SKRIPSI
ARUM SAMUDRA
1110102000046
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ARUM SAMUDRA
1110102000046
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 1110102000046
Tanda tangan :
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
NIM : 1110102000046
Dewan Penguji
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 4 September 2014
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tak tak pernah lelah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari lembah
kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
1. Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan karunia yang tak
terhingga.
2. Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt dan Ibu Marissa Angelina, M. Farm.,
Apt selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan serta meluangkan
waktu, tenaga, dan juga pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Musthofa Suyadi dan Ibu Saginah, yang
selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, serta kasih
sayang dan doa tiada henti. Kepada kedua adikku, Lirra Apriansyah dan
viii
Kurnia Istiqomah, yang selalu menghibur dan memberikan semangat serta
doa.
7. Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan melalui program
beasiswa Santri Jadi Dokter.
8. Para peneliti di LIPI, Ibu Lia, Ibu Lala, Ibu Tatik, Ibu Mimin, Ibu Lisna,
Ibu Mega, Mas Udin, Pak Rokib, serta Mas Lili yang telah membantu
penulis selama melakukan penelitian di LIPI.
9. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Para staf, karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu.
11. Keluarga besar Harjo Wiyoto dan Soekaryo yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
12. Untuk yang selalu mendengar keluh kesah dan selalu memberi semangat
serta bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, Finti Muliati.
13. Teman yang berjuang bersama di LIPI, Arsyadanie Saifi Adli, serta The
Pavillioons yang selalu berbagi dalam suka ataupun duka.
14. Teman-teman Farmasi angkatan 2010 (Andalusia) yang tidak membuat
penulis menyesal telah menjadi bagian dari kalian.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang menyatakan
(Arum Samudra)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI........................................................ v
ABSTRAK................................................................................................ vi
ABSTRACT.............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK...................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 66
LAMPIRAN..................................................................................................... 69
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pengamatan makroskopik daun Salam......................................... 47
Tabel 4.2 Hasil rendemen daun Salam........................................................... 48
Tabel 4.3 Identitas ekstrak.............................................................................. 48
Tabel 4.4 Organoleptik ekstrak....................................................................... 49
Tabel 4.5 Kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu............................... 49
Tabel 4.6 Identifikasi kandungan kimia ekstrak............................................. 50
Tabel 4.7 Nilai Rf........................................................................................... 50
Tabel 4.8 Data Kromatogram HPLC.............................................................. 52
Tabel 4.9 Kadar Total Flavonoid.................................................................... 52
Tabel 4.10 Parameter non spesifik daun Salam.............................................. 53
Tabel L.1 Senyawa terlarut air........................................................................ 73
Tabel L.2 Senyawa terlarut etanol.................................................................. 75
Tabel L.3 Susut pengeringan.......................................................................... 77
Tabel L.4 Bobot jenis...................................................................................... 79
Tabel L.5 Kadar abu....................................................................................... 81
Tabel L.6 Kadar abu tidak larut asam............................................................. 83
Tabel L.7 Kadar air......................................................................................... 85
Tabel L.8 Standar kuersetin............................................................................ 87
Tabel L.9 Kadar total flavonoid...................................................................... 87
Tabel L.10 Standar logam Pb.......................................................................... 94
Tabel L.11 Standar logam Cd......................................................................... 95
Tabel L.12 Standar logam As......................................................................... 97
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
asam urat berturut-turut adalah kurang lebih sebesar 79,35 %, 61,29 %, dan
72,90 % (Muhtadi, Suhendi, W., & Sutrisna, 2012)
Sementara itu, ekstrak metanol daun salam memiliki aktivitas sebagai
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Rambe,
Pasaribu, & Nst, 2012). Ekstrak metanol daun salam juga dapat menghambat
pertumbuhan vegetatif F.oxysporum, meskipun persentase penghambatan tertinggi
hanya sebesar 57,16 % pada konsentrasi 5 %. Pada media cair, ekstrak daun salam
efektif menurunkan jumlah konidia dan berat hifa. Selain itu, ekstrak metanol
daun salam mampu menghambat perkecambahan konidia F. oxysporum.
Persentase penghambatan perkecambahan konidia pada perlakuan ekstrak daun
salam 3 % sebesar 84,67 % pada jam ke-4 setelah inkubasi (Noveriza &
Miftakhurohmah, 2010).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun salam
dengan dosis 2,62 mg/20 g BB dan 5,24 mg/20 g BB dapat menurunkan secara
bermakna kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi dengan aloksan
(Studiawan & Santosa, 2005). Sedangkan ekstrak metanol daun salam
menunjukkan adanya aktivitas antioksidan pada lC50 sebesar 90,85 g/mL (Har &
Ismail, 2012).
