Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF DENGAN METODE PETA KONSEP

(CONCEPT MAPPING) PADA MATERI HIDROKARBON (ALKANA)


KELAS XI SMTI NEGERI BANDA ACEH

Dr. Ibnu Khaldun, M.Si 1) Drs. Zulfadli, M.Si 1), Muthia Danisa, S.Pd2)
Dra. Mainidar 3)
1) Dosen Program studi pendidikan kimia, FKIP UNSYIAH
2)Mahasiswa Program studi pendidikan kimia, FKIP UNSYIAH
3) Guru Sekolah Menengah Teknologi Industri Negeri Banda Aceh

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Penerapan Model Kooperatif dengan Metode Peta


Konsep (Concept Mapping) pada materi hidrokarbon (alkana) kelas XI SMTI Negeri
Banda Aceh ini mengangkat masalah bagaimana penerapan model kooperatif
dengan metode peta konsep terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi
alkana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar dan aktivitas siswa
pada materi alkana. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI-A yang
berjumlah 22 orang, yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 5 orang siswa
perempuan. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif dengan
metode peta konsep dari segi keaktifan siswa, maka dilakukan penilaian kognitif,
afektif, observasi, dan tanggapan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian
tersebut, maka diketahui nilai kognitif ketuntasan siswa yang dibandingkan dengan
nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mencapai 86,36% siswa tuntas belajar.
Penilaian afektif siswa menunjukkan peningkatan dari pertemuan pertama hingga
kedua berturut-turut sebesar 61,35% menjadi 75,85%. Aktivitas siswa juga
meningkat dari 60,78% pada pertemuan pertama menjadi 71,35% pada pertemuan
kedua. Berdasarkan kuesioner tanggapan siswa, maka diketahui 93,18% siswa
menunjukkan respon positif terhadap penerapan model kooperatif dengan metode
peta konsep pada materi alkana, karena dapat motivasi siswa dalam belajar. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif dengan
metode peta konsep pada materi senyawa alkana dapat memberikan memberikan
dampak positif terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa di kelas XI-A SMTI Negeri
Banda Aceh.
Kata kunci : model kooperatif, metode peta konsep (concept mapping), hasil belajar,
aktivitas siswa, senyawa alkana

PENDAHULUAN

Hasil belajar dalam dunia pendidikan merupakan faktor yang sangat penting
sebagai alat mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan oleh
guru. Agar tercapai hasil belajar yang baik diperlukan strategi belajar yang tepat
sehingga aktivitas belajar siswa meningkat dan bersemangat. Oleh sebab itu, guru
perlu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan sikap bekerja sama
antar siswa. Pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk
bekerja sama satu dengan lainnya adalah pembelajaran kooperatif.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
163
Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan kondisi kelas saling mendukung.
Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar
berpikir, memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan,
konsep dan ketrampilan. Menurut Supriono (2008), salah satu strategi yang dapat
digunakan untuk menentukan tujuan bersama adalah model pembelajaran kooperatif
dengan metode peta konsep (concept mapping).
Beberapa penelitian pembelajaran peta konsep menunjukkan kondisi belajar
siswa lebih hidup, siswa lebih memahami konsep materi, dan hasil belajar siswa
meningkat. Dalam penelitian Budiasih (2002), tentang penugasan peta konsep pada
materi konsentrasi larutan yang umumnya merupakan pelajaran yang sulit bagi siswa
Sekolah Menengah Umum (SMU), dapat membuat situasi lebih hidup dibandingkan
jika siswa diajarkan dengan teknik ceramah biasa. Begitu pula penelitian yang
dilakukan Supriono (2008) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
peta konsep pada mata pelajaran pancasila, ternyata dapat meningkatkan motivasi
dan hasil belajar siswa.
Penelitian Anonymous (2009) pada mata pelajaran kewirausahaan menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar, pada siklus I sebelum dilakukan tindakan nilai rata-
rata siswa 45,56% dan pada siklus ke II setelah diterapkannya metode pembelajaran
peta konsep ketuntasan belajar mencapai 86,6%. Selain membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit, pembelajaran kooperatif peta konsep juga menumbuhkan
kemampuan kerja sama, berpikir kreatif, serta mengembangkan sikap sosial antar
siswa. Melalui metode ini siswa ditempatkan dalam kelompok kecil heterogen yang
beranggotakan 4 atau 5 orang siswa dan setiap anggota kelompok mendapat satu
bagian sub peta konsep.
Metode peta konsep merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Oleh sebab itu, setiap siswa dikondisikan lebih kreatif, terutama dalam
membuat ringkasan catatan. Hal ini betujuan agar siswa mudah mengingat dan
menyajikan kembali materi yang telah dipelajari (Dahar dalam Oktaviyanto, 2008).
Peta konsep merupakan salah satu bagian dari metode yang bertujuan
membantu pelajar meningkatkan kebermaknaan belajar. Faktor yang paling penting
dalam mempengaruhi pembelajaran yaitu pengetahuan awal siswa supaya belajar jadi
bermakna. Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin dalam Holil (2008)
mengemukakan bahwa cara mengetahui konsep-konsep yang dimiliki siswa supaya

