Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi sistem saraf pusat (SSP) dan sekuele mereka masih merupakan sumber
morbiditas utama. Salah satu bentuk infeksi SSP adalah abses otak. Abses otak adalah
infeksi fokal di dalam parenkim otak, yang dimulai sebagai daerah lokal cerebritis,
yang kemudian berubah menjadi kumpulan nanah dalam kapsul vaskularisasi. Abses
otak dapat berupa infeksi serius yang dapat berupa metastasis penyakit supuratif
kronis (bronkiektasis, abses paru atau abdomen) atau kardiomiopati kongenital, dari
cedera kepala terbuka atau dari prosedur bedah saraf, namun abses otak lebih sering
terlihat pada orang dewasa sehat yang menderita. sinusitis kronis atau otitis. 1,2
Etiologi abses otak biasanya melibatkan bakteri anaerobik obligat dan bakteri
aerobik. Sumber yang paling umum untuk abses intrakranial yaitu sinus paranasal,
infeksi telinga gigi dan telinga tengah. Cedera otak dan penyemaian hematogen dari
tempat ekstra-tengkorak adalah sumber lain untuk abses intrakranial. Perbaikan
metode kultur mikrobiologi untuk anaerob, prosedur pencitraan neuro-radiologis dan
teknik bedah saraf modern telah memperbaiki hasil terapi untuk abses otak.
Mengidentifikasi agen etiologi yang diikuti oleh terapi yang ditargetkan sangat
penting untuk mencapai keberhasilan dalam mengobati abses otak.3
Abses otak mempunyai angka mortalitas dan angka morbiditas yang tinggi.
Tapi kemajuan teknologi meliputi pengembangan antibiotik, teknik identifikasi
bakteriologis yang lebih baik, dan yang terpenting, pengembangan computed
tomography (CT) telah mengubah prognosis secara dramatis.1,2
Pemeriksaan radiologis abses serebri dapat berupa CT scan dan MRI.
Penggunaan CT scan dan MRI sangat penting karena mampu memperlihatkan
kelainan yang ada pada abses serebri. Kelainan yang terlihat biasanya berupa
bayangan hipolusen disertai bayangan cincin yang disebut ring enhancing lesion.1,4,7

1
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui tentang abses serebri dari definisi, etiologi, faktor risiko,


patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis dan tatalaksana.

1.2.2 Tujuan Khusus


Mengetahui modalitas dan gambaran radiologis abses serebri.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses otak atau edema serebri adalah kumpulan pus atau nanah yang
terlokalisir di dalam parenkim otak. Abses otak masih merupakan patologi yang
sangat penting, dengan angka kematian dan morbiditas yang tinggi, walaupun sudah
ada kemajuan teknologi pencitraan dan pengobatan antibiotik.2,3

2.2 Etiologi
Etiologi abses otak biasanya melibatkan bakteri anaerobik obligat dan bakteri
aerobik. Bakteri yang umumnya menjadi penyebab edema serebri adalah Streptococci
terdiri dari 70% dari bakteri edema serebri yang dikultur. Dari rongga mulut,
penyebaran hematogen (infeksi intra abdomen / pelvis), dan dari infeksi
otorinolaringeal organisme yang paling banyak diisolasi adalah patogen anaerob
(Streptococci, Bacteroides spp., Prevotella melaninogenica, Propionibacterium,
Fusobacterium, Actinomyces dan bakteri gram negatif, seperti Morganella morganii).
Dalam kasus trauma atau pada pasien dengan prosedur bedah saraf sebelumnya,
bakteri kokus gram positif aerobik paling banyak ditemukan (Streptococcus viridans,
Streptococcus milleri, dan S. aureus), namun bakteri aerobik batang gram negatif
(Klebsiella, Pseudomonas, Escherichia coli, Proteus) dapat ditemukan juga. (Gambar
1)1,3