Mengingat begitu banyak manfaat pada daun salam (Syzygium
polianthum) berdasarkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, maka
perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan juga keamanan dari ekstrak
daun salam. Selain itu, untuk mendukung program LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) yang menguji tentang aktivitas daun salam sebagai
Antiviral Dengue, maka dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi ekstrak
etanol daun salam dari tiga tempat tumbuh di Indonesia (OKU Timur, Sukoharjo,
dan Tangerang Selatan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kolesterol darah, menurunkan kadar asam urat, mengobati sakit maag (gastritis),
gatal-gatal (pruritis), kudis (scabies), dan eksim (Enda, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanolik 30%
daun salam memberikan aktivitas antidiare pada hewan uji (Malik &
Ahmad, 2013).
Winarto (2004) menyatakan bahwa daun salam mempunyai kandungan
kimia yaitu tanin, flavonoid, dan minyak atsiri 0,05 % yang terdiri dari eugenol
dan sitral. Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak ateris atau
minyak terbang (essential oil) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Mekanis
metoksisitas fenol dalam minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein pada
dinding sel kuman dengan membentuk struktur tersier protein dengan ikatan
nonspesifik atau ikatan disulfida (Adrianto, 2012).
Minyak atsiri mengandung sitral dan eugenol yang berfungsi sebagai
anestetik dan antiseptik (Adrianto, 2012). Antiseptik adalah obat yang
meniadakan atau mencegah keadaan sepsis, zat ini dapat membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Ganiswara, 1995). Eugenol adalah
sebuah senyawa kimia aromatik, berbau, sedikit larut dalam air dan larut pada
pelarut organik. Bidang medis sering menggunakan eugenol. Kandungan eugenol
merupakan analgesik dan antiseptik lokal yang baik. Beberapa minyak atsiri dapat
digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal, bahan analgesik,
hemolitik atau enzimatik, sedatif, stimulan, untuk obat sakit perut, bahan pewangi
kosmetik dan sabun (Adrianto, 2012).
Selain minyak atsiri terdapat kandungan tanin. Tanin, tannic acid atau
gallotanic acid dapat ditemukan pada berbagai macam tanaman. Tanin telah
terbukti mempunyai efektifitas antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor
(Robinson, 1995). Tanin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk
kompleks protein. Pembentukan kompleks protein melalui kekuatan nonspesifik
seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan
kovalen, menginaktifkan adhesi kuman (molekul untuk menempel pada sel
inang), menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan dalam respon imun selular
(Soebowo, 1993).
2.2 STANDARDISASI
2.2.1 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi merupakan langkah awal dari standardisasi. Standardisasi
simplisia dilakukan untuk mengendalikan mutu simplisia. Standarisasi diperlukan
agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin
efek farmakologi tanaman tersebut (Hariyati, 2005). Standarisasi simplisia
mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai
bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu (Krisyanella, Dachriyanus, &
Marlina, n.d.).
Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif.
Menurut Anonim (2000), Parameter spesifik meliputi :
a. Parameter identitas ekstrak, meliputi deskripsi tata nama (Nama ekstrak,
Nama latin tumbuhan, Bagian tumbuhan yang digunakan, dan Nama
Indonesia tumbuhan) dan senyawa identitas (senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu). Tujuannya adalah
untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas.
b. Parameter organoleptik ekstrak, yaitu penentuan parameter yang
menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan
rasa dari suatu ekstrak.
c. Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, yaitu parameter yang
diuji dengan cara melarutkan ekstrak dengan pelarut tertentu (air atau
alkohol) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur
senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, dan
metanol.
d. Parameter kandungan kimia ekstrak
1) Pola kromatogram
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan
kimia berdasarkan pola kromatogram.
2) Kadar kandungan kimia tertentu
Dengan tersedia suatu kandungan kimia yang berupa senyawa
identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya,
maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan
kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan
adalah densitometer, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang
sesuai. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi.
2.2.2.2 Aspek Parameter Non Spesifik (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011)
Parameter non spesifik yakni aspek yang berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas. Aspek ini tidak berpengaruh pada aktivitas farmakologi secara
langsung.
Aspek parameter nonspesifik diantaranya (Anonim, 2000) :
a. Parameter susut pengeringan, adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat
konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap)
identik dengan kadar air karena berada di atmosfer/lingkungan udara
terbuka. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
b. Parameter bobot jenis, adalah masa per satuan volume pada suhu kamar
tertentu (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat
lainnya. Tujuannya untuk memberikan batasan tentang besarnya masa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ektrak pekat (kental) yang masih dapat dituang dan untuk memberikan
gambaran kandungan kimia terlarut.
c. Parameter kadar air, adalah parameter pengukuran kandungan air yang
berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara
titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuannya untuk memberikan batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.
d. Parameter kadar abu, yaitu parameter yang dilakukan dengan cara
memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa orgaik dan
turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik. Tujuannya untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yagn berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak.