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
164
belajar bermakna berlangsung, dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep.
Suatu pendekatan yang lebih efektif, membantu otak untuk berfikir secara teratur,
memasukkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi dari otak. Ini
merupakan cara yang paling kreatif dan inovatif dalam membuat catatan.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menerapkan metode peta
konsep di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Negeri Banda Aceh pada
pelajaran kimia organik khususnya materi alkana, karena berdasarkan hasil observasi
penulis di sekolah ini sering diajarkan adalah model pembelajaran konvensional dan
juga bedasarkan wawancara dari guru pelajaran kimia organik diketahui jika siswa
kurang berminat dalam pelajaran organik karena kebanyakan siswa tidak memiliki
buku pelajaran, sehingga pelajaran berpusat pada guru dan siswa lebih banyak
membuat catatan. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian di SMTI
Negeri Banda Aceh.
Alkana merupakan materi yang konseptual dan banyak konsep yang
terkandung di dalamnya, seperti tata nama senyawa alkana menurut aturan
International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), Isomer alkana, sifat
fisis alkana, pembuatan alkana, raksi alkana dan kegunaan alkana dalam kehidupan
sehari-hari. Materi ini menuntut pemahaman siswa yang mendalam terhadap konsep-
konsep dasar yang ada di dalamnya dan tidak sekedar hafalan. Realitanya saat ini
siswa hanya menghafalkan konsep-konsep penting, akibatnya dari proses
pembelajaran seperti ini siswa tidak memiliki konsep yang kuat untuk dipahami,
sehingga diperlukannya pemetaan konsep agar memudahkan siswa dalam mengingat
konsep-konsep yang penting. Oleh sebab itu, penerapan model pembelajaran
kooperatif dengan metode peta konsep sangat tepat digunakan, sehingga siswa
termotivasi untuk belajar mandiri dalam memetakan konsep-konsep yang penting
menurut mereka.

METODE PENELITIAN

1. Populasi dan sampel


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMTI Negeri
Banda Aceh tahun ajaran 2010/2011yang berjumlah 143 orang. Sampel pada
penelitian ini adalah siswa kelas XI-A yang diambil secara purposif, yaitu

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
165
berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara dengan guru menunjukkan
adanya minat yang lebih tinggi dalam belajar dibandingkan kelas reguler lain.
Adapun jumlah siswa kelas XI-A adalah 22 orang, yang terdiri dari 17 siswa laki-laki
dan 5 siswa perempuan.

2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Tahap-
tahap dalam penelitian dilakukan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini, peneliti mengadakan pertemuan dengan dosen dan guru
bidang studi kimia untuk berdiskusi tentang pemilihan materi pelajaran, model, jenis
evaluasi dan penyusunan lembar observasi yang digunakan. Berdasarkan hasil
diskusi, selanjutnya peneliti menyusun instrumen penelitian, kemudian validasi
instrumen penelitian dan kemudian mengurus perizinan penelitian.
2. Tahap pengumpulan data
a. Melakukan pre-test untuk mendapat data pengetahuan awal siswa sebelum
dilakukan perlakuan.
b. Melakukan proses pembelajaran dengan metode peta konsep
c. Melakukan observasi terhadap aktivitas dan efektifitas siswa.
d. Melakukan post-test untuk mendapatkan data siswa yang tuntas dalam belajar
setelah dilakukan proses pembelajaran.
e. Memberikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap metode peta
konsep.

