihan infeksi yang memanjang, persalinan berat lahir rendah, kematian
akibat perdarahan pasca persalinan, dan sepsis.4
Pada anemia berat dapat terjadi dekompensasi jantung jika Hb < 5 gr/dL. Curah
jantung meningkat meskipun saat istirahat, stroke volume meningkat, detak jantung
meningkat, palpitasi dan sesak saat istirahat. Mekanisme kompensasi tidak cukup untuk
mengatasi penurunan Hb. Kekurangan oksigen menghasilkan metabolisme anaerob dan
akumulasi laktat terjadi, sehingga kegagalan sirkulasi terjadi dan membatasi kerja jantung.
12
Jika tidak tertangani, dapat berakibat pada edema paru dan kematian. Jika Hb < 5 gr/dL,
bahkan perdarahan hanya 200 mL dapat berakibat syok dan kematian. Morbiditas meningkat
pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL, dan mortalitas meningkat pada ibu hamil dengan Hb <
5 gr/dL. Anemia berakibat langsung sebanyak 20% pada kematian ibu hamil.4
Mortalitas janin meningkat signifikan pada ibu hamil dengan Hb < 8 gr/dL sebanyak
2-3 kali lipat dibanding pada ibu hamil dengan Hb < 11 gr/dL. Kematian janin pada ibu hamil
dengan Hb < 5 gr/dL meningkat 8-10 kali lipat.4

2.6 Anemia Defisiensi Besi


2.6.1 Definisi
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
berkaitan dengan asupan zat besi yang tidak adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan
janin yang cepat.7
Anemia defisiensi besi pada kehamilan merupakan penurunan konsentrasi
hemoglobin sirkulasi dibawah normal (Hb < 11 gr/dL) yang terjadi ketika kehamilan karena
defisiensi besi pada tubuh ibu hamil. Defisiensi besi dapat didefinisikan sebagai
berkurangnya cadangan zat besi tubuh dan keterbatasan suplai zat besi ke berbagai jaringan
tubuh.1,9
Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1989) memperkirakan hingga 8
juta wanita Amerika usia subur mengalami defisiensi besi. Pada gestasi tunggal yang khas,
rerata kebutuhan ibu akan besi meningkat dibanding wanita tidak hamil, mendekati 1000 mg.
Dari jumlah ini, 300 mg untuk janin dan plasenta, 500 mg untuk ekspansi massa Hb ibu, dan
200 mg dibuang secara normal melalui usus, urin dan kulit.2

13
Absorpsi Zat Besi Kehilangan Zat Besi

Zat besi dari makanan sehari-hari - Faktor fisiologis kehamilan


Pembuangan zat besi normal melalui usus, urin,
- Peningkat absorpsi:
kulit
Protein, daging, asam askorbat, fermentasi,
alkohol, cadangan zat besi rendah, peningkatan Menstruasi
aktivitas eritropoetik (dataran tinggi, hemolisis,
Persalinan
perdarahan)
Menyusui
- Inhibitor absorpsi:
Kalsium, tannin, teh, kopi, minuman herbal, - Faktor patologis
suplementasi besi Perdarahan dari saluran cerna, alergi, occult
blood lost, infeksi cacing

Tabel 2.3 Faktor yang mempengaruhi status zat besi pada wanita hamil (Sharma J.B. 2010) 5

Gejala yang paling sering terjadi pada anemia defisiensi besi adalah letargi dan lelah,
nyeri kepala, paresthesia, sensasi terbakar pada lidah, dan pica yang muncul pada anemia
berat setelah 20 minggu kehamilan. Gejala lainnya yaitu glossitis, pucat, cheilitis (inflamasi
pada bibir), koilonikia (spoon nail). Pada anemia berat (Hb < 5 gr/dL), gejala disertai
perdarahan retina, konjunctivitis, takipnea, takikardi, gagal jantung, sepsis, dan splenomegali
dapat terjadi.1,5
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi terparah, ditandai dengan
penurunan cadangan besi, konsentrasi serum besi (Fe serum), saturasi transferrin yang
rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit yang menurun. Pada kehamilan,
kehilangan zat besi terjadi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoiesis,
kehilangan darah pada saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya dapat
mencapai 900 mg atau setara dengan 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan
mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah maka kebutuhan tambahan ini
berakibat pada anemia defisiensi besi.7

