Anda di halaman 1dari 20

BAB I

1.1.Pendahuluan

Laringitis adalah pembengkakan selaput lendir laring, ditandai dengan


suara serak. Laring bergabung dengan bagian belakang tenggorokan ke trakea
(tenggorokan). Tali suara ada di laring. Laringitis berarti radang laring. Hal ini
paling sering terjadi karena infeksi virus (viral laringitis). Penyebab lainnya jarang
terjadi. Laringitis juga bisa disebabkan oleh penggunaan suara berlebihan dengan
bicara berlebihan, bernyanyi, atau berteriak. Laringitis yang berlangsung kurang
dari tiga minggu disebut radang tenggorokan akut, dan sering dikaitkan dengan
infeksi saluran pernapasan atas karena virus, atau lebih jarang lagi, bakteri.
Laringitis kronis, yang sering digambarkan bertahan lebih dari tiga minggu
mungkin disebabkan oleh penggunaan alkohol berkepanjangan, merokok, paparan
asap rokok pasif, paparan udara tercemar, dan batuk berlebih.1

1
BAB II

2.1. Anatomi dan Fisiologi Laring

2.1.1. Anatomi

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6,


bagian atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas
segitiga dan bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti
sirkular.2

Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini
akan menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-
otot ini bekerja untuk membantu menggerakan lidah.2

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid,


aritenoid, kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan
tulang rawan laring yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti
kapal, bagian depannya mengalami penonjolan membentuk adams apple dan
di dalam tulang rawan ini terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago
krikoid oleh ligamentum krikotiroid.2

Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago
krikoid terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak
setinggi vetebra C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih
kecil, bertanggung jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti
piramid, terdapat 2 buah (sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang
laring dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi
krikoaritenoid.2

2
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini
melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan
ariepiglotik. Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg
terdapat di dalam lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis
berperan dalam rigiditas dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea
terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral.2

Gambar anatomi laring.3

Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas


dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.2

Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel


respiratorius, terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh
epitel skuamosa.2

3
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di
atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
kartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.
Plica vocalis palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica
vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara.2

Gambar pita suara.4

Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica,
ligamentum ventricularis , ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.2

4
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-
otot instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara
keseluruhan , sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian
laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid
(suprahioid), dan ada yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot
ekstrinsik yang supra hyoid ialah M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid,
dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otot-
otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring kebawah,
sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring ialah
M. Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica, M.vocalis,M. Tiroaritenoid,
M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak di bagian lateral
laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah M.aritenoid
transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.2

Gambar otot pada laring.5

5
2.1.2. Rongga laring.

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas
bawahnya ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum
tiroepiglotic, sudut antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago
krikoid. Batas lateralnya ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid,
konus elasticus, dan arkus kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah
M.aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid.2

Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum


ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica
ventrikularis (pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut
rima glottis, sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli.
Plica vocalis dan plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian,
yaitu vestibulum laring , glotic dan subglotic.2

Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica


ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita
ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventriculus laring morgagni. Rima glottis
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian intermembran dan bagian interkartilago.
Bagian intermembran ialah ruang antara kedua plica vocalis, dan terletak dibagian
anterior, sedangkan bagian interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago
aritenoid, dan terletak di bagian posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring
yang terletak di bawah pita suara (plicavocalis).2

2.1.3. Fisiologi

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi


serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan
benda asing masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima
glotis secara bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena

6
pengangkatan laring ke atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal
ini kartilogo aritenoid bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan
m.aritenoid. Selanjutnya m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter.2

Penutupan rima glotis terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago


arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot intrinsik. Selain itu
dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dapat
dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari
paru dapat dikeluarkan.2

Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima
glottis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus
vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat
pengatur sirkulasi darah.2

Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,


yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.2

Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.2

7
2.2. Laringitis akut

Laringitis akut merupakan radang akut pada laring, pada umumnya


kelanjutan dari rinofaringitis (common cold). Pada anak laringitis akut ini dapatt
menyebabkan sumbatan jalan nafas, sedangkan pada orang dewasa tidak secepat
pada anak.6

2.2.1 Etiologi

Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza
(tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus
influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus dan Streptococcus pneumoniae. Selain itu penyakit ini dapat terjadi karena
perubahan musim / cuaca, pemakaian suara yang berlebihan, trauma, bahan kimia,
merokok dan minum-minum alkohol dan alergi.7

2.2.2. Patogenesis

Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri


mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan
infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum
terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan
menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat.
Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian
atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan
merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara berlebihan
sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya
batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat
pengeluaran mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.7

8
2.3. Laringitis kronis

2.3.1. Etiologi

Biasanya infeksi virus menyebabkan laringitis kronis. Infeksi bakteri


seperti difteri juga dapat menjadi penyebabnya, tapi hal ini jarang terjadi.
Laringitis dapat juga terjadi saat menderita suatu penyakit atau setelah sembuh
dari suatu penyakit, seperti salesma, flu atau radang paru-paru (pnemonia).8

Kasus yang sering terjadi pada laringitis kronis termasuk juga iritasi yang
terus menerus terjadi karena penggunaan alkohol yang berlebihan, banyak
merokok atau asam dari perut yang mengalir kembali ke dalam kerongkongan dan
tenggorokan, suatu kondisi yang disebut gastroeosophageal reflex disease
(GERD). Tanpa mengkesampingkan bakteri sebagai penyebabnya.8

Tabel perbedaan etiologi yang mendasari terjadinya laringitis akut dan kronik.8

Common Causes of Type of Laryngitis

Laryngitis Acute (Short-lived) Chronic (longer term)

Infectious
Bacterial X
Viral X
Fungal X X
Contact
Reflux X X
Pollutants X X
Smoking X
Inhaled Medications X
Caustic Ingestions X X
Medical
Vocal misuse X X
Vocal abuse X

9
Trauma X X
Allergic
Allergies X X
Dryness (Laryngitis Sicca)
Dehydration X X
Dry Atmosphere X X
Mouth Breathing X X
Medications X X
Thermal
Closed-Space Fire X X
Crack Pipe X X

2.3.2. Laringitis kronis

Terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.


1. Non-Spesifik laringitis kronis

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada


saluran pernapasan, seperti selesma, influensa, bronkhitis atau sinusitis. Akibat
paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan,
asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak
menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau
menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis,
permukaan yang tidak rata dan menebal.9

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan


tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat
berfariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit
tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala
berlangsung beberapa minggu sampai bulan.8

10
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak
rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka
perlu dilakukan biopsi.8

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya


laryngitis dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan
oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara
sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila
penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut.
Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa
membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau balita mengalami langiritis
yang berindikasi karahcroup, bisa digunakan kortikosteroid seperti
dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga berhubungan dengan kondisi
lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok atau alkoholik, harus dihentikan.10

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara : 8,10

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok
tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan
mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan
kering . Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem
juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir
dan merasa lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset


bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi
mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai

11
sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan
edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.8

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada


pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau
fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus
yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin. 8,10

2. Laringitis kronis spesifik

Laringitis tuberkulosa

Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering
kali setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke
laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan
gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik.6

Secara klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu : 6

Stadium infiltrasi. Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan


hiperemis, kadang pita suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring
tampak pucat. Kemudian di daerah sub mukosa terbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-bintik yang berwarna kebiruan.
Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu,
sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat
meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini pasien
dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di
daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.

12
Stadium ulcesari. Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi
membesar. Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta
dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat bila dibandingkan dengan nyeri
karena radang (khas), dapat juga terjadi hemoptisis.
Stadium perikondritis. Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago
laring, dan yang paling sering terkena ialah kartilago aritenoid dan
epiglotis. Dengan demikian terjadi kerusakan tulang rawan, sehingga
terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan melanjut dan terbentuk
sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan keadaan umum
sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka
proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium fibrotuberkulosis.
Stadium fibrotuberkulosa. Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik.

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT


termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca
laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi
anatomi.7

Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan


sekunder. Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa
macam dan cara pemberian obat antituberkulosa :7

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol,


Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar
penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin,
Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

13
Laringitis luetika

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai


pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium
pertama sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya
edema yang hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas
dapat terjadi karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga,
terbentuknya guma yang nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi,
perikondritis dan fibrosis.7

Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.
Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,
pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di
perifer.7

Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat
dalam, bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan
eksudat yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan
menjalar sagat cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi
perikondritis.7

Diagnosis dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-


ABS) dan biopsi.7

Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis


tinggi, pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis
dapat dilakukan trakeostomi dan operasi rekonstruksi.7

Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,
karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.7

14
2.4. Gejala Klinis7

1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih
rendah 5 dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran
serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara
sama sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan
demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38
derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk,
peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius,
dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa
anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat,
pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium
yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam
jiwa anak.

15
2.5. Pemeriksaan Penunjang7

1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis


(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring
yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak
pembengkakan 6 subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus
elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.

2.6. Diagnosis

Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala
demam, malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung
selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat
biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat
stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung
dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya
takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda
hipoksi.11
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin
tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis.
pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk
mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan
kuman patogen penyebab.11
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran
nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan foto.11

16
Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditanyakan:
1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi
gejala
2. Kondisi kesehatan secara umum
3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat
memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
4. Penggunaan suara berlebih
5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang
dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
6. Riwayat merokok
7. Riwayat makan
8. Suara parau atau disfonia
9. Batuk kronis terutama pada malam hari
10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita
suara
11. Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan


berbenjol-benol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan
menebaldan opaque, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan
mukosa laring, serologik marker. Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto
radiologi untuk melihat apabila terdepat pembengkakan. CT scanning dan MRI
juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. Pemeriksaan lain
yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.11

17
2.7. Penatalaksanaan

Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun
ada indikasi masuk rumah sakit apabila :

1. Usia penderita dibawah 3 tahun

2. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted

3. Diagnosis penderita masih belum jelas

4. Perawatan dirumah kurang memadai

Terapi :

1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari


2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Istirahat
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint
bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam
fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung
atau nasal spray
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien
ada demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / 7
analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika yang
adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis
atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat
diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis
0,5 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini
tidak berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila
sudah terjadi obstruksi jalan nafas.

18
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan
membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,
minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir
yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk
dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan
tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem
juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.
2.8. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan
pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada
usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem
subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal
ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik

19
BAB III

KESIMPULAN

Banyak penyakit infeksi pada laring yang dapat berakibat sumbatan pada
jalur pernafasan, maka dari itu penyakit-penyakit ini harus cepat terdiagnosa
dengan cara melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang tepat, termasuk
pemeriksaan penunjang dan laboratorium untuk mencegah komplikasi-
komplikasi dari sumbatan tersebut termasuk kematian.

Manifestasi klinis laringitis sangat tergantung pada beberapa faktor seperti


sebabnya, besarnya edema jaringan, regio laring yang terlibat secara primer dan
usia pasien. Pasien biasanya datang dengan berbagai macam keluhan seperti rasa
tidak nyaman pada tenggorok, batuk, perubahan kualitas suara, disfagia,
odinofagia, batuk, kesulitan bernafas dan juga stridor.

Diagnosa laringitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan etiologi yang
mendasari. Biasanya disebabkan oleh iritasi asap rokok, sehingga pasien diminta
untuk berhenti merokok dan menghindari asap rokok disekitarnya.

Prognosis dapat ditentukan berdasarkan stadium atau keparahan penyakit,


diagnosa dini, dan tepatnya penatalaksanaan.

20

Anda mungkin juga menyukai