Anda di halaman 1dari 19

Diare Disertai Dehidrasi Ringan Pada Anak-Anak

Tanani Febrianty/ 102014007

F4

Tutor : dr. Yori Hadi Putra

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Terusan Jalan Arjuna Utara
No.6 Jakarta Barat, 11510

Tanani.2014fk007@civitas.ukrida.ac.id

Abtract

Diarrhea is a problem in the digestive system that attacks many people in various countries,
both developing and developed countries. Diarrhea itself has a sense of watery defecation more than 3
times per day, where the watery defecation can or without mucus and or blood. The cause of diarrhea can
be due to bacterial, viral or parasitic infections. Clinical manifestations shown in diarrhea are closely
related to the cause of diarrhea. The most common complications are dehydration which can usually be
fatal if not treated promptly. Management in patients with diarrhea in children is generally adequate oral
rehydration, and if it is met just do soon enough to provide adequate dietary nutrition gradually.
Prevention of diarrhea is difficult, but it can be optimized by maintaining cleanliness and avoiding
contact with other diarrhea sufferers.
Keywords: diarrhea, bacteria, virus, parasites, dehydration

Abstrak

Diare merupakan masalah pada sistem pencernaan yang banyak menyerang masyarakat di
berbagai negara, baik itu negara berkembang maupun negara maju. Diare sendiri memiliki pengertian
buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari, dimana buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa
disertai lendir dan atau darah. Penyebab diare bisa karena infeksi bakteri, virus ataupun parasit.
Manifestasi klinik yang ditunjukkan pada diare sangat berhubungan erat dengan penyebab terjadinya
diare. Komplikasi yang paling sering muncul adalah dehidrasi yang biasanya bisa berakibat fatal bila
tidak segera ditangani. Penatalaksanaan pada pasien diare anak pada umumnya adalah rehidrasi oral
yang adekuat, dan bila sudah terpenuhi baru lakukan segera pemberian diet yang mencukupi kecukupan
gizi secara bertahap. Pencegahan terhadap diare sulit dilakukan, tetapi dapat dioptimalkan dengan
menjaga kebersihan dan menghindari kontak dengan penderita diare lainnya.
Kata kunci : diare, bakteri, virus, parasit, dehidrasi

1
Pendahuluan

Sistem gastrointestinal atau pencernaan memegang peranan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia. Melalui kerja sistem ini, tubuh kita bisa menerima semua nutrisi
yang dibutuhkan dan juga sebagai saluran pengeluaran zat sisa yang tidak dapat dicerna, serta
mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh selain melalui sistem kemih. Keberadaan sistem ini
sesungguhnya didukung oleh banyak organ dimulai dari mulut hingga anus, sehingga banyak
mikroorganisme luar yang dapat dengan mudah menginvasi sistem pencernaan. Dengan
masuknya mikroorganisme atau faktor lain dari luar, dapat membuat kelainan pada sistem ini.
Keluhan gejala atau kelainan yang terjadi pada sistem ini cukup bervariasi, namun ada beberapa
gejala yang sudah tampak khas dan sering terjadi, salah satu diantaranya adalah diare. Di
Indonesia diare merupakan penyakit utama pada bayi dan anak-anak dengan angka kesakitan
berkisar diantara 150-430 perseribut penduduk pertahunnya.2 Pada anak-anak, diare lebih sering
terjadi akibat infeksi baik virus maupun bakteri patogen lainnya, sehingga mengakibatkan diare
akut.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak
langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan informasi, membagi informasi,
dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau
data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan
pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.1 Riwayat
kesehatan yang perlu dikumpulkan secara komprehensif khususnya untuk individu yang sudah
dewasa meliputi (1) Identifikasi data meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, agama, suku
bangsa, pekerjaan, dan status perkawinan; (2) Keluhan utama, yaitu satu atau lebih gejala yang
menyebabkan pasien pergi ke dokter; (3) Riwayat penyakit sekarang yang meliputi perincian
tentang tujuh karakteristik gejala dari keluhan utama yaitu lokasi, kualitas, kuantitas, waktu
terjadinya gejala, kondisi saat gejala terjadi, faktor yang meredakan atau memperburuk penyakit,
dan manifestasi terkait (hal-hal lain yang menyertai gejala); (4) Riwayat kesehatan masa lalu
yaitu seperti pemeliharaan kesehatan (imunisasi dan tes skrining), riwayat penyakit yang diderita
pada masa kanak-kanak, penyakit yang dialami saat dewasa lengkap dengan waktunya yang
mencakup empat kategori, yaitu medis (contohnya penyakit asma, diabetes, dan hipertensi),