e. Parameter sisa pelarut, parameter yang diuji dengan cara menentukan
kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang ditambahkan) yang secara
oleh konsistensi dosis. Jika jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten maka
disini peran besar standardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa aktif selalu
konsisten terukur antar perlakuan. Jadi, penentuan dosis senyawa marker untuk uji
klinik ekstrak atau obat herbal sangatlah fundamental (Saifudin, Rahayu, &
Teruna, 2011).
eksportir sehingga banyak sekali bahan mentah Indonesia yang diekspor dengan
harga yang cukup murah. Namun, melalui pabrikasi dan proses di negara yang
bersangkutan tersebut dijual dengan nilai yang jauh lebih tinggi. Standardisasi
adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia
(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
2.3 SIMPLISIA
Dalam buku Materia Medika Indonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni
(Anonim, 2000).
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar
(wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg
(konstan) karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi
(umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Walaupun
ada juga pendapat bahwa variabel tersebut tidak besar akibatnya pada mutu
ekstrak nantinya dan dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan
setelah sedikit prosedur analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi
lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produknya
(Anonim, 2000).
Proses panen dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat
menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa
kandungan, kontaminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian simplisia sebagai
produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat diperkecil, diatur atau diajegkan.
Hal ini karena penerapan iptek pasca panen yang terstandar (Anonim, 2000).
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun
parameter standar umum (Anonim, 2000) :
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis)
serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai
obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk
kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-
Manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggung jawab terhadap respon biologis haru mempunyai
spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan.
2.4 EKSTRAK
Menurut buku Farmakope Indonesia Edisi 4, disebutkan bahwa ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas
(Anonim, 2000).
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-
masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawaaktif dari 1 gr simplisia
yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienap tuangkan (dekantasi)
(Anonim, 2000).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Simplisia dicampur dengan
derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, lalu dipanaskan di
atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil
sesekali diaduk. Diserkai selagi panas melalui kain flanel, lalu ditambahkan air
panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (jika dikatakan lain, dibuat infus 10%) (Anonim, 2000).
Menurut Saifudin dkk (2011), lingkungan tempat tumbuh tanaman sangat
mempengaruhi kualitas dan keamanan bahan baku ekstrak dan produk akhir yang
dihasilkan. Umumnya tanaman liar heterogen dari berbagai aspek misalnya
kandungan metabolitnya secara kuantitatif (bahkan kualitatif yakni beberapa
senyawa tidak terdeteksi), kemungkinan adanya pencemar dan kontaminan yang
berasal dari air dan tanah yang tidak terkontrol. Tanaman budidaya mungkin lebih
bisa dikontrol berbagai aspek yang mengurangi mutu. Keseragaman genetik juga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas metabolit sekunder yang dihasilkan.
Senyawa kimia dalam ekstrak ditinjau dari asalnya dapat dibedakan
menjadi 4 kelompok yaitu (Anonim, 2000) :
1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal
2. Senyawa hasil dari perubahan senyawa asli
3. Senyawa kontaminasi
4. Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa
perubahan.
2.5 EKSTRAKSI
Pengambilan bahan aktif dari suatu tumbuhan, dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi. Pengertian ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Pengetahuan
mengenai golongan senyawa aktif yang dikandung dalam simplisia akan
mempermudah proses pemilihan pelarutan dan cara ekstraksi yang tepat (Anonim,
2000). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan
senyawa non polar dalam senyawa non polar. Metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel, 1989).
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut yang
dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit skunder yang terkandung.
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan pelarut adalah sebagai
berikut (Anonim, 2000) :
1. Selektivitas
2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut
3. Ekonomis
4. Ramah lingkungan
5. Keamanan
Pada prinsipnya, Pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam
perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi pharmaceutical grade.
Sampai saat ini berlaku bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol
(etanol) serta campurannya. Jenis pelarut seperti metanol dan lainnya (alkohol
turunannya), heksana dan lainnya (hidrokarbon aliphatik), toluen dan lainnya
(hidrokarbon aromatik), kloroform, aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut
untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khusus metanol, dihindari
penggunaannya karena sifatnya yang toksik akut dan kronik. Namun demikian
jika dalam uji ada sisa pelarut dalam ekstrak menunjukkan negatif, maka metanol
sebenarnya pelarut yang lebih baik dari etanol (Anonim, 2000).
4. Pengeringan konveksi
5. Pengeringan Kontak
6. Pengeringan Radiasi
7. Pengeringan Dielektrik
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.6 KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu
proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau
lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion (Anonim, 1995).
satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat digunakan pada skala
mikro maupun makro (Harbone, 1987).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai
hasul kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem
pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan
preparatif, KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik
dalam jumlah kecil, misalnya menentukan jumlah komponen dalam campuran dan
menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif.
Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari
sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi
Plat KLT yang umum digunakan adalah plat KLT analitik dengan
ketebalan 0,1-0,2 nm dengan ukuran 20x20 cm yang dilapisi dengan adsorben
silika gel 60 F254 dengan ketebalan 0,2 mm. Plat kemudian ditempatkan ke dalam
bejana dengan fase gerak yang sesuai, dimana ketinggian fase gerak cukup untuk
membasahi bagian bawah plat dan tidak sampai membasahi dimana sampel
diaplikasikan. Fase gerak kemudian bermigrasi melewati adsorben dengan gaya
kaliper, dan proses ini dikenal sebagai pengembangan (Sarker, Latif, & Gray,
2006).
1. Silika Gel
Silika gel adalah yang paling banyak digunakan sebagai adsorben dan fase
stasioner yang dominan untuk KLT. Sebagian besar analisa dengan KLT
dilakukan dengan menggunakan fase normal lapisan silika gel.
Silika gel ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar. Untuk
fase polar, merupakan silika yang dibebaskan dari air dan bersifat sedikit asam.
Silika gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya
pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan kaca
dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. Pendukung yang lain berupa
lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran diatas yang umumnya dibuat oleh
pabrik.
diam yang lain sehingga lebi efisien dan lebih banyak digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa polar atau isomernya (Sumarno, 2001).
7. Resin
Resin berfungsi sebagai fase pada KLT penukar ion. Resin merupakan
polimer dari stirendifenil yang mengalami kopolimerisasi, bersifat non polar. Fase
diam ini sangat berguna untuk memisahkan senyawa berbobot molekul tinggi dan
bersifat amfoter seperti asam amino, protein, enzim, nukleotida. Sebagai fase
gerak digunakan larutan asam kuat atau basa kuat (Sumarno, 2001).
5. Komputer
KG modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat
lunaknya (software) untuk digitalisasi sinyal detektor dan mempunyai beberapa
fungsi antara lain :
a. Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan
statistik.
d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.
d. Kolom
e. Detektor
f. Wadah penampungan buangan fase gerak
g. Tabung penghubung
h. Suatu komputer
2.7 SPEKTROFOTOMETRI
2.7.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik
dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah ultraviolet dan sinar
tampak.
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian
terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya
tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul,
artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan elektron-
eletron itu mengatasi kekangan inti dan pindah keluar ke orbital baru yag lebih
tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis
karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat
dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Day & Underwood, 1999).
Sumber lampu pada Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan panjang
gelombang terbagi menjadi dua, yaitu lampu deuterium dan tungstent. Lampu
deuterium menghasilkan sinar 190-350 nm, sementara lampu tungsten digunakan
untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350-900 nm) (Gandjar &
Rohman, 2007).
Suatu spektrofotometri UV-Vis tersusun dari sumber spektrum tampak
yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko
dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko
ataupun pembanding (Khopkar, 2003).
bermuatan positif ini akan bergerak ke katoda yang mana pada katoda ini terdapat
unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Atom-atom unsur dari
katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron
yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang
sama dengan unsur yang akan dianalisis.
2. Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara
spektrofotometri serapan atom, nyala ini berfungsi atom dari tingkat dasar ke
tingkat yang lebih tinggi. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah
campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi.
3. Monokromator
Pada spektrofotometer serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk
memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Di
samping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang
digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan
chopper (pemotong radiasi).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung pengandaan foton
(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi
yaitu (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu
dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi.
5. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan
dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan
absorbansi atau intensitas emisi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bahan uji yang digunakan adalah bagian daun dari tanaman Salam
(Syzygium polyanthum ) yang diperoleh dari tiga daerah tempat tumbuh yaitu :
Ogan Komering Ulu (OKU) Timur (Desa Nusa Tunggal Kec. Belitang III Kab.
OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan) sebanyak 1.613,6 gram, Sukoharjo
(Tegalmiri RT 02/05, Puhgogor, Bendosari, Sukoharjo) sebanyak 1.893,3 gram,
dan Tangerang Selatan (kawasan Puspiptek, jalan Raya Puspiptek Serpong,
Tangerang Selatan, Banten) sebanyak 3.158,8 gram.