3
Gambar 1: Berbagai macam pathogen edema serebri berdasarkan penyakit1

4
Menurut Miranda HA, dkk, sepsis otorhinogenik merupakan sumber utama
penyakit 38,5% pasien, terjadi terutama pada dua dekade pertama kehidupan. Etiologi
tambahan lainnya (7,7%), pulmonary (6,8%), kriptogenik (4,6%), posturistik (3,2%),
meningitis (2,8%), jantung (2,7%), dan gigi (0,9%).1
Abses otak juga bisa disebabkan oleh jamur, hal ini karena banyaknya
penggunaan obat-obat kortikosteroid, obat antibiotic spectrum luas, dan agen
imunosupresif. Candida spp menjadi agen abses otak tersering pada jamur, jamur lain
penyebab abses otak adalah Aspergillus spp, mukromikosis, dan
Pseudallescheriaboydii, Abses otak juga bisa disebabkan oleh parasit. Seperti Taenia
solium, Trypanosomacruzi, Entamoebahistolyitica, Schistosoma spp, dan
Paragonimus spp. Larva Taenia solium menjadi agen parasit tersering pada abses
otak.4

2.3 Epidemiologi
Insidensi abses serebri adalah 0,9 dari 100.000 orang per tahun pada negara
berkembang. Menurut Vishwanath, dkk, abses serebri yang mengancam jiwa ini
memiliki perkiraan kejadian 1-2% di negara maju; Namun di negara-negara
berkembang jumlah kejadian meningkat hingga 8%. Abses serebri lebih sering terjadi
pada laki-laki hingga tiga kali lebih banyak, dan angka morbiditas paling tinggi pada
dekade keempat kehidupan. Menurut Xiang Y Han, perbandigan jumlah pasien antara
laki-laki dan perempuan adalah 7:2 dan rata-rata usai pasien berkisar dari 38 tahun
sampai 78 tahun dengan angka kematian 55%. Jumlah kasus pediatric pada abses
serebri mencapai 25% dari total kasus edema serebri di beberapa daerah. Angka
mortalitas dari edema serebri baru-baru ini menurun dari sekitar 50% menjadi 20%,
sebagian besar karena adanya alat CT scan yang menghasilkan diagnosis dini dan
lokalisasi yang akurat.1,3,6
2.4 Patofisologi
Mikroorganisme bisa mencapai otak dengan beberapa mekanisme yang
berbeda. Mekanisme pembentukan patogen otak yang paling umum menyebar dari

5
fokus infeksi yang bersebelahan, paling sering di telinga tengah, sel mastoid, atau
sinus paranasal. Abses otak yang terjadi akibat otitis media biasanya terlokalisir pada
lobus temporal atau serebellum; dalam satu review terhadap 41 kasus abses otak dari
sumber anoktogenik, 54% berada dalam lobus temporal, 44% berada di serebellum,
dan 2% berada di kedua lokasi. Jika terapi antimikroba otitis media terbengkalai,
akan ada peningkatan risiko komplikasi intrakranial. Sinusitis paranasal kerap
menjadi predisposisi utama abses otak. Lobus frontal adalah tempat abses yang
dominan. Infeksi gigi adalah penyebab abses otak yang kurang umum; Infeksi gigi
molar tampaknya paling sering menjadi faktor pemicu. 4
Mekanisme pembentukan abses otak lainnya adalah penyebaran hematogen
dari fokus infeksi yang jauh. Abses ini biasanya berlipat ganda dan multilokasi, dan
memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi daripada abses yang timbul sekunder
akibat fokus infeksi yang bersebelahan. Sumber infeksi awal yang paling umum pada
orang dewasa adalah penyakit paru-paru piogenik paru-paru kronis, terutama abses
paru-paru, bronkiektasis, empiema, dan fibrosis kistik. Abses otak juga dapat terjadi
secara hematogen dari infeksi kulit luka, osteomielitis, infeksi panggul, kolesistitis,
dan infeksi intra abdominal lainnya. Faktor predisposisi lain yang menyebabkan
abses otak hematogen adalah penyakit jantung kongenital sianotik, yang mencakup
sekitar 5% sampai 15% dari semua kasus abses otak.4
Trauma sjuga menjadisalah satu mekanisme patogen dalam pengembangan
abses otak. Abses otak terjadi akibat fraktur kranial terbuka dengan dural terbuka,
atau akibat bedah saraf. Trauma adalah mekanisme patogen dalam pengembangan
abses otak. Insiden pembentukan abses otak setelah trauma kepala berkisar antara 3%
sampai 17% pada populasi militer, di mana abses otak merupakan sekunder dari
fragmen tulang yang tertahan atau kontaminasi pada tempat rudal "steril" dengan
bakteri dari kulit, pakaian, dan lingkungan. Dalam sebuah penelitian terhadap 160
rudal perang yang menembus luka kraniocereberal di Kroasia dimana 21 cedera dasar
tengkorak dirawat dengan operasi. Tiga kasus abses memerlukan operasi ulangan.
Kondisi predisposisi traumatis terhadap abses otak pada populasi sipil (kejadian 2,5%