3. Analisis data
1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar Evaluasi berupa soal pre-test/post-test, dilakukan sebelum dan sesudah
proses pembelajaran berlangsung. Pre-test dilakukan untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa sebelum perlakuan, sedangkan post-test dilakukan untuk
melihat sejauh mana ketuntasan belajar siswa bila dibandingkan KKM setelah
diterapkan model kooperatif dengan metode peta konsep.
2. Lembar Observasi aktivitas dan efektifitas siswa, digunakan untuk memperoleh

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
166
data tentang aktivitas dan efektifitas siswa selama pembelajaran berlangsung
pada model kooperatif dengan metode peta konsep. Lembar observasi diberikan
kepada pengamat untuk diisi sesuai keadaan kelas pada saat proses pembelajaran
berlangsung.
3. Lembar kuesioner tentang tanggapan siswa selama kegiatan pembelajaran.
Instrumen ini berupa angket, yang dibagikan kepada siswa untuk mengetahui
tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran peta konsep.

2. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif persentase dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar yang tercapai dan tanggapan siswa,
dihitung dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2005) sebagai berikut:
f
P x 100%
N
Keterangan: P = Ketuntasan klasikal
f = Jumlah siswa yang tuntas belajar
N = Jumlah objek yang diteliti

b) untuk mengetahui aktivitas siswa dan penilaian afektif siswa dalam pembelajaran
dengan menerapkan model peta konsep ini digunakan lembar pengamatan. Lembar
pengamatan ini meliputi aspek pendahuluan, kegiatan inti, penutup. Pengamatan
dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda cek ()
yang sesuai dengan kolom yang tersedia dengan skala penilaian sebagaimana yang
dikemukakan oleh Budianingarti (1998) sebagai berikut:
No Nilai Katagori
1 1,00 1,59 Kurang baik
2 1,60 2,59 Cukup
3 2,60 3,50 Baik
4 3,51 4,00 Sangat baik

Selanjutnya, data yang diperoleh dari pengamatan akan dianalisis


berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan, dengan menggunakan rumus menurut
jumlah skor perolehan
Tim Pustaka Yustisia (2008). Nilai x100 %
jumlah skor maksimum

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
167
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Belajar
Hasil kognitif siswa yang dikumpulkan dalam penelitian ini melalui pre-test
dan post-test dari 22 orang siswa.
Tabel 3.1 Hasil post-test siswa SMTI negeri Banda Aceh
Post-test
No Subjek
Nilai Ketuntasan (KKM 55,7)
1. 1 80 Tuntas
2. 2 80 Sda
3. 3 65 Sda
4. 4 70 Sda
5. 5 75 Sda
6. 6 75 Sda
7. 7 75 Sda
8. 8 90 Sda
9. 9 70 Sda
10. 10 95 Sda
11. 11 85 Sda
12. 12 85 Sda
13. 13 85 Sda
14. 14 50 Tidak tuntas
15. 15 85 Tuntas
16. 16 65 Sda
17. 17 95 Sda
18. 18 50 Tidak tuntas
19. 19 75 Tuntas
20. 20 75 Sda
21. 21 65 Sda
22. 22 35 Tidak tuntas
Jumlah 1625 -
Rata-rata 73,86
19
Persentase Ketuntasan 100 86,36%
22

Pengetahuan awal siswa melalui pre-test,21 menunjukkan penguasaan siswa


dalam materi alkana masih kurang, hal ini dapat diketahui dari patokan KKM yaitu
55,7 untuk materi alkana di sekolah SMTI Negeri Banda Aceh, menunjukkan tidak
ada siswa yang tuntas atau sama dengan 0% secara klasikal.
Namun setelah diterapkan model kooperatif dengan metode peta konsep,
jumlah siswa yang tuntas jika dibandingkan dengan KKM sebesar 55,7 melalui
post-test secara individu 19 orang atau sama dengan 86,36% secara klasikal. Hasil

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
168
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiasih (2002),
tentang pengaruh penguasaan peta konsep dalam materi konsentrasi larutan dimana
pada siklus 1 skor yang dicapai 66,5 dan 69,5 pada siklus 2.