2.6.2 Diagnosis
Bukti morfologis apus darah tepi pada anemia defisiensi besi yaitu eritrosit hipokrom
mikrositer, kurang mencolok pada ibu hamil dibandingkan pada wanita tak hamil. Anemia
defisiensi besi derajat sedang biasanya tidak disertai oleh perubahan morfologis yang nyata
14
pada eritrosit. Namun, kadar ferritin serum lebih rendah daripada normal, dan tidak terdapat
besi yang terwarnai di sumsum tulang. Anemia defisiensi besi pada kehamilan terutama
terjadi karena ekspansi volume plasma tanpa ekspansi normal massa hemoglobin ibu.
Evaluasi awal ibu hamil dengan anemia sedang mencakup pengukuran Hb, hematokrit,
hitung eritrosit, sediaan apus darah tepi, Fe serum, dan ferritin.2
Pengukuran kadar serum ferritin < 30 gr/dL merupakan diagnosis defisiensi besi
(normal ferritin pada kehamilan: 55-70 g/dL). Saturasi transferrin <15%, dan Unsaturated
Iron-Binding Capacity (UIBC) >400 g/dL.1

2.6.3 Terapi
Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi dan
asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis selama kehamilan. Literatur lain menyebutkan dosis anjuran
besi 100 mg setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Pada wilayah dengan
prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan suplementasi sampai tiga bulan
postpartum.7
a. Terapi Pencegahan Anemia
1) Pemberian tablet atau suntikan zat besi
Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu
tablet mengandung 60 mgFe dan 200 mg asam folat) yang di makan selama paruh kedua
kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.

2) Pendidikan.
Ibu hamil harus diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang
mungkin terjadi akibat anemia. Dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab
anemia adalah defisiensi zat besi.
3) Modifikasi makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan yaitu dengan pemastian
konsumsi makanan yang mengandung kalori dan meningkatkan ketersediaan hayati zat
besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu
dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.
4) Pengawasan penyakit infeksi

15
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat
melalui pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan dan
kebersihan perorangan.
5) Fortifikasi makanan
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan diproses secara terpusat
merupakan inti penanganan anemia. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah
tepung gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung dan
produk susu.

b. Penanganan Anemia
1) Anemia Ringan
Dengan kadar Hemoglobin 9-10 gr% masih dianggap ringan sehingga hanya
perlu diberikan kombinasi 60 mg/ hari besi dan 250 ug asam folat peroral sekali
sehari. Hemoglobin dapat dinaikkan sebanyak 1 gr /dl sehari mulai dari hari kelima dan
seterusnya (Arisman, 2010, hal.150-151).

2) Anemia Sedang
Pengobatannya dengan kombinasi 120 mg zat besi dan 500 ug asam folat
peroral sekali sehari. (Arisman, 2010, 150).

3) Anemia Berat
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2006 yang dikutip dari The
Management of Nutrition in Major Emergencies (Manajemen Ilmu Gizi Dalam
Keadaan Darurat) penanganan anemia berat dilakukan dengan pemberian preparat besi
600 mg dan 400 ug asam folat peroral sekali sehari selama 3 bulan.

Koreksi anemia dan suplai cadangan besi dapat dilakukan dengan pemberian preparat
besi oral seperti fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonas yang memberikan sekitar 200
mg besi elemental per hari. Sediaan parenteral yaitu fero sukrosa dapat digunakan pada ibu
hamil yang tidak dapat minum secara peroral. Pemberian suplementasi besi setiap hari pada
ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan
non-anemis (Hb < 11 gr/dL dan ferritin > 20 g/dL) menurunkan prevalensi anemia dan bayi
berat lahir rendah.2,7

16
Preparat Dosis preparat (mg) Kandungan zat besi (mg)

Fero fumarat 200 65

Fero glukonat 300 35

Fero glisin sulfat 225 45

Fero suksinat 100 35

Fero sulfat 300 60

Tabel 2.4 Kandungan zat besi pada preparat besi (Sharma J.B. 2010) 5

Disamping suplementasi besi, sumber zat besi dari makanan seperti daging, ayam, dan
ikan dapat digunakan untuk pencegahan anemia defisiensi besi. Daging, ayam, dan ikan dapat
meningkatkan absorpsi besi (2-3 kali lipat lebih cepat diserap dibanding suplementasi besi
saja). Jus jeruk juga direkomendasikan untuk kehamilan. Sumber zat besi lainnya didapat
seperti tahu, kacang tanah, bayam, roti gandum, kacang polong, susu, telur, dan kismis.4,10