3.2.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik
(mettler toledo AB 204-s/FOC), labu erlenmeyer, cawan penguap, kertas saring,
tabung reaksi, pipet tetes, oven, piknometer, labu ukur, plat KLT, hot plate,
desikator, gelas kimia, gelas ukur, corong, spatula, batang pengaduk, mikropipet,
kertas saring, kertas saring bebas abu, botol timbang, krus silikat, waterbath,
magnetic stirrer, Pilot plant (Buchi glassuster), Rotary evaporator (Buchi), oven
(XMT-152A), plat KLT, Furnace (Sibata SMS-160), Atomic Absorpsion
b) Uji flavonoid
Ekstrak sebanyak 1 g ditambahkan serbuk Mg, lalu ditambahkan HCl
pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah, atau kuning, berarti positif
flavonoid (Arifin, Anggraini, Handayani, & Rasyid, 2006)
c) Uji tanin
Sejumlah 1 g ekstrak ditambahkan 10 mL air dididihkan selama 15
menit. Filtratnya disaring dan direaksikan dengan FeCl3 1 %. Tanin positif
apabila terbentuk warna biru tua atau hitam kehijauan (Mutiatikum,
Alegantina, & Astuti, 2010).
d) Uji saponin
Sebanyak 0,5 gram serbuk dimasukkan dalam tabung pereaksi
ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan. Kemudian dikocok dengan
kuat selama 10 detik sehingga terbentuk buih yang mantap selama 10
menit setinggi 1 sampai 10 cm, dengan penambahan 1 tetes HCl 2 N buih
tidak hilang (Mutiatikum, Alegantina, & Astuti, 2010).
e) uji alkaloid
Sebanyak 5 gram serbuk ditambahkan 10 mL HCl 0,1 N lalu dimaserasi
selama 2 jam dan disaring. Kemudian sebanyak 1 mL filtrat ditambahkan 5
tetes pereaksi dragendorf sehingga terjadi endapan coklat kemerahan.
Untuk pengukuran kadar abu tidak larut asam, abu yang diperoleh pada
penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml asam sulfat encer P selama 5
menit, dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam disaring dengan
kertas saring bebas abu yang sebelumnya telah ditimbang. Lalu dicuci dengan
air panas dan dipijarkan hingga bobot tetap, kemudian ditimbang. Kemudian
dihitung kadar abu tidak larut asam terhadap berat sampel awal.
Larutan induk Cd 1000 ppm dibuat stok larutan standar 1000 ppb dengan
cara mengambil sebanyak 0,1 mL larutan induk 1000 ppm kemudian
ditambahkan aquabidest hingga 100 mL. Kemudian dibuat seri kadar Cd
0,0005; 0,001; 0,005; 0,01; 0,05; 0,1 ppm. Lalu diukur absorbansinya dari
larutan standar diperoleh persamaan kurva baku y = a + bx dengan r
mendekati 1.
Untuk kurva baku As dibuat dengan konsentrasi 0,5; 1,0; 5; 10; 50 ppb.
Lalu diukur absorbansinya dari larutan standar diperoleh persamaan kurva
baku y = a + bx dengan r mendekati 1.
BAB 4
Dilihat dari tabel di atas, ekstrak etanol 70 % daun salam yang berasal dari
OKU Timur mempunyai hasil rendemen paling besar yaitu sebesar 15,48 %
sedangkan ekstrak etanol 70 % daun salam yang berasal dari Sukoharjo sebesar
8,24 % dan dari Tangerang Selatan sebesar 6,08 %.
T S O T S O T S O
Tangerang selatan
Sukoharjo
OKU Timur
Sisa pelarut
(menggunakan - - - - -
GCMS)
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
4.2 PEMBAHASAN
Penelitian karakterisasi ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum
Wight) dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beberapa parameter spesifik
dan non spesifik dari daun salam. Penelitian ini juga mendukung penelitian di
Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang
menguji aktivitas ekstrak etanol daun salam sebagai Antiviral Dengue.
Pada penelitian ini, ada tiga sampel daun salam yang diambil dari tiga
daerah berbeda di indonesia yaitu Tangerang Selatan, Sukoharjo dan OKU Timur.
Timur paling besar yaitu 15,48 %, sedangkan dari Sukoharjo 8,24 %, dan dari
Tangerang Selatan 6,08 %. Adanya variasi persentase rendemen ini kemungkinan
disebabkan karena musim, umur tanaman, dan perbedaan lokasi tumbuh dari
masing-masing sampel.
Ekstrak yang didapatkan dari masing-masing simplisia kemudian
dilakukan pengujian parameter spesifik dan parameter non spesifik. Parameter
spesifik meliputi identitas, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu,
identifikasi kandungan kimia ekstrak, dan profil kromatogram. Sedangkan untuk
parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar
abu, penetapan sisa pelarut, dan cemaran logam.