2.Afektif Siswa
Pengamatan terhadap afektif siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung diukur dengan menggunakan instrumen lembar penilaian afektif siswa.
Berikut ini data penilaian afektif siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan
kedua:
Tabel 3.2 Hasil Afektif Siswa SMTI Negeri Banda Aceh
Pertemuan I Pertemuan II
NO Subjek
Nilai Katagori Nilai Katagori
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 1 52,1 B 68,7 B
2 2 58,3 B 81,3 A
3 3 70,8 B 93,8 A
4 4 37,5 C 50 C
5 5 64,6 B 85,4 A
6 6 60,4 B 75 B
7 7 75 B 93,8 A
8 8 54,2 B 77,1 A
9 9 70,8 B 91,6 A
10 10 64,6 B 75 B
11 11 45,8 C 68,7 B
12 12 68,8 B 75 B
13 13 68,8 B 81,3 A
14 14 60,4 B 77,1 A
15 15 64,6 B 72,9 B
16 16 62,5 B 68,8 B
17 17 60,4 B 72,9 B
18 18 64,6 B 62,5 B
19 19 68,8 B 81,3 A
20 20 70,8 B 83,3 A
21 21 41,7 C 50 C
22 22 64,7 B 83,3 A
Jumlah 1349,6 - 1668,8 -
Persentase (%) 61,35 B 75,85 A

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa hasil persentase penilaian afektif pada


pertemuan pertama dan kedua berturut-turut adalah 61,35% dan 75,85%.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
169
Berdasarkan data yang diperoleh, ditemukan hasil belajar afektif pada pertemuan
pertama 3 orang yang nilainya cukup baik, 19 orang nilainya baik, sedangkan pada
pertemuan kedua, diperoleh 2 orang nilainya cukup baik, 9 orang yang nilainya baik,
dan 11 orang nilainya sangat baik.
Terjadinya perbedaan nilai pada pertemuan pertama disebabkan pada
pertemuan pertama, dimana kegiatan siswa yang dinilai melalui lembar observasi
afektif belum sepenuhnya teramati, seperti tanggung jawab, kreatifitas dan
kedisiplinan siswa terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dikarenakan
terbatasnya waktu sehingga siswa belum dapat menyelesaikan peta konsepnya pada
pertemuan pertama.
Observasi afektif siswa terlihat lebih jelas pada pertemuan kedua, dimana
terlihat lebih jelas tanggung jawab, kedisiplinan, kreatifitas, dan kerja sama dalam
kelompok pada saat membuat, merangkai serta menampilkan peta konsepnya.
Dengan demikian dapat diketahui, nilai observasi afektif siswa pada pertemuan
pertama hingga pertemuan kedua mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Siswa
Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam penerapan metode peta konsep
digunakan lembar aktivitas siswa. Berikut data hasil observasi aktivitas siswa:
Tabel 3.3 Hasil pengamatan aktivitas siswa SMTI negeri Banda Aceh
Pertemuan I Pertemuan II
NO. Aspek yang diamati
Skor Katagori Skor Katagori
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pendahuluan
4,0 A 3,0 B
a. Siswa menjawab salam guru
b. Siswa menjawab pertanyaan guru pada
I. 2,3 C 3,0 B
saat apersepsi
c. Siswa menanggapi
2,3 C 2,7 B
motivasi yang diberikan guru.
II. Kegiatan Inti
2,7 B 2,7 B
a. Siswa memperhatikan tujuan pelajaran
b. Siswa menyimak arahan guru tentang
3,0 B 2,7 B
tahap-tahap menyusun peta konsep
c. Siswa duduk menurut kelompok sesuai
4,0 A 4,0 A
arahan guru
d. Siswa mempelajari materi masing-
2,3 C 3,0 B
masing sesuai instruksi guru