2
pembedahan (tanggal pembedahan, indikasi, dan jenisnya), obstetrik (riwayat haid, keluarga
berencana, dan fungsi seksual), dan psikiatrik (meliputi tanggal, diagnosis, perawatan di rumah
sakit dan pengobatannya); (5) Riwayat keluarga, yang meliputi usia dan status kesehatan, atau
usia dan penyebab kematian dari setiap hubungan keluarga yang paling dekat mencakup kakek-
nenek, orang tua, saudara kandung, anak, cucu dan (6) Riwayat pribadi dan sosial yang
mencakup aktivitas dan gaya hidup sehari-hari, situasi rumah dan orang terdekat, sumber stres
jangka pendek dan panjang, pekerjaan dan pendidikan.2

Dari hasil anamnesa pasien didapatkan hasil seperti berikut ini:

KU : Diare sejak 2 hari yang lalu.

RPS : Diare 6-7x/hari, konsistensi cair, tidak ada darah, tidak ada lendir, tidak nafsu makan,
lemas, dan terakhir buang air kecil 4 jam yang lalu.

RPD : Dulu gak pernah mengalami diare.

KLain : Demam ringan, penurunan berat badan 5-10%.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis, karena data yang diperoleh dari anamnesis adalah data subjektif,
sehingga harus diperkuat dengan data objektif, yang bisa didapatkan dari pemeriksaan fisik.3
Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan dengan memeriksa tanda-tanda vital.
Pemeriksaan tanda-tanda vital mencakup pemeriksaan nadi, pernapasan, suhu, dan tekanan
darah, serta pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian-bagian tubuh
tertentu. Semua komponen harus diukur dalam setiap pemeriksaan yang lengkap. Pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis kuantitatif.3 Yang pertama
adalah (1) Intensitas nadi, yaitu berhubungan dengan karakteristik pembuluh darah dan tekanan
nadi dimana kecepatan denyut nadi normal pada dewasa yang sehat berkisar dari 50-100
denyut/menit; (2) Kecepatan pernapasan, dimana pada orang normal, peningkatan konsentrasi
karbondioksida dan ion hidrogen dalam darah merangsang peningkatan ventilasi dan juga
pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan kecepatan pernapasan involunter sering terjadi
bila subjek menyadari bahwa pernapasannya sedang diamati sehingga penghitungan kecepatan

3
pernapasan dilakukan secara diam-diam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit
pada orang dewasa; (3) Suhu tubuh, dimana suhu tubuh manusia konstan pada keadaan sehat,
suhu fisiologis manusia rata-rata yaitu 37oC; dan (4) Tekanan darah, dimana tekanan darah
normal pada kebanyakan orang dewasa sehat yaitu 120/80.3
Pemeriksaan fisik selanjutnya adalah dengan melakukan inspeksi, yaitu melakukan
observasi pada bagian-bagian tubuh pasien, contohnya observasi pada kelopak mata dan sklera
serta konjungtiva tiap-tiap mata. Selain inspeksi, ada pemeriksaan palpasi, yaitu pemeriksaan
dengan cara menyentuh secara lembut dan dalam, contohnya palpasi abdomen, selanjutnya
pemeriksaan perkusi, yaitu pemeriksaan dengan mengetuk menggunakan jari tengah terhadap
jari tengah tangan lainnya sebagai tumpuan, dapat digunakan contohnya untuk pemeriksaan
hepar dan lien. Pemeriksaan berikutnya adalah dengan auskultasi yaitu pemeriksaan
menggunakan stetoskop untuk mendengar suara-suara, contohnya suara jantung.2,3
Pada kasus diketahui bahwa pemeriksaan tanda-tanda vital antara lain suhu 380C, tekanan darah
90/60 mmhg, nadi 94x/menit, dan napas 20x/menit, keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, turgor kulit sedikit lambat, bibir kering dan pecah-pecah, akral hangat,
nadi A. dorsalis pedis kuat, bising usus hiperperistaltik dan mata cekung.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare berlangsung lebih
dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut antara
lain pemeriksaan darah perifer lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis
leukosit), elektrolit (Na+, K+, Cl-), ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan
toksin.4
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit
yang normal atau bisa juga limfositosis, sedangkan pasien dengan infeksi memiliki leukositosis
dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan
kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh.
Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang menunjukkan
adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. Sedangkan pemeriksaan toksin
bertujuan untuk memeriksa apakah ada toksin yang disebabkan oleh suatu bakteri tertentu
seperti Clostiridum difficile.4