6
sampai 10,9% setelah trauma) meliputi fraktur tengkorak yang tertekan, gigitan
anjing, serangan ayam jantan, tindik lidah, dan terutama pada anak-anak yang
bermain lawn darting dan tip pensil.4
Proses pembentukan abses otak dibagi dalam 4 fase, sebagaimana dijelaskan
berikut:6
Early cerebritis, terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear, limfosit dan sel plasma dengan pergeseran aliran darah tepi
yang dimulai dari hari pertama dan meningkat sampai hari ketiga. Sel-sel
radang terdapat pada tunika adverstitia dari pembuluh darah dan mengelilingi
daerah nekrosis infeksi . Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Pada
fase ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek massa karena
pembesaran abses.
Late cerebritis. Pada fase ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.
Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris
dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Ditepi
pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan
gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang
akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar
maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.
Early capsule formation. Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag
menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan
kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat
nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena
kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih dibandingkan substansi abu.
Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan
abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek
kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah

7
anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, Reaksi astrosit
disekitar otak mulai meningkat.
Late capsule formation. Terjadi perkembangan lengkap abses dengan
gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh
acellular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag
dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskular sehubungan
dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar
kapsul.
2.5 Manifestasi Klinis
Kebanyakan manifestasi klinis pada abses otak disebabkan karena ukuran dan
lokasi ruang yang menempati lesi di dalam otak, dan virulensi organisme yang
menginfeksi. Sakit kepala adalah gejala yang paling umum, dan terdapat pada sekitar
70% sampai 75% pasien. Sakit kepala yang ada pada pasien meliputi kelas sedang
sampai parah dan meliputi hemikranial atau umum. Sakit kepala yang mendadak
memburuk, disertai onset meningimus yang baru, dapat menyebabkan pecahnya abses
ke dalam ruang ventrikel, komplikasi ini sering dikaitkan dengan tingkat kematian
yang tinggi (85% pada beberapa kasus).4
Menurut penelitian oleh Radoi dkk (2013), gejala sakit kepala merupakan
gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien abses serebri (80,76%), disusul oleh
demam (51,92%) dan deficit neurolois (42,3%) seperti hemiparesis, afasia, dan defek
visual.(Tabel 1)5
Lokasi abses otak mendefinisikan presentasi klinis. Pasien dengan abses lobus
frontal sering hadir dengan sakit kepala, kantuk, kurang perhatian, kemunduran status
mental, hemiparesis dengan tanda motor unilateral, dan gangguan bicara motor.
Pasien dengan abses otak Aspergillus paling umum menunjukkan tanda-tanda stroke
(sekunder akibat iskemia perdarahan intracereberal atau keduanya) mengacu pada
area otak yang terlibat. Rhinocereberalmucromycosis awalnya bermanifestasi dengan
keluhan merujut ke mata atau sinus, meliputi sakit kepala (seringkali unilateral),