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
170
e. Siswa membuat peta konsep berdasarkan
2,0 C 2,7 B
sub materi yang didapatkan siswa
f. Setiap siswa menggabungkan peta
konsepnya dengan peta konsep teman 1,3 D 2,7 B
sekelompoknya
g. Setiap kelompok mempresentasikan
1,0 D 3,0 B
rangkaian peta konsepnya di depan kelas
III. Penutup
a. Siswa menanyakan pada guru tentang 2,7 B 2,3 C
hal-hal yang belum dipahami
b. Siswa mendengarkan penjelasan dari
2,0 C 2,3 C
guru
c. hasil Siswa menyimpulkan pelajaran 2,0 C 3,0 B
Jumlah 31,6 - 37,1 -
Rata-rata 2,4 B 2,9 B
Persentase (%) 60,76 B 71,35 B

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat diketahui aktivitas siswa pada pertemuan


pertama meningkat hingga pertemuan kedua, berturut-turut dari 60,76% menjadi
71,35%. Pada pertemuan pertama, siswa masih banyak yang belum dapat menjawab
pertanyaan guru pada kegiatan motivasi, karena siswa belum terbiasa dengan metode
peta konsep karena selama ini pembelajaran sepenuhnya berpusat pada guru dan
karena keterbatasan waktu. Pada pertemuan pertama masing-masing kelompok
belum selesai membuat dan merangkai peta konsep senyawa alkana, sehingga siswa
belum dapat mempresentasikan peta konsep kelompoknya.
Pada pertemuan kedua sudah banyak siswa yang dapat menjawab pertanyaan
guru pada kegiatan motivasi dan apersepsi karena siswa sudah mengerti tentang
materi yang disampaikan guru. Siswa sudah dapat beradaptasi dalam penerapan
model kooperatif dengan peta konsep, sehingga kerja sama siswa lebih baik jika
dibandingkan dengan pertemuan pertama. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas dua
kelompok yang mengerjakan tugasnya tepat waktu, dua kelompok lagi
menyelesaikan beberapa menit kemudian dan satu kelompok yang masih perlu
dibimbing pada saat perangkaian peta konsep.
Pada tahap akhir kegiatan pembelajaran, siswa diminta untuk menyimpulkan
hasil pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sejauh mana pemahaman
siswa tentang alkana.
3. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Kooperatif dengan Metode
Peta Konsep

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
171
Tanggapan siswa dapat diketahui dari angket yang diberikan pada siswa setelah
penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep, data yang diperoleh dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4 Tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode
peta konsep.
Persentase
Pertanyaan Jawaban
No
Ya Tidak
(1) (2) (3) (4)
Apakah anda memperhatikan pada saat guru
1 menjelaskan tahap-tahap model kooperatif 95,45 4,55
dengan metode peta konsep?
Apakah model kooperatif dengan metode peta
2 konsep yang diterapkan guru dapat membuat 90,91 9,09
materi hidrokarbon menjadi jelas anda pahami?
Apakah model kooperatif dengan metode peta
3 konsep yang digunakan oleh guru dapat 100 0
membuat suasana belajar anda menyenangkan?
Apakah model kooperatif dengan metode peta
konsep dapat membuat anda lebih termotivasi
4 95,45 4,55
untuk mempelajari materi hidrokarbon
(alkana)?
Apakah penerapan model kooperatif dengan
5 metode peta konsep membuat anda lebih mudah 90,91 9,09
berinteraksi dengan teman?
Apakah waktu yang diberikan untuk membuat
6 81,82 18,18
peta konsep cukup bagi anda?
Apakah belajar anda menjadi lebih aktif dengan
7 menggunakan model kooperatif dengan metode 90,91 9,09
peta konsep?
Apakah anda merasa senang dengan model
8 100 0
kooperatif dengan metode peta konsep ini?
Jumlah 745,45 54,55
Persentase (%) 93,18 6,82
Berdasarkan hasil tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif
dengan metode peta konsep yang telah dilaksanakan maka diketahui persentase
tanggapan positif siswa sebesar 93,18%, sedangkan tanggapan negatif sebesar
6,82%. Hal ini disebabkan karena siswa lebih merasa senang diterapkannya model
kooperatif dengan metode peta konsep, karena siswa lebih santai, bersemangat dalam
belajar dan pembelajaran tidak terpaku dengan mendengarkan penjelasan guru.