2.7 Anemia Akibat Kehilangan Darah Akut


Pada kehamilan dini, anemia akibat kehilangan darah akut merupakan hal yang umum
pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Anemia pascapartum jauh
lebih sering disebabkan oleh perdarahan obstetri. Perdarahan masif mengharuskan terapi
segera. Jika seorang ibu hamil dengan anemia derajat sedang (Hb >7 gr/dL) secara
hemodinamik stabil, dapat beraktivitas tanpa gejala menyimpang, dan tidak sepsis, transfusi
darah tidak diindikasikan, tetapi diberi terapi preparat besi selama setidaknya 3 bulan.
Pemberian feri karboksimalat intravena setiap minggu sama efektifnya dengan tablet fero
sulfat peroral setiap hari untuk regenerasi hemoglobin pada anemia pascapartum.2
Transfusi sel darah merah atau darah lengkap diindikasikan untuk hipovolemia akibat
kehilangan darah atau satu prosedur operasi darurat harus segera dilakukan pada ibu hamil
dengan anemia berat. Untuk mengganti cadangan besi, terapi oral perlu dilanjutkan selama 3
bulan setelah anemia terkoreksi.2

17
2.8 Anemia Terkait Penyakit Kronik
Karakteristik penyakit kronik disertai rasa lesu, penurunan berat badan, dan pucat.
Beragam penyakit seperti gagal ginjal kronik, kanker, kemoterapi, infeksi HIV, dan
peradangan kronik seperti supurasi penyakit radang usus (inflammatory bowel disease),
artritis rematoid, menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang berat. Biasanya degan
eritrosit yang sedikit hipokromik mikrositer. Anemia kronik biasanya meningkat seiring
dengan ekspansi volume plasma yang melebihi ekspansi massa sel darah merah. Konsentrasi
besi serum menurun, kadar ferritin meningkat, dengan morfologi sumsum tulang tidak
berubah.2

2.9 Anemia Megaloblastik


Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan
asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang
belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar.
Anemia ini ditandai dengan kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesis
DNA.2,6
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12 dimana
vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus
untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis DNA pada
inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel
menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang
lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel
megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang
sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung
pada terjadinya anemia.6

2.9.1 Anemia Defisiensi Asam Folat


Dahulu penyakit ini disebut pernicious anemia of pregnancy. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada wanita yang tidak mengkonsumsi sayuran hijau, leguminosa, atau protein
hewani. Seiring dengan memburuknya defisiensi folat dan anemia, anoreksia menjadi

18
semakin parah, membuat defisiensi gizi bertambah buruk. Pada sebagian kasus, konsumsi
etanol berlebihan dapat berperan dalam defisiensi folat.2
Pada wanita tak hamil, kebutuhan asam folat adalah 50-100 g/dL. Selama hamil,
kebutuhan folat meningkat hingga 5-10 kali lipat karena transfer folat dari ibu ke janin yang
menyebabkan dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar terjadi pada
kehamilan multiple, diet buruk, infeksi, adanya anemia hemolitik, atau pengobatan
antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron tinggi selama kehamilan dapat menghambat
absorpsi folat. Defisiensi folat sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan penyebab
utama anemia megaloblastik pada kehamilan. Perubahan morfologis dini biasanya mencakup
neutrofil yang mengalami hipersegmentasi dan eritrosit yang baru terbentuk yang
makrositer.2,7
Gejala defisiensi asam folat sama dengan anemia secara umum ditambah kulit yang
kasar dan glositis. Pada pemeriksaan apusan darah tampak prekursor eritrosit secara
morfologis lebih besar (makrositer) dan perbandingan inti-sitoplasma yang abnormal dan
normokrom. MCH dan MCHC normal, dengan MCV meningkat. Adanya neutropenia dan
trombositopenia sebagai akibat dari maturasi granulosit dan trombosit yang abnormal. Tanda
awal defisiensi folat adalah kadar folat serum rendah < 3 ng/dL.7
Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan
anomali kongenital seperti Neural Tube Defect (NTD). NTD yang terjadi bisa berupa
anensefali, spina bifida (kelainan tulang belakang yang tidak menutup), meningo-ensefalokel
(tidak menutupnya tulang kepala). Kelainan-kelainan tersebut disebabkan karena gagalnya
tabung saraf tulang belakang untuk tertutup. Selain itu, defisiensi folat dapat menyebabkan
kelainan pada jantung, saluran kemih, ekstremitas, dan organ lainnya.6,7
Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara oral sebanyak 1-5
mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya dapat dikoreksi meskipun pasien mengalami
malabsorpsi. Ibu hamil sebaiknya mendapat sedikitnya 400 g folat per hari. Dalam 4-7 hari
setelah permulaan terapi, hitung retikulosit akan meningkat dan leukopenia dan
trombositopenia terkoreksi.2,7