4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Feses
Pemeriksaan feses harus dilakukan dengan sebelumnya telah dilakukan persiapan. Persiapan
yang dimaksud antara lain pasien tidak boleh mengjonsumsi antasida, antidiare, antiparasit,
antibiotik, laksan, vitamin C, dan zat besi, terhidung 1 atau 2 hari sebelum pemeriksaan. Feses
harus berasal dari defekasi spontan atau dengan sarung tangan, bukan tinja yang telah
terkontaminasi dengan benda-benda diluar atau pun air toilet. Feses harus dimasukan ke dalam
wadah yang bersih, tidak meresap, berlabel di badan wadah, tertutup rapat, tidak mudah pecah
dan mudah dibawa. Pemeriksaan harus segera dilakukan kurang dari satu jam untuk
mendapatkan feses yang masih segar.

Gambar 1. Wadah untuk Pemeriksaan Tinja.

Pemeriksaan Makroskopik
Dilakukan pemeriksaan makroskopik untuk tinja yang meliputi pemeriksaan warna,
konsistensi, volume, frekuensi, mukus, bau, adanya parasit atau tidak, adanya pus atau tidak,
adanya sisa makanan yang tidak dicerna, dan osmolaritas tinja. Karakteristik pemeriksaan tinja
secara makroskopik dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Tabel 1. Kondisi Feses dan Indikasinya

Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan


Penyebab

Warna Coklat/kekuningan Pekat/putih Adanya pigmen


empedu, pemeriksaan
diagnostik
menggunakan barium

Hitam Perdarahan bagian atas


GI

Merah Perdarahan

bagian bawah GI

Pucat dengan lemak Malabsorbsi lemak;


diet tinggi susu dan
produk susu dan
rendah daging.

Lendir darah Infeksi

Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Dehidrasi, penurunan


agak cair / lembek, motilitas usus akibat
basah kurangnya serat
konstipasi

Cair Peningkatan motilitas


usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh
bakteri) diare

Bau Dipengaruhi oleh Bau tak enak yang Berasal dari senyawa
makanan yang keras indole, skatol,
dimakan dan flora hydrogen sulfide dan
bakteri amine, diproduksi oleh
pembusukan
proteinoleh bakteri
perusak atau
pembusuk

6
Unsur Pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri
bagian kasar
makanan yg tdk Mukus Kondisi peradangan
dicerna, lemak, Parasit Perdarahan
protein, cairan gastrointestinal
pencernaan, dll Darah
Malabsorbsi
Lemak dalam
jumlah besar Salah makan

Benda asing

Frekuensi >3 kali/hari Diare

Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik yang dapat dilakukan antara lain melakukan pemeriksaan
kandungan leukosit, eritrosit, lemak, sisa makanan, atau pun telur cacing dalam feses.
Pemeriksaan leukosit dan eritrosit dilakukan dengan penggunaan pewarna eosin 2%. Normalnya
tidak terdapat leukosit maupun eritrosit. Jika leukosit >3/lpb mengindikasikan adanya inflamasi
atau infeksi. Lemak dapat diperiksa dengan pewarnaan Sudan III, Sudan IV, dan Oil Red O.
Lemak akan tampak sebagai bulatan berwarna jingga sampai merah. Normalnya serat tumbuhan
hanya ditemukan 1-4 serat/lpb, sementara serat hewan tidak ditemukan. Jika ditemukan dapat
mengindikasikan adanya maldigesti dan pewarnaanya menggunakan eosin 2%.

Biakan Bakteri
Biakan feses harus dilakukan pada setiap pasien yang dimungkinkan mengalami diare akibat
infeksi dari virus, bakteri, maupun parasit. Harus selalu dilakukan kultur tinja untuk Salmonella,
Shigella, Campylobacter dan enterocolitica Y apabila terdapat tanda-tanda klinis kolitis atau jika
leukosit ditemukan dalam fese. E.coli dapat juga ditemukan dalam pemeriksaan ini dan dapat
ditentukan jenis apakah E.coli yang ditemukan. Antigen dari Rotavirus dapat diidentifikasi
dengan immunoassay dan uji aglutinasi lateks. Tingkat false-negatif adalah sekitar 50%, dan
hasil positif palsu dapat terjadi. Antigen Adenovirus dapat dideteksi dengan immunoassay
enzim. Hanya serotipe 40 dan 41 dari Adenovirus yang dapat menginduksi diare.