KESIMPULAN

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
172
\Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1) Ketuntutasan belajar siswa setelah diterapkan model kooperatif dengan metode
peta konsep mencapai 86,36% yang dapat diketahui melalui nilai post-test yang
dibandingkan dengan nilai KKM.
2) Penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep menunjukkan nilai
afektif siswa meningkat dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua
berturut-turut sebesar 61,35% menjadi 75,85%.
3) Penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep juga dapat
meningkatkan aktivitas siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua
berturut-turut sebesar 60,76% menjadi 71,35%.
4) Tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode peta
konsep menunjukkan respon positif sebesar 93,18%, sedangkan respon negatif
siswa sebesar 6,82%.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Model Elaborasi dan Peta Konsep pada Perkuliahan Teori Sastra.
http://elumb.multiply.com/journal/item/3 Diakses pada tanggal 3 Oktober
2009.
----------. 2009. Penerapan kolaborasi model pembalajaran Peta Konsep dan
Numbered Head Together Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/
index.php /manajemen/article/view/., diakses pada tanggal 3 Oktober 2009).
Budianingarti. 1998. Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pada Pengajaran Fisika di SMU. Surabaya: IKIP
Budiasih, E. 2002. Peningkatan Penguasaan Konsep-Konsep Konsentrasi Larutan
Sebagai Prasyarat Pemahaman Pokok Bahasan Sifat Kologatif Larutan
Melalui Pemberian Tugas Membuat Peta Konsep di Kelas III SMUN 6
Malang. Jurnal pendidikan. Vol 1, No 1.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus
dan Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Hart, C. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas. Jakarta:
Erlangga.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
173
Holil, A 2008. Peta Konsep untuk Mempermudah Konsep Sulit dalam Pembelajaran.
(http://pkab.Wordpress.com/2008/04/23/mempermudah-konsep-sulit-dalam-
pembelajaran/ , diakses pada tanggal 3 Oktober 2009).
Mahzum, E. 2002. Pemanfaatan Peta Konsep Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Bidang Studi Fisika. Banda Aceh: KKI tidak diterbitkan.
Mainidar. 2006. Kimia Organik. Banda Aceh: Modul tidak diterbitkan.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetens Konsep, Karekteristik dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurfitria, L. 2006. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran pada Konsep Lingkungn
Melalui Pendekatan SETS dengan Model Problem Based Instruction di SMA
Masehi 1 PSAK Semarang. Skripsi. (Online), (http://diglb.unnes.a.c.id/gsdl/
collect/wrdpdfe/imp, diakses 19 oktober 2009)
Oktaviyanto. 2008. Pembelajaran Model Advance Organizer Dengan Peta Konsep
Untuk Meningkatkan Ketuntasan belajar Siswa Kelas X Negeri 1 Kalisa
(http:// one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/proposalskripsi/
pembelajaran-model-advance-organizer-dengan-peta-konsep-untuk-
meningkatkan-ketuntasan-belajar-siswa., Diakses pada tanggal 3 Oktober
2009).
Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Ambon: Unesa University Press.
ISBN : 979-643-959-X.
Sudijono, A. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sujana. 2000. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.
Supriono. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Peta Konsep Untuk
Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan inovatif.
Volume 3. No 2. http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-
supriono.pdf, Diakses pada tanggal 3 Oktober 2009.
Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk kelas X sekolah menengah atas/
madrasah aliyah. Program Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo
Media Pratama.
Tim Pustaka Yustisia. 2008. Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains Miskonsepsi Pembelajaran Kimia, 19-20 Februari 2011
174

Anda mungkin juga menyukai