Parameter spesifik untuk identitas ekstrak yaitu ekstrak daun Salam
dengan nama latin Syzygium polyanthum Wight. Bagian tumbuhan yang
digunakan yaitu daunnya. Untuk organoleptiknya berupa ekstrak kering dengan
warna hitam kecoklatan, berbau aromatik lemah, rasa pahit. Tujuannya untuk
pengenalan awal yang sederhana terhadap sampel dengan menggunakan panca
indra dengan cara seobyektif mungkin (Anonim, 2000)
Penentuan kadar senyawa terlarut menggunakan pelarut air dan juga
pelarut etanol. Hasil dari penentuan kadar senyawa terlarut air yaitu Tangerang
Selatan (45,039 % 0,44), Sukoharjo (49,011 % 0,58), dan OKU Timur
(31,167 % 0,76). Untuk hasil senyawa terlarut etanol yaitu Tangerang Selatan
(52,050 % 0,93), Sukoharjo (58,091 % 0,67), dan OKU Timur (38,545 %
0,58). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga ekstrak etanol daun Salam lebih larut
dalam etanol. Penetapan kadar senyawa terlarut ini tidak terkait efek
farmakologis, namun menjadi perkiraan kasar senyawa-senyawa yang bersifat
polar (larut air) dan senyawa yang bersifat semi-nonpolar (larut etanol) (Saifudin,
Rahayu, & Teruna, 2011).
menggunakan berbagai perbandingan fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu
n-heksan (nonpolar) dan etil asetat (semipolar). Perbandingan fase gerak antara n-
heksan dengan etil asetat yang digunakan yaitu heksan 100%, 7:3, 1:1, 3:7, 4:6
dan etil asetat 100 %. Dari perbandingan tersebut pola pemisahan senyawa yang
baik ditunjukkan pada perbandingan 4:6. Bercak belum terlihat jelas setelah
sampel ditotolkan pada plat KLT. Kemudian ketika di UV 245 nm, ada 3 bercak
yang terlihat jelas pada masing-masing ekstrak. Pada UV 365 nm terlihat bercak
yang berfluoresensi. Setelah di semprot dengan H2SO4, pada ekstrak daun Salam
Tangerang Selatan terdapat 7 bercak yang terlihat jelas. Bercak tersebut
mempunyai nilai Rf 0,08, 0,273, 0,573, 0,747, 0,8, 0,853, dan 0,933. Ekstrak daun
Salam Sukoharjo mempunyai 7 bercak yang mempunyai nilai Rf 0,08, 0,227,
0,573, 0,72, 0,8, 0,853, dan 0,933. Sedangkan pada OKU Timur muncul 6 bercak
yang mempunyai nilai Rf 0,08, 0,267, 0,72, 0,8, 0,853, dan 0,933. Bercak
berwarna orange-kekuningan setelah di semprot H2SO4 pada Rf 0,747 untuk
ekstrak dari Tangerang Selatan dan Rf 0,72 untuk ekstrak dari Sukoharjo dan
OKU Timur. Bercak berwarna hijau muncul pada Rf 0,8 dan bercak berwarna
merah muda pada Rf 0,853 untuk masing-masing ekstrak. Pada Rf 0,933 muncul
bercak berwarna kuning pada masing-masing ekstrak.
2,95 (nilai kesamaan 95%), dan 2,78 (nilai kesamaan 94%) . Asam heksanoat
terdeteksi pada waktu retensi 5,65 (nilai kesamaan 80%) pada ekstrak asal
Tangerang Selatan, 5,67 (nilai kesamaan 90%) pada ekstrak asal Sukoharjo, dan
5,67 (nilai kesamaan 90%) pasa ekstrak asal OKU Timur. Untuk gliserol muncul
pada waktu retensi 6,70 (nilai kesamaan 91%) pada ekstrak asal Tangerang
Selatan, 6,45 (nilai kesamaan 92%) pada ekstrak asal Sukoharjo, dan 6,45 (nilai
kesamaan 91%) pada ekstrak asal OKU Timur.
menggunakan piknometer. Hasil yang diperoleh dari penetapan bobot jenis ini
yaitu ekstrak Tangerang Selatan sebesar 1,004 g/mL 0,0012, Sukoharjo sebesar
1,002 g/mL 0,0005, dan OKU Timur sebesar 1,005 g/mL 0,0016.
Cemaran logam berat yang ditentukan yaitu logam Timbal (Pb), Cadmium
(Cd), dan Arsen (As). Penentuan cemaran logam berat ini menggunakan alat
AAS. Persyaratan yang telah ditetapkan dalam Monografi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia Volume II yaitu kadar logam Pb < 10 mg/kg, kadar logam Cd <
0,3 mg/kg, dan kadar logam As < 5 g/kg. Hasil dari pengukuran cemaran logam
Pb didapatkan hasil bahwa ekstrak sukoharjo tidak terdeteksi adanya logam Pb.
Sedangkan ekstrak tangerang selatan dan OKU Timur terdeteksi logam Pb yang
melebihi batas yang telah ditetapkan. Hasil pengukurannya yaitu ekstrak
Tangerang Selatan sebesar 60,81 g/gram, ekstrak Sukoharjo tidak terdeteksi, dan
ekstrak OKU Timur 95,43 g/gram. Adanya logam Pb yang berlebih ini
kemungkinan disebabkan karena daun salam yang diambil dari Tangerang Selatan
dan OKU Timur pohonnya tumbuh di dekat jalan, sehingga daun Salam dari
Tangerang Selatan dan OKU Timur terpapar oleh gas buang kendaraan.