7
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah perifer lengkap digunakan untuk melihat hemoglobin, hematokrit,
leukosit, dan hitung jenis leukosit. Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah
dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama
pada infeksi bakteri invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih.
Jumlah leukosit biasanya tidak meningkat pada diare virus-mediated dan racun-
dimediasi. Bakteri atau virus yang menginvasi ke usus akan menyebabkan leukosit (terutama
neutrofil) berada dalam feses.5

Pemeriksaan Laboratorium Lain

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH


dan cadangan alkali atau lebih tepatnya lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah. Pemeriksaan
kadar ureum dan kreatinin dapat dilakukan untuk mengetahui fatal ginjal. Pemeriksaan elektrolit
terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum dapat dilakukan terutama pada
penderita diare yang disertai kejang.6

Diagnosis Banding

Disentri, intoksikasi makanan, dan IBS.

Disentri

Disentri adalah diare dengan lendir dan darah disertai dengan demam, tenesmus, dan
abdominal cramp yang disebabkan oleh Shigella sp. Manifestasi klinis dari penyakit ini
tergantung spesies yang menginfeksi, usia, status nutrisi, dan status imunologi pejamu.
Shigellosis secara umum berkembang melalui 4 fase yaitu masa inkubasi, watery diarrhea,
dysentery, dan fase post infeksi. Gejala mulai muncul 24-72 jam setelah kuman tertelan dengan
malaise dan demam, lalu diikuti dengan watery diarrhea secara cepat dan berkembang menjadi
diare dengan mukus dan darah yang merupakan karakteristik dari infeksi Shigella. Disentri
ditandai dengan diare sedikit-sedikit dengan darah dan lendir disertai dengan tenesmus, kram
perut, dan nyeri saat defekasi, sebagai akibat inflamasi pada mukosa kolon.
Perlu diingat bahwa tidak semua infeksi Shigella menimbulkan disentri, seperti contoh
Shigella sonnei tidak akan menyebabkan disentri. Pada infeksi Shigella juga tidak ditemukan

8
muntah maupun tanda dehidrasi berat karena lambung dan usus halus tidak terlibat, meskipun
demikian dapat ditemukan tanda dehidrasi ringan akibat diare dan insensible water loss akibat
demam.

Tabel 2. Karakteristik Feses dan Sumbernya.7

Stool Small Bowel Large Bowel


Characteristics
Appearance Watery Mucoid and/or bloody
Volume Large Small
Frequency Increased Highly increased
Blood Possibly positive but never gross Commonly grossly bloody
blood
Ph Possibly < 5.5 >5.5
Reducing Possibly positive Negative
substances
WBCs < 5/high power field Commonly >10/high power field
Serum WBCs Normal Possible leukocytosis, bandemia
Organisms Viral Invasive bacteria
Rotavirus Escherichia Coli (enteroinvasive,
Adenovirus enterohemorrhagic)
Calicivirus Shigella species
Astrovirus Salmonella species
Norovirus Campylobacter species
Yersinia species
Aeromonas species
Plesiomonas species
Enterotoxigenic bacteria Toxic bacteria
E coli Clostridium difficile
Klebsiella
Clostridium perfringens
Cholera species
Vibrio species
Parasites Parasites
Giardia species Entamoeba organisms
Cryptosporidium species

9
Intoksikasi Makanan

Intoksikasi atau keracunan makanan didefinisikan sebagai suatu penyakit yang


disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri parasit, virus,
atau bahan kimia. Patogen yang paling umum adalah Norovirus, Escherichia coli, Salmonella,
Clostridium perfringens, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.7 Gejala dari keracunan
makanan sangat bervariasi dan tidak terlepas dari penyebab, gejalanya antara lain nyeri perut,
muntah (biasanya gejala utama akibat S.aureus, B.cereus, dan Norovirus), diare yang biasanya
kurang dari 2 minggu, sakit kepala, demam, perubahan tinja (berlendir atau seperti air cucian
beras jika terinfeksi cholera), dan kembung (akibat giardiasis).8