2.9.2 Anemia Defisiensi Vitamin B12


Anemia megaloblastik selama kehamilan akibat kekurangan vitamin B12 sangat
jarang dijumpai. Pada anemia pernisiosa Addison, terjadi kekurangan faktor intrinsik yang
menyebabkan kegagalan penyerapan vitamin B12. Ini adalah penyakit autoimun yang sangat

19
jarang pada wanita usia subur dan biasanya memiliki awitan setelah usia 40 tahun. Penyebab
defisiensi vitamin B12 adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, reseksi lambung, dan
pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus.2
Selama kehamilan, kadar vitamin B12 lebih rendah dibandingkan kadar wanita tak
hamil karena berkurangnya kadar protein pengikat yang mencakup haptokorin dan
transkobalamin. Wanita yang pernah menjalani gastrektomi memerlukan 1000 g vitamin
B12 intramuskular setiap bulannya.2,6,7
Anemia defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala yang sama seperti
terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12
disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa.6

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sifakis S, Pharmakides G, Anemia in Pregnancy, Departement of Obstetrics adn


Gynecology University of Heraklion, Crete, Greece, Feb 2000, Available at:
http://www.researchgate.net/profile/Stavros_Sifakis/publication/12500357_Anemia_i
n_pregnancy/links/02e7e52e380e796a47000000.pdf
2. Cunningham F.G., Kenneth J.L., et al. Anemia in Pregnancy Williams Manual of Obstetrics,
23rd edition. Mc Graw Hill. United States. 2010. Hal. 1138-44
3. RA Pradaana, Gambaran Sosial Ekonomi Dan Kecacingan Pada Ibu Hamil Dengan Anemia
Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak, 2014, available at:
http://www.eprints.ums.ac.id/30844/2/BAB_I.pdf
4. Sabina Shaikh, et al, An Overview of Anemia in Pregnancy, Journal of Innovations in
Pharmaceuticals and biological Sciences, available at:
http://jipbs.com/VolumeArticles/FullTextPDF/78_JIPBSV2I208.pdf
5. Sharma J.B., Anemia in Pregnancy, JIMSA, 2010, available at:
http://www.medind.nic.in/jav/t10/i4/javt10i4p253.pdf
6. Naibaho SA, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada
Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Parsoburan Kec. Habinsaran Kabupaten Toba
Samosir Tahun 2011, Universitas Sumatera Utara, available at:
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30073/4/Chapter%20II.pdf
7. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2010. Hal. 774-80
8. Kozuma, Shiro. Approaches to Anemia in Pregnancy, JMAJ 52(4): 214218, 2009. Available
at: https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2009_04/214_218.pdf
9. Mirzoyan, Lusine. Iron-Deficiency Anemia in Pregnancy: Assessment of Knowledge,
Attitudes and Practices of Pregnant Women in Yerevan. Departement of Public Health
American University of Armenia. Yerevan, 1999. available at:
http://aua.am/chsr/PDF/MPH/1999/MirzoianLusine.pdf
10. Anonymous. Complication in Pregnancy. Women and Newborn Health Service King Edward
Memorial Hospital. Departement of Health Western Australia. 2015. Available at:
http://www.kemh.health.wa.gov.au/development/manuals/O&G_guidelines/sectionb/2/b2.23.
pdf

21

Anda mungkin juga menyukai