Sedangkan hasil cemaran logam Cd yaitu ekstrak Tangerang Selatan sebesar 8,62
g/gram, ekstrak Sukoharjo sebesar 4,42 g/gram, dan ekstrak OKU Timur
sebesar 4,61 g/gram. Untuk logam As didapatkan hasil bahwa ketiga sampel
tidak terdeteksi adanya Arsen pada limit deteksi alat < 0,005 g/kg.
Logam-logam tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu
organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai
racun (Kristanto, 2002). Menurut Lu (2006) akumulasi timbal dalam tubuh
menimbulkan gejala keracunan pada setiap orang, antara lain sistem pernapasan,
darah, dan sistem saraf. Menurut Darmono (2008) kadmium dalam tubuh
terakumulasi pada hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotienin.
Kemungkinan besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd
dan protein tersebut sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja
enzim dalam tubuh
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian parameter ekstrak daun Salam, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Sampel daun Salam yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tiga
tempat tumbuh di Indonesia yaitu Tangerang Selatan, Sukoharjo dan OKU
Timur. Organoleptik ekstrak yaitu ekstrak kering, berwarna hitam
kecoklatan, berbau aromatik lemah, dan rasanya pahit. Kadar senyawa
terlarut dalam air 31,167 % 0,76 49,011 % 0,58 dan kadar senyawa
terlarut dalam etanol 38,545 % 0,58 58,091 % 0,68. Kandungan
kimia ekstrak daun Salam ini yaitu flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan
triterpenoid.
2. Susut pengeringan yang diperoleh yaitu 8,420 % 0,30 12,624 %
1,58. Bobot jenis ekstrak sebesar 1,002 % 0,0005 1,005 % 0,0016.
Kadar air sebesar 4,999 % 0,24 7,298 % 0,18. Kadar abu total
sebesar 7.242 % 0,54 14,438 % 0,41, sedangkan kadar abu tidak
larut asam sebesar 0,380 % 0,03 1,314 % 0,02.
3. Cemaran logam Pb untuk ekstrak daun Salam Tangerang Selatan sebesar
60,18 g/g, ekstrak Sukoharjo tidak terdeteksi, dan ekstrak OKU Timur
sebesar 95,43 g/g. Cemaran logam Cd untuk ekstrak daun salam
Tangerang Selatan sebesar 8,62 g/g, ekstrak Sukoharjo 4,42 g/g, dan
ekstrak OKU Timur 4,61 g/g. Logam Pb dan Cd pada ekstrak daun salam
tersebut sangat tinggi, hanya pada ekstrak daun salam sukoharjo yang
tidak terdeteksi logam Pb. Menurut persyaratan, batas logam Pb yaitu 10
mg/kg dan Cd 0,3 mg/kg. Cemaran logam As untuk ketiga sampel yaitu
<0,005 g/g, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu
sebesar 5 g/kg.
5.2 SARAN
Diperlukan penelitian lanjutan ekstrak etanol daun Salam sehingga
nantinya dapat dibuat formulasi sediaan yang sesuai untuk ekstrak etanol daun
Salam.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H., Nelvi, A., Handayani, D., & Rasyid, R. (2006). Standarisasi Ekstrak
Etanol Daun Eugenia Cumini Merr. J. Sains Tek. Far. , hal. 88-93.
Chang, C. C., Yang, M. H., Wen, H. M., & Chern, J. C. (2002). Estimation of
Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric
Methods. Journal of Food and Drug Analysis , Vol. 10, No. 3, Hal. 178-182.
Enda, W. G. (2009). Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam
(Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Mencit Jantan. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Har, L. W., & Ismail, I. S. (2012). Antioxidant Activity, Total Phenolic and Total
Flavonoids of Syzygium polyanthum (Wight) Walp Leaves. Int. J. Med.
Arom. Plants , Vol. 2, No. 2, Hal. 219-228.
Muhtadi, Suhendi, A., W., N., & Sutrisna, E. (2012). Potensi Daun Salam
(Syzygium polyanthum Walp.) dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn)
Sebagai Kandidat Obat Herbal Terstandar Asam Urat. Pharmacon , Vol. 13,
No. 1, Hal. 30-36.
Mutiatikum, D., Alegantina, S., & Astuti, Y. (2010). Standardisasi Simplisia dari
Buah Miana (Plectranthus seutellaroides (L) R.Bth) Yang Berasal dari 3
Tempat Tumbuh Menado, Kupang dan papua. Puslitbang Biomedis dan
Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan , Vol. 38, No. 1,
hal. 1-16.