Manifestasi Klinis

Diare bisa bersifat inflamasi ataupun non-inflamasi. Diare non-inflamasi bersifat


sekretorik (watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter per hari. Biasanya tidak disertai dengan nyeri
abdomen yang hebat dan tidak disertai darah atau lendir pada feses. Demam dapat dijumpai bisa
juga tidak. Gejala mual dan muntah bisa dijumpai. Pada diare tipe ini penting diperhatikan
kecukupan cairan karena pada kondisi yang tidak terpantau dapat menyebabkan terjadinya
kehilangan cairan yang mengakibatkan syok hipovolemik.4

Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretori atau disentri. Biasanya disebabkan
oleh patogen yang bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai dengan demam, nyeri perut
hebat dan tenesmus serta feses berdarah dan berlendir merupakan gejala dan tanda yang dapat
dijumpai.4

Tabel 3. Organisme dan Gejala Diare.8

Organism Incubation Duration Vomiting Fever Abdominal Pain


Rotavirus 1-7 d 4-8 d Yes Low No
Adenovirus 8-10 d 5-12 d Delayed Low No
Norovirus 1-2 d 2d Yes No No
Astrovirus 1-2 d 4-8 d +/- +/- No
Calicivirus 1-4 d 4-8 d Yes +/- No
Aeromonas species None 0-2 wk +/- +/- No
Campylobacter species 2-4 d 5-7 d No Yes Yes
C difficile Variable Variable No Few Few
C perfringens Minimal 1d Mild No Yes

10
Enterohemorrhagic E coli 1-8 d 3-6 d No +/- Yes
Enterotoxigenic E coli 1-3 d 3-5 d Yes Low Yes
Plesiomonas species None 0-2 wk +/- +/- +/-
Salmonella species 0-3 d 2-7 d Yes Yes Yes
Shigella species 0-2 d 2-5 d No High Yes
Vibrio species 0-1 d 5-7 d Yes No Yes
Y enterocolitica None 1-46 d Yes Yes Yes
Giardia species 2 wk 1+ wk No No Yes
Cryptosporidium species 5-21 d Months No Low Yes
Entamoeba species 5-7 d 1-2+ wk No Yes No

Patofisiologi

Proses terjadinya diare akut karena infeksi melibatkan faktor penyebab infeksi atau
kausal (agent) dan faktor pertahanan tubuh pejamu (host). Faktor kausal meliputi kemampuan
dari agen penyebab diare untuk menembus pertahanan tubuh pejamu, termasuk dalam hal ini
adalah jumlah kuman yang berinokulasi, bakteri seperti Shigella, Eschericia coli tipe
enterohemaragika. hanya membutuhkan kolonisasi 10-100 bakteri untuk dapat menyebabkan
infeksi, sementara kuman Salmonella membutuhkan waktu untuk tumbuh lebih banyak dalam
makanan yang terkontaminasi sebelum akhirnya mencapai jumlah yang bermakna untuk dapat
menyebabkan infeksi.4
Selain jumlah kuman, kemampuan untuk menempel pada mukosa saluran cerna dan
kemampuan untuk berkompetensi dengan flora normal serta membentuk koloni di mukosa juga
merupakan faktor kausal yang menyebabkan penyakit. Faktor lainnya adalah kemampuan untuk
memproduksi toksin seperti enterotoksin, sitotoksin dan neurotoksin. Enterotoksin yang paling
banyak dijumpai adalah pada kolera, di mana toksin yang dikeluarkan akan berikatan dengan
reseptor di permukaan enterosit yang akan meningkatkan siklik AMP di mukosa saluran cerna
dan akhirnya meningkatkan pelepasan Cl- dan menurunnya absorpsi Na+, sehingga
menyebabkan diare. Demikian pula dengan E.coli yang memproduksi enterotoksin (LT/ST)
menyebabkan diare dengan mekanisme yang hampir sama namun melalui aktivasi siklik GMP
Sitotoksin seperti yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae, Vibrio parahaemolyticus,
Clostridium difficile mampu merusak mukosa saluran cerna dan menyebabkan diare berdarah
bahkan sindrom hemolitik uremikum. Sedangkan yang termasuk dalam neurotoksin adalah
Bacillus cereus atau Staphylococcus yang biasanya juga menyebabkan muntah karena toksin