8
diplopia, lakrimasi, dan penyumbatan hidung atau epistaksis. Gejala demam memang
biasa.4
Manifestasi klinis penyakit SSP yang disebabkan oleh Cryptococcus,
Histoplasma, Coccidioides, Candida, dan patogen jamur lainnya bergantung pada
lokasi abses intrakranial. Hampir sepertiga penerima transplantasi sumsum tulang
dengan abses otak yang disebabkan oleh Candida spp., tidak memiliki tanda atau
gejala; Infeksi ini biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan postmortem. Pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan toxoplasmis ensefalitis
sering muncul secara akut gejala nonspesifik, seperti keluhan neuropsikiatrik, sakit
kepala, disorientasi, kebingungan, dan kelesuan yang berlangsung selama 2 sampai 8
minggu; Penurunan berat badan dan demam juga umum terjadi.4
Tabel 1: Gejala dan Tanda yang Umum pada Abses Serebri5
Gejala dan Tanda Jumlah Pasien %
Sakit Kepala 42 80,76
Demam 27 51,92
Defisit neurologis 22 42,30
Mual dan Muntah 18 34,61
Papilloedema 10 19,23
Kejang 8 15,38
Tanda-tanda Iritasi Meningeal 7 13,46
Perubahan Kesadaran 6 11,53

2.6 Diagnosis
Neuroimaging, biasanya menggunakan CT scan dengan kontras, sangat
penting untuk mendiagnosis abses otak. Temuan khas pada CT scan atau MRI adalah
lesi hipodens dengan ring enhancing lesion. Terdapat juga area hipodens di
sekitarnya. Pada awal serebritis, terbentuk enhancement dengan pola yang tidak
teratur. Pada saat sudah memasuki akhir serebritis akan terbentuk enhancement

9
berupa pinggiran berupa cincin. Cincin tersebut merupakan kapsul kolagen yang
terorganisir yang mengelilingi kavitas purulen. CT scan membantu deteksi dini,
lokalisasi yang tepat, karakterisasi yang akurat, penentuan jumlah, ukuran, dan
stadium abses. CT scan juga mendeteksi hidrosefalus, peningkatan tekanan
intrakranial (ICP), edema dan infeksi yang terkait seperti empiema subdural, dan
ventrikulitis sehingga membantu dalam perencanaan pengobatan, dalam penilaian
kecukupan pengobatan dan tindak lanjut yang berurutan. Ditemukan salah satu fakta
bahwa kortikosteroid menurunkan peningkatan dinding abses pada CT scan. Pada
fase sebelumnya, CT scan yang non kontras hanya menunjukkan lesi minimal dengan
efek massa. Pada fase selanjutnya, cincin periferal lengkap dapat terlihat. Pada CT
kontras, lesi ring enhancement seragam hampir selalu hadir pada fase selanjutnya.
Karena kesulitan untuk memvisualisasikan kapsul pada fase awal, CT kontras ganda
sangat membantu dalam mengenali enkapsulasi abses. MRI mengenali abses
pyogenic dengan cukup akurat.1,4,7
MRI menawarkan keuntungan yang signifikan dibandingkan CT scan.
Keuntungan tersebut adalah mampu deteksi dini cerebritis, mendeteksi edema
serebral dengan kontras yang lebih besar antara edema dan otak, endeteksi
penyebaran peradangan yang lebih mencolok ke dalam ventrikel dan ruang
subarachnoid, dan deteksi dini lesi satelit. MRI juga mengenali abses piogenik
dengan cukup akurat. Area pencairan utama memberikan sinyal tinggi, sementara
jaringan otak edematous dan sekitarnya memberikan sinyal rendah pada gambar T1.
Pada gambar T2, nekrosis menunjukkan sinyal serupa yang lebih tinggi dengan
materi abu-abu. Kematangan abses ditandai oleh pinggiran, yang terbentuk oleh
kolagen dan radang akibat radikal bebas dan mikroorganisme di dinding abses. Zona
inflamasi secara signifikan lebih tebal pada tuberkulosis dibandingkan dengan abses
piogenik dalam analisis morfometrik bagian histologis. Temuan MRI juga bergantung
pada stadium infeksi. Pada fase awal, MRI dapat memiliki sinyal gambar T1-
weighted (T1W1) yang rendah dan sinya gambarl T2-weighted (T2WI) yang tinggi
dengan peningkatan yang tidak rata. Pada fase selanjutnya, sinyal T1WI yang rendah

10
dapat ditandai dengan lebih baik, dengan sinyal T2WI tinggi berada di kavitas dan
parenkim sekitarnya. Ketebalan, ketidakteraturan, dan nodularitas enhancing ring
meningkatkan sugestif terhadap tumor (sebagian besar kasus) atau, mungkin, infeksi
jamur.1,4

11
Gambar 2: CT scan pediatric menunjukkan lesi hipodens lemah pada regio fronto-
temporal kiri yang berhubungan dengan efek massa dan dilatasi pada sistem
ventricular.1

Gambar 3: Wanita, 16 tahun, tanpa riwayat medis yang signifikan, menjalani operasi
melalui kraniotomi terbuka untuk abses otak fronto-basal kiri. Biakan abses otak
positif pada Staphylococcus Aureus. (C, D) CT scan kontras preoperatif; (E, F) CT
scan postoperatif menunjukkan resolusi lengkap abses (setelah 3 bulan)5

12
Gambar 4: Abses Aspergillus pada pria berusia 49 tahun dengan infeksi virus human
immunodeficiency. (a) Gambar MR T2-weighted aksial menunjukkan lesi kistik
berdinding tebal hipointensitas dengan proyeksi papiler (panah) di lobus temporal
anterior kiri. Ada edema materi putih ringan di sekitarnya (*). Terdapat jaringan
lunak di sinus sphenoid dan sinus ethmoid (Kepala panah putih) dan radang di orbit
(kepala panah hitam). (b) gambar MR T1-weighted aksial gadolinium-enhanced
menunjukkan tepi nodular pada pembesaran perifer (panah) di sekitar lesi kistik.7

13
A B
Gambar 5: Gambar MRI serebral pada pasien laki-laki berusia 24 tahun dengan 2
abses - satu frontal, satu temporal - di sisi kiri; A - tampilan aksial; B -, tampilan
koronal;2

Bila abses otak disarankan oleh penelitian radiologi, diagnosis mikrobiologi


harus dilakukan untuk memandu terapi antimikroba. Pengambilan abses otak bisa
dilakukan dengan adanya CT scan. Spesimen harus dikirim untuk kultur pewarnaan
gram, aerobik dan anaerobik, pewarna Ziehl-Nelsen untuk Mycobacteria, pewarnaan
modifikasi untuk Nocardia, dan pewarnaan perak untuk jamur. 4

2.7 Tatalaksana
Selama kultur bakteri pasien bisa diberi antibiotic spectrum luas. Regimen
antimikroba meliputi: Metronidazol plus sefalosporin generasi ketiga, vancomycin
plus metronidazole plus sefalosporin generasi ketiga, Penisilin plus metronidazol,
vancomycin plus sefalosporin generasi ketiga, dan vancomycin plus gentamicin atau
nafcillin plus ampicillin plus gentamicin.4
Dengan patogen yang telah dikonfirmasi. Jika kultur positif diperoleh, terapi
antimikroba dapat dimodifikasi untuk perawatan optimal. Terapi antimikroba

14
intravena dosis tinggi harus dilanjutkan selama 6 sampai 8 minggu; Hal ini sering
diikuti dengan terapi antimikroba oral jika terdapat agen yang tersedia. Terapi yang
lebih singkat (yaitu 3 sampai 4 minggu) cocok untuk pasien yang telah menjalani
eksisi bedah lengkap abses.4
Jika kulturnya negatif, maka antibiotik spektrum luas harus dilanjutkan sesuai
dengan kemungkinan penyebab predisposisi dan lokasi anatomis abses. Penisilin,
ampisilin, cefuroksi, kloramfenikol, kotrimazazim, ceftazidime, dan metronidazol
mampu mencapai konsentrasi terapeutik pada nanah intrakranial, dan telah berhasil
mengobati dalam berbagai kombinasi pengobatan. Dalam pengalaman yang berbeda,
penisilin dan kloramfenikol telah lama menjadi terapi antimikroba empiris. Obat-
obatan tersebut telah diganti dengan sefotaksim / ceftriaxone / ceftazidime,
vankomisin, dan metronidazol.1
Penggunaan steroid jarang digunakan dalam terapi abses serebri.
Kortikosteroid biasanya digunakan untuk mengurangi edema otak dan efek massa.
Setelah edema atau efek massa telah dikurangi, kortikosteroid harus diturunkan
dosisnya secepat mungkin, untuk menghindari retardasi respon imun dan
pembentukan dinding abses. Antikonsulvan juga bisa diberi pada pasien bila
menunjukkan gejala kejang. Antikonsulvan biasanya diberi pada pasien selama 5
tahun. Tapi beberapa penulis memutuskan untuk memberhentikan penggunaan obat
antikonsulvan bila pasien bebas kejang selama 2 tahun paska operasi dan
elektroensefalogram (EEG) menunjukkan tidak ada tanda-tanda epilepsy.1,4,5
Terapi operasi biasanya digunakan bila ada abses lebih dari 3 cm, atau tidak
ada respon pengobatan selama 3 minggu. Abses serebri traumatik memerlukan
kraniotomi untuk menghilangkan bahan asing atau serpihan tulang. Abses cerebellar
atau abses batang otak sering menjadi indikasi kraniotomi fossa posterior karena
tingginya risiko herniasi otak. Abses serebri periventrikular sering membutuhkan
kraniotomi mengingat risiko pecahnya intraventrikular. Penempatan ventrikulostomi
ditunjukkan untuk tekanan intrakranial yang meningkat secara signifikan.1,2

15
2.8 Komplikasi
Komplikasi abses serebri adalah:2,6
Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau ke ruangan subarakhnoidal
Penyumbatan cairan serebrospinal sehingga bisa menyebabkan hidrosefalus
Edema otak
Herniasi tentorial oleh massa abses otak

16
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. AK
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 594396
Tanggal : 30 September 2017
3.2 Riwayat Pasien
Pasien datang ke poli anak RSUD Provinsi dengan keluhan sakit kepala sejak
2 minggu dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan
berdenyut dan sakit kepala dirasakan di kepala bagian belakang. Keluarga pasien
mengaku bahwa pasien sering mengalami demam dan muntah-muntah.
Pemeriksaan tanda vital:
Nadi: 102x/menit
Nafas: 25x/menit
Suhu: 38,5C
3.3 Foto Pasien

17
3.4 Interpretasi
Tampak lesi multipel hipodens dengan pinggiran cincin pada hemisfer dekstra
dan hemisfer sinistra lobus frontalis dengan ukuran terbesar masing-masing 19,1 mm
x 17,2 mm dan 42 mm x 13 mm.
Tampak lesi multipel hipodens dengan cincin hiperdens pada hemisfer sinistra
lobus oksipitalis melewati falx cerebri dengan ukuran terbesar 24 mm x 9 mm.
Tampak lesi multiple hipodens dengan cincin hiperdens pada hemisfer dekstra
lobus oksipitalis dengan ukuran terbesar 27,7 mm x 24,7 mm.

18
Tulang intak
3.5 Diagnosis Kerja
Abses Serebri
3.6 Diagnosis Banding
Tumor otak
Infark serebri
3.7 Planning Terapi
Sefotaksim 1 g/8 jam, 3x sehari IV
Metronidazol 150 mg/8 jam, 3x sehari IV

19
BAB IV
PEMBAHASAN
Abses otak atau edema serebri adalah kumpulan pus atau nanah yang
terlokalisir di dalam parenkim otak dimana kebanyakan usia pasiennya dari 38-78
tahun. Walaupun pasien ini berusia 6 tahun, tapi risiko terkena abses serebri tetap
ada. Menurut Miranda, dkk, Jumlah kasus pediatric pada abses serebri mencapai 25%
dari total kasus edema serebri di beberapa daerah. Penyebab edema serebri bisa
karena infeksi otorinolaringeal, sinusitiss atau trauma.
Hasil dari CT scan kepala menunjukkan adanya lesi hiperdens disertai cincin
hiperdens di sekeliling lesi pada lobus frontalis, lobus oksipitalis dekstra dan sinistra.
Adanya lesi hipodens menunjukkan lesi yang ada di otak kurang padat dan terdiri dari
cairan atau nanah akibat infeksi. Terdapat gambaran cincin dengan ukuran tipis,
regular dan berukuran mirip satu sama lain menunjukkan bahwa terdapat abses pada
pasien ini. Gambaran cincin tersebut merupakan kapsul kolagen yang terorganisir
yang mengelilingi rongga purulen.
Diagnosis banding edema serebri adalah tumor otak dan infark serebri. Tumor
otak yang paling sering terjadi adalah astrositoma, gambaran radiologisnya berupa
gambaran hipodense ireguler dengan margin tebal dengan enhancement heterogen,
terlihat adanya massa, adanya edema vasogenik disekelilingnya, dan kadang-kadang
terlihat adanya perdarahan. Kadang-kadang terdapat juga gambaran hiperdense yang
biasanya terlihat pada tumor medulloblastoma dengan gambaran enhancement.
Diagnosis banding lainnya adalah infark serebri. Infark serebri biasanya disebabkan
oleh stroke iskemia. Gambaran radiologisnya adalah bayangan hiperdense dari
pembuluh darah, yang merupakan visualisasi langsung dari trombus / embol
intravaskular yang biasanya segera terlihat, diikiuti oleh penurunan diferensiasi grey-
white matter , hipoatenuasi nucleus dalam, hipodensitas kortikal dengan
pembengkakan parenkim.8,9,10
Gejala sakit kepala merupakan gejala yang paling sering dirasakan oleh pasien
abses serebri, disusul oleh dan defisit neurologis seperti hemiparesis, afasia, dan

20
defek visual. Lokasi abses otak mendefinisikan presentasi klinis. Pasien dengan abses
lobus frontal sering hadir dengan sakit kepala, kantuk, kurang perhatian, kemunduran
status mental, hemiparesis dengan tanda motor unilateral, dan gangguan bicara
motorik. Pasien dengan abses otak Aspergillus paling umum menunjukkan tanda-
tanda stroke (sekunder akibat iskemia perdarahan intracereberal atau keduanya)
mengacu pada area otak yang terlibat. Rhinocereberalmucromycosis awalnya
bermanifestasi dengan keluhan merujut ke mata atau sinus, meliputi sakit kepala
(seringkali unilateral), diplopia, lakrimasi, dan penyumbatan hidung atau epistaksis.

21
BAB V
KESIMPULAN

Pasien datang ke poli anak RSUD Provinsi NTB dan mendapat pemeriksaan
CT scan kepala. Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan adanya lesi multiple
hipodens dengan pinggiran cincin pada lobus frontalis dekstra dan sinistra serta lobus
oksipitalis dekstra dan sinistra. Hasil pemeriksaan sesuai dengan gambaran pada
abses serebri yang merupakan penyakit infeksi pada sistem saraf pusat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Miranda HA, Callester-Leones SM, Elzain MA, dkk. Brain abscess: Current
management. Journal of Neurosciences in Rural Practice. 2013; 4(1):67-81. Available
at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/
2. Gorgan M, Neascu A, Bucur N, dkk. Brain abscesses: management and outcome
analysis in a series of 84 patients during 12 year period. Romanian Neurosurgery.
2012;9(3):175-182
3. Vishwanath S, Shenoy PA, Gupta A. Brain Abscess with Anaerobic Gram-
Negative Bacilli: Case Series. Journal of Case Reports 2016;6(4):467-474
4. Mustafa M, Iftikhar M, Latif MI, dkk. Brain Abscess: Pathogenesis, Diagnosis and
Management Strategies. International Journal of Research in Applied, Natural and
Social Sciences. 2014; 2(5): 299-308
5. Radoi M, Ciubotaru V, Tataranu V. Brain Abscesses: Clinical Experience and
Outcome of 52 Consecutive Cases. Chirurgia. 2013; 108(2): 215-225
6. Hakim AA. Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara. 2005;38( 4): 324-327
7. Villanueva-Meyer JE, Cha S. From Shades of Gray to Microbiologic Imaging: A
Historical Review of Brain Abscess Imaging. RadioGraphics. 2015;35:1555-1562
8. Thurstom M, Gaillard F, dkk. Brain Tumors. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/brain-tumours
9. Thurstom M, Gaillard F, dkk. Glioblastoma. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/glioblastoma
10. Weerakkody Y, Gaillard F, dkk. Ischaemic Stroke. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/ischaemic-stroke

23

Anda mungkin juga menyukai