Noveriza, r., & Miftakhurohmah. (2010, Maret). Ekstrak Metanol Daun Salam
(Eugenia polyantha) dan Daun Jeruk Purut (Cytrus histrix) sebagai
Antijamur pada Pertumbuhan Fusarium oxysporum. JURNAL LITTRI VOL
16 NO. 1 , 6-11.
Rambe, k. n., Pasaribu, a., & Nst, r. b. (2012). Uji Antibakteri Ekstrak Metanol
Daun Salam (Sygyzium pholyanthum). Jurnal Saintia Kimia , 1, Vol.1, No.
1.
Saifudin, A., Rahayu, V., & Teruna, H. Y. (2011). Standardisasi Bahan Obat
Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sangi, m., Runtuwene, m. R., Simbala, h. E., & Makang, v. M. (2008). Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. Vol.
1, No. 1 , 47-53.
Sarker, D. S., Latif, Z., & Gray, I. A. (2006). Natural Product Isolation (Second
Edition ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press.
Studiawan, H., & Santosa, M. H. (2005). Uji Aktivitas Penurun Kadar Glukosa
Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada Mencit yang diinduksi
Aloksan. Media Kedokteran Hewan , Vol. 21, No. 2, Hal. 62-65.
LAMPIRAN 1
ALUR PENELITIAN
Determinasi sampel di
Herbarium Bogoriense, Uji makroskopik
Bidang Botani Puslit LIPI,
Bogor
Ekstraksi (Maserasi dengan pelarut etanol 70% sampai mendekati tidak berwarna
Penyaringan
Ampas
Filtrat
Analisis data
Analisis data
LAMPIRAN 2
HASIL DETERMINASI
LAMPIRAN 3
RENDEMEN EKSTRAK
Tangerang Selatan
= x 100 %
= 6,08 %
Sukoharjo
= x 100 %
= 8,24 %
OKU Timur
= x 100 %
= 15,48 %
LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN KADAR SENYAWA TERLARUT AIR
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 5
PERHITUNGAN KADAR SENYAWA TERLARUT ETANOL
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 6
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 7
PERHITUNGAN BOBOT JENIS
Tabel L.4 Bobot jenis
No Pikno Pikno + Pikno + Bobot Jenis Rata-rata
kosong/ Ao etanol + air/A2 (g) (g/mL)
(g) ekstrak/A1 (g)
Tangerang Selatan
1 17,6665 27,8688 27,8206 1,0047 1,004
2 17,6662 27,8757 27,8209 1,0053 0.0012
3 17,6664 27,8505 27,8202 1,0029
Sukoharjo
1 17,6666 27,8520 27,8201 1,0031 1,002
2 17,6662 27,8440 27,8198 1,0023 0.0005
3 17,6667 27,8430 27,8210 1,0022
OKU Timur
1 17,6664 27,8720 27,8204 1,0051 1,005
2 17,6665 27,8944 27,8208 1.0072 0,0016
3 17,6663 27,8619 27,8209 1.0040
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 8
PERHITUNGAN KADAR ABU
Tangerang Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 9
PERHITUNGAN KADAR ABU TIDAK LARUT ASAM
Tangerang Selatan
100 % = 1,293 %
100 % = 1,337 %
100 % = 1,312 %
Sukoharjo
100 % = 0,706 %
100 % = 0,640 %
100 % = 0,654 %
OKU Timur
100 % = 0,345 %
100 % = 0,460 %
100 % = 0,389 %
LAMPIRAN 10
PERHITUNGAN KADAR AIR
Tangeran Selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 11
PERHITUNGAN KADAR TOTAL FLAVONOID
0,150
0,100
0,050
0,000
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi
Tangerang selatan
Sukoharjo
OKU Timur
LAMPIRAN 12
HASIL UJI CEMARAN LOGAM BERAT
LAMPIRAN 13
a. Pb
Dari hasil pengukuran standar Timbal (Pb) didapatkan data sebagai
berikut :
Tabel L.10 standar logam Pb
No Konsentrasi Absorbansi
1 0 -0,0039
2 5 0,0534
3 10 0,1047
Kurva Kalibrasi Pb
0,12
0,1 y = 0,0109x 0,0029
0,08 R2 = 0,9994
Absorbansi
0,06
0,04
0,02
0
-0,02 0 2 4 6 8 10 12
Konsentrasi
Kadar Logam =
Sukoharjo
Tidak terdeteksi
OKU Timur
y = 0,0109x - 0,0029
0,0194 = 0,0109x - 0,0029
x=
x = 2,0471
Kadar Logam =
Kurva Kalibrasi Cd
2
y = 0,1764x + 0,0004
1,5
R2 = 0,9999
Absorbansi
1
0,5
0
0 2 4 6 8 10 12
-0,5
Konsentrasi
x=
x = 0,1819
Kadar Logam =
x=
x = 0,0958
Kadar Logam =
x=
x = 0,0989
Kadar Logam =
LAMPIRAN 14
BAHAN DAN ALAT PENELITIAN