11
yang bekerja di sistem saraf pusat. Sejumlah pertahanan tubuh pejamu yang dapat menghindari
terjadinya diare adalah flora normal saluran cerna, keasaman lambung, motilitas usus, juga status
imun pejamu. Berbagai patogen penyebab infeksi seperti virus, bakteri, parasit, dan jamur
merupakan masalah pada pasien AIDS. Mucosal immunity merupakan pertahanan pertama yang
penting terhadap berbagai patogen penyebab diare.4

Sindroma Kolon Iritabel / Irritable bowel syndrome (IBS)

Etiology

IBS merupakan kelainan usus fungsional yang ditandai dengan nyeri atau rasa tidak
nyaman di abdomen yang disertai dengan gangguan defekasi. Berdasarkan gangguan pola buang
air besar, IBS ini diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:

- IBS predominan diare, yaitu ditandai dengan diare pada pagi hari, sering dengan urgensi dan
biasanya disertai rasa sakit dan hilang setelah defekasi.
- IBS predominan konstipasi, yaitu ditandai dengan pola defekasi yang berubah-ubah (diare
dan konstipasi), dan sering kali feses keras dipagi hari dengan beberapa kali defekasi dan
fesesnya menjadi cair pada sore hari.13

Patofisiology

IBS dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:

- Gangguan reaktifitas usus (motilitas dan sekresi) terhadap isi lumen (makanan, distensi usus,
inflamasi, bakteri) ataupun rangsangan dari luar (stress psikososial) yang kemudian
mengakibatkan diare/ konstipasi.
- Hipersensitivitas usus dengan peningkatan persepsi visceral dan nyeri.
- Disregulasi aksis otak-usus (brain-gut axis) yang kemungkinan berhubungan dengan stress-
reaktivity yang lebih besardari gangguan persepsi dan atau modulasi sinyal visceral afferent.

Kriteria diagnose untuk IBS menurut ROME III, yaitu: terdapat nyeri atau rasa tidak nyaman
pada abdomen paling tidak 3 hari/bulan dalam 3bulan terakhir disertai dengan 2 dari symptom
berikut :

12
- Membaik setelah defekasi
- Onset bersamaan dengan perubahan frekuensi buang air besar
- Onset bersamaan dengan perubahan bentuk feses.

Kriteria ini harus dipenuhi dalam 3 bulan terakhir dan keluhan dimulai paling tidak 6 bulan
sebelum diagnose ditegakkan. Yang dimaksud adalah denga rasa tidak nyaman pada abdomen
adalah rasa tidak nyaman yang tidak dapat dideskripsikan sebagai nyeri.13

Tatalaksana

Tatalaksanan umum

- Psikoterapi : untuk membantu mengatasi stress psikososialnya, yang diindikasi pada IBS
dengan simtom yang berat sehingga mempengaruhi kualitas hidup.
- Diet : untuk tipe konstipasi berikan diet yang tinggi serat (25 gram/hari), banyak minum air
putih dan olah raga, sedangkan untuk tipe diare disarankan agar diet rendah serat. Makanan
tertentu yang dapat mencetuskan IBS, yaitu gandum, susu, kafein, bawang, coklat, sayur
tertentu yang sebaiknya dihindari.

Tatalaksana medikamentosa

- Untuk nyeri abdomen, terutama dicetuskan oleh makanan, diberikan antispasmodic, seperti
mebeerin 3x135mg dan otilonium br 2-3x40mg. pada nyeri hebat yang berat dapat ditambahn
dengan antidepresan trisiklik.
- Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin, memiliki efek antikolinergik yang dapat
merelaksasikan kolon.
- Untuk tipe konstipasi berikan laksatif osmotic (laktulosa) disamping diet tinggi serat dan tipe
diare diberikan loparamid 2-4mg perhari
- Pada pasien dengan diare pasca kolesistektomi dapat ditambahkan dengan kolestiramin
- Pemberian antibiotic, antijamur, dan enzim tidak dianjurkan pada IBS.13

13
Diagnosa kerja

Epidemiologi

Pada negara-negara berkembang, diare banyak terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun
dengan peyebab terbanyak dikarenakan infeksi Rotavirus. Sementara itu Salmonella bertanggung
jawab atas seperduabelas dari total kematian pada anak usia dibawah 5 tahun akibat diare.
Adanya penurunan tingkat kematian merupakan efek dari membaiknya penanganan diare dan
membaiknya tingka gizi anak dan balita. Diare dapat menyebar dengan cepat dalam komunitas
tertutup seperti di rumah atau bangsal perawatan rumah sakit, atau tempat penitipan anak, dan
pada musim-musim tertentu.9

Etiologi
Diare dapat disebebkan oleh berbagai penyebab antara lain oleh karena infeksi (bakteri,
parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan masih banyak lagi.5 Virus merupakan
penyebab utama diare akut di negara-negara maju dan negara-negara berkembang, dimana virus
yang paling tinggi prevalensinnya adalah Rotavirus yaitu hingga 60%. Secara sederhana etiologi
diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor
makanan, dan faktor psikologis.6
Faktor infeksi dibagi lagi menjadi infeksi enteral dan parental. Infeksi enteral meliputi
infeksi bakteri (Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobcter, Yersinia, Aeromonas, dsb),
infeksi virus (Coxsackie, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dsb), dan infeksi parasit (Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Candida albicans). Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di
luar alat pencernaan seperti Otitis media akuta (OMA), Tonsilofaringits, Bronkopneumonia, dsb,
yang sering terjadi pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.6
Faktor malabsorbsi terdiri dari malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak, dan malabsorbsi
protein. Malabsorbsi karbohidrat diantaranya terdiri dari malabsorbsi disakarida (intoleransi
laktosa, maltosa, dan sukrosa) dan malabsorbsi monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.6

14
Faktor Resiko
Anak-anak yang dititipkan pada penitipan anak memiliki kesempatan penularan organisme
penyebab diare. Pada tempat-tempat penitipan anak, organisme tertentu dapat menyebar dengan
cepat. Mengkonsumsi makanan mentah atau tercemar dapat meningkatkan kemungkinan resiko
diare. Misalnya saja pada telur bisa terdapat Salmonella, pada daging bisa terdapat
Campylobacter ataupun C. perfingens, pada seafood dapat ditemukan Vibrio, dan masih banyak
lagi. Air yang tidak bersih seperti air pada kolam renang dapat menyebabkan wabah infeksi
shigella. Sejarah berkemah menunjukan paparan sumber air yang terkontaminasi dengan
organisme Giardia. Seringnya berpergian juga meningkatkan risiko tertularnya diare.10

Patofisiologi secara Umum


Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah dikarenakan adanya gangguan
sekresi dan gangguan osmotik. Gangguan sekresi dapat terjadi akibat rangsangan tertentu
(milsanya dari toksin virus atau bakter) pada dinding usus yang menyebabkan peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Pada kahirnys diare pun dapat timbul kaena
terdapat peningkatan isi rongga usus, diare semacam ini sering juga disebut sebagai diare
sekretorik.6
Sementara itu, gangguan osmotik dapat terjadi akibat terdapatnya makanan atau zat yang
tidak dapat diserap. Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbulkan diare yang juga sering disebut sebagai diare osmotik.6

Gejala Klinis secara Umum


Biasanya pada awalanya bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang, kemudian barulah timbul diare. Tinja yang dikeluarkan cari
dan dapat disertai lendir ataupun darah. Anus dan daerah sekitarnya dapat menjadi lecet akibat
dari seringnya defekasi dan karena tinja makin lama makin asam sebab makin banyak asam
laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.6
Gejala muntah dapat juga muncul sebelum ataupun sesudah diare yang disebabkan oleh
karena lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan

15
elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
mulai tampak. Gejala dehidrasi diantaranya seperti berat badan menurun, turgot kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tanpa kering.6

Gambar 2. Tanda-Tanda Dehidrasi.6

Asidosis metabolik dapat terjadi karena tubuh kehilangn NaHCO3 melalui tinja, ketosis
kelapran, produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan, atau karena
penimbunan asam laktat.2 Gejala lain seperti lemah otot, aritmia, dan ileus paralitik (kembung)
dapat terjadi akibat hipokalemia. Jika penderita mengalami hipoglikemi dapat memunculkan
gejala seperti apatis, tremor, berkeringat, pucat, kejang, dan syok.
Diare akibat bakteri biasanya diindikasikan dengan adanya darah dalam tinja. Infeksi
Campylobacter jejuni biasanya berhubungan dengan nyeri abdomen yang berat serta darah pada
tinja. Pada diare akibat infeksi rotavirus gejala yang pertama muncul adlah vomitus diikuti diare
cari dan febris ringan. Pada infeksi Shigella mungkin juga didapatkan demam tinggi.11 Untuk
lebih lengkapnya akan dipaparkan pada pembahasan diare terkait dengan penyebabnya.

Komplikasi
Dehidrasi dapat timbul sebagai komplikasi diare apabila penderita diare telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit. Kebanyakan dehidrasi disebabkan oleh karena keterlambatan
diagnosis dan keterlambatan pemberian terapi yang tepat.5 Dehidrasi dapat digolongkan menjadi
3 berdasarkan dari derajadnya, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.

16
Masing-masing dari dehidrasi tersebut akan memiliki gejala klinis yang berlainan dan dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Gejala Klinis Dehidrasi Berdasarkan Derajadnya.5
Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
Defisit cairan 5-6% 5-10% >10%
Tampilan Umum Normal/tidak Gelisah/ Stupor
sehat, tampak haus mengantuk/lemas
Membran Normal/kering Kering, lendir Sangat kering seperti
Mukosa melekat tertarik
Pengeluaran Urin Normal/menurun Menurun Sangat
menurun/oliguria/tidak
ada selama 12 jam
Turgor Kulit Normal Normal/menurun Sangat turun
Kualitas Denyut Normal Mulai melemah Sangat melemah/tidak
Nadi teraba
Mata dan Ubun- Normal Cekung Sangat cekung
Ubun

Sementara itu jika dibagi berdarkan kadar natrium dalam darah, dehidrasi dapat dibagi
menjadi dehidrasi isotonik, hiponatremik, dan hipernatremik. Dehidrasi isotonik terjadi apabila
kehilangan air dan natrium secara proposional. Kadar natrium dalam plasma sejumlah 130-150
mmol/L. Dehidrasi hipnatremik terjadi apabila natrium hilang dalam jumlah banyak di tinja
tanpa bersamaan dengan proposi air yang seimbang dan jumlah natirum dalam plasma kurang
dari 130mmol/L. Dehidrasi hipernatremik adalah dehidrasi yang terjadi apabila kehilangan air
lebih banyak daripada kehilangan natrium, dengan kadar natrium dalam plasma lebih dari
150mmol/L.6
Komplikasi

Bila tidak teratasi bisa menjadi diare kronis (terjadi sekitar 1% pada diare akut pada
wisatawan). Bisa timbul defisiensi laktase, pertumbuhan bakteri di usus secara berlebihan,
sindrom malabsorbsi. Merupakan gejala awal pada inflammatory bowel disease. Menjadi
predisposisi sindroma Reiters atau sindroma hemolitik uretikum.
17
Prognosis

Pada pasien anak dan dewasa yang tidak mengalami keterlambatan penanganan, sebagian
besar kasus memiliki prognosis yang baik. Kematian bisa terjadi terutama pada kasus yang
terjadi pada usia lanjut atau pasien dengan kondisi imunokompromais dengan status dehidrasi
berat saat awal didiagnosis atau dengan penyulit.4

Kesimpulan

Diare adalah penyakit buang air besar dengan konsistensi tinja yang lembek biasanya
disertai dengan peningkatan frekuensi, dimana penyebab diare sangat variatif, dan sangat sering
diiringi oleh dehidrasi.

Daftar Pustaka

1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2006.h.286-7.


2. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi
ke-5. Jakarta: EGC; 2008.h.1-6,11-2.
3. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik: evaluasi diagnosis dan fungsi di
bangsal. Jakarta: EGC; 2005.h.30-1.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2014.h.570-3, 576-7.
5. Marcellus SK, Daldiyono. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Diare Akut. Ed V. Jakarta:Interna
Publishing. 2009.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
kesehatan anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007.
7. Guandalini S. Diarrhea. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/928598-
overview, Diakses 15 Mei 2017.
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W I, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran UI. Edisi 3 jilid 2. Jakarta; 2005. Hal 470-5.
9. Kliegman, Behram, Jenson, Stanton. Nelson textbook of pediactric. 18th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2007.
10. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012.
11. Miall L, Rufolf M, Levene M. Pediatrics at a glance [e-book]. Oxford: Blackwell Science
Ltd; 2003.p.50-51.

18
12. Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.
13. Ndraha S. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Ukrida, 2013.h.53-57.

19

Anda mungkin juga